Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Draper, Theodore
MIddlesex, England: Penguin Books, 1967
959.7 DRA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Philadelphia: Psychology Press, 2001
303.3 USE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gale, Richard
London: Hutchinson, 1971
950.099 GAL k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Slamet Riyadi
Depok: Rajawali Pers, 2019
364 BAM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Slamet Riyadi
Depok: Rajawali Press, 2020
364 BAM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruddin Lazuardi
"Fenomena news trading yang dilakukan jurnalis dan media korporasi juga ditemukan terjadi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola bagaimana institusi media arus utama di Indonesia dan bagaimana peran ideologi, hegemoni, dan oligarki dalam perdagangan berita mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan media sebagai salah satu bentuk corporate misconduct. Penelitian ini bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi literatur yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui buku, jurnal internasional, dan dokumen, serta wawancara mendalam yang dilakukan terhadap sembilan informan untuk menggali pengalaman dan pengetahuan informan mengenai fenomena tersebut. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data kualitatif Nvivo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerugian sosial terjadi karena reproduksi ide-ide politik identitas, yang kemudian meminggirkan kelompok minoritas dalam masyarakat dan melanggengkan kekuasaan kelompok dominan. Dari konsep media kriminogenik, penyimpangan perilaku media dalam mengkonstruksi dan mentransmisikan konten kekerasan (verbal atau nonverbal) dapat mengubah perilaku mereka yang terpapar. Ketidakpedulian media arus utama terhadap kemungkinan ancaman disharmoni sosial akibat paparan konten yang menyesatkan dan sikap peserta yang memperjuangkan kepentingan tertentu, ditambah dengan transaksi jual beli berita, praktik AoMP ini dapat dilihat sebagai corporate misconduct. Serangkaian praktik penyalahgunaan kekuasaan media melalui perdagangan berita sebagai kesalahan korporasi yang memicu kepanikan moral dan kerusakan sosial melanggar etika jurnalistik dan juga merupakan bentuk "kejahatan dalam derajat tertentu".

The news trading phenomenon journalists and media commit is also found in Indonesia. This study aims to identify patterns of how mainstream media institutions in Indonesia and how the role of ideology, hegemony, and oligarchy in news trading results in the abuse of media power as a form of corporate misconduct. This research is qualitative. Data collection techniques used were literature studies which used to collect data through books, international journals, and documents, and in-depth interviews conducted with nine informants to explore the experiences and knowledge of the informants regarding the phenomenon. Data analysis techniques were performed using Nvivo qualitative data processing software. The results show that social harm occurs because of the reproduction of identity political ideas, which then marginalize minority groups in society and perpetuate the dominant group's power. From the concept of criminogenic media, media behavior deviations in constructing and transmitting violent content (verbal or nonverbal) can change the behavior of those exposed to it. The mainstream media's indifference to the possible threat of social disharmony due to exposure to misleading content and the participants' attitude fighting for specific interests, coupled with news trading transactions, this AoMP practice can be seen as corporate misconduct. The series of practices of abuse of media power through news trading as corporate misconduct that triggers moral panic and social harm violates journalistic ethics and is also a form of "crime to a certain degree.""
