Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sadino
"Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), khususnya Perpu No. 1 Tahun 2004 menjadi perbincangan menarik dan hangat diantara para pengelola negara dalam melaksanakan pemerintahan yang di amanatkan kepada pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri. Perpu yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan mendapat persetujuan oleh Dewan Perwakilan Rakyat telah menjadi polemik bagi berbagai pihak. Jika dilihat dari lahirnya Perpu tersebut yang dilandasi oleh kepentingan ekonomi, dalam hal ini kepentingan investasi. Untuk itu, menjadi hal yag menarik untuk dikaji lebih jauh apa latar belakang sesungguh dari dikeluarkannya Perpu tersebut. Apakah investasi di bidang pertambangan di Indonesia ini, memang dibutuhkan pengaturan dengan menggunakan PERPU. Untuk mengetahui lebih mendalam terhadap hal di atas, maka diperlukan penelitian yang berkaitan dengan lahirnya Perpu 1 Tahun 2004 dan kajian terhadap penggunaan kawasan Kehutanan untuk keperluan investasi dalam bidang pertambangan ini. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan studi kepustakaan. Untuk memperkuat dan validasi data juga dilakukan wawancara dengan informan, terutama yang berkaitan dengan penentu kebijakan dan pihak yang terkena kebijakan.
Dari hasil studi ditemukan beberapa permasalahan berupa kegiatan usaha yang diperbolehkan di kawasan hutan (Hutan Lindung), usaha pertambangan pada kawasan hutan, tumpang tindih perizinan, dan kepastian investasi dalam bidang pertambangan. Perijinan usaha pertambangan di hutan lindung secara hukum dilarang sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Kehutanan No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan maupun Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Namun pada kenyataannya, penambangan di kawasan hutan sudah berjalan dengan sistem pinjam pakai kawasan hutan yang diatur oleh Keputusan Menteri Kehutanan. Lahirnya Keputusan Menteri Kehutanan yang mengatur Pinjam Pakai Kawasan Hutan tersebut merupakan produk politik Pemerintah pada saat itu yang mempunyai pengaruh sangat kuat. Dampaknya, setelah posisi Pemerintah tidak kuat maka dalam semua Kontrak Pertambangan menjadi bermasalah dan investasi di bidang pertambangan tidak lagi menjadi investasi yang menarik bagi investor. Investor menjadi ragu akan kepastian hukum dan kepastian berusaha di bidang pertambangan. Departemen Kehutanan sebagai pengelola hutan juga dalam keadaan yang tidak menguntungkan, karena hutan Indonesia saat ini dalam keadaan rusak dan berbahaya bagi lingkungan.
Hutan tropis Indonesia bukan lagi menjadi milik bangsa Indonesia tetapi sudah menjadi bagian global dari sistem kehutanan dunia. Kerusakan hutan semakin bertambah dengan adanya pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Luas hutan semakin bertambah setelah adanya otonomi daerah. Daerah masih menganggap hutan dari sisi ekonomi yang harus di ekploitasi untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tidaklah heran apabila semua investasi yang berkaitan dengan kawasan hutan akan mendapat sorotan yang tidak baik dari pemerhati lingkungan nasional maupun internasional. Akibatnya meskipun sudah ada Perpu ternyata belum menjamin kepastian hukum investasi usaha pertambangan di Indonesia. Sudah saatnya dilakukan amandemen terhadap aturan hukum pengelolaan sumber daya alam untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang harmonis dan menarik bagi investor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T21120
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Ilhamsyah
"Pelayaran rakyat sebagai cikal bakal pelayaran nasional memiliki potensi dan keunggulan dibandingkan jenis pelayaran lainnya, akan tetapi pada saat ini keberadaan pelayaran rakyat sedang terpuruk karena kapal pelayaran rakyat yang mengangkut kayu yang merupakan komoditas utama pelayaran rakyat dianggap sebagai pelaku illegal logging. Berlakunya UU Nomor 41 Tahun 1999 menjadi dasar bagi aparat untuk menahan kapal-kapal pelayaran rakyat yang mengangkut kayu tanpa disertai dokumen yang sah. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk melihat bagaimana permasalahan yang dihadapi pelayaran rakyat dalam kaitannya dengan penahanan kapal. Melihat harmonisasi ketentuan UU Nomor 41 Tahun 1999 terhadap ketentuan KUHAP, SKB Nomor 3 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan SKB Nomor 12 Tahun 2006 dan Konvensi Internasional Mengenai Penahanan Kapal, 1999 serta melihat bagaimana penerapan UU Nomor 41 Tahun 1999 dalam hal penahanan kapal pelayaran rakyat. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yang dipergunakan adalah metode kajian kepustakaan yang bersifat normatif dan analisa data secara kualitatif. Materi yang dibahas dalam skripsi ini menjelaskan mengenai kekhasan pelayaran rakyat, dasar hukum, tipe kapal yang digunakan, batasan tanggung jawab, kelembagaan dan pelayaran rakyat setelah berlakunya UU Nomor 41 Tahun 1999 serta membahas mengenai penahanan kapal ditinjau melalui peraturan perundang-undangan dan konvensi internasional yang terkait dengan penahanan kapal antara lain KUHAP, SKB Nomor 3 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan SKB Nomor 12 Tahun 2006 dan Konvensi Internasional tentang Penahanan Kapal. Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah kapal sebagai benda tetap tidak dapat ditahan atau disita melainkan melalui izin dari Ketua Pengadilan Negeri (KPN) setempat. Akan tetapi pada prakteknya kapal-kapal pelayaran rakyat tersebut ditahan tanpa disertai dengan surat izin dari KPN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24388
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sujiyanti
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen LPG tabung 3 kg terkait tabung LPG 3 kg yang diproduksi oleh PT. Tabung Mas Murni pada tahun 2009. Tabung-tabung LPG 3 kg tersebut diduga tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa PT. Tabung Mas Murni diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UUPK, dan dapat dikenakan sanksi pidana. Apabila konsumen LPG tabung 3 kg dirugikan oleh produsen LPG, maka konsumen dapat menggugat produsen tabung LPG 3 kg melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

The focus of this study is the consumer law protection of 3-kg LPG cylinder due to 3-kg LPG cylinders, which have been manufactured by PT. Tabung Mas Murni in 2009. These 3-kg LPG cylinders allegedly don?t accord with the required standard. The research method used in this study is a normative juridical research, using secondary data.
This study concludes that PT. Tabung Mas Murni is suspected of violating the provisions of Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection and may be subject to criminal penalty. If the consumer of 3-kg LPG cylinder has suffered damages caused by LPG manufacturing company, consumer may file charges the LPG manufacturing company through a court or outside the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24988
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martino Tando
"Kepulauan Indonesia secara geologi terletak pada tiga tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi, yaitu Lempeng Benua Eurasia dan Indo-Australia, serta Lempeng Samudra Pasifik. Akibatnya wilayah Indonesia dipenuhi dengan pegunungan vulkanik yang selain berpotensi mendatangkan bencana juga menghasilkan potensi sumber daya alam khususnya galian tambang dan energi yang sangat besar. Kekayaan alam berupa galian tambang dan energi adalah hak milik bangsa Indonesia yang pelaksanaan dan pengusahaannya dikuasakan kepada negara. Prinsip di atas secara filosofis tertuang dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat (2). Industri pertambangan di Indonesia secara nyata telah memberikan kontribusi sangat penting dalam kehidupan perekonomian Indonesia, sehingga untuk menyelenggarakan pengusahaan pertambangan secara baik dan efisien, dibutuhkan peranan investor baik dari luar negeri maupun dalam negeri di dalam mengelola sektor usaha pertambangan. Implementasi kerja sama yang dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan pihak investor tersebut dilakukan dengan berbagai macam bentuk perjanjian pertambangan. Khusus untuk sektor pertambangan umum, pemerintah memilih mengembangkan pola Kontrak Karya untuk menarik investasi asing. Pada tahun 1999 pemerintah mengeluarkan UU Kehutanan yang implentasinya melarang dilakukannya penambangan terbuka di kawasan hutan lindung. Hal ini mengakibatkan beberapa perusahaan pemegang Kontrak Karya tidak dapat beroperasi karena perubahan kebijakan tersebut. Dalam penulisan ini akan dijabarkan tentang pengertian Hutan dan Kawasan hutan, Pemanfaatan hutan, Pengelolaan hutan dan pembahasan mengenai permasalahan di sektor kehutanan dan sektor pertambangan. Serta analisa mengenai prosedur perolehan izin atas wilayah tambang umum dan dampak dari pengimplementasian UU No. 19 Tahun 2004 terhadap investasi sektor usaha pertambangan di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyani Sri Suhartuti
"Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa krisis yang melanda perekonomian Indonesia pada pertengahan tahun 1997, telah berpengaruh negatif terhadap kondisi makro ekonomi secara menyeluruh dan membawa Indonesia ke dalam keterpurukan. Bangsa Indonesia sangat tertinggal dibanding dengan bangsa-bangsa lain di Asia Tenggara dalam mengatasi krisis ekonomi tersebut. Hal ini tentu tidak terlepas dari pelaksanaan pembangunan ekonomi yang diaplikasikan oieh masing-masing negara. Salah satu pilar dari keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia adalah adanya pelaksanaan persaingan usaha yang sehat.
