Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66848 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelia Perwitasari Akaputranti
"Akuntansi sebagai suatu sistem dalam perusahaan tidaklah semata-mata hanya mementingkan masalah tehnis saja. Perilaku manusia dalam organisasi juga merupakan salah satu dimensinya. Dengan melakukan suatu penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan, menyeleksi dan membaca berbagai text book, majalah ilmiah dan artikel. Diperoleh suatu hasil bahwa struktur tehnis sistem akuntansi di suatu perusahaan dapat ikut mempengaruhi pola perilaku positif dan negatif anggota organisasi. Baik itu pada tingkat organisasi, group maupun individu. Pola perilaku positif dapat terbentuk apabila sistem akuntansi dapat menciptakan suasana kerja yang mendukung pencapaian tujuan perusahaan sekaligus, baik secara langsung maupun tak langsung, dapat memuaskan harapan dan kebutuhan anggota organisasinya. Sebaliknya apabila sistem itu gagal, maka akan timbul pola perilaku negatif. Yang pada akhirnya akan menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa, dalam merancang dan menerapkan sistem akuntansi akuntan tidak boleh mengacuhkan dimensi perilaku manusianya. Karena hubungan yang terjadi antara sistem akuntansi dengan perilaku manusia adalah hubungan timbal balike Perilaku manusia dapat mempengaruhi rancangan dan penerapan sistem akuntansi, sebaliknya rancangan dan penerapan sistem akuntansi dapat pula mempengaruhi perilaku manusia. Selain daripada itu dengan menyelami kaitan antara sistem akuntansi dan perilaku manusia, akuntan dapat menyelesaikan problem sistem dengan lebih sempurna. Sebab problem itu dilihat dari dua sudut pandang, tehnis dan behavioral."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18536
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Soraya
"[Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Meskipun lebih sering diasosiasikan dengan kesehatan fisik, kesehatan menurut WHO juga meliputi kesehatan mental dan sosial. Kesehatan mental yang baik perlu dimiliki oleh seorang dewasa muda agar mampu memenuhi tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Salah satu faktor yang berhubungan positif dengan kesehatan mental adalah self-esteem. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana efektivitas teknik intervensi Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) dalam meningkatkan self-esteem dewasa muda yang memiliki self-esteem negatif. Penelitian ini menggunakan desain one group before and after study dimana peneliti melihat perubahan pada satu kelompok sebelum dan setelah diberikan intervensi. Adapun alat ukur yang digunakan untuk melihat perubahan self-esteem pada partisipan adalah Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) dan Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI). Wawancara dan observasi juga dilakukan kepada partisipan untuk memperoleh gambaran masalah terkait self-esteem yang dialami.Dua orang partisipan mengikuti program intervensi yang terdiri dari lima sesi pertemuan hingga selesai. Hasilnya, terdapat peningkatan skor RSES dan CSEI pada kedua partisipan. Secara kualitatif, kedua partisipan juga sudah melaporkan sikap yang lebih positif terhadap dirinya sendiri meskipun masih mengalami perasaan-perasaan negatif terkait diri. Penelitian ini menunjukkan bahwa teknik intervensi CBT efektif dalam meningkatkan self-esteem pada dewasa muda dengan self-esteem negatif.

