Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Ketut Kusuma Wardhana
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Christin Novalia
"Perjanjian jual beli wajib dilakukan oleh pihak yang berwewenang agar perjanjian tersebut sah dan tidak batal demi hukum. Saat melaksanakan suatu proses peralihan hak atas tanah dengan jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak penjual maupun pihak pembeli agar dapat dilaksanakannya penandatanganan Akta Jual Beli (AJB). Selain syarat terang dan tunai, harus terpenuhi 4 (empat) syarat sah lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini merupakan adanya pemalsuan identitas yang dilakukan pada saat proses penjualan jual beli tanah, adapun kasus yang diangkat diambil dari Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1076 K/Pdt/2020. Dalam kasus ini, yang datang menghadap saat dilakukannya jual beli bukan merupakan pemilik yang sebenarnya, melainkan hanya mengaku-ngaku sebagai pemilik tanah dengan menggunakan berkas-berkas identitas yang dipalsukan. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan bentuk penelitian yuridis normatif terhadap data sekunder dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil analisa dari penelitian ini adalah Akta Jual Beli yang mengandung pemalsuan identitas batal demi hukum sehingga dianggap tidak pernah terjadi dan kepemilikan objek jual beli tidak beralih; dan pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1076 K/Pdt/2020 kurang tepat. Hal ini karena pertimbangan Majelis Hakim tidak mempertimbangkan syarat-syarat sah perjanjian yang telah dilanggar.

The sale and purchase agreement must be carried out by the authorized party so that the agreement is valid and not null and void by law. When carrying out a process of transferring land rights by buying and selling before the Land Deed Making Officer, there are obligations that must be fulfilled by both the seller and the buyer to be able to sign the deed of purchasing. In the society, sale and purchase of land and building transactions is held publicly and cased based, other than that, there are 4 (four) other requirements of a legal agreement under Article 1320 of the Civil Code. The problem raised in this study is the existence of identity falsification carried out during the process of selling and buying land, while the case raised was taken from the Supreme Court of the Republic of Indonesia Decision Number 1076 K/Pdt/2020. The problem raised in this study is the existence of identity falsification carried out during the process of selling and buying land, while the case raised was taken from the Putusan Mahkamah Agung Indonesia Number 1076 K/Pdt/2020. In this case, the sale and purchase deed by PPAT was made with the presence of the seller claiming to be the owner of the land that was then been discovered that the party are falsifying all the personal data required. In answering these problems, a normative juridical research form is used on secondary data with the type of explanatory research. The output of this study is that are the Sale and Purchase Deed which contains identity falsification, null and void so that it is considered never to have occurred and the ownership of the object of sale and purchase does not change; not only that, the consideration of the Panel of Judges in the Supreme Court's Decision Number 1076 K/Pdt/2020 is also not right. This is because the considerations do not take into account the legal terms of the agreement that have been violated."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Jayaputeri
"Saksi menurut Pasal 164 HIR semestinya melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum. Namun dalam kenyataannya, saksi yang tidak melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa hukum dapat memberikan kesaksian di hadapan pengadilan dan diterima kesaksiannya oleh majelis hakim. Dalam kenyataannya, saksi yang tidak mengalami, melihat, mendengar secara langsung dalam putusan a quo dibenarkan sebagai alat bukti saksi yang meyakini hakim bahwa transaksi jual beli tanah telah dilakukan hingga menimbulkan pertanyaan tentang pemenuhan asas terang dan tunai sebagai persyaratan jual beli tanah. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, penelitian dilakukan dengan mengkaji kedudukan saksi perkara jual beli tanah untuk mengetahui hak dan kewajiban saksi serta menganalisa fungsi saksi guna memenuhi asas terang dan tunai dalam jual beli tanah, serta mengapa hakim perkara a quo tidak mempertimbangkan menghadirkan saksi instrumenter dalam proses pembuktian. Hasil penelitian menghasilkan bahwa kedudukan Saksi TY dalam proses pembuktian jual beli tanah perkara a quo adalah permulaan pembuktian saja. Saksi TY dalam kapasitasnya memberi kesaksian memiliki hak dan kewajiban sebagai saksi. Diketahui juga bahwa belum ada ketentuan mengenai unsur yang harus dicapai asas terang dan tunai dalam jual beli tanah sesuai hukum tanah nasional. Namun, dapat diketahui bahwa sekurang-kurangnya sifat kontan/terang dalam hukum adat mengandung pengertian bahwa suatu perbuatan itu nyata, suatu perbuatan itu simbolis, suatu perbuatan itu telah selesai seketika itu juga. Dalam kasus a quo, AJB 45/2021 dibuat di hadapan notaris/PPAT HH, S.H. telah memenuhi unsur kontan, di mana perbuatannya nyata dilaksanakan di hadapan pejabat umum. Asas tunai yang diformulasikan dari prinsip konkret atau visual tidak terpenuhi dalam perkara a quo karena hubungan jual beli tidak dapat dianggap terjadi karena tidak ada ikatan yang dapat dilihat atau alat bukti tertulisnya, walaupun ada saksi YT yang menyatakan bahwa dirinya hanya mengantarkan sekretaris Tn. JK ke notaris dengan membawa uang Rp700.000.000,- untuk penyerahan uang tanpa alasan-alasan lebih lanjut. Majelis hakim gagal untuk mengidentifikasi bahwa terdapat saksi akta dalam AJB 45/2015 yang seharusnya menyaksikan pembuatan AJB 45/2015 yang menyatakan kepada siapa uang tersebut diserahkan.

