Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67556 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Handiman Rico
"Geomorfologi mempelajari kenampakan muka bumi, bentuk-bentuk dan proses-prosesnya. Salah satu kenampakan yang unik dan menarik untuk diteliti adalah bentuk karst. Gunung Sewu merupakan wilayah karst yang dijumpai di Pulau Jawa tepatnya pada Zone Plato Selatan (Pannekoek, 1949).
Gunung Sewu mempunyai karakteristik geomorfologi yang khas yaitu bentuknya merupakan plato dengan bukit-bukit yang berbentuk kerucut dengan relief sama tinggi (100 m), dijumpai adanya gua-gua dengan ornamennya yang kuat, dan dijumpai pola aliran bawah tanah.
Wilayah penelitian termasuk dalam Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Yang menjadi masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana karakteristik Plato Gunung Sewu dengan penekanan pada karakteristik gua karst dan pola penyebaran per satuan unit geomorfologi.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik geomorfologi Plato Gunung Sewu adalah mencakup ciri-ciri guanya dan pola aliran sungainya. Plato Gunung Sewu terdiri dari empat unit geomorfologi, yaitu Unit Dendritik Utara, Unit Dendritik Selatan, Unit Sisa Peneplain dan Unit Aliran Bawah Tanah. Penyebaran Unit Dendritik di bagian Utara dan Selatan didominasi oleh batuan sedimen. Unit Sisa Peneplain merupakan dataran yang hampir rata. terbentuk ketika pengangkatan mengalami percepatan yang ditandai oleh pergeseran pantai purba ke arah utara. Unit Aliran Bawah Tanah terbentuk ketika pengangkatan mengalami percepatan yang sangat tinggi pada periode akhir, penyebarannya di bagian selatan dengan batuan yang mendasari karang koral kapur. Sungai-sungainya mengalir di dalam tanah, proses erosi kimiawi, dan pembentukan kapur terus berlangsung sepenuhnya di Wilayah Plato Gunung Sewu."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Arif Pambudi
"Bentang alam Karst Gunung Sewu merupakan bentang alam karst tropis yang telah mengalami karstifikasi lanjut. Tingginya porositas dan permeabilitas sekunder membuat keberadaan air permukaan sulit ditemukan. Namun demikian, di balik krisis air permukaan bentang alam Karst Gunung Sewu menyimpan potensi aliran air bawah tanah dan destinasi wisata minat khusus. Penelitian pola persebaran dan morfometri mulut gua di bentang alam Karst Gunung Sewu merupakan penelitian awal untuk mengungkap kedua potensi tersebut. Pola persebaran mulut gua di analisis menggunakan analisis tetangga terdekat dan analisis kelurusan. Morfometri mulut gua yang terdiri dari jenis, bentuk, dan ukuran mulut gua dibahas secara spasial deskriptif untuk mengetahui keterkaitannya terhadap struktur geologi dan imbuhan karst. Hasilnya, mulut gua vertikal dan horizontal memiliki pola persebaran mengelompok yang dipengaruhi oleh struktur geologi. Dibandingkan dengan pengaruh imbuhan karst, struktur geologi lebih dominan mempengaruhi bentuk dan ukuran pada mulut gua vertikal dan horizontal.

Gunung Sewu Karst Landscape is a tropical karst landscape that has advanced karstification. The high of secondary porosity and permeability make lack of surface water. However, in behind of surface water crisis, Gunung Sewu Karst Landscape has the potential of underground water and special interest tourism destination. This research is a preliminary study to reveal both of potency. The analytical method that used to determine of distribution pattern is nearest neighbour analysis and lineament analysis. Cave entrance morphometry that consists of type, shape, and measure is discussed in spatial descriptive to recognize of the relationship between cave morphometry with geological structure and karst recharge. The results of this research show that vertical and horizontal cave entrance has a clustered distribution pattern that affected by geological structure. Compared with karst recharge influence, geological structure is more dominant in influence the shape and size of the vertical and horizontal cave entrance.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Darmawan
"ABSTRAK
Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Ketersediaan sumber daya air merupakan masalah umum yang dihadapi masyarakat di kawasan karst. Inilah salah satu ciri khas Kabupaten Gunungkidul sebagai bagian dari kawasan karst Gunung Sewu yang membuat kawasan ini rawan kekeringan. Namun kawasan karst Gunung Sewu memiliki banyak potensi mata air dengan debit yang bervariasi. Mata air merupakan titik di mana air bawah tanah keluar dari permukaan bumi yang terjadi akibat luapan air di lapisan akuifer. Di kawasan karst munculnya mata air merupakan hasil pelarutan baik di permukaan maupun di tanah. Debit pada mata air karst sangat dipengaruhi oleh topografi dan struktur geologi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan spasial. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah variasi debit mata air di kawasan karst. Sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah ketinggian tempat, daerah tangkapan mata air, dan curah hujan di kawasan karst Gunung Sewu. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial kuantitatif dan uji korelasi dengan metode korelasi ganda. Sebaran mata air di kawasan karst Gunung Sewu menunjukkan pola yang mengelompok. Dari 18 mata air yang diteliti, setidaknya terdapat 8 kelompok mata air yang tersebar di kawasan karst Gunung Sewu. Debit yang tercatat untuk 18 sampel mata air tersebut bervariasi dari 2 liter per detik hingga 200 liter per detik. Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai korelasi sebesar 0,763 dan koefisien determinasi sebesar 0,582 yang menunjukkan bahwa kombinasi variabel bebas berpengaruh terhadap besarnya debit mata air sebesar 58,2%. Secara spasial variasi debit mata air di kawasan karst Gunung Sewu dapat dilihat dari perbedaan ketinggiannya. Di daerah tangkapan yang sama, mata air yang terletak di ketinggian yang lebih rendah akan memiliki debit yang lebih tinggi. Kenaikan debit pegas untuk setiap perbedaan ketinggian 1 meter adalah 0,132 liter per detik.
