Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11765 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thompson, Brian, editor
London: Black Stone Press Limited, 1997
342.06 THO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Thompson, Brian, editor
London : Blackstone press , 1997
342.941 THO c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999
342.06 Pen
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2008
342.065 98 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Australia: Australian National University Press, 1996
342.06 ASP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Joni Wijaya
"Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur
bahwa salah satu lingkup diskresi adalah “peraturan perundang-undangan tidak lengkap
atau tidak jelas”. Lingkup dimaksud terdiri atas 3 (tiga) unsur, yaitu (1) peraturan
perundang-undangan masih membutuhkan penjelasan lebih lanjut; (2) peraturan yang
tumpang tindih (tidak harmonis dan tidak sinkron); dan (3) peraturan yang membutuhkan
peraturan pelaksanaan, tetapi belum dibuat. Terdapat hubungan yang kontraproduktif dan
penyusunan yang tidak sistematis apabila 3 (tiga) unsur tersebut dilihat menurut
perspektif UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Penelitian ini dilakukan melalui 2 (dua) metode, yaitu pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan konsep. Norma-norma dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
merupakan konstruksi yang memberikan pedoman agar regulator membentuk peraturan
perundang-undangan secara paripurna, namun hal tersebut seolah dikesampingkan karena
interpretasi Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014. Walaupun sistem hukum
nasional hendak bertransformasi ke arah progresif, namun tujuan kepastian hukum harus
tetap dijaga. Guna menghindari munculnya keputusan dan/atau tindakan subjektif dari
pejabat pemerintahan, maka Pasal 23 huruf c UU Nomor 30 Tahun 2014 perlu ditinjau
ulang.

Article 23 letter c of Law No. 30 of 2014 on Government Administration states that one
of the scopes of discretion is "incomplete or unclear regulation". It consists of three
elements, namely (1) statutory regulations need further explanation; (2) overlapping
regulations (disharmonious and out of sync); and (3) regulations require implementing
regulation, but it has not been made. Based on perspective of Law No. 12 of 2011 on
Establishment of the Regulation Legislation, the elements of "incomplete or unclear
regulation" have some anomalies. This research was conducted through two methods,
namely the statute approach and the conceptual approach. The norms of Law No. 12 of
2011 as guidance in legislative forming seem to be set aside by the interpretation of
Article 23 letter c of Law No. 30 of 2014. The principle of legal certainty must be
prioritized, even though Indonesia’s legal system is transforming into progressive law
paradigm. In order to avoid the government’s subjective decisions and/or actions, Article
23 letter c of Law No. 30 of 2014 needs to be reviewed
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joseph Harry Krisnamurti
"Berlakunya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan selain telah menjawab kebutuhan atas adanya suatu undang-undang yang mengatur tentang hukum materiil bagi Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia juga telah menimbulkan permasalahan tersendiri dalam pengaturannya. Hal ini karena Undang-Undang Administrasi Pemerintahan telah mengatur bahwa Badan Pemerintahan dapat ditetapkan sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk mengembalikan kerugian negara, yang mana pengaturan tersebut justru bertentangan dengan pengertian dari kerugian negara itu sendiri sebagaimana diatur dalam Perundang-Undangan Bidang Keuangan Negara yang menempatkan negara sebagai pihak yang menderita kerugian dalam hal terjadinya kerugian negara. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bertujuan untuk menguji kesesuaian antara norma-norma hukum yang belaku dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dengan Perundang-Undangan Bidang Keuangan Negara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Badan Pemerintahan tidak dapat ditetapkan sebagai subyek hukum penanggung jawab atas terjadinya kerugian negara. Pengaturan tersebut cenderung tidak logis secara hukum karena mengatur bahwa Badan Pemerintahan sebagai wujud perwakilan dari negara itu sendiri dapat diminta untuk melakukan pengembalian atau pembayaran kerugian negara kepada dirinya sendiri. Dengan demikian untuk kedepannya perlu dilakukan perbaikan-perbaikan atas ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan agar sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang telah berlaku sebelumnya dalam Perundang-Undangan Bidang Keuangan Negara.