Witnesses according to Article 164 HIR should see, hear and experience a legal event themselves. However, in reality, witnesses who have not seen, heard or experienced a legal event themselves can testify before the court and have their testimony accepted by the panel of judges. In reality, witnesses who have not experienced, seen or heard directly in the said case are justified as evidence for witnesses who believe the judge that a land sale and purchase transaction has been carried out, raising questions about the fulfillment of the principle of light and cash. as a condition of buying and selling land. By using doctrinal research methods, research is conducted by examining the position of the witness in a land sale and purchase case is to find out the rights and obligations of the witness and to analyze the function of the witness in order to fulfill the principles of light and cash in land buying and selling, and in this case why the judge in the said case did not consider presenting an instrumental witness in the evidentiary process. The results of the research show that the position of Witness TY in the process of proving the sale and purchase of land in the a quo case is just the beginning of proof. Witness TY in his capacity to testify has rights and obligations as a witness. It is also known that there are no provisions regarding the elements that must be achieved when applying the clear and cash principles in a land sale and purchase in accordance with national land law. However, it can be seen that at least the direct/bright character in customary law implies that an action is real, an action is symbolic, an action is completed instantly. In the a quo case, AJB 45/2021 was made before a notary/PPAT HH, S.H. has fulfilled the cash element, in which the actual action was carried out before a public official. The principle of cash, which was formulated from concrete or visual principles, was not fulfilled in the a quo case because the sale and purchase relationship could not be assumed to have taken place because there were no visible ties or written evidence, even though there was witness YT who stated that he only accompanied Mr. JK to the notary with Rp. 700,000,000 to hand-over the money without further reasons. The panel of judges failed to identify that there were deed witnesses in AJB 45/2015 who should have witnessed the making of AJB 45/2015 which stated to whom the money was handed over."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasya Triastutie Putri Suandi
"Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1898 K/Pdt/2022 diajukannya pembatalan terhadap Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013. Perjanjian tersebut memuat kesepakatan untuk melakukan jual beli tanah secara pura-pura berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3611/Nagari Lima Kaum. Penelitian ini menganalisis kekuatan hukum Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 sebagai perjanjian simulasi dan menjadi dasar pembuatan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 dan penelitian ini menganalisis pertimbangan Majelis Hakim dalam menilai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 apabila dikaitkan dengan sistem pembuktian hukum perdata serta prosedur peralihan hak atas tanah. Penelitian menggunakan jenis penelitian doktrinal mengacu kepada peraturan perundang-undangan. Untuk menjawab kedua rumusan masalah menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan berupa data deskriptif analitis. Simpulan pada penelitian ini Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 merupakan perjanjian simulasi yang termasuk ke dalam jenis simulasi absolut dimana yang mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum. Mengenai keabsahan Akta Jual Beli Nomor 02/2014 yang didasari atas Perjanjian tanggal 23 Desember 2013 melalui pertimbangannya Majelis Hakim berpendapat Akta Jual Beli tetap berlaku sah dikarenakan telah dibuatnya akta otentik dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sehingga para pihak tidak dapat mendalilkan perbuatan jual beli dilakukan secara pura-pura.

