Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132586 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Taopik
"Dosis radiasi yang diterima pasien pada pemeriksaan CT. Scan tidak boleh melebihi nilai dosis referensi yang telah ditentukan, sehingga perlu dilakukan evaluasi nilai dosis . Studi ini menganalisa dosis pasien pada pemeriksaan CT. Scan di RS. Husada Jakarta, Perkiraan dosis pasien ( CTDI dan DLP ) yang langsung ditampilkan pada monitor CT setiap selesai pemeriksaan akan diketahui ketepatan nilainya dengan pengukuran langsung menggunakan pencil ion chamber yang ditempatkan pada objek phantom dan dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang telah ditetapkan, sehingga diharapkan pasien mendapatkan informasi nilai dosis yang sebenarnya. Kemudian dilakukan juga analisa variasi parameter kV, mA, dan pitch untuk menentukan berapa nilai parameter optimum untuk mendapatkan nilai dosis pasien (CTDI) yang minimum dengan kualitas pencitraan hasil CT. Scan yang baik guna menunjang diagnosa. pengukuran langsung dengan menggunakan head dan body phantom, menunjukkan nilai CTDI tidak melebihi nilai dosis referensi yang ditetapkan, namun tampilan dimonitor tidak menunjukkan kesesuaian. variasi parameter yang dilakukan dapat menentukan parameter pitch, kV, dan mA yang tepat pada setiap pemeriksaan khususnya pasien dewasa pada objek kepala, perut, dan paru - paru.

Evaluation of dose values is needed because radiation dose for patients who undergone on a CT examination do not allow to exceed reference dose values. This study analyzed patients dose on CT Scan examinations at Husada Hospital, Jakarta. Estimation of patients dose ( CTDI and DLP ) which display directly on CT monitor every the end of examination will be known accuracy of values with measuring directly used ion chamber pencil that was placed in phantom object and it was compared with reference dose values. The purpose of this step is intended to give dose values information actually for patient. In this study also analyzed parameter variation of kV, mA, and pitch in order to determine optimum parameter values to get minimum patient dose values (CTDI) with good quality of CT Scan image result to support diagnostic. Measuring directly used head and body phantom had indicated that CTDI values do not exceed reference dose values, however patients dose values that displayed on CT monitor do not indicate suitability with reference dose values. Parameter variation which had done, it could determine parameter of pitch, kV, and mA exactly in every examination especially for adult patients on object of head, abdomen, and thorax."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S29331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elia Soediatmoko
"Pemeriksaan CT scan kepala sudah menjadi pemeriksaan rutin untuk kasus sakit kepala. Namun informasi dosis radiasi pemeriksaan CT scan kepala belum banyak diketahui. Informasi akan dosis ini sangatlah penting karena adanya organ yang sensitif terhadap radiasi seperti kelenjar thyroid, kelenjar air ludah, lensa mata dan otak kepala. Untuk mengetahui estimasi nilai dosis di organ kepala tersebut digunakan software ImPACT CT patient Dosimetry Calculator yang mengunakan nilai nCTDIw yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan detektor bilik ionisasi pensil berukuran 100 mm dengan obyek phantom CTDI berukuran 160 mm sebagai salah satu faktor penghitungan. Dari 15 pasien diestimasi dosis ekivalen untuk dosis ekivalen thyroid 0.072 mSv - 0.33 mSv, Kelenjar air ludah berkisar 0.66 mSv - 0.8 mSv, otak kepala 0.66 mSv -0.8 mSv, Sedang untuk lensa mata dinyatakan dalam dosis organ karena alasan deterministik kemungkinan terjadinya katarak pada lensa mata karena radiasi, yakni sebesar 75 mGy - 91 mGy, serta total dosis efektif 3 mSv - 3.7 mSv, pada parameter uji 120 kV 300 mAs. Besar nilai dosis dipengaruhi oleh mAs, panjang scan dan pitch, sehingga proteksi radiasi terhadap organ thyroid harus dilakukan.