ABSTRACT
Water is a natural resource that is needed in life. The availability of water resources is a common problem faced by communities in karst areas. This is one of the characteristics of Gunungkidul Regency as part of the Mount Sewu karst area which makes this area prone to drought. However, the Gunung Sewu karst area has many potential springs with varying discharge. A spring is the point where underground water comes out of the earth's surface which occurs as a result of water overflowing in the aquifer layer. In karst areas, the emergence of springs is the result of dissolving both on the surface and on the ground. The discharge of karst springs is highly influenced by topography and geological structure. The method used in this research is a spatial approach method. The dependent variable in this study is the variation of spring discharge in the karst area. While the independent variables used are altitude, spring catchment area, and rainfall in the Gunung Sewu karst area. The analysis used in this research is quantitative spatial analysis and correlation test with multiple correlation methods. The distribution of springs in the Gunung Sewu karst area shows a clustered pattern. Of the 18 springs studied, there were at least 8 groups of springs scattered in the karst area of ​​Mount Sewu. The discharge recorded for the 18 spring samples varied from 2 liters per second to 200 liters per second. Based on the results of multiple linear regression analysis, the correlation value is 0.763 and the determination coefficient is 0.582, which indicates that the combination of independent variables has an effect on the amount of spring discharge by 58.2%. Spatially, the variation of spring discharge in the karst area of ​​Mount Sewu can be seen from the difference in height. In the same catchment area, springs located at a lower altitude will have a higher discharge. The increase in spring discharge for each 1 meter height difference is 0.132 liters per second."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Akmal Hidayat
"Kabupaten gunungkidul merupakan kabupaten yang didominasi oleh kawasan karst, yang dikenal dengan karst gunung sewu. Kecamatan Purwosari merupakan kecamatan yang berada di Kabupaten Gunungkidul. Akibat karstifikasi, morfologi karst terbentuk, seperti dolina, bukit, gua, dan lain-lain. Kawasan karst dikenal dengan daerah yang kering dan kesulitan air bersih dikarenakan tidak banyak ditemukan sungai permukaan. Dolina merupakan fitur karst permukaan yang paling banyak ditemui, karena karstifikasi diawali dengan pembentukan dolina. Dolina-dolina tersebut membentuk sebuah cekungan dan telaga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Sebaran dolina dan morfometri dolina. Sebaran dolina diidentifikasi menggunakan metode TPI dan TWI, serta sebaran jenis dolina. sementara itu, morfometri dolina melihat ukuran yaitu keliling, luas, dan volume, serta bentuk dolina yaitu bulat, oval, dan tidak beraturan. Hasil penelitian menunjukan bahwa identifikasi adanya dolina ditandai dengan TPI negatif, sebaran tersebut sebanyak 25 atau setara dengan 58%. Sementara itu, adanya dolina ditandai dengan TWI rendah, sebaran tersebut 23 atau 53,48 %. Berdasarkan klasifikasi bentuk medan, klasifikasi TPI dan TWI didominasi oleh klasifikasi dataran, yaitu sebanyak 12 atau setara dengan 27,91%. Sebaran dolina berdasarkan jenisnya, dolina berair banyak ditemukan di wilayah penelitian, total sebaran tersebut sebanyak 34 atau setara 79,06%. Akurasi antara klasifikasi TPI dan TWI adalah 65,11%. Ukuran dolina didominasi oleh bentuk medan lembah berbentuk U. Bentuk dolina didominasi dolina berbentuk oval sebanyak 18 atau sebesar 41,86 %. 