Supreme Court Decision Number 1898 K/Pdt/2022 cancellation the Deed of Sale and Purchase Number 02/2014 was proposed based on Agreement dated December 23, 2013. The agreement contained to buy and sell land on a mock basis based on the Certificate of Property Rights Number 3611/ Nagari Lima Kaum. This study analyzes legal force of the Agreement dated December 23, 2013 as a simulation agreement and became the basis for making the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 and this study analyzes the considerations of the Panel of Judges in assessing the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 when it is linked to the civil law evidentiary system and procedures transfer of land rights. Using doctrinal research that refers to laws and regulations. To answer the two problems using secondary data obtained from literature studies then analyzed qualitatively and conclusions were drawn in the form of analytical descriptive data. The conclusions is Agreement dated December 23, 2013 is a simulation type of absolute which results in the agreement being null and void. Regarding the validity of the Sale and Purchase Deed Number 02/2014 based on the Agreement dated December 23, 2013 through its considerations the Judges of the opinion that the Sale and Purchase Deed remained valid because an authentic deed had been made before the Land Deed Making Official so that the parties could not argue that the sale and purchase was carried out in a pretense temple."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Endang Swarni
"Penulisan tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian adalah preskriptif analitis, pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang jadi pokok permasalahan adalah bagaimanakah jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande tersebut dapat dikatakan telah memenuhi syarat jual beli; bagaimana akta jual beli tersebut dapat disebut sebagai cacat yuridis sehingga dibatalkan oleh pengadilan dan bagaimanakah pertanggungjawaban PPAT terhadap akta jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande yang cacat hukum. Peralihan hak atas tanah karena jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, oleh karena itu akta jual beli merupakan akta otentik yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat akan tetapi akta PPAT tersebut masih dapat dibatalkan oleh pengadilan apabila perbuatan hukum yang dituangkan dalam akta tersebut mengandung cacat yuridis yang disebabkan dalam proses pembuatannya terdapat unsur melawan hukum yang membawa kerugian bagi pihak lain. Dalam hal ini jual beli hak atas tanah menjadi batal disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat materiil dalam pelaksanaan jual beli yaitu penjual bukanlah orang yang berhak menjual maka jual beli hak atas tanah tersebut menjadi batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah terjadi jual beli. Kebatalan akta karena adanya cacat juridis disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat subyektif dalam perjanjian yaitu adanya cacat kehendak dalam membuat kesepakatan seperti adanya kekhilafan/kesesatan (dwaling), adanya paksaan (dwang) dan adanya penipuan (bedrog). PPAT dalam pembuatan aktanya mempunyai tanggung jawab baik perdata, pidana maupun secara etika dan moral. Hasil penelitian dalam sengketa yang menyebabkan kebatalan akta jual beli no. 8/Cikande adalah adanya penipuan dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli yang dilakukan para penghadap yaitu pemalsuan identitas pemegang hak atas tanah yang sah. PPAT dalam proses pembuatan akta hanya mengkonstatir apa yang para penghadap inginkan, bila terbukti PPAT hanya menjalankan jabatannya sesuai dengan prosedur perundang-undangan dengan demikian berlakulah pasal 50 dan 51 KUHPidana kepadanya.

Writing of this thesis used judicial normative method, research of specification was prescriptive analysis, for collecting data used library research with secondary data. The main of problems are how buying and selling land of rights number 8/Cikande can fulfill requirement of buying and selling, how deed of sale called as disability law which had been cancelled by court and how responsibility of PPAT toward deed of sale land of rights number 8/Cikande which as disability law. The transition of land rights because of buying and selling only can be registered if can be proved with deed which made by authorized PPAT, therefore deed of sale constitute of authentic deed which had perfect verification strength value and binding but the deed can be cancelled by court therefore legal act can be occur in the deed contain disability of law that caused in process made of deed had substance unlawful law that gave loss to other side. In this case the nullification buying and selling land of rights is caused by who didn’t have the authority to sell in the material requirement buying and selling which caused of from the beginning the transaction never happened. The nullification deed caused disability law not fulfill the requirement subjective in the agreement there are any willing disability in the agreement like digression (dwaling), compulsion (dwang) and fraud (bedrog). PPAT in deed have a responsibility of private law, criminal law, as well as ethical and moral. Responsible of PPAT in this case was responsible of private law there is unlawful made by PPAT which raises of loss by litigants caused of issued deed of sale number 57/2003. As a public official who make deed can not be punished even though do unlawful in process the deed caused that PPAT only doing what parties wanting and implementation refer to process regulation order Article 50 and article 51 KUHPidana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Felany Wijaya
"Tesis ini membahas mengenai Peran Kepala Desa Dalam Akta Jual Beli Tanah Yang belum berstifikat di Daerah Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
Tesis ini membahas lingkup praktek jual beli tanah dan kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Selain itu juga tesis ini menganalisa praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat dan peran kepala desa di daerah Kabupaten Bogor sebagai saksi dalam akta Jual Beli tanah yang belum bersertifikat.