Head CT scan has become a rutin procedure to rule out headache symptoms, but dose radiation influences is yet to be known . Information dose of head CT scan is very important because there are organ at risk such thyroid, saliva glands,brain and eye lens. Using nCTDIw values obtained from the measurement of 100 mm pencil ionization chamber on 16 cm CTDI phantom, combined with 15 patient data obtained from DICOM data patient, and estimated dose using imPACT CT patient dose calculator, estimated equivalent dose are, for thyroid 0.072 mSv - 0.33 mSv, saliva glands 0.66 mSv - 0.8 mSv, brain 0.66 mSv-0.8 mSv and the eye lens are mention in organ dose because of deterministic reason of cataract formation rather than for effective dose calculation are 75 mGy - 91 mGy and estimated total dose effective are 3 mSv - 3.71 mSv at 120 kV 300mAs. The dose value is influenced by mAs, lenght of scan and pitch, for futher attention of radiation protection for thyroid gland area must be done."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S947
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendya Perbangkara
"ABSTRAK
Perkembangan CT scan generasi multislice yang begitu pesat membuat pemeriksaan CT angiografi coroner sering dilaksanakan, akan tetapi pemberian informasi tentang dosis yang di terima pasien masih jarang dilakukan. Sehingga perlu dilakukan estimasi dosis pasien pada pemeriksaan CT angiografi coroner untuk mengetahui nilai dosis yang diterima oleh organ-organ yang sensitive terhadap radiasi seperti esophagus, paru-paru, payudara (pada wanita) dan jantung. Estimasi dosis dilakukan menggunakan program imPACT® dengan nilai nCTDIw didapat dari hasil pengukuran mengunakan detector pencil ion chamber menggunakan phantom acrilic 32 cm. Dari hasil estimasi di dapat dosis ekivalen yang diterima jantung 110 mSv ? 140 mSv, dosis efektif esophagus (thymus) 2,9 mSv ? 5.7 mSv, dosis efektif paru-paru 10 mSv -14 mSv, dosis efektif payudara 10 mSv ? 13 mSv dan total dosis efektif berkisar antara 31 mSv ? 42 mSv. Mengingat nilai total dosis efektif yang diterima pasien cukup tinggi, maka pasien CT angiografi coroner harus mendapatkan justifikasi yang kuat.

ABSTRACT
The Fast development of CT generation makes CT angiography coroner examination more frequence to be done, but the dose information of patient is rarely to be done. So it require to make patient dose estimation on CT angiography coroner examination. In order to know the dose receive by sensitive organ set of oesophagus, lung, brest and heart. Dose estimation is done using imPACT® program, using CTDI value obtain measurement using acrylic phantom with 32 cm diameter. From dose calculation the dose equivalent by heart is between 110 mSv - 140 mSv, and effective dose for oesophagus 2.9 mSv ? 5.7 mSv, lung 10 mSv ? 14 mSv and total effective dose between 31 mSv ? 42 mSv. Because effective dose receive by patient is very high, the CT angiography coroner patient must have a very strong justification. "
Universitas Indonesia, 2011
S651
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widha Nurika
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S29484
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Misbahul Munir
"Penyakit atau gangguan pada rongga perut merupakan salah satu penyakit yang sering diderita pasien dengan keluhan di daerah perut. Alat diagnostik untuk memeriksa gangguan atau penyakit pada rongga perut antara lain menggunakan CT Scan. Pemeriksaan CT Scan whole abdomen 3 fase banyak dijumpai dibeberapa rumah sakit yaitu untuk melihat jalannya obat kontras pada fase arteri, vena dan delay. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besarnya dosis radiasi, faktor resiko yang akan timbul setelah pemeriksaan serta menganalisa faktor yang menyebabkan besarnya nilai dosis yang diterima pasien. Pada penelitian ini, tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu uji kesesuaian pesawat CT Scan untuk lingkup kualitas citra, akurasi CTDIvol antara konsol pesawat terhadap pengukuran. Dalam penelitian ini dilakukan juga estimasi dosis pada 25 pasien dengan menggunakan program imPACT CT Dosimetry. Pesawat CT Scan yang digunakan memenuhi syarat uji kesesuaian alat berdasarkan standar Australia Barat dan British Columbia CDC. CTDIvol pengukuran dibandingkan dengan CTDIvol pada pesawat CT Scan terdapat perbedaan sebesar 4,62 ? 9,40%. Organ yang paling besar mendapatkan dosis ekivalen adalah ginjal yaitu berkisar dari 32 mGy ? 140 mGy, dan dosis efektif diseluruh tubuh berkisar dari 15 mSv - 64 mSv. Potensi resiko tertinggi yang diterima oleh pasien dengan dosis efektif diseluruh tubuh 64 mSv adalah sebesar 0,32%. Penggunaan mode AEC merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi dosis radiasi yang diterima oleh pasien pada saat pemeriksaan CT Scan whole abdomen 3 fase.