The enactment of the Law of Government Administration in addition to having answered the need for the existence of a law regulating the material law for the State Administrative Court in Indonesia has also raised its own problems on its regulation. This is because the Law of Government Administration has provided that the Government Officials may be designated as the party responsible for returning the state losses, in which the arrangement contradicts with the meaning of state losses itself as stipulated in the Laws of State Finance which places the state as a party suffering losses in the event of a state losses. This research is compiled by using normative juridical research method which aims to test the conformity between legal norms that are applied in Law of Government Administration and Laws of State Finance. The results of this research indicate that the Government Officials can not be designated as the legal subject in charge of the state losses. This regulation is tend not to be legally logical because it provides that the Government Officials as a representative form of the state itself may be required to return or pay the state losses to the state itself. Therefore, for further, it is necessary to make revisions of the provisions applicable in the Law of Government Administration to be in line with the provisions that have been applied before in the Laws of State Finance."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dania Rizky Nabilla Gumilar
"Dalam konteks pemberian layanan kesehatan, kekurangan tenaga medis, terutama dokter, di daerah terpencil dan kurang terlayani telah mengharuskan pendelegasian tanggung jawab medis tertentu kepada perawat. Praktik ini, meskipun penting untuk menyediakan perawatan kesehatan yang tepat waktu dan efektif, menimbulkan pertanyaan hukum yang rumit mengenai ruang lingkup wewenang, kewajiban, dan kerangka hukum keseluruhan perawat yang mengatur tindakan mereka. Penelitian ini membangun kembali konstruksi hukum Hukum Administrasi Negara dan Hukum Kesehatan mengenai pelimpahan wewenang tindakan medis, khususnya dalam konteks di daerah terpencil. Penelitian ini mengadopsi pendekatan doktrinal, memanfaatkan doktrin dan prinsip hukum dari Hukum Kesehatan untuk menganalisis konsep pelimpahan wewenang dokter kepada perawat di daerah terpencil. Doktrin hukum utama, seperti doktrin life-saving oleh van der Mijn dan prolonged arms doctrine oleh HJJ. Leenen, akan menjadi dasar untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang pelimpahan wewenang tindakan medis tersebut. Dengan mengeksplorasi konstruksi hukum seputar pelimpahan wewenang dokter kepada perawat, penelitian ini memberikan kerangka hukum untuk dapat dijadikan dasar penyusunan kebijakan hukum bagi perawat yang bertugas di daerah terpencil. Konstruksi hukum yang mengatur pelaksanaan pelimpahan wewenang dokter kepada perawat di daerah terpencil mempunyai peran penting dalam memastikan pemberian layanan kesehatan yang efektif. Penelitian ini berfokus dengan studi perawat di Puskesmas Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Faktor keterbatasan yang dihadapi oleh perawat di Kecamatan Seko menjadi bahan analisis utama untuk dapat menemukan konstruksi hukum yang sesuai dengan kondisi pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Hasil penelitian ini menunjukkan diperlukannya rekonstruksi Hukum Administrasi Negara dan Hukum Kesehatan terhadap implementasi pelimpahan wewenang tindakan medik dokter kepada perawat atas adanya faktor keterbatasan di daerah terpencil untuk menunjukkan adanya kebutuhan perluasan peran Perawat dalam kondisi tertentu yang bertujuan untuk penyelamatan nyawa.