Salah satu sumbangan terbesar dalam kekacauan ekonomi di Indonesia adalah dikukuhkannya praktek monopoii secara membabi buta. Begitu dahsyatnya praktek ini, sampai-sampai tercipta integrasi vertikal dan horizontal yang dikoordinasikan secara mesra antara pengusaha dan penguasa. Banyak contoh praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat yang teljadi di Indonesia yang menghambat kemajuan pembangunan ekonomi, antara Iain adanya persekongkolan dalam berbagai hal, misalnya dalam penawaran tender (bid rigging), dalam penetapan harga (price fixing) dan dalam pembagian wilayah (market allocation).
Banyak pelaku usaha melakukan bisnis dengan melakukan persekongkolan (perjanjian kolusif) karena tidak sanggup menghadapi tantangan pasar. Perusahaan di banyak negara melihat dan menganggap kolusi sebagai memberi order pada pasar dan menghilangkan kompetisi yang sehat. Hal ini mempunyai dampak langsung dan negatif bagi konsumen. Mereka mengkonsumsi produk yang Iebih sedikit dan membayar Iebih untuk hal itu. Adanya kebijakan yang melarang persekongkolan/kolusi yang tegas akan membantu mencapai tujuan ekonomi yang Iebih luas yang pada akhirnya akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasar yang kompetitif dapat memperkuat perekonomian nasional, meningkatkan lapangan pekerjaan, dan membenkan dasar untuk standar hidup yang Iebih tinggi. Selain itu, persekongkolan/kolusi juga membahayakan karena menghilangkan kepercayaan publik dalam sistem pasar yang kompetitif.
Persekongkolan/kolusi merupakan salah satu bentuk persaingan yang dilarang oleh Undang-undang. Persekongkolan dapat dianggap sebagai konspirasi usaha. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 disebutkan bahwa persekongkolan adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkoi. Dengan adanya persekongkolan, para pihak yang terlibat sama-sama melakukan suatu tindakan untuk memperoleh hasil yang telah disepakati secara bersama-sarna pula, dan persekongkolan yang ditindak adalah price fixing (penetapan harga), bid rigging (persekongkolan tender), atau market allocation (pembagian pasar atau skema alokasi)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachru Riansyah
"Berdasarkan sejarah perkembangan lembaga Jaminan Fidusia, konstruksi penyerahan hak milik secara Constitutum Possessorium diadakan untuk memenuhi kebutuhan akan praktik penjaminan benda bergerak, di mana benda jaminan tetap ada dalam kekuasaan pemberi Jaminan Fidusia, karena dibutuhkan untuk kegiatan usaha pemberi Jaminan Fidusia. Lembaga Fidusia ini, dalam perkembangannya kemudian muncul sebagai lembaga jaminan yang juga berlaku bagi benda tidak bergerak. Pembebanan dan pendaftaran obyek Jaminan Fidusia menurut Undang-undang Nomor 42 Tabun 1999 tentang Jaminan Fidusia, studi di PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk, secara teoritis menimbulkan permasalahan dalam praktik. Beranjak dari hal itu, dipandang perlu dilakukan penelitian terutama berkenaan dengan upaya bank atas penolakan pendaftaran obyek Jaminan Fidusia, upaya bank atas penolakan roya sertifikat Jaminan Fidusia, serta tanggung jawab hukum pemberi Fidusia atas penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris, mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktik. Kemudian pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan informan, yang didasarkan pada suatu sistem atau daftar pertanyaan yang berstruktur yaitu mempergunakan pertanyaan yang terbuka. Terakhir analisis terhadap data yang diperoleh kerudian disusun secara sistematis, untuk selanjutnya menghasilkan data berbentuk evaluatif-analisis.
Hasil penelitian mengungkapkan, bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia, roya sertipikat Jaminan Fidusia dilakukan dengan pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh pihak bank, serta kewajiban pemberi Fidusia menyerahkan benda jaminan yang difidusiakan. Untuk mewujudkan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, disarankan adanya sosialisasi mengenai rang lingkup obyek Jaminan Fidusia, permohonan roya sertipikat Jaminan Fidusia dapat dijadikan klausul dalam akta Fidusia, serta monitoring secara teratur oleh kreditur dan laporan tiap waktu atas benda jaminan dari pemberi Fidusia dan persetujuan tertulis dari kreditur tentunya dapat dijadikan klausul dalam akta Fidusia."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabil M. Basyuni
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S24121
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>