Abdominal disease or disorder is a common problem occured in a patient with abdominal symptom. One of diagnostic equipment being used to diagnose the abdominal disorder is CT Scan. A whole abdomen CT scan 3 phase examination is often taken in many hospitals to see the passage of contrass agent in arterial, vein and delayed. The aim of this study is to calculate radiation dose, risk factor that will arise after the examination and also to analyze factors that effect the amount of dose received by patient. During the study several steps are taken which are compliance test of CT equipment on image quality and CTDIvol display accuracy against measurement. In this study we also estimate the dose on 25 patients using imPACT CT dosimetry software. The CT Scan equipment is passed the Western Australia and British Columbia CDC standard. Comparison between measured CTDIvoI and console show 4,62% - 9,40% difference. The organ that received highest equivalent dose is kidney 32 mGy- 140 mGy with total body effective dose between 15 mSv - 64 mSv. The highest potential risk patient received with total body effective dose 64 mSv is 0,32%. Application of AEC is one of the factor to reduce radiation dose patient received in examination with CT Scan whole abdominal 3 phase.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1262
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, M. Arifin
"ABSTRAK
Sistem pelayanan CT Scan yang diselenggarakan UPF Radiodiagnostik RS. Dr. Cipto Mangunkusumo setiap tahun cenderung mengalami antrian pasien yang panjang. Berdasarkan wawancara dan pengamatan lokasi penelitian, ternyata antrian pasien yang membutuhkan pelayanan CT Scan mencapai dua minggu lamanya. Dengan mengacu pada REPELITA ke V RSCM Tahun 1989, bahwa salah satu upaya yang akan dilakukan adalah peninngatan mutu pelayanan medis agar dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat, aman dan efisien, maka antrian yang terjadi pada sistem pelayanan CT Scan merupakan salah satu masalah yang harus di atasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik antrian pada sistem pelayanan CT Scan dengan menggunakan model M/M/1 dari queueing (waiting line) theory dan untuk mendapatkan faktor-faktor yang dapat meningkatkan pelayanan CT Scan menjadi lebih optimal.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kegunaan fasilitas pelayanan CT Scan belum optimal. Pasien tidak ada yang dilayani tepat jam 08:00 WIB dan umumnya pelayanan telah selesai sebelum jam 14:00 WIB.
Akhirnya dua saran yang dikemukakan untuk mengatasi masalah antrian ini, yaitu penambahan peralatan CT Scan dan penyempurnaan metode kerja yang sesuai bagi sistem pelayanan CT Scan di UPF Radiodiagnostik RS.Dr. Cipto Mangunkusomo"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emidatul Manzil
"[ABSTRAK
Dosimetri CT scan dapat dilakukan dengan menggunakan konsep CTDI, Monte
Carlo, atau dengan pengukuran langsung dalam fantom fisis. Pengukuran
langsung menggunakan thermoluminescent dosimeter (TLD) merupakan prosedur
yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Saat ini sudah tersedia film
radiochromic yang dapat digunakan di radiologi. Pada penelitian ini dilakukan
pengukuran distribusi dosis radiasi dalam fantom Rando menggunakan film
Gafchromic XR-QA2 dan TLD. Film Gafchromic XR-QA2 dan TLD dikalibrasi
di CT scanner Siemens Sensation 64. Pengukuran distribusi dosis dengan film
dilakukan pada faktor pitch 0.8, 1.0, dan 1.4. Film Gafchromic XR-QA2
disisipkan diantara slab 22-23 (Film A), 23-24 (Film B), dan slab 24-25 (Film C).
Pengukuran distribusi dosis dengan TLD dilakukan dalam slab nomor 23 dengan
faktor pitch 1.4. Film Gafchromic XR-QA2 yang telah dieksposi dipindai dengan
flatbed scanner Epson Perfection V700 Photo. Dosis serap tulang belakang pada
Film A, Film B, dan Film C yang dieksposi dengan faktor pitch 1.4 secara
berturut-turut adalah 2.0 mGy, 1.9 mGy, dan 2.2 mGy. Berdasarkan profil dosis,
rata-rata dosis serap pada film yang dieksposi dengan faktor pitch 1.0 dan 1.4
secara berturut-turut adalah 8% dan 24% lebih tinggi dibanding rata-rata dosis
serap pada film yang dieksposi dengan faktor pitch 0.8. Rentang dosis hasil
pengukuran dengan TLD adalah (1.9 ± 0.1) – (2.3 ± 0.2) mGy dan rentang dosis
hasil pengukuran dengan film Gafchromic XR-QA2 adalah 1.8 – 2.3 mGy dengan
perbedaan maksimum 10.6%. Perbedaan tersebut masih berada dalam rentang
keakurasian TLD yaitu < 15%. Berdasarkan hasil tersebut, film Gafchromic XRQA2
dapat digunakan untuk pengukuran dosis CT scan selanjutnya.