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamila Insani
"Pengaturan mengenai masa jabatan kepala desa sebaiknya bisa menyesuaikan periode ideal masa jabatan dengan tujuan mewujudkan tatanan pemerintahan desa yang demokratis sebagai upaya menghindari abuse of power. Masa jabatan kepala desa tidak diatur secara terperinci dalam konstitusi seperti halnya masa jabatan presiden dan wakil presiden yang diatur pada Pasal 7 UUD NRI 1945 selama 5 tahun dalam 2 periode. Masa jabatan kepala desa diatur dalam pasal 39 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 selama 6 tahun dalam 3 periode. Hal tersebut kemudian menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat karena pengaturan masa jabatan kepala desa yang lebih panjang dibandingkan pengaturan masa jabatan presiden telah dianggap melanggar konstitusi dan prinsip demokrasi. Di sisi lain, ada juga usulan untuk lebih memperpanjang lagi masa jabatan kepala desa yang sudah dianggap sangat panjang tersebut. Penelitian ini menganalisis bagaimana konsep masa jabatan kepala desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa yang dikaitkan dengan prinsip demokrasi dan bagaimanakah periodisasi masa jabatan kepala desa yang ideal di terapkan di Indonesia berdasarkan prinsip demokrasi sebagai upaya menghindari abuse of power. Penelitian doktrinal ini menggunakan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa, pengaturan masa jabatan kepala desa dalam UU Desa tidak melanggar konstitusi karena pengaturan tersebut termasuk open legal policy dan telah menerapkan prinsip demokrasi melalui pembatasan masa jabatan dalam penerapannya. Maka dari itu, sudah tepat masa jabatan kepala desa diatur selama 6 tahun dalam 3 periode karena wilayah desa memiliki keistimewaan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan pengaturan masa jabatan pemimpin lain. Solusi yang ditawarkan ialah tetap mempertahankan pengaturan masa jabatan kepala desa selama 6 tahun dalam 3 periode serta memperbaiki tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa.

Arrangements regarding the term of office of village heads should be able to adjust the ideal period of office with the aim of realizing a democratic village government order as an effort to avoid abuse of power. The term of office of the village head is not regulated in detail in the constitution as well as the term of office of the president and vice president stipulated in Article 7 of the 1945 NRI Constitution for 5 years in 2 periods. The term of office of the village head is regulated in article 39 of Law No. 6 of 2014 for 6 years in 3 periods. This then caused controversy in the community because the arrangement of village tenure that was longer than the arrangement of the presidential term was considered to violate the constitution and democratic principles. On the other hand, there is also a proposal to further extend the term of office of the village head which has been considered very long. This study analyzes how the concept of village head tenure based on Law No. 6 of 2014 on villages is associated with democratic principles and how the ideal term of office of village heads is applied in Indonesia based on democratic principles as an effort to avoid abuse of power. This doctrinal research uses qualitatively analyzed literature studies. From the results of the analysis, it can be explained that the regulation of the term of office of the village head in the Village Law does not violate the constitution because the arrangement includes an open legal policy and has applied democratic principles through term limits in its application. Therefore, it is appropriate that the term of office of the village head is set for 6 years in 3 periods because the village area has its own privileges that cannot be equated with the arrangement of the term of office of other leaders. The solution offered is to maintain the arrangement of the village head's term of office for 6 years in 3 periods and improve the governance of village governance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erfan Karya Yudha
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang pertanggungjawaban penyalahgunaan wewenang. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur larangan penyalahgunaan wewenang dan apabila terbukti dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi Pidana. Dengan perbedaan penerapan sanksi yang diberikan, timbul permasalahan, 1. bagaimanakah ketentuan larangan penyalahgunaan wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, 2. bagaimanakah pertanggungjawaban penyalahgunaan wewenang berdasarkan persfektif hukum administrasi negara, dan 3. bagaimana konsep penyalahgunaanwewenang hukum administrasi negara dapat dijadikan sebagai parameter unsur menyalahgunakan kewenangan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu dengan mengidentifikasi konsep penyalahgunaan wewenang. Aparatur negara melakukan tindakan pemerintah atas nama yang diwakili atau jabatan. Terhadap aparatur negara yang melakukan kesalahan objektif dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, dibebani tanggungjawab jabatan dan dapat dikenakan sanksi administratif, sebaliknya aparatur negara dibebani tanggungjawab pribadi ketika ia melakukan kesalahan subjektif. Sanksi pidana baik berupa penjara maupun denda dapat diterapkan terhadap aparatur negara secara pribadi.

