Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214908 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitorus, Franseno
"Fenomena inflasi Indonesia : selain uang beredar sumber inflasi menurut berbagai studi yang ada adalah APBN kita yang menganut sistem anggaran berimbang dengan hutang, harga barang-barang pokok dan inflasi yang diimpor. Tetapi inflasi dua digit selalu menjadi ancaman yang rutin menimpa Indonesia, setiap tahun. • Untuk kasus Indonesia bahwa peran NFA begitu besar dalam pembentukan uang beredar, yang peningkatannya banyak dipengaruhi oleh faktor ekspor, capital inflow (yang salah satunya dalam bentuk pinjaman untuk APBN). Peran NFA untuk mengembangkan BOP (menutup defisit BOP) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti impor, capital inflow untuk pembayaran cicilan hutang dan bunganya maupun capital flight (yang menyebabkan penurunan NFA). Disatu sisi ada kebutuhan akan memiliki NFA yang memadai untuk transaksi luar negeri yang dikatakan sebagai penjaga stabilitas nilai tukar, tetapi disisi lain terjadi ketakutan bahwa peningkatan NFA hanya akan mempengaruhi uang beredar yang berakhir pada kesimpulan bahwa NFA menyebabkan inflasi dalam negeri yang tinggi. • Perbedaan dampak inflasi dunia terhadap inflasi domestik dengan perbedaan sistem nilai tukar yang dianut Indonesia sebelum tahun 1978 (fixed exchange rate) dan sesudah tahun 1978 (managed floating). • Data : data tahunan 1968 - 1992 dengan sumber : International Financial Statistic- IMF berbagai terbitan Ada hubungan kausalitas tetapi Iebih kepada inflasi dunia mempengaruhi inflasi Indonesia (hubungan Iebih kuat terjadi pada masa fixed exchange rate) O Ada hubungan kausalitas tetapi Iebih kepada inflasi dunia mempengaruhi NFA Indonesia. O Ada hubungan kausalitas terjadi antara NFA dengan nilai tukar. O Ada hubungan kausalitas NFA dengan uang beredar. • Ada hubungan kausalitas terjadi antara NFA dengan variabel atau faktor yang berkaitan dengan luar negeri (ekspor dan impor). • Hubungan pertumbuhan GDP dunia dengan pertumbuhan GDP Indonesia, adalah hubungan dimana pertumbuhan GDP dunia mempengaruhi pertumbuhan GDP Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zilal Hamzah
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besar pengaruh jumlah uang beredar, pengelauran pemerintah dan nilai tukar rupiah terhadap tingka inflasi di Indonesia pada periode tahun 1990-2005. Penelitian ini menggunakan model koreksi kesalahan atau error correction model (ECM). Sejumlah pengujian dilakukan terhadap data empat variabel tersebut menggunakan uji akar unit, uji derajat integrasi uji kointegrasi dan uji model koreksi kesalahan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah dan nilai tukar rupiah terhadap dollar tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi dalam jangka pendek, tetapi berpengaruh signifikan dalam jangka panjang."
2006
JUKE-2-1-Agust2006-21
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Suendra
"Krisis nilai tukar yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang diikuti oleh krisis moneter, telah menimbulkan berbagai perubahan dalam struktur pengelolaan ekonomi moneter di Indonesia. Perubahan tersebut, diantaranya adalah: (1) beralihnya sistem nilai tukar Rupiah dani sistem manage floating exchange rate menjadi free floating exchange rate sejak 14 Agustus 1997, dan (2) berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan Rupiah.
Dalam penelitian ini, hubungan antara jumlah uang beredar (M2), nilai tukar (ER) dan tingkat harga (CPI) dianalisis menggunakan model identified Vector Autoregression Approach sebagaimana penelitian Dmyto Holod (2000) untuk kasus Ukraine.
Hasil analisis menunjukkan bahwa, asumsi sticky price lebih cocok untuk Indonesia bukan flexible price, karena dalam penentuan harga terdapat faktor kebijakan yang tercermin -dalam administrated-price seperti Mahan- bath- riiinyiIC(BBM); tarif dasar listrik.
Secara spesifik hasiI penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Peningkatan jumlah uang beredar mengarahkan pada terjadinya kenaikan tingkat harga (teori Money Marker equilibrium) dan terjadinya depresiasi nilai tukar (teori IRP). (2) Depresiasi nilai tukar mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga dan peningkatan jumlah uang beredar. (3) Kenaikan tingkat harga mendorong terjadinya depresiasi nilai tukar (teori PPP) dan setelah periode bulan pertama terjadi penurunan jumlah uang beredar.