Gunungkidul Regency is a district dominated by karst areas, known as Gunung Sewu karst. Purwosari District is a sub-district in Gunungkidul Regency. As a result of karstification, karst morphology is formed, such as dolinas, hills, caves, and others. The karst area is known for its dry areas and the difficulty of clean water because there are not many surface rivers to be found. Dolines are the most common surface karst features, because karstification begins with the formation of dolines. The dolines form a basin and a lake. The purpose of this study was to analyze the doline distribution and doline morphometry. The distribution of dolines were identified using the TPI and TWI methods, as well as the distribution of doline species. Meanwhile, doline morphometry looks at size, namely circumference, area, and volume, as well as doline shape, namely round, oval, and irregular. The results showed that the identification of the presence of doline was marked with a negative TPI, the distribution was 25 or equivalent to 58%. Meanwhile, the presence of dolina is indicated by a low TWI, the distribution is 23 or 53.48%. Based on the classification of terrain forms, the classification of TPI and TWI is dominated by plains classification, namely 12 or the equivalent of 27.91%. Distribution of doline based on its type, watery doline was found in the study area, the total distribution was 34 or equivalent to 79.06%. The accuracy between TPI and TWI classification is 65.11%. The size of the dolina is dominated by the shape of the U-shaped valley terrain. The dolina shape is dominated by oval dolina by 18 or 41.86%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), 2008
306.095 98 PRA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002
915.98 GUN
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnul Nur Kasanah
"Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul menghadapi berbagai permasalahan dalam pengembangan geowisata di Geopark Gunung Sewu yang menunjukkan adanya keterbatasan sumber daya pemerintah daerah, sehingga mendorong Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul membangun tata kelola kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan. Menggunakan pendekatan postpositivism dan metode kualitatif, penelitian ini menjawab bagaimana proses tata kelola kolaboratif dalam pengelolaan pariwisata Geopark Gunung Sewu di Kabupaten Gunungkidul dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses tata kelola kolaboratif telah terbangun antara Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah Desa setempat, Kelompok Masyarakat Pengelola Geosite, dan Perguruan Tinggi karena adanya kepercayaan dan kesetaraan pemahaman tentang konsep pengembangan geopark, komitmen yang ditunjukkan dengan keterlibatan dalam proses kolaborasi, serta hasil yang sudah dirasakan oleh pemangku kepentingan, sedangkan dialog menjadi media untuk membangun kepercayaan, pemahaman, komitmen, dan mencapai hasil antara. Keterlibatan swasta dalam proses tata kelola kolaboratif masih terbatas, belum terbangun secara luas, dan kerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Wonogiri belum direalisasikan. Faktor ketokohan dan keberadaan pemimpin organis ditingkat kelompok masyarakat menentukan jalannya proses tata kelola kolaboratif. Penelitian juga menemukan bahwa budaya masyarakat Gunungkidul dan teknologi komunikasi menjadi faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif. Inklusifitas forum sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi proses tata kelola kolaboratif diupayakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul dengan menginisiasi pembentukan PHRI dan HPI Cabang Gunungkidul, serta Forum Promosi Pariwisata Daerah yang diikuti oleh lintas pelaku. Kelembagaan Badan Pengelola Geopark Gunung Sewu yang dibentuk dengan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 171 Tahun 2017 belum efektif mendorong tata kelola kolaboratif antara tiga kabupaten, karena tidak memiliki instrumen untuk menyatukan komitmen.