ABSTRACT
This research discusses the liability of abuse of power. Law number 30 of 2014 about Government Administration and Law No. 31 of 1999 jo. Law No. 20 of 2001 on the Eradication of Criminal Acts of Corruption regulates the prohibition of abuse of power and if it 39 s proven, then it will be subject to administrative sanctions or criminal sanctions. With the different sanctions implementation, problems arise, 1. how is the provision of abuse of power based on Law No. 30 of 2014 on Government Administration, 2. how is its legal liability abuse of power based on the administrative law perspective, and 3. how the abuse of power in Administration Law concept can be used as an element parameter to abuse of power Law No. 31 year 1999 jo. law no. 20 of 2001, on the Eradication of Corruption. The author in conducting this research using normative juridical research method, that is by identifying the concept of abuse of power. The state apparatus is acting as a government on behalf of the represented or position. On which the state apparatus who makes an objective mistake in carrying out his duties and authorities, is held responsible for office responsibilities and may be subject to administrative sanctions, otherwise the state apparatus is liable to personal responsibility when he makes a subjective mistake."
2017
T48853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Mustika Rini
"ABSTRAK
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan seharusnya memberikan perlindungan bagi Pejabat Pemerintahan dari kriminalisasi terkait penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugasnya. Karena di dalam ketentuan pasal 21 terdapat pengaturan mengenai pengujian penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selama ini jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam jabatan langsung ditarik ke ranah hukum pidana, padahal banyak kasus yang sudah diadili di pengadilan tindak pidana korupsi sejatinya hanyalah kesalahan administrasi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat deskriptif dan menggunakan data sekunder. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah statute approach, conceptual approach, case approach. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua perbuatan penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi Negara bersifat melawan hukum pidana. Kemudian hakim telah keliru dalam menerapkan hukum pasal 3 Undang-undang Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP dalam putusan Nomor 17/Pid.Sus/TPK/2015/PN.Jkt.Pst. Untuk itu saran yang diberikan penulis adalah terhadap kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan harus mengedepankan prinsip premium remidium yaitu dengan mendahulukan proses hukum dalam hukum administrasi Negara sebagaimana ditentukan oleh pasal 20 dan 21 UUAP. Sedangkan hukum pidana diletakkan sesuai dengan khittahnya yaitu sebagai senjata pamungkas yang harus dipergunakan dalam upaya penegakan hukum sesuai dengan asas ultimum remidium. Selain itu dalam proses pembuktian unsur menyalahgunakan kewenangan pasal 3 Undang-undang Tipikor hakim harus mempertimbangkan parameter-parameter penyalahgunaan wewenang dalam hukum administrasi Negara agar hakim tidak prematur menentukan bahwa suatu perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai perbuatan penyalahgunaan wewenang yang berujung pada jatuhnya pemidanaan, akan tetapi harus mempertimbangkan apakah ada unsur niat jahat (mens rea) yang mendahului perbuatan tersebut.

ABSTRACT
Law Number 30/2014 on Government Administration should provide protection for Government Officials from criminalization related to abuse of power in carrying duties out. Because in the Article 21, there are arrangements the authority to investigate abuse of power carried out by civil servants through the State Administrative Court (PTUN). To date, if there are alleged abuse of power in official, it is directly drawn to the realm of criminal law, even though many cases that have been tried in the corruption court are actually administrative errors. This study is a descriptive normative research using secondary data. The approach use statute approach, conceptual approach, and case approach. The result shows that not all acts of abuse of power in administrative law oppose criminal law. Then the judge has mistakenly applied the law of Article 3 of the Corruption Law in conjunction with article 55 paragraph (1) of the first Criminal Code in conjunction with article 64 paragraph (1) of the Criminal Code in the decision Number 17 / Pid.Sus / TPK / 2015 / PN.Jkt.Pst. For this reason, the author advises that cases of alleged abuse of power by civil servant must prioritize the premium remidium principle by prioritizing legal processes in state administrative law as determined by Article 20 and 21 Law No. 30/2014 on Government Administration (UUAP). Whereas the criminal law is placed in accordance with its principles as the ultimate weapon that must be used in law enforcement efforts in accordance with the principle of ultimum remidium. In addition, in the process of proving the element of abusing power Article 3 of the Law Corruption judge must consider the parameters of abuse of power in state administrative law so that the judge does not prematurely determine that an act violates the provisions of legislation as an act of abuse of power leading to the fall of punishment, but must consider whether there is a mental element of the crime (mens rea) that precedes the action."
2019
T54519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Utju R. Koesoemahatmadja
Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
346.066 ETT h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>