Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145339 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Dalam penelitian ini telah dilakukan analisis terhadap dua peubah (variable) iklim di wilayah equatorial Indonesia, yaitu variabel curah hujan dan suhu permukaan laut (SPL) untuk mengetahui variabilitas iklimnya dan seberapa besar pengaruh DM terhadap distribusi curah hujan di wilayah Indonesia. Analisis yang dilakukan menggunakan metode statistik yang mencakup: analisis time series, analisis sifat hujan untuk wilayah Indonesia dan korelasi silang antara indeks dipole mode (DMI) dengan intensitas curah hujan pada saat kejadian dipole mode (DM). Ada 5 kejadian DM yang dipilih untuk dianalisis yaitu kejadian DM (-) disertai El Nino tahun 1992, kejadian DM (+) tahun 1994, kejadian DM (-) tahun 1996, kejadian DM (+) disertai El Nino tahun 1997 dan kejadian DM (-) disertai La Nina yang terjadi tahun 1998.
Secara umum didapatkan bahwa Fenomena Dipole Mode (DM) berpengaruh terhadap curah hujan terutama wilayah Indonesia bagian barat dan sebagian wilayah Indonesia Tengah. Pengaruhnya hanya bersifat regional dan bervariasi terhadap musim serta lokasi. Dimana pada saat DM (+), beberapa daerah di Indonesia memiliki curah hujan di bawah normal, sedangkan pada saat DM (-) mengalami peningkatan curah hujan dari normalnya yang jelas terjadi pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-Nopember (SON). Adanya peningkatan curah hujan saat musim kemarau menunjukkan bahwa Dipole Mode (-) mempercepat datangnya musim hujan dari biasanya. Sebaliknya, DM (+) merupakan gangguan yang menyebabkan musim kemarau lebih lama.
Adanya fenomena ENSO (El Nino maupun La Nina) yang terjadi bersamaan dengan kejadian DM juga mempengaruhi dan justru memperkuat kondisi tersebut.
"
[Universitas Indonesia, ], 2006
S29232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Nurkhaerani N.
"Sistem komunikasi satelit merupakan salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk terselenggaranya telekomunikasi internasional maupun domestik. Dalam dunia sistem komunikasi satelit, frekuensi C-band telah lama dipergunakan dan saat ini telah penuh. Ku-band merupakan salah satu pita frekuensi alternatif setelah penggunaan frekuensi C-band dirasakan semakin padat. Bagi Indonesia yang beriklim tropis dengan curah hujan tahunan yang tinggi, penggunaan frekuensi Ku-band ini memerlukan pengkajian yang cermat. Propagasi pada frekuensi Ku-band sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfir, terutama hujan. Partikel hujan meredam gelombang elektromagnet yang dipancarkan dalam skala yang lebih besar dibandingkan unsur lain di atmosfir. Skripsi ini membahas tentang pengaruh curah hujan pada penggunaan frekuensi Ku-band di Indonesia, dengan terlebih dahulu memperoleh data curah hujan dan menghitung besar redaman hujan dengan metode CCIR. Data monitoring Ku-band signal menunjukan bahwa ketika cuaca hujan maka level sinyal yang diterima menurun dan kualitas gambar juga menurun. Bahkan pada curah hujan yang tinggi 86,4 mm dan redaman hujan 28,18 dB untuk uplink serta 21,78 untuk downlink, sinyal gambar sudah tidak dapat diterima lagi. Pemodelan redaman hujan dari CCIR menunjukan bahwa redaman hujan tidak hanya dipengaruhi oleh curah hujan, akan tetapi juga dipengaruhi oleh polarisasi, sudut elevasi, sudut lintang, dan garis lintang stasiun bumi.