In the context of healthcare provision, the scarcity of medical personnel, particularly doctors, in remote and underserved areas has necessitated the delegation of specific medical responsibilities to nurses. This practice, vital for delivering timely and effective healthcare, raises intricate legal inquiries concerning the scope of authority, duties, and overarching legal framework regulating the actions of nurses. This research reconstructs the legal constructs of Administrative Law and Health Law regarding the delegation of medical authority, specifically within remote regions. Employing a doctrinal approach, it leverages legal doctrines and principles from Health Law to analyze the concept of delegating doctors' authority to nurses in remote areas. Key legal doctrines, such as the life-saving doctrine by van der Mijn and the prolonged arms doctrine by HJJ. Leenen, serve as foundations to establish a comprehensive understanding of the delegation of medical authority. By exploring the legal constructs surrounding the delegation of doctors' authority to nurses, this research provides a legal framework to serve as the basis for formulating legal policies for nurses operating in remote areas. The legal constructs governing the implementation of delegating doctors' authority to nurses in remote areas play a crucial role in ensuring the provision of effective healthcare. This research focuses on studying nurses at the Seko Sub-district Health Center in North Luwu Regency, South Sulawesi. The limiting factors faced by nurses in Seko Sub-district serve as the primary analytical material to discern legal constructs suitable for the healthcare conditions in remote areas. The findings of this study underscore the necessity for a reconstruction of Administrative Law and Health Law concerning the implementation of delegating doctors' medical authority to nurses due to limiting factors in remote areas, demonstrating the need for expanding the role of nurses in specific circumstances aimed at preserving lives."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clancey, Richad
London: Sweet & Maxwell, 2011
342 GLA c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rido Pradana
"ABSTRAK
Masalah perizinan pertambangan pada dasarnya merupakan masalah hukum administrasi. Hal ini disebabkan karena perizinan merupakan salah satu bentuk keputusan beschikking sepihak yang diberikan oleh badan atau pejabat pemerintahan kepada perusahaan tambang yang mengajukan izin tambang untuk melakukan kegiatan pertambangan. Tetapi dalam penerbitan izin, terdapat pelanggaran-pelanggaran administrasi yang pada umumnya dalam bentuk maladministrasi keberpihakan, diskriminasi, konflik kepentingan, penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, dan permintaan imbalan uang, barang dan jasa yang dapat mengarah ke perbuatan tindak pidana korupsi. Dalam kasus tindak pidana korupsi perizinan pertambangan, pelanggaran-pelanggaran administrasi tersebut merupakan modus operandi utama yang digunakan. Sehingga terjadi perdebatan dalam menentukan pelanggaran-pelanggaran administrasi yang merupakan ranah pertanggungjawaban administrasi yang tunduk dalam ketentuan hukum administrasi atau pertanggungjawaban tindak pidana korupsi yang tunduk dalam ketentuan hukum pidana. Dengan menggunakan penelitian yuridis normatif, penelitian ini menjawab permasalahan tersebut dengan studi kepustakaan dan kasus. Hasil penelitian ini, secara jelas menjelaskan sudut perbedaan maupun persamaan yang membedakan pelanggaran-pelanggaran administrasi yang masuk dalam ranah tindak pidana korupsi dan pelanggaran administrasi. Pertama, menyangkut subjek, perbuatan dan objek. Kedua, menyangkut penyalahgunaan wewenang. Ketiga, menyangkut kerugian negara yang terjadi akibat penerbitan izin tambang. Selain itu dalam penelitian ini juga menyajikan beberapa analisis putusan yang menggambarkan bahwa pelanggaran administrasi merupakan modus operandi utama dalam terjadinya tindak pidana korupsi perizinan pertambangan. Adanya penelitian ini mendorong pemerintah dan penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum dalam permasalahan tindak pidana korupsi dan pelanggaran administrasi perizinan pertambangan.

ABSTRACT
The issues of mining licensing are essentially a matter of administrative law. Its caused because licensing is one of the unilateral decisions beschikking given by government agencies or officials to mining companies that apply for mining licenses to conduct mining activities. However, in the issuance of mining licenses, there are administrative violations generally in the form of maladministration partiality, discrimination, conflict of interest, protracted delay, abuse of power, procedural deviation, and demand for money rewards, goods and services that may lead to corruption. In the mining licensing corruption cases, the administrative violations are the main modus operandi used. So there is a debate in determining the administrative violations which are the domain of administrative responsibility which is subject to the provisions of administrative law or corruption responsibility which is subject to the provisions of criminal law. By using normative legal research, this research answered the problems by literature and case study. The result of this research, clearly explained point of similarities and differences that distinguish administrative violations in corruption responsibility and administrative responsibility. First, concerning the subjects, acts and objects. Second, concerning abuse of power. Third, concerning the state losses consequenced of the issuance of mining licenses. In addition, in this research also presented some verdicts analysis describing that administrative violations are the main modus operandi in the occurrence of corruption of mining licensing. The existence of this research encourages the government and law enforcement to enforce the law in the problem of corruption and administrative violation in mining licensing."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>