ABSTRACT
Computed tomography (CT) dosimetry can be approached by using CTDI
method, Monte Carlo computer technique, and direct measurement within
physical phantom. Direct measurement using thermoluminescent dosimeters
(TLDs) is a laborious procedure. Radiochromic film for radiology application was
available. In this study, dose distribution within adult anthropomorphic physical
phantom was measured using TLD and Gafchromic XR-QA2 film. TLD and
Gafchromic XR-QA2 film was calibrated on CT scanner Siemens Sensation 64.
Gafchromic XR-QA2 film was sandwiched between slab Rando phantom number
22-23 (Film A), 23-24 (Film B), and 24-25 (Film C). Pitch factor 0.8, 1.0, and 1.4
were used. TLDs were placed at the holes in the slab number 23 of
anthropomorphic phantom. TLDs were scanned using pitch factor 1.4. After
exposure, Gafchromic XR-QA2 film was digitized using Epson Perfection V700
Photo flatbed scanner. Absorbed dose at vertebra on Film A, Film B, and Film C
which exposed by using pitch 1.4 respectively were 2.0 mGy, 1.9 mGy, and 2.2
mGy. Based on dose profile, average dose of XR-QA2 film which exposed by
using pitch 1.0 and 1.4 respectively were 8% and 24% higher than average dose of
XR-QA2 film which exposed by pitch 0.8. TLDs dose range were (1.9 ± 0.1) –
(2.3 ± 0.2) mGy and Gafchromic XR-QA2 film dose range were 1.8 – 2.3 mGy
with maximum difference 10.6%. The difference is still within the range of TLD
accuracy, < 15%. Based on this result, Gafchromic XR-QA2 film can be used to
measure CT dose, Computed tomography (CT) dosimetry can be approached by using CTDI
method, Monte Carlo computer technique, and direct measurement within
physical phantom. Direct measurement using thermoluminescent dosimeters
(TLDs) is a laborious procedure. Radiochromic film for radiology application was
available. In this study, dose distribution within adult anthropomorphic physical
phantom was measured using TLD and Gafchromic XR-QA2 film. TLD and
Gafchromic XR-QA2 film was calibrated on CT scanner Siemens Sensation 64.
Gafchromic XR-QA2 film was sandwiched between slab Rando phantom number
22-23 (Film A), 23-24 (Film B), and 24-25 (Film C). Pitch factor 0.8, 1.0, and 1.4
were used. TLDs were placed at the holes in the slab number 23 of
anthropomorphic phantom. TLDs were scanned using pitch factor 1.4. After
exposure, Gafchromic XR-QA2 film was digitized using Epson Perfection V700
Photo flatbed scanner. Absorbed dose at vertebra on Film A, Film B, and Film C
which exposed by using pitch 1.4 respectively were 2.0 mGy, 1.9 mGy, and 2.2
mGy. Based on dose profile, average dose of XR-QA2 film which exposed by
using pitch 1.0 and 1.4 respectively were 8% and 24% higher than average dose of
XR-QA2 film which exposed by pitch 0.8. TLDs dose range were (1.9 ± 0.1) –
(2.3 ± 0.2) mGy and Gafchromic XR-QA2 film dose range were 1.8 – 2.3 mGy
with maximum difference 10.6%. The difference is still within the range of TLD
accuracy, < 15%. Based on this result, Gafchromic XR-QA2 film can be used to
measure CT dose]"
2015
T43863
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestianing Herdiani
"Hemoptisis dapat diartikan sebagai batuk darah yang disebabkan perdarahan saluran pernapasan. Penyebab hemoptisis sangat bervariasi di beberapa tempat, tergantung dari area geografis. TB pulmonal masih merupakan penyebab utama hernoptisis pada beberapa negara, sedangkan pada beberapa negara berkernbang, bronkiektasis, kanker paru serta bronkitis rnerupakan penyebab tersering hemoptisis .. Foto toraks dan CT Scan Toraks rnerupakan modaIitas radiologi yang dapat digunakan untuk skrining penyebab hernoptisis. Tujuan penelitian ini adalah untuk.menillai garnbaran CT Scan toraks dan toto toraks dalam rnengevaluasi kelainan paru pada penderita hemoptisis, pada 55 pasien dewasa yang datang ke Instalasi Radiologi yang dikirirn oleh poli paru maupun IGD Paru RS Persahabatan. Pasien dengan batuk darah dilakukan perneriksaan toto toraks dan dilakukan evaluasi. Kemudian pada pasien yang sarna, dilakukan pemeriksaan CT Scan toraks, dengan jeda waktu yang tidak lebih dari 1 bulan dari pemeriksaan toto toraks. Penilaian gambaran toto toraks dan CT Scan toraks dilakukan oleh peneliti ~ang dikonfirmasi kepada satu orang spesialis radiologi konsultan toraks. Statistik deskriptif ptong Iintang yang didapatkan dengan internal comparison untuk mengetahui penyebab hemoptisis terbanyak dengan menggunakan CT Scan toraks dan foto toraks. Didapatkan hasil bahwa penyebab hemoptisis terbanyak dengan menggunakan toto toraks yaitu TB paru ( 40%), tumor pam (18,1 %), bronkiektasis (3,6%), sedangkan dengan CT Scan toraks didapatkan hasil TB pam (60%), bronkiektasis (52,7%) dan tumor paru (32,7%). CT Scan toraks bermakna secara statistic unutk menentukan penyebab hemoptisis dibandingkan toto toraks, sehingga CT Scan toraks sebaiknya dirnasukan dalam penataIaksanaan pasien hemoptisis.

Hemoptysis can be interpreted as coughing blood due to respiratory tract bleeding. The cause of hemoptysis vary widely in some places, depending on the geographical area. Pulmonary TB is still a major cause of hemoptysis in some countries, while in some developing countries, bronchiectasis, lung cancer and bronchitis is a common cause hemoptisis. Chest radiograph and thoracic CT scan is a radiology modality that can be used for screening the cause of hemoptysis. The purpose of this research is an overview to evaluate thoracic CT scan and chest radiograph to evaluate lung abnormalities in patients with hemoptysis. We performed a prospective cross sectional study of 55 adult patients with hemoptysis who were attending outpatient Persahabatan Hospital, from February until April 2014, that come to the Radiology sent by lung and pulmonary policlinic or emergency room. The patient's was done the chest x-ray examination and evaluation. Later in the same patients, thoracic CT scan performed, with a time lag of no more than I month of chest X-ray. Assessment overview chest radiograph and thoracic CT scan performed by a researcher who was confirmed to the consultant thoracic radiology specialists. This research are showed that most caused of hemoptysis us10g the chest radiograph are pulmonary tuberculosis (40%), lung tumors (18.1%), bronchiectasis (3 .6%), whereas the thoracic CT scan showed pulmonary tuberculosis (60%), bronchiectasis (52.7%) and lung tumors (32.7%). Bronchiectasis seen five times more on thoracic CT scans beside chest radiography. Thoracic CT scan are statistically significant to determine the cause of hemoptysis compared chest radiograph, chest so CT scan should be included in the management of patients hemoptysis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T58022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Taopik
"Penelitian ini mengevaluasi pengaruh Teknik Automatic Tube Current Modulation dengan variasi pitch dan diameter efektif terhadap estimasi nilai dosis dan tingkat noise untuk pemeriksaan Abdomen pada pesawat CT Scan menggunakan in-house phantom yang merepresentasikan organ Abdomen. Pemindaian dilakukan pada objek in-house phantom menggunakan CT Scan Ingenuity 128 Philips dengan parameter eksposi tegangan tabung 120 kVp, variasi Dose Right Index (DRI) 10-14, serta variasi pitch 0,6; 0,8; 1,0; 1,2; dan 1,49. Hasil penelitian menunjukkan DDRI terverifikasi sekitar 10% sampai 13%, kecuali DRI 10 sampai 11 yang relatif tinggi yaitu rata- rata 15% sampai 17%. Nilai CTDIvol bergantung pada DRI atau arus tabung. Peningkatan DRI meningkatkan CTDIvol. Modulasi mAs pada akuisisi gabungan phantom terjadi pada ukuran phantom yang lebih kecil dengan tetap menjaga kestabilan noise. Noise terendah pada penerapan ATCM dihasilkan pada DRI 14. Penerapan ATCM pada objek in-house phantom pada pemeriksaan CT Scan protokol Abdomen berpengaruh terhadap perubahan nilai mAs, CTDIvol, dan noise. Spesifikasi ATCM pesawat CT Ingenuity 128 sesuai dengan ketentuan Philips.