Kontraksi moneter yang mengikuti kenaikan tingkat harga menunjukkan bahwa Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan inflation targeting, dimana uang beredar digunakan sebagai instrumen moneter atau sasaran antara untuk mengontrol inflasi, bukan sebagai sasaran akhir.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windari
"Pada dasarnya fokus pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai struktur kebijaksaaan stabilisasi di Indonesia, dengan penekanan utama tanggapan kebijaksanaan terhadap goncangan (shock) internal dan eksternal. Dan kebijaksanaan makroekonomi dan permintaan serta penawaran mempengaruhi beberapa instrumen kebijaksanaan (monetary dan kredit). Mekanisme transmisi ketidakseimbangan stok uang yang mempengaruhi perekonomian melalui tingkat bunga, harga atau ketidakseimbangan stok uang yang masuk secara langsung dalam fungsi arus kelebihan permintaan. Keynesian tradisional menekankan pada transmisi tingkat bunga, sedangkan Monetarist terutama memfokuskan masalah harga dan "real balance effect". Baik Keynesian maupun Monetarist bekerja dalam kerangka keseimbangan. Pada topik ini digunakan variabel ketidakseimbangan moneter yang berpengarub langsung terhadap pasar barang. Ketidakseimbangan moneter dapat dihilangkan melalui perubahan dalam harga, output atau neraca pembayaran. Kemudian setelah terjadi keseimbangan dipulihkan melalui mekanisme tertentu tergantung pada beberapa variabel lain, seperti penggunaan kapasitas yang ada, hambatan perdagangan dan perkembangan harga relatif. Untuk itu digunakan pendekatan moneter terhadap neraca pembayaran, dengan periode studi 1976 - 1990. Model ekonometri digunakan untuk meng'etahui determinan dari ketidakseimbangan moneter. Ketidakseimbnagan moneter merupakan ketidaksesuaian antara saldo nilai real aktual dengan yang diinginkan, dan diasumsikan sebagai fungsi dari 'expected value real absorption', tingkat bunga, harga domestik. Meningkatnya ketidakseimbangan moneter (uang beredar) mempengaruhi harga tergantung dari besarnya kapasitas peningkatan output atau impor dan demikian meningkatkan pengeluaran domestik absorption'), di samping berpengaruh terhadap impor. dengan ('real volume Dalam perekonomian yang terbuka seperti Indonesia, uang primer terdiri dari aktiva dalam negeri netto atau kredit domestik dan aktiva luar negeri netto. Aktiva dalam negeri netto secara umum dapat dikendalikan Otoritas Moneter melalui kebijaksanaan kredit. Namun aktiva luar negeri netto tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh Otoritas Moneter. Untuk mengetahui apakah kredit domestik dapat dikendalikan, digunakan model ekonometri dalam bentuk persamaan yang terdiri dari inflasi domestik, neraca perdagangan dan fungsi reaksi kredit domestik ('reaction function for domestic credit'). Kemudian nilai tukar digunakan sebagai peralatan umum dari demand management dan disesuaikan dalam reaksi untuk perubahan neraca perdagangan dan perubahan dalam tingkat inflasi domestik relatif terhadap inflasi dunia (karena pemerintah mencoba menggunakan nilai tukar untuk menjaga harga domestik sejalan dengan adanya pengaruh harga barang impor). Pada periode di mana terjadi domestic supply shock, money demand shock, dan term of trade shock, nampaknya kebijaksaan nilai tukar dan kredit dapat secara efektif digunakan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18913
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Julius
"Masalah yang terus mengancam kondisi perekonomian di seluruh negara adalah kecenderungan meningkatnya laju inflasi. Tak terkecuali, di Indonesiapun, masalah ini dideteksi dengan adanya sebab, yang hersumber dari sisi permintaan (demand side) dan penawaran (supply side). Penelitian ini berusaha menemukan faktor-faktor (ekonomi) yang menjadi sebab berfluktuasinya laju inflasi di Indonesia pada periode 1969-1991, dan mengkategorikannya ke dalam sisi supply atau demand. Penelitian ini menggunakan model Sadiq Ahmad dan Ajay Chhibber, dengan memodifikasi variabel-variabel yang signifikan untuk periode penelitian tersebut. Ini dilakukan agar mendapatkan hasil regresi yang efisien secara ekonometri. Melalui penggunaan perangkat ekonometri ini juga, maka model yang menerangkan pengaruh heherapa variabel terhadap laju inflasi dapat dilihat relevansinya di Indonesia. Setelah dilakukan regresi terhadap beberapa persamaan ekonometri, dihasilkan bahwa perubahan laju inflasi di Indonesia periode 1969 - 1991, dipengaruhi oleh variabel-variabel perubahan uang beredar M2, perubahan harga beras tahun sebelumnya, gejolak inflasi internasional dan penggunaan kapasitas perekonomian terpasang. Lebih jauh lagi, dari penelitian ini, digambarkan bahwa faktor-faktor yang bersuinher pada sisi demmand mempengaruhi gejolak tingkat inflasi dalam kurun waktu ,jangka panjang. Sebaliknya, variabel-variabel dari sisi supply, herdampak secara jangka pendek. Akhirnya, walaupun sisi demand cenderung inendominàsi dalam tnenerangkan variabel laju inflasi, khususnya variabel perubahan jumlah uang heredar M2, namun dengan masuknya variabel dari sisi supply, terutama perubahan harga beras, maka besarnya dominasi itu dapat diredam. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mi ialah; hahwa dalam menekan gejolak laju inflasi, maka sehaiknya dibuat suatu kebijaksanaan yang dapat meredam kenaikan perubahan uang beredar, menekan peningkatan harga kebutuhan pokok (khususnya beras dan BBM), menjaga stahilitas kurs, dan inenyeimbangkan iklim investasi dengan kondisi perekonomian (agar tidak overheated). Untuk mencapal hal tersebut, maka sebaiknya pihak pemerintah terus mengadakan deregulasi perbaikan iklim investasi, baik sebagai insentif, maupun perizinan. Disamping itu, disektor, perdagangan, usaha-usaha peningkatan ekspor dan menekan impor terus dilakukan. Disektor anggaran, penekanan pengeluaran yang dibarengi dengan peraturan untuk meningkatkan penerimaan pajak, harus terus digalakkan. Begitu juga dengan peinantauan variabel tingkat hunga kredit dan deposito, diusahakan tidak terlalu tinggi (juga spreadnya). Dari sisi supply, nampaknya pemerataan pembangunan infrastruktur, intensifikasi pertanian, pènyederhanaan hirokrasi dan sistim pendistribusian, serta pemakaian mekanisme pasar, demi efisiensi dan penurunan high cost of production, perlu dilakukan penyesuaian oleh pemerintah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1959
S16279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran bank berpengaruh negatif terhadap pembiayaan bermasalah dan inflasi tidak memoderasi hubungan antara ukuran bank dengan pembiayaan bermasalah. "
330 JMM 6:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi makro terhadap return saham khususnya pada industri otomotif dan komponennya di Bursa Efek Jakarta. Penelitian terdahulu atas pengaruh kondisi makro terhadap return saham telah banyak dilakukan pada sektor industri yang berbeda-beda. Seperti penelitian yang dilakukan Manurung dan Saragih (2004) tentang pengaruh makro terhadap return saham farmasi. Penelitian ini menghasilkan bahwa variabel makro tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham farmasi, tetapi variabel market return berpengaruh signifikan terhadap return. Ati (2004), melakukan penelitian tentang pengaruh market return, Inflasi, SBI, Kurs, Harga emas dan jumlah uang beredar (M2) terhadap return saham industri barang konsumsi. Hasilnya menerangkan bahwa variabel yang paling berpengaruh pada induslri ini adalah variabel market return, sedangkan variabel SBI tidak berpengaruh terhadap mayoritas return saham sektor industri konsumsi.
Peneliti mengambil sampel 12 saham yang tergolong dalam industri otomotif dan komponennya dalam rentang periode tahun 2000-2003. Variabel makro yang digunakan dalam penelitian ini adalah IHSG, SBI, Inflasi, Kurs dan Uang beredar. Variabel ini adalah variabel makro yang sering digunakan peneliti untuk mengetahui pengaruh variabel terhadap return saham.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel makro berpengaruh signifikan terhadap return saham otomotif dan komponennya, tetapi secara individu atau uji t diketahui variabel SBI dan Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham otomotif dan kornponennya. Sedangkan variabel IHSG, Kurs dan uang beredar berpengaruh signifikan terhadap return saham. Variabel IHSG merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap return saham. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Manurung dan Saragih (2004).
Pengaruh variabel makro pada industri ini sangat kecil sekitar 5.46%, artinya seluruh variabel independen hanya mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen-nya sebesar 5.46%, sedangkan 94.54% dijelaskan oleh variabel lain. Pengaruh lain diduga dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya para investor, calon investor, mahasiswa dan peneliti yang ingin melanjutkan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang berguna bagi semua pihak.

The goal of this research is to find out about the influences of macro conditions to stock return, especially for listed companies in automotive industry. Previous researches have been done for many kinds of industries. Manurung and Ferdinand (2004), learnt about the influence of macro condition to stock return in Pharmachy industries. The outcome shows that variable macro does not influence the stock return significantly, but market return variable has the strongest influence to stock return. Ati (2004), did the same research about market return, Inflation, SBI, exchange rate, Price of Gold and Money supply to the stock return for consumption industries. The result again shows that market return has the strongest influence to stock return.
Researcher takes 12 companies in automotive industry as sample and the time frame is between 2000-2003. Macro variables used in this research are IHSG, SBI, Inflation rate, exchange rate and money supply. These are the common variables used by many past researchers.
The final result of this research shows that all variables have small influence to the stock return. IHSG, especially has the strongest influence among all. But t-test shows that SBI and inflation rate do not influence stock return significantly. Exchange rate and money supply have small significant influence. IHSG as a market retum is the strongest factor to influences stock return. This result supports the previous research by Manurung and Saragih (2004).
The influence of macro variables in this industry is very small It is about 5.46% and it means that all independent variables only explain the variation of the dependent variable for 5.46%. Meanwhile 94.54% are explained by another variable and It is not explained in this research.
The researcher expects this research to give a big contribution for everyone especially the investor, potential investor, colleges and the fellow researchers who Want to continue the research in other industries."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T16977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>