Kewenangan kepala desa dalam saksi terhadap tanah yang belum bersertifikat memang dijamin oleh Undang-Undang, namun Undang-undang yang dimulai dari tingkat nasional sampai dengan daerah tidak membahas secara rinci mengenai kewenangan seorang kepala desa. Sejarah kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli bagi tanah yang belum bersertifikat di mulai ketika diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Semua peraturan tersebut sampai peraturan tingkat terendah pun tidak menjelaskan secara rinci mengenai peran Kepala Desa dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat.
Posisi hukum semacam ini tentu berindikasi lahirnya suatu masalah yang akan berakibat pada sengketa suatu lahan. Pemerintah dalam hal ini selaku pihak yang paling berwenang membuat peraturan perundang-undangan yang berlaku harus peka dan tanggap untuk membuat regulasi yang lebih rinci mengenai peran Kepala Desa sehingga peran kepala desa dalam menandatangani akta bagi tanah yang belum bersertifikat mendapat posisi yang jelas.

This thesis discusses the role of village head in the Sale and Purchase Agreements Land yet berstifikat in Bogor regency. This research is a kind of normative legal research with the descriptive nature of the research to get an overview of the practice of buying and selling land that has not been certified in Bogor regency. Form of research is prescriptive by using secondary data sources consisting of primary legal materials, secondary and tertiary.
This thesis discusses the scope of practice of buying and selling land and authority of the village head as a witness in a deed of sale of land that has not been certified in Bogor regency. In addition, this thesis analyzes the practice of buying and selling land that has not been certified and the role of village head in Bogor regency as a witness in the Sale and Purchase of land deed has not been certified.
Authority of the village chief witness against the land that has not been certified is guaranteed by the Act, but the Act which starts from the national to the local level does not go into detail about the authority of the village head. Historical authority of the head of the village as a witness in a deed of sale for the land that has not been certified in starts when the enactment of Government Regulation No. 10 of 1961 on Land Registration subsequently been replaced by Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration. All of these regulations to the lowest level of regulation did not explain in detail about the role of village head in the deed of sale of land that has not been certified.
Such legal position would indicate the birth of an issue that would result in a land dispute. Government in this regard as the most competent to make laws and regulations that apply must be sensitive and responsive to make a more detailed regulations regarding the role of the village head so that the role of village chiefs in signing the deed for the land that has not been certified got a clear position.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadani Arifin
"Penelitian ini membahas keabsahan akta jual beli dibawah tangan dan proses pendaftaran tanah yang berkaitan dengan pesertipikatan tanah. Jual beli hak atas tanah merupakan salah satu cara peralihan hak atas tanah dalam masyarakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah keabsahan akta jual beli dibawah tangan atas benda tidak bergerak dan proses penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang. Metode penelitan tesis ini berbentuk yuridis normatif, menggunakan studi dokumen berupa penelusuran terhadap data sekunder. Analisis dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa perjanjian jual beli hak atas tanah dengan akta dibawah tangan adalah sah, walaupun tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang dengan dilaksanakannya pengurusan penerbitan sertipikat pengganti hak atas tanah yang hilang ke Kantor Pertanahan dengan mengajukan permohonan dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

The research discusses the validity of the underhand sale and purchase deed and the land registration process related to land certification. The sale and purchase of land rights is one way of transferring land rights in the community. The problem in this research is the validity of the underhand sale and purchase deed of immovable objects and the process of issuing certificates to replace lost land rights. This thesis research method is in the form of normative juridical, using document study in the form of tracing of secondary data. The analysis was carried out with a qualitative approach. The results of the research reveal that the sale and purchase agreement of land rights with underhand deeds is legal, although it does not have strong evidentiary power and the issuance of certificates to replace land rights lost is carried out by carrying out the issuance of certificates to replace lost land rights to the Land Office by filing application and refers to the laws and regulations that govern it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosely Damayanti
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dinyatakan bahwa untuk menjamin
kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk mendapatkan alat bukti
berupa sertipikat agar pemegang hak atas tanah tersebut memiliki bukti yang kuat
atas tanah yang dimilikinya dan mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan
hak mereka atas tanah tersebut. Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan ternyata
berbeda, terbukti dari adanya kasus sengketa tanah dalam tesis ini dimana 253
(dua ratus lima puluh tiga) pemegang sertipikat Hak Milik atas tanah bekas tanah
partikelir mendapatkan gugatan dari pihak yang merasa sebagai pemegang hak
atas tanah yang sah. Sistem publikasi di Indonesia yang menganut sistem
publikasi negatif yang mengandung unsur positif dan sertipikat yang mempunyai
dua sisi yaitu sebagai bukti kepemilikan dan sebagai bentuk keputusan yang
bersifat penetapan, membuat para pemegang sertipikat hak atas tanah senantiasa
akan memperoleh kemungkinan untuk digugat berkenaan dengan keