Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121802 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1991
S28111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1992
S27982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soetamto
"Untuk keperluan operasional, BMG menetapkan satuan waktu 10 hari yang disebut dasarian. Dasarian yang disusun BMG tidak selalu 10 hari, karena setiap bulan selalu habis dibagi menjadi 3 dasarian. Pada sekitar awal 1970 mulai dikembangkan data bumi yang diukur dari berbagai cara, terutama dari penginderaan jauh. Data seperti ini disebut reanalysis data, dua diantaranya suhu muka laut dan curah hujan. Data suhu muka laut dari penginderaan jauh sudah secara Internasional dinyatakan handal untuk berbagai keperluan, sedang data curah hujan dari penginderaan jauh dianggap dapat dipercaya ( reliable ) untuk keperluan penelitian, jika untuk operasional harus diverfikasi dengan data pengamatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data reanalisis dari TRMM ( Tropical Rainfall Measurement Mission), yang diverifikasi dengan data pengamatan 12 lokasi di Jawa Timur, hasilnya data TRMM berkorelasi cukup kuat dengan data pengamatan. Dari hasil penelitian, curah hujan di Jawa Timurberkorelasi dengan suhu muka laut di perairan Indonesia dengan pola : berkorelasi positif dengan perairan sebelah timur - selatan Indonesia dan berkorelasi negatif dengan suhu muka laut perairan sebelah utara - barat Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T39151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardinus Realino S
"Rice fields located in Citarum Hilir watershed of Karawang district are more and more affected by growth of residential and industrial areas. This resulted in the need to have supporting rice fields elsewhere including in the upstream region. ln Citarum Hulu watershed, 19,5% fiom the existing rice fields is non-irrigated with 32,l9% of population work in the agriculture sector. But productivity of' non-irrigated rice fields of Citanim Hulu watershed is still low, which is below 25 kwintal/ha. One of the efforts to increase its productivity is to look at the local climate model. The low productivity may also be caused by factors such as slope and altitude, which are used as variables in Wilayah Tanah Usaha (WTU). Sandy (1985) wrote that growth and death of any plant in Indonesia depend on water. Awarding to Chang (1968) every process in a plant is affected by water. Furthermore, FAO believed that the growth requirement of a rice plant is also depended on water availability. Mohr, Schimdt-Ferguson, and Oldeman made climate classifications based on rainfall in relation with plant needs of irrigation. Spatial climate model and planting time/season are important factors in management of non-irrigated rice fields in Citarum Hulu watershed. These rice fields are nou-unifonnly found in the center down to the south. Rice production varies from 22 to 4l kw/ha where the majority produces 30-40 kw/ha. Productivity model for the northem part is varied, and to the south is more stable with productivity of 30-40 kw/ha. The annual average rainfall in Citarum Hulu watershed is 1770-3458 mm/yr where the majority of the region has in the range of 2000-3000 mm/yr. Maximum monthly rainfall is 558 mm and a minimum of 6 mm on average. Rainfall is high in the months of November to April and dry period is fiom June to August. Mol-rr?s climate classification is around class III - Vb where the majority is in class III-IV. Schmidt-Ferguson?s climate classification for this area is type C to type A, where the majority is in the wet type (A). 0Ideman?s climate classification varies from D3 to Bl where the majority ofthe region is in climate group C-B (humid-wet). ln general, climate model for Citarum Hulu watershed is as follows: in the center (around the city of Bandung) is almost always drier than its surrounding areas, specifically in the northem and southem parts that are mountainous. The distribution of non-irrigated rice fields has a strong correlation with the annual rainfall model of Schimdt-Ferguson and Oldeman, because as an area has more precipitation there tend to be non-irrigated rice fields. But it is not true with Mohr climate. A strong correlation in productivity of non-irrigated rice fields with rainfall model, Mohr, Schmidt-Ferguson, and Oldeman climate models mean that as a region receives more precipitation then 'there is a tendency of higher rice productivity. But there is also a tendency that if an area is extremely wet, the productivity will decrease. Planting season in the Citarum Hulu watershed is from October and May with 4 planting time models: October/February, October/March, November/March, and December/April. In the November/March, planting time is dominant in almost all of the watershed area. Part of the non-irrigated rice fields in Citarum Hulu watershed are still according to the WTU conception, that is 65,87%, which the majority is in the center. As for the rest of this region, they should be converted into protected forest areas (especially in the south) and hard plant agriculture (in the cast). Keywords: DAS Citarum Hulu, non-irrigated rice fields, rainfall, climate model, Mohr, Schmidt-Ferguson, Oldeman, WTU conception, planting time."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T6376
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anggraeni
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S33679
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1991
S28098
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laju Gandharum
"Hujan sangat penting artlnya bagi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai masyarakat petanL Ketersediaan air bagi usaha pertanian tradisional bersumber dari air hujan. Sehingga kelangsungan usaha pertanian tesebut tergantung pada keberadaan hujan. Di Indonesia terutama wilayah Indonesia bagian Barat jumlah hujan rata-rata cukup banyak, tetapi yang sering menjadi pertanyaan bagi petani adalah "kapan musim hujan itu tiba?".