Health is important in human life. Although more often associated with physical health, according to WHO health also includes mental and social health. Good mental health needs to be owned by early adults in order to meet their development tasks optimally. One of the factors positively associated with mental health is self-esteem. This study aims to look the efectiveness of Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) to enhance the self-esteem of early adults who have negative self-esteem. The design of this study is one group before and after study in which researchers see changes in the group before and after a given intervention. The measuring instruments used to see changes in the participants' self-esteem are the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) and Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI). Interview and observation was also made to the participants to obtain a picture related to self-esteem problems. Two participants completed the five sessions intervention program. Result shows increased RSES and CSEI scores on both participants. Qualitatively, participants reported a more positive attitude towards themselves although still experiencing negative feelings associated with themselves. This study shows that CBT is effective to enhance self-esteem in early adults with negative self-esteem. Health is important in human life. Although more often associated with physical health, according to WHO health also includes mental and social health. Good mental health needs to be owned by early adults in order to meet their development tasks optimally. One of the factors positively associated with mental health is self-esteem. This study aims to look the efectiveness of Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) to enhance the self-esteem of early adults who have negative self-esteem. The design of this study is one group before and after study in which researchers see changes in the group before and after a given intervention. The measuring instruments used to see changes in the participants' self-esteem are the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) and Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI). Interview and observation was also made to the participants to obtain a picture related to self-esteem problems. Two participants completed the five sessions intervention program. Result shows increased RSES and CSEI scores on both participants. Qualitatively, participants reported a more positive attitude towards themselvesalthough still experiencing negative feelings associated with themselves. This study shows that CBT is effective to enhance self-esteem in early adults with negative self-esteem.
, Health is important in human life. Although more often associated with physical health, according to WHO health also includes mental and social health. Good mental health needs to be owned by early adults in order to meet their development tasks optimally. One of the factors positively associated with mental health is self-esteem. This study aims to look the efectivenessof Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) to enhance the self-esteem of early adults who have negative self-esteem. The design of this study is one group before and after study in which researchers see changes in the group before and after a given intervention. The measuring instruments used to see changes in the participants' self-esteem are the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) and Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI). Interview and observation was also made to the participants to obtain a picture related to self-esteem problems. Two participants completed the five sessions intervention program. Result shows increased RSES and CSEI scores on both participants. Qualitatively, participants reported a more positive attitude towards themselvesalthough still experiencing negative feelings associated with themselves. This study shows that CBT is effective to enhance self-esteem in early adults with negative self-esteem.
]
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Soraya
"[Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Meskipun lebih sering diasosiasikan dengan kesehatan fisik, kesehatan menurut WHO juga meliputi kesehatan mental dan sosial. Kesehatan mental yang baik perlu dimiliki oleh seorang dewasa muda agar mampu memenuhi tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Salah satu faktor yang berhubungan positif dengan kesehatan mental adalah self-esteem. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana efektivitas teknik intervensi Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) dalammeningkatkan self-esteem
dewasa muda yang memiliki self-esteem negatif. Penelitian ini menggunakan desain one group before and after study dimana peneliti melihat perubahan pada satu kelompok
sebelum dan setelah diberikan intervensi. Adapun alat ukur yang digunakan untuk melihat perubahan self-esteem pada partisipan adalah Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) danCoopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI). Wawancara dan observasi juga dilakukan kepada partisipan untuk memperoleh gambaran masalah terkait self-esteem yang dialami. Dua orang partisipan mengikuti program intervensi yang terdiri dari lima sesi pertemuan hingga selesai. Hasilnya, terdapat peningkatan skor RSES dan CSEI pada kedua partisipan. Secara kualitatif, kedua partisipan juga sudah melaporkan sikap
yang lebih positif terhadap dirinya sendiri meskipun masih mengalami perasaanperasaan negatif terkait diri. Penelitian ini menunjukkan bahwa teknik intervensi CBT efektif dalam meningkatkan self-esteem pada dewasa muda dengan self-esteem negatif.