Satellite communication system is the one of infrastructure that can be used to support international or national telecommunication. In the world of satellite communication systems, C-band is widely used and now it is full of. Ku-band is the one of alternative frequency band in the satellite communication system while C-band frequency seems to be overloaded. In Indonesia, a tropical climate country with high annual rain rate, Ku-band frequency using needs an accurate recitation. The propagation at Ku-band frequency has been limited by the atmosphere condition, mainly due to the encounter of rain attenuation. The particle of rain attenuates a radiated electromagnetic waves in high scale compared than the other substances in the atmosphere. This paper examines the effect of rain on Ku-band frequency used in Indonesia, with obtaining rain rate data first and calculating rain attenuation with CCIR methode. Monitoring Ku-band signal's data shows that when the climate is rainy, the signal level received and the quality of picture are on the decline. Moreover, at the rain rate 86,4mm and the rain attenuation 28,18 in uplink, and 21,78 in downlink, the signal cannot be received. Rain-attenuation model from CCIR shows that the rain attenuation is not only influenced by the rain rate, but also by the polarization, the elevation angle, the latitude, and the distance of the earth station from the sea level."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S40274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Theodorus Agus HR
"ABSTRAK
Fenomena sekala global ENSO dapat mempengaruhi fenomena cuaca lain seperti pada
sekala regional( monsun) dan sekala lokal. Interaksi antar sekala fenomena inilah yang
sangat penting datam membentuk cuaca maupun iklim di wilayah Indonesia dan
fenomena yang paling dominanlah yang tentunya memiliki peran utama.
Pengaruh El Nino dibeberapa tempat di Indonesia memang cukup jelas dengan adanya
kekeringan yang panjang dan kebakaran hutan yang lebih hebat. Dalam penelitian ini
bermaksud mengidentifikasi pengaruh El Nino tahun 1997 terhadap jumlah curah hujan,
lama bulan kering , lama bulan tanpa curah hujan, awal musim kemarau dan panjang
musim kemarau di Jawa bagian barat.
Hasil penelitian menunjukkan teijadi penurunan jumlah curah hujan tahunan
antara 150 mm - 2500 mm atau antara 10 % - 70 % dari normalnya dan penurunan
curah hujan kumulatif Maret-Desember antara 250 mm- 2400 mm atau antara 30% -
80%. Lama curah hujan bulanan < 100 mm pada umumnya terjadi lebih lama dari
keadaan normalnya yaitu antara 2-10 bulan. Lama bulan tanpa curah hujan juga lebih
lama terjadi yaitu antara 1 - 6 bulan dari normalnya. Awal musim kemarau pada saat El
Nino berlangsung terjadi lebih awal antara 2-10 dasarian dari normalnya. Sedangkan
panjang musim kemarau pada saat El Nino berlangsung teijadi lebih panjang dari
normalnya yaitu antara 3-18 dasarian."
2001
S33595
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Puji Rahayu
"Dipol Samudera Hindia atau disebut Dipole Mode (DM) merupakan fenomena alam
yang terjadi di Samudera Hindia akibat ketidakseimbangan suhu permukaan laut antara
kutub barat (WTIO) dan kutub timur (SETIO). Anomali suhu permukaan laut (ASPL) di
perairan SETIO berpengaruh langsung terhadap curah hujan di wilayah Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh aktivitas DM positif,
netral maupun negatif terhadap peningkatan/penurunan curah hujan di Sumatera
bagian selatan dan Jawa bagian barat.
Untuk menjelaskan kondisi fisis dan dinamis atmosfer permukaan digunakan metode
analisis komposit secara spasial dan temporal, sedangkan untuk mengetahui
ketersediaan uap air dilakukan dengan analisis profil vertikal.atmosfer di atas SETIO.
Analisis uji korelasi dan determinasi digunakan untuk menjelaskan hubungan dan
pengaruh nilai Dipole Mode Index (DMI) terhadap curah hujan di wilayah kajian.