Sehubungan dengan hal di atas maka masalah yang di kemukakan adalah sebagai berikut 1) Bagaimana pola permulaan datangnya musim hujan clan awal tanam padi sawah tadah hujan di DAK Brantas? 2) Bagaimana hubungan antara datangnya musim hujan clan waktu tanam padi sawah tadah hujan di DAK Brantas?
Metode yang digunakan dalam menjawab pertanyaan di atas adaiah :
1) Menghitung awal musim hujan dengan cara de Boer untuk setiap stasiun dari tiga bulan basah (CH ^t 200 mm) pertama yang diperkirakan sebagai permulaan musim hujan. Yaltu dengan cara satu bulan pada bulan basah tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian 10 hari pertama, 10 hari kedua clan 10 hari ketiga. Jika 10 tari pertama pada bulan basah tersebut curah hujannya telah mencapai minimal 50 mm, maka 10 hari pertama tersebut dinyatakan sebagai awal musim hujan. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harlan dari tahun 1991 sampal tahun 1995 pada 47 stasiun yang tersebar di DAK Brantas bersumber dari Perum Jasa Tirta Malang dan BMG Jawa Timur. Setelah awal musim didapat maka dibuat peta pola awat musim hujannya.
2) Menentukan awal tanam padi dilakukan dengan survei lapang pada wilayah sampel sesuai pola awal musim hujannya di beberapa wilayah sawah tadah hujan di DAK Brantas, menggunakan GPS handheld sebagai alat penentu posisi global di bumi clan metode tanya jawab dengan petani. Sawah yang diteliti adalah jenis sawah tadah hujan. Dari survel didapat kapan awal tanam padi pada masing-masing wilayah sawah di DAK Brantas, kemudian dibuat peta pola awal tanam padinya.
3) mengkorelasikan antara permulaan musim hujan dengan permulaan tanam padi dengan cara menampalkan antara peta pola awal musim hujan dengan peta pola awal tanam padi di DAK Brantas.
Hasil penelitian tentang musim hujan clan waktu tanam padi di DAK Brantas ml sebagal berikut: Awal musim hujan di DAK Brantas pada tahun 1991 - 1995 dimulai pada 10 hari ketiga Oktober (0 III), 10 hari pertama November (N I), 10 harm kedua November (N II), dan 10 hari ketiga November (N III). Pola awal musim hujannya sebagai berikut; bagian Barat clan Selatan dari DAK Brantas datangnya musim hujan lebih awal dibandingkan dengan bagian Tengah, Utara dan Timur-nya.
Awal tanam padi pada jenis sawah tadah hujan di DAK Brantas di mulai pada 10 han pertama November (N I), 10 hari kedua November (N II) clan 10 had ketigĂ  November (N III). Dan pola awal tanam padmnya adalah sebagai benikut ; wilayah sawah-sawah tadah hujan yang terletak di bagian Barat Daya dan Tengah DAK Brantas tanam padinya Iebih awal dibandingkan wilayah Timur Laut-nya.
Ditinjau dari sisi waktu maka ada hubungan yang kuat antara awal musim hujan dan awal tanam padi di DAK Brantas, dimana pada sawah tadah hujan jika musim hujan telah tiba maka para petani memuiai tanarn :padi, atau dapat dikatakan awal tanam padi mengikuti awal datangnnya musim hujan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S33824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S33809
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Kusumaningrum
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S33350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Mahdi
"Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat bervariasi terhadap ketinggian dalam distribusi spasial dan temporalnya. Distribusi curah hujan spasial dan temporal didapatkan dari radar cuaca dan stasiun observasi. Melalui pemetaan spasial dan temporal penelitian ini akan mengungkapkan perbandingan distribusi curah hujan antara radar cuaca dengan stasiun observasi curah hujan terhadap ketinggian.
Hasil pengolahan data menunjukan distribusi curah hujan terbanyak pada ketinggian 500-1.000 mdpl dimana semakin tinggi ketinggian tempat maka distribusi curah hujannya semakin menurun baik dari hasil radar cauca maupun stasiun observasi. Analisis temporal memberikan hasil kesamaan waktu kejadian curah hujan tertinggi dari radar cuaca dan stasiun observasi pada pukul 12:00 sampai 18:00.

Rainfall is one of the climate element that highly variable from elevation in spatial and temporal distribution. The spatial and temporal rainfall distribution obtained from weather radar and observation stations. This research will reveal rainfall distribution comparison between weather radar with rainfall observation station of elevation. Through spatial and temporal mapping of.
The results of data processing shows rainfall distribution at an altitude 500-1.000 meters above sea level where the higher altitude of the distribution of rainfall decreases both from the weather radar and observation stations. Temporal analysis provides results in common occurrence time of the highest rainfall weather radar and weather observation station at 12:00 to 18:00.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>