Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141687 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jeska Daslita
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26252
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiah Salsabilla
"Perubahan iklim dapat memberikan dampak negatif terhadap penikmatan dari hak asasi manusia (HAM), salah satu hak yang dianggap paling signifikan terancam adalah hak untuk hidup. Hak untuk hidup merupakan non-derogable rights yang tidak dapat dikurangi pemenuhannya dalam keadaan apapun. Salah satu akibat dari perubahan iklim dapat dilihat melalui fenomena terpaksanya perpindahan manusia terhadap mereka yang disebut sebagai Environmentally-Displaced Persons (EDPs). Terlepas dari urgensi permasalahan ini, belum terdapat instrument hukum internasional yang dapat melindungi mereka. Namun, Human Rights Committee (HRC) memberikan peluang perlindungan terhadap para EDPs akibat perubahan iklim untuk tidak dikembalikan ke negara asalnya. HRC menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan salah satu ancaman yang paling mendesak dan serius serta dapat menghadapkan individu terhadap pelanggaran atas hak untuk hidup. Hal ini maka dapat memunculkan kewajiban bagi Negara untuk tidak mengembalikan mereka ke negara asal atau non-refoulement obligations. Walaupun demikian, terdapat komponen-komponen yang harus dipenuhi oleh EDPs akibat perubahan iklim untuk mendapatkan perlindungan tersebut, termasuk risiko yang ia hadapi haruslah nyata dan tidak dapat diperbaiki, serta bersifat pribadi. Pemenuhan komponen hak untuk hidup dalam konteks lingkungan ini dapat dilihat dalam kasus Ioane Teitiota v. New Zealand yang dianggap sebagai suatu landmark decision dalam perlindungan EDPs akibat perubahan iklim

Climate change can have a negative impact on the enjoyment of human rights, one of the rights that is considered to be the most significantly threatened is the right to life. The right to life is a non-derogable right which cannot be reduced under any circumstances. One of the consequences of climate change can be seen through the phenomenon of forced displacement of people against them which is called Environmentally-Displaced Persons (EDPs). Despite the urgency of this problem, there is no international legal instrument that can protect them. However, the Human Rights Committee (HRC) provides an opportunity to protect EDPs due to climate change from being returned to their countries of origin. The HRC states that climate change is one of the most urgent and serious threats and can expose individuals to violations of the right to life. This can then give rise to an obligation for the State not to return them to the country of origin or non-refoulement obligations. However, there are components that must be met by EDPs due to climate change in order to obtain such protection, including the risks that they face must be real and irreversible, as well as personal. The fulfillment of the right to life component in this environmental context can be seen in the case of Ioane Teitiota v. New Zealand that is considered as a landmark decision in protecting EDPs due to climate change."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : HuMa, 2010
346.046 75 HUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Ria Apriani
"ABSTRAK
Obyek studi dalam penelitian ini adalah status hukum dan perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing (tinjauan yuridis terhadap Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003). Dimana angka pengganguran yang semakin tinggi pada
zaman sekarang ini mengakibatkan banyaknya perusahaan mengunakan sistem outsourcing, sistem outsourcing ini sebenarnya sangat menguntungkan bagi perusahaan tetapi di satu sisi jelas merugikan bagi para pekerja outsourcing. Ini
dikarenakan outsourcing tidak dapat memberikan suatu status hukum yang jelas dan haI tersebut akan menimbulkan tidak adanya perlindungan hukum yang kuat bagi
pekerja outsourcing tersebut.
Tujuan Penelitian ini, untuk mendapatkan gambaran bagaimana status hukum para pekerja outsourcing tersebut sebenarnya dalam Undang - Undang nomor 13 Tahun 2003. selain itu yang panting bagaimana perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing tersebut jika ditinjau dari Undang - Undang nomor 13 Tahun 2003.