Health is important in human life. Although more often associated with physical health, according to WHO health also includes mental and social health. Good mental health
needs to be owned by early adults in order to meet their development tasks optimally. One of the factors positively associated with mental health is self-esteem. This study
aims to look the efectivenessof Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) to enhance the self-esteem of early adults who have negative self-esteem. The design of this study is one group before and after study in which researchers see changes in the group before and after a given intervention. The measuring instruments used to see changes in the participants' self-esteem are the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) and Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI). Interview and observation was also made to the participants to obtain a picture related to self-esteem problems. Two participants completed the five sessions intervention program. Result shows increased RSES and CSEI scores on both participants. Qualitatively, participants reported a more positive attitude towards themselvesalthough still experiencing negative feelings associated with themselves. This study shows that CBT is effective to enhance self-esteem in early adults with negative self-esteem. Health is important in human life. Although more often associated with physical health, according to WHO health also includes mental and social health. Good mental health needs to be owned by early adults in order to meet their development tasks optimally. One of the factors positively associated with mental health is self-esteem. This study aims to look the efectivenessof Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) to enhance the self-esteem of early adults who have negative self-esteem. The design of this study is one group before and after study in which researchers see changes in the group before and after a given intervention. The measuring instruments used to see changes in the participants' self-esteem are the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) and Coopersmith Self-Esteem Inventory (CSEI). Interview and observation was also made to the participants to obtain a picture related to self-esteem problems. Two participants
completed the five sessions intervention program. Result shows increased RSES and CSEI scores on both participants. Qualitatively, participants reported a more positive
attitude towards themselvesalthough still experiencing negative feelings associated with themselves. This study shows that CBT is effective to enhance self-esteem in early adults with negative self-esteem., Health is important in human life. Although more often associated with physical health,
according to WHO health also includes mental and social health. Good mental health
needs to be owned by early adults in order to meet their development tasks optimally.
One of the factors positively associated with mental health is self-esteem. This study
aims to look the efectivenessof Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) to enhance the
self-esteem of early adults who have negative self-esteem. The design of this study is one
group before and after study in which researchers see changes in the group before and
after a given intervention. The measuring instruments used to see changes in the
participants' self-esteem are the Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) and Coopersmith
Self-Esteem Inventory (CSEI). Interview and observation was also made to the
participants to obtain a picture related to self-esteem problems. Two participants
completed the five sessions intervention program. Result shows increased RSES and
CSEI scores on both participants. Qualitatively, participants reported a more positive
attitude towards themselvesalthough still experiencing negative feelings associated with
themselves. This study shows that CBT is effective to enhance self-esteem in early adults
with negative self-esteem.]
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Marina
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Elsa Natasia Br.
"Penelitian ini menjelaskan pengaruh nilai-nilai ekosentrisme terhadap perilaku pro-lingkungan pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI). Penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bagaimana nilai-nilai tersebut terhadap perilaku pro-lingkungan di kalangan masyarakat. Penelitian ini berfokus pada bagaimana nilai-nilai ekosentrisme berpengaruh terhadap perilaku pro-lingkungan di kalangan mahasiswa sebab mahasiswa merupakan orang yang terdidik sehingga memiliki kesadaran lingkungan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pengumpulan data yang dikutip melalui survei.
Penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwasanya nilai-nilai ekosentrisme, nilai-nilai altruistik, nilai-nilai antroposentrisme, tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perilaku pro-lingkungan mereka. Untuk melengkapi studi-studi sebelumnya, peneliti meneliti pengaruh nilai ekosentrisme terhadap perilaku pro-lingkungan Mahasiswa FISIP UI. Nilai ekosentrisme merupakan nilai yang mengutamakan kepekaan terhadap lingkungan dan mengedepankan nilai intrinsik flora, fauna, dan ekosistem. Nilai ini terdiri dari aspek ego- biosentris dan biosfer. Sementara itu perilaku pro-lingkungan merupakan tindakan yang bertujuan untuk meminimalisir dampak buruk terhadap alam dengan cara mengurangi penggunaan energi yang terbatas dan memaksimalkan sumber daya yang ada. Perilaku ini terdiri dari enam aspek yang terdiri dari konservasi energi, mobilitas dan transportasi, konsumerisme, konservasi, aktivitas daur ulang, dan pengurangan limbah.
Hasil analisis Chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel dan korelasi antara kedua variabel tersebut adalah cukup kuat. Artinya tingkat korelasi antara kedua variabel tersebut adalah sedang positif. Dengan kata lain, nilai-nilai ekosentrisme cukup berpengaruh terhadap perilaku pro-lingkungan di kalangan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Adapun faktor-faktor lain yang memengaruhi perilaku pro-lingkungan adalah biaya, keterjangkauan aktivitasnya, ketersediaan fasilitas, dan stigma masyarakat.

This study explains the effect of ecocentrism values on pro-environmental behavior in students of the Faculty of Social and Political Sciences, University of Indonesia (FISIP UI). Previous studies explain how these values affect pro-environmental behavior in society. This study focuses on how ecocentrism values affect pro-environmental behavior among students because students are educated people so they have high environmental awareness. This study uses a quantitative approach by collecting data quoted through a survey.
Previous studies have explained that ecocentrism values, altruistic values, anthropocentrism values, education level affect their pro-environmental behavior. To complement the previous studies, the researcher examined the effect of the value of ecocentrism on the pro-environmental behavior of students at FISIP UI. The value of ecocentrism is a value that prioritizes sensitivity to the environment and prioritizes the intrinsic value of flora, fauna and ecosystems. This value consists of ego- biocentric and biospheric aspects. Meanwhile, pro-environmental behavior is an action that aims to minimize the negative impact on nature by reducing the use of limited energy and maximizing existing resources. This behavior consists of six aspects consisting of energy conservation, mobility and transportation, consumerism, conservation, recycling activities, and waste reduction.
The results of the Chi-square analysis show that there is a significant relationship between the two variables and the correlation between the two variables is quite strong. This means that the level of correlation between the two variables is moderately positive. In other words, ecocentrism values are quite influential on pro-environmental behavior among students of the Faculty of Social and Political Sciences. Other factors that influence pro- environmental behavior are cost, affordability of activities, availability of facilities, and community stigma.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Akhir abad ke-20 dan awal abad ke-2l, masalah moralitas dan budi pekerti
menjadi keprihatinan dalam masyarakat kita. Realitas ini muncul dari berbagai kejadian
yang meresahkan masyarakat, apalagi kejadian itu berkaitan dengan masalah remaja,
sehingga kita patut bertanya bagaimana pendidikan moral yang selama ini diterapkan
dalam keluarga kita?
Kohlberg mengidentifikasi adanya enam tahap dalam perkembangan moral; dua
tahap dalam tiga tingkatan yang dibedakan: pra-konvensional, konvensional, dan pascakonvensional.
Tingkatan pra-konvensional, terdiri atas: tahap satu yang memiliki
orientasi huk:uman dan kepatuhan, dan tahap dua yang mempunyai orientasi relativis
instrumental. Tingkatan konvensional terdiri atas: tahap tiga yang berorientasi masuk
dalarn "anak baik" dan "anak manis", tahap empat yang berorientasi pada hukum dan
ketertiban. Sedangkan tingkatan pasca-konvensional yang memiliki ciri otonom dan
berprinsip terdiri atas: tahap lima yang berorientasi pada kontrak sosiat legalistis, dan
tahap enam orientasi pada azas etika universal. Pertumbuhan dalam pertimbangan moral
merupakan proses perkembangan, yang menyangkut perubahan struktur kognitif.
Pendidikan moral barns mempunyai tujuan untuk mencapai tahap pertimbangan moral
yang lebih tinggi. Mutu lingkungan merupakan hal yang penting bagi penyusunan
struktur moral yang barn. Tidak semua anak mengalami lingkungan yang
menguntungksn, yang karena berbagai alasan barus berpisah dengan orangtuanya sejak
kecil dan mereka harus menjadi penghuni penti asuban.
Berdasarkan penelitian ini, pada umumnya remaja yang tinggal di panti asuban
SOS Desa Taruna Jakarta memiliki tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan
perkembangan usianya, yaitu pada usia 16 sampai 20 tahun seseorang bergerak dalam
empat tahap perkembangan moral. Tahap penirnbangan moral mereka sesuai dengan
perilaku berdasarkan penilaian pengasuhnya. Namun, kesimpulan tersebut kurang
menunjukkan kesesuaian dengan perilaku partisipan yang ditunjukkan dari pengakuan
mereka sendiri. Penelitian ini roenunjukkan bahwa 83 % partisipan pernah melakukan
pencurian, 69% membolos, 42% melihat film porno, 35% merokok, 21% tawuran, dan
9,5 % pernah melakukan hubungan seksual. Jadi 1 tidak selalu ada hubungan antar apa
yang dipikirkan dan dikatakan oleh partisipan tentang moral dengan perilakunya.
Dalam konteks pendidikan moral, hukuman menunjukkan ketidakerektifunnya,
karena justru membuat akibat negatif yang dialami anak. Ketika remaja bersalah, harapan
partisipan pada pengasuhnya adalah berkomunikasi, berdialog, dan menasebati.
Demikian juga pengasuh mempunyai idealisme dalam mendidik anak yang terbaik yaitu
dengan melakukan dialog dan komunikasi. Jadi, terdapat kesesuaian harapan antara anak
asuh dan pengasuh dalam konteks pendidikan moral Kedisiplinan menurut partisipan
masih perlu ditingkatkan, yaitu dengan membuat peraturan yang lebih ketat, tetapi tidak
dengan rnenggunakan hukuman keras (fisik}
Maka dalam pendidikan moral, dialog dan komunikasi antara anak dan orang tua
pada umumnya, menjadi sarana yang diharapkan oleh kedua belah piilak, dan diharapkan
dapat membuat suatu perilaku yang diharapkan.
Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melibatkan satu panti asuhan. Banyak
masalah yang dapat diperbandingkan, diperluas dan didalami, sehingga akan menjawab
permasalahan yang muncul setelah membaca tulisan ini."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joyo Nur Suryanto Gono
"ABSTRAK
Tesis pengetahuan politik dan sikap politik Mahasiswa dalam Pemilihan Umum 1992, merupakan penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor komunikasi dan non komunikasi terhadap pengetahuan politik mengenai OPP yang dipilih dan sikap politik terhadap OPP yang dipilih; pada mahasiswa PTS Islam dan Katolik atau Kristen di Yogyakarta. Faktor-faktor komunikasi dalam penelitian ini adalah surat kabar, radio, televisi, keluarga, kelompok sebaya, kampus. Sedangkan faktor-faktor non komunikasi adalah orientasi politik Orang tua responden terhadap OPP, Pendidikan Ayah, dan Pendidikan Ibu responden.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai, yaitu menggunakan kuesioner untuk memperoleh data penelitian dari sampel. Populasi diambil adalah mahasiswa dari PTS Islam dan PTS Katolik atau Kristen di Yogyakarta, yang masih tercatat sebagai mahasiswa aktif angkatan 1991 ke bawah dan masih aktif mengikuti mata kuliah hingga saat diadakan penelitian. Hal ini untuk kemudahan memperoleh data, dan saat diadakan pemilu 1992 telah tercatat sebagai mahasiswa aktif.
Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap, cluster dan random sampling. Analisis data dilakukan dengan statistik, yaitu analisis regresi ganda dan analisis diskriminan.
Hasil penelitian untuk Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sebagai wakil bagi PTS Islam, terhadap pengetahuan politik mengenai OPP yang dipilih, surat kabar merupakan faktor komunikasi dan Orientasi politik orang tua terhadap OPP merupakan faktor non komunikasi yang paling berpengaruh. Sedangkan terhadap sikap politik terhadap OPP yang dipilih, faktor komunikasi kampus memiliki tingkat signifikansi paling kecil, walaupun P = 0,07, tetapi paling mendekati P<0,05, sehingga di antara faktor komunikasi yang lain menunjukkan pengaruh paling besar terhadap sikap politik. Walaupun demikian kampus merupakan "discriminating variabel" paling besar dalam menjelaskan kesenjangan antara pengetahuan politik mengenai OPP yang dipilih dan sikap politik terhadap OPP yang dipilih.