This study evaluates the effect of the Automatic Tube Current Modulation technique on pitch and effective diameter variation on the estimated dose value and noise level for abdominal examination on CT Scan machine using an in-house Phantom to represent abdominal region. Scanning use an Ingenuity 128 Philips CT Scan with parameters namely tube voltage 120 kVp, varied Dose Right Index (DRI) of 10-14, as well as under pitch variations of 0.6; 0.8; 1.0; 1.2; and 1.49. The changes in mAs, CTDIvol, and noise to the Philips reference value were then verified. ΔDRI is verified to be approximately 10% to 13%, except for DRI 10 to 11 which is relatifly high on average 15% to 17%. The CTDIvol value does depend on the DRI or tube current. An increase in DRI increases the CTDIvol. mAs modulation in combined phantom acquisition occurs at smaller phantom sizes while maintaining noise stability. The lowest noise in the application of ATCM is produced in the DRI 14. The application of ATCM to in-house phantom objects in the abdominal protocol CT Scan examination affects the change in mAs, CTDIvol, and noise values. The ATCM specifications of the Ingenuity 128 CT machine according to Philips regulations."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Belia Fathana
"Latar Belakang : Merokok masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Merokok menjadi faktor risiko bagi penyakit kanker paru dan PPOK. Hubungan antara kanker paru dan PPOK masih terus dikaji. Komorbiditas PPOK pada kanker paru dapat mempengaruhi proses diagnostik, tatalaksana serta managemen akhir kehidupan pasien kanker paru.
Metode : Penelitian ini adalah studi potong lintang analitik yang dilakukan di poliklinik onkologi paru RSUP Persahabatan selama periode Agustus 2018 sampai dengan April 2019 terhadap pasien kanker paru kasus baru yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil : terdapat 52 subjek yang diteliti dan didapatkan 76,9% adalah laki-laki dan perokok (71,2%), jenis kanker paru yang paling banyak ditemukan ialah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (98,1%), sebagian besar stage 4 (88%) dan tampilan klinis 1 (50%). Prevalens PPOK berdasarkan pemeriksaan spirometri menurut kriteria PNEUMOMOBILE ialah 46,2% dan prevalens emfisema berdasarkan pemeriksaan CT-scan toraks ialah 30,8%.. Subjek kanker paru yang menderita PPOK 91,7% termasuk kedalam obstruksi derajat sedang (GOLD 2) serta memiliki kelainan faal paru campuran obstruksi dan restriksi ( 70,8%). Subjek yang menderita emfisema terbanyak menderita emfisema jenis sentrilobular (43,7%). Terdapat hubungan antara letak lesi sentral terhadap beratnya obstruksi yang diukur melalalui nilai VEP1 pada subjek PPOK dan emfisema.
Kesimpulan : PPOK pada kanker paru terutama ditemukan pada laki-laki, perokok serta jenis kanker yang paling banyak diderita ialah adenokarsinoma. Emfisema yang paling banyak diderita ialah jenis sentrilobular yang secara umum banyak didapatkan pada perokok.

Background: Smoking is one of risk factors in both of lung cancer and chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Comorbidity of COPD among lung cancer patients generally influenced outcome of their quality of life, diagnostic procedures, treatments, and end of life managements.
Methods:This analytical cross-sectional study involved newly diagnosed lung cancer cases admitted to the oncology clinics of Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia between August 2018 and April 2019. Patients who met the study criteria were consecutively included. Spirometric evaluation of airway obstruction and COPD was based on PNEUMOBILE and GOLD criteria. Radiological evaluation of emphysema was based on thorax CT-scan.
Results:Subjects were 52 lung cancer patients and most of them were males (76.9%) and smokers (71.2%). Most of them were diagnosed as non-small cell lung cancer (NSCLC) (98.1%), were in end-stage of the disease (88.0%) and were in performance status of 1 (50.0%). The prevalence of COPD and emphysema was 46.2% and 30.8%, respectively. Most of the COPD subjects (91.7%) experienced moderate airway obstruction (GOLD 2), along with mixed obstruction-restriction spirometric results (70.8%). Centrilobular emphysema was common (43.7%) radiological finding in this study. Degree of obstruction by spirometry (VEP1)and detection of central tumor lesion by thorax CT-scan in COPD and emphysema subjects was found to be correlated.
Conclusion:COPD in lung cancer was found in males, smokers, and NSCLC patients. Centrilobular emphysema was commonly found in this study, particularly in smoker sub-group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>