Hasil analisis korelasi antara DM positif dan DM negatif terhadap curah hujan di
Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat menunjukkan angka yang cukup
signifikan, sedangkan pada DM netral kurang bisa dijelaskan. Pada DMI lebih besar atau
sama dengan 2 oC menyebabkan rata-rata penurunan curah hujan di Sumatera bagian
selatan sebesar 71,68 % dan di Jawa bagian barat sebesar 76,73%, sedangkan pada DMI
lebih kecil atau sama dengan -2 oC akan meningkatkan curah hujan rata-rata sebesar
36,75 % dan 86,44 %.

Abstract
Indian Ocean Dipole usually called Dipole Mode (DM) is a natural phenomenon that
occurs in the Indian Ocean due to an imbalance of Sea Surface Temperature (SST)
between Western Tropical Indian Ocean (WTIO) and Southeastern Tropical Indian Ocean
(SETIO). Sea surface temperature anomalies (SSTA) in SETIO directly affects rainfall in
Indonesia. This study aims to determine the relationship and the influence of DM
activity which is positive neutral or negative toward an increasing or decreasing rainfall
in Southern part of Sumatra and Western part of Java.
To explain the physical and dynamic condition of the surface atmosphere the
composites analysis methods is used in spatial and temporal, while to quantification the
availability of water vapor in atmosphere above SETIO the vertikal profile analysis is
carried out. Analysis of Correlation test and determination is used to describe the
relationship and influence of the Dipole Mode Index (DMI) to rainfall variability in the
study area.
The results of correlation analysis between DM positive and negative to rainfall in
southern part of Sumatra and western part of Java show a significant level, whereas the
neutral DM can not be explained. If Dipole Mode Index (DMI) is greater than or equal to
2 oC leads to an average decrease in rainfall in southern part of Sumatra at 71.68% and
in the western part of Java for 76.73%, while the DMI is less than or equal to -2 oC will
increase the average rainfall about 36.75% and 86.44%."
2012
T31384
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Data curah hujan selama 105 tahun telah digunakan untuk empelajari efek korelatif antara siklus matahari dengan kejadian curah hujan di Indonesia. Untuk siklus yang berbeda, diperoleh koefisien korelasi dan signifikasi koefisien korelasi pada data bulan Desember, Januari, Februari (DJF), Maret, April, Mei (MAM), Juni, Juli, Agustus (JJA), September, Oktober, November (SON), dan bulanan. Dapat diketahui bahwa: (i) Luas siklus matahari mempengaruhi curah hujan 3 bulanan di Indonesia, di mana makin sempit luas siklus, korelasinya dengan curah hujan semakin tinggi, kecuali curah hujan bulanan dan, (ii) Pengaruh aktivitas matahari untuk curah hujan jangka panjang (per siklus) adalah lebih baik dibandingkan dengan curah hujan jangka pendek (bulanan). Hal ini, selain disebabkan oleh matahari sebagai penyumbang energi terbesar bagi bumi, juga terakumulasi dengan energi lain, termasuk energi yang tersimpan dalam awan sebagai sumber hujan. Semua itu membutuhkan waktu, dan dengan terkumpulnya energi tersebut selama satu siklus, maka energi yang dihasilkan dapat mempengaruhi curah hujan di Indonesia. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui suatu kemungkinan adanya hubungan fisis antara kejadian curah hujan dan aktivitas matahari (bilangan sunspot), dan perubahan partikel â?galactic cosmic raysâ? ke bumi."
620 DIR 3:1 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S33780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endarwin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
S28598
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fipia Jurusan Geografi, 1979
R 912.159 8 UNI a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Pamela Premono
"Tanaman. Tebu (Saccharum officinarum ) merupakan tanaman tropis yang sangat penting sebagai sumber bahan baku dalam pembuatan kristal gula. Selama pertumbuhan, tanaman tebu membutuhkan banyak air. Kebutuhan akan air terus bertarabah setelah umur 4 bulan. Menjelang tebu masak untuk dipanen, dikehendaki keadaan kering tidak ada hujan, sehingga pertumbuhan veg'etatifnya terhenti. Jatuhnya musim hujan, datangnya musim kemarau dan besarnya jumlah curah hujan antara beberapa tempat yang agak berjauhan letaknya antara satu sama lain terjadi perbedaan.