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode yuridis normatif. Sehingga data yang diperoleh dalam penelitian ini mengacu pada peraturan perundang undangan, terutama dalam Undang - Undang Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2001
Melalui penelitian yang mendalam dan sangat teliti, peneliti mendapatkan hasil, bahwa para pekerja outsourcing tersebut status hukumya disamakan dengan para pekerja waktu tertentu, dmana para pekerja outsourcing dipekerjakan berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), yang jangka waktu kerja ditetapkan oleh perusahaan dan disepakati oleh perusahaan penyedia jasa kerja dengan perusahaan penyewa. Perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing juga disamakan dengan perlindungan pekerja waktu tertentu, tetapi realita yang ada perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing tidak berjalan sesuai dengan perundang-undangan yangberlaku. SaIah satunya banyak perusahaan penyedia jasa yang tidak memilki status hukum yang jelas. sehingga sangat menyulitkan para pekerja outsourcing untuk meminta perlindungan hukum jika adanya permasalahan dalam perjanjian kerja mereka dengan perusahaan penyewa. Para pekerja outsourcing dikarenakan mereka bekerja berdasarkan PKWT maka jaminan perlindungan mereka di masa akan mendatang juga tidak terpenuhi, dan pemerintah tidak bisa memberikan perlindungan hukum yang pasti karena belum adanya peraturan perundang - undangan yang jelas mengatur tentang sistem outsourcing tersebut.
Secara demikian, maka dapat disimpulkan, bahwa status hukum dan perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing belum jelas, sehingga menimbulkan banyaknya kerugian bagi generasi muda pekerja pada zaman modern sekarang ini, tetapi para pekerja tersebut tidak dapat banyak berbuat apa-apa hal tersebut dikarenakan banyaknya angka pengganguran dan sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada. Sehingga pemerintahlah yang mempunyai tanggung jawab besar dalam menyelesaikan permasalahan pengganguran yang semakin hari semakin meningkat dan pemerintah jugalah yang seharusnya memberikan suatu kebijakan terhadap sistem outsourcing tersebut agar sistem ini tidak merugikan baik bagi para pekerja maupun bagi perusahaan."
2007
T19319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Deni Bram, 1984-
"Legal aspects of mitigation and prevention of climate change in Indonesia."
Malang: Setara Press, 2016
344.046 DEN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Permatasari
"Indonesia merupakan negara penghasil minyak nabati terbesar di dunia, lewat produksi minyak kelapa sawit. Meskipun sudah berkontribusi secara positif dalam menghasilkan devisa bagi Indonesia, komoditas kelapa sawit kerap kali terindikasi menerima diskriminasi dari negara konsumen yakni Uni Eropa, Inggris dan Swiss, yang menetapkam peraturan untuk memenuhi komitmen perubahan iklim di bawah peraturan UNFCCC. Di sisi lain, kegiatan produksi minyak kelapa sawit Indonesia, walau sudah diatur dalam rangkaian peraturan dan kebijakan, masih memerlukan perbaikan terutama dalam penegakkan hukum dan tata kelola hutan dan lahan. Perjanjian WTO sebagai peraturan internasional memperbolehkan adanya proteksi lingkungan yang tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang dan diskriminatif atau melalui pembatasan yang terselubung. Untuk itu, perlu dibuat sebuah kesepakatan yang dapat menyeimbangkan komitmen perubahan iklim dan perdagangan internasional untuk kelapa sawit berkelanjutan melalui beberapa forum baik bilateral maupun regional.

Indonesia is the largest vegetable oil producer in the world, through the production of palm oil. Although it has contributed positively in generating foreign exchange for Indonesia, palm oil is often indicated to be discriminated against from consumer countries, namely the European Union, the United Kingdom and Switzerland, which set regulations to fulfill climate change commitments under the UNFCCC law. On the other hand, Indonesia's palm oil production activities, although already regulated in a series of regulations and policies, still need improvement, especially in law enforcement and forest and land governance. The WTO agreement as an international regulation allows for environmental protection that should not be carried out arbitrarily, discriminatory or through a disguise restriction. For this reason, it is necessary to make an agreement that can balance climate change commitments and international trade for sustainable palm oil through several bilateral and regional forums."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rizki Kusumastuti
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S26078
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>