The Gunungkidul Regent`s Tourism Office has been dealing with various problems in geo tourism management of Geopark Gunung Sewu, mainly caused by the local government`s limited resources, which in turn prompting the government to establish solid collaboration with relevant stakeholders. The study adopts a postpositivism approach using qualitative methods and will address the issue on a collaboration process of tourism management and other factors affecting it in Geopark Gunung Sewu in the Gunungkidul Regency. The result reveal that collaborative governance processes has been established between the Gunungkidul Regent`s Tourism Office, the local Village Government, the Geosite Management Community Group, and the College Academics, because they shared the mutual beliefs and understanding of geopark development concepts, demonstrated their commitment by fully involved in the collaborative process, and acknowledged the results, while using dialogue as a medium to build trust, understanding, commitment, and achieve intermediate outcomes. Private involvement in collaborative governance processes is still limited, not yet widely established, and cooperation with the Pacitan Regent`s Tourism Office and Wonogiri Regent`s Tourism Office has not been realized. The leadership factor and the presence of organic leaders at the community level determined the process of collaborative governance. The study also found out that the community culture of Gunungkidul and communication technology has become a factor affecting collaborative governance process. The inclusiveness of the forum as one of the factors influencing the collaborative governance process was endeavored by the Gunungkidul Regent`s Tourism Office through the initiation of the formation of PHRI and HPI Branch of Gunungkidul, as well as the Tourism Promotion Forum of the Region joined by cross stakeholders. The establishment of Geopark Management Board of Gunung Sewu, which was formed by the Decision of Bupati of Gunungkidul Number 171 of 2017, has not been effective in promoting collaborative governance between the three regents, as it has no instruments to unite the commitments. "
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T53632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Callista Putri Mayari
"Kartel dalam pengaturan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dinyatakan sebagai salah satu kegiatan yang dilarang. Larangan tersebut berkaitan dengan penetapan harga melalui kartel yang dapat mengakibatkan kerugian kepada konsumen atau masyarakat. Terdapat empat (4) perusahaan importir yang Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah duga melakukan penetapan harga melalui kartel, mengganggu stabilitas persaingan usaha yang sehat, yakni PT. Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng, dan Gunung Sewu. Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum yuridis normatif yang dilakukan secara deskriptif analitis melalui bahan-bahan kepustakaan dan analisis terhadap kasus.
Hasil menunjukkan adanya kegiatan penetapan harga melalui kartel yang dilakukan oleh PT. Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng dan Gunung Sewu, juga menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang pemerintah tetapkan justru mendistorsi pasar dan menjadi sarana persaingan usaha tidak sehat.

Cartels in the regulation of Law No. 5 of 1999 concerning The Prohibition
of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition declared as one of the
prohibited activities. Such prohibition regarding price fixing through cartels can
result in losses to consumers or the public. There are four (4) importers that the
Commission for the Supervision of Business Competition has been suspected
price fixing through cartels, disrupt the stability of fair competition, namely PT.
Cargill Indonesia, Teluk Intan, Liong Seng, and Mount Sewu. This research is
normative juridical legal research which conducted by descriptive analysis
through literature and an analysis of the case.
Results indicate that there are price
fixing through cartel activities conducted by PT. Cargill Indonesia, Teluk Intan,
Liong Seng and Mount Sewu, also the result showed that the government policies
actually could distort markets and set it into a tool of unfair competition.
"
2016
S62577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Damayanti
"Pantai Karst Kabupaten Gunungkidul yang terletak di selatan Pulau Jawa tepatnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pantai Baron, Kukup, Sepanjang, Drini, Krakal, Ngandong, dan Sundak) memiliki potensi ekonomi yang besar. Pantai-pantai tersebut memiliki persamaan dalam hal kondisi geologi (genesa, dan proses pembentukan morfologi pantai), namun untuk setiap pantainya memiliki karakteristik fisik lingkungan yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis spasial deskriptif. Dengan mengetahui dan memahami karakteristik fisik pantai karst tersebut, selanjutnya akan dapat diketahui bagaimana pemanfaatannya yang paling sesuai.

Karsts beaches at Gunungkidul Regency (Baron, Kukup, Sepanjang, Drini, Krakal, Ngandong, and Sundak), located in south of Daerah Istimewa Yogyakarta Province, have economic potential. Even they have similarity in geological condition (genesis and morphological processes), but they have different physical characteristics. Based on result of observation environment on morphological conditions and spatial analysis method, we found the proper utilization of the beaches."
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Megawati Gunawan Putri
"Penelitian ini mengkaji mengenai persebaran gua dan morfometri endokarst, dilihat dari geologi dan bentuk medan serta kondisi fisik lorong gua, di Kawasan Karst Tajur-Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran gua dan morfometri endokarst di kawasan tersebut.
Gua yang dijadikan sampel di kawasan tersebut, yaitu Gua Cikenceng dan Gua Cikarae dengan ornamen gua (speleothem), yaitu stalactite, stalagmite, column, draperies dan flowstone. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sebaran gua lebih banyak terdapat di formasi Klapanunggal dan bentuk medan dataran bergelombang. Pada kawasan tersebut memiliki 5 (lima) tipe kondisi fisik lorong dan pada setiap kondisi fisik lorong gua tersebut memiliki morfometri ornamen gua (speleothem) yang berbeda-beda. Gua Cikarae memiliki jenis dan volume ornamen yang lebih bervariasi dibandingkan Gua Cikarae."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S34204
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>