Tujuan penelitian ialah ingin mengetahui waktu tanam tebu, waktu panen tebu dan tingkat produktivitas kristal gula sehubungan dengan pola umum curah hujan di Jawa Tengah. Sesuai dengan tujuan tersebut maka analisa terbatas pada masalah : Bagairaana pola umum curah hujan di Jawa Tengah ? Kapan waktu tanam tebu ? Kapan waktu panen tebu ? Di mana produktivitas kristal gula tinggi ?
Hipotesa dari masalah tersebut ialah adanya perbedaan datangnya musim hujan maupun musim kemarau menimbulkan peibedaaii waktu tanam tebu dan waktu panen tebu, perbedaan jumlah curah hujan menyebabkan ada perbedaan produktivitas kristal gula.
Dalam tulisan ini awal musim hujan dan awal musim kemarau ditentukan berdasarkan kriteria dari H.J. de Boer, yaitu dikatakan musim hujan bila dalam 1 dekade (lU hari) jumlan curah hujan lebih besar 50 milimeter, dan dikatakan musim kemarau bila jumlah curah hujan dalam 1 dekade lebih kecil dari oO milimeter. Awal musim hujan dan awal musim kemarau didapat dari data curah hujan 10 harian sesuai dengan ketentuan H.J. deBoer. Perkebunan tebu ialah perkebunan tebu rakyat intensifikasi yang ditanam di sawah bergilir dengan tanaman padi dan palawija. Produktivitas kristal gula ialah produksi kristal gula per satuan luas tanaman tebu.
Untuk menjawab masalah, digunakan daerah sampel (5 kabupaten sampel) yang menghasilkan kristal gula yaitu kabupaten Banyumas, Brebes, klaten, Pati dan Sukoharjo. Selanjutnya dilakukan korelasi peta, scatter diagram, korelasi Pearson serta koefisien penentu. Hasil analisa menunjukan bahwa waktu tanam tebu dilakukan sebeium musim hujan tiba, yaitu : di kabupaten Klaten, Pati dan Sukoharjo pada bulan Mei dekade II dan di kabuisaten Banyumas pada bulan Juni dekade I. Waktu panen tebu dilakukan 20 hari menjelang datangnya musim kemarau, yaitu : di kabupaten Banyumas pada bulan Juni dekade I, di'kabupaten Brebes pada bulan Mei dekade III, dan di kabupaten Klaten, Pati serta Sukoharjo pada bulan Mei dekade II. Sedangkan tingkat produktivitas kristal gula tinggi terdapat di kabupaten Klaten dan Sukoharjo dengan jumlah curah hujan kurang dari 2.000 milimeter per tahun. Tingkat produktivitas kristal gula sedang terdapat di kabupaten Pati dan Brebes dengan jumlah curah hujan antara 2.000 sampai 2.500 milimeter per tahun. Sedangkan tingkat produktivitas kristal gula rendah terdapat di kabupaten Banyumas dengan jumlah curah hujan lebih besar dari 2.500 milimeter per tahun.
Dari hasil perhitungan statistik yang menggunakan scatter diagram' dan korelasi Pearson diket^hui bahwa hubungan antara jumlah curah hujan dengan produktivitas kristal gula adalah kuat dan negatif (r = 0,94). Dapat diartikan bahwa jumlah curah hujan rendah mempunyai peranah terhadap tingkat produKtivitas kristal gula tinggi dan sebaliknya. Adapun besarnya peranan jumlah curah hujan terhadap produktivitas gula adalah 88 prosen (KP = koefisien penentu = 0,88)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S33361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>