Untuk Universitas Atma Jaya Yogyakarta, sebagai wakil PTS Katolik/Kristen, terhadap pengetahuan politik mengenai OPP yang dipilih, televisi merupakan faktor komunikasi dan Orientasi politik orang tua terhadap OPP merupakan faktor non komunikasi yang paling berpengaruh. Terhadap sikap politik terhadap OPP yang dipilih, maka kampus merupakan faktor komunikasi dan Orientasi politik orang tua terhadap OPP merupakan faktor non komunikasi paling berpengaruh. Sebagai "discriminating variables", kampus merupakan faktor komunikasi dan Orientasi politik orang tua terhadap OPP merupakan faktor non komunikasi paling besar menjelaskan kesenjangan Pengetahuan Politik dan sikap politik."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyson, Shaun
Yogyakarta: Andi, 2000
302.35 TYS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Jarkasih
"Tesis bertujuan memahami dan menggambarkan perilaku informasi dosen dalam melaksanakan penelitian. Penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Hasilnya penelitian dilakukan dosen secara mandiri, sehingga kerjasama penelitian perlu ditingkatkan. Pola identifikasi kebutuhan informasi dilakukan dengan memahami pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan topik penelitian selanjutnya menganalisis informasi yang dibutuhkan. Pola pencarian informasi dari koleksi pribadi, perpustakaan, dan membeli. Pemanfaatan informasi melalui penggabungan pengetahuan yang dimiliki dengan informasi yang diperoleh. Sumber informasi buku, jurnal, laporan, dan berbagai sumber lainnya. Berbagi informasi antar dosen belum maksimal sebaliknya berjalan baik dengan pustakawan. Usaha dan fasilitas institusi untuk mendukung kegiatan penelitian tidak sejalan dengan keinginan dosen.

The reseach aims to understand and describe the information behavior of a lecturer in conducting research. Qualitative research case study method. The results of research conducted independently lecturer, so research cooperation needs to be improved. Pattern identification is done by understanding the information needs of knowledge related to the topic of further research is needed to analyze the information. Search pattern information from private collections, libraries, and buy. Utilization of information through the incorporation of knowledge possessed by the information obtained. Resources of books, journals, reports, and various other sources. Information sharing among lecturers have not been up otherwise runs well with librarians. Businesses and institutional facilities to support research activities are not in line with the wishes of the lecturer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Marcianno Janis
"Skripsi ini membahas perilaku pembelian konsumen pria kepada skin care products khususnya pembersih wajah khusus pria, dimana perkembangan perawatan tubuh yang ditujukan khusus untuk pria pada saat ini telah sangat berkembang dengan pesat. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Data diperoleh dari hasil pengumpulan 180 responden.
Hasil penelitian menyarankan bahwa para produsen pembersih wajah khusus pria perlu memberi tahukan tentang apa manfaat kesehatan yang didapatkan oleh para konsumen pria, dan melakukan promosi yang bersifat mengatakan bahwa walaupun menggunakan skin care products khususnya pembersih wajah khusus pria, sifat kemaskulinan pria tidak akan hilang.

The focus of this studi is finding, attitude of male consumer towards purchase intention for skin care products especially men facial wash, which we already know, that currently, grooming or skin care products that specially made for men are growing rapidly. This research is quantitative descriptive interpretive. The data collected from 180 respondent.
This research result, showing that men are more concern about their health, so all the producers of men facial wash should inform what the benefits that they will get if they use the product, and also doing promotion that telling if a male using a skin care product especially men facial wash, will not effected on their masculinity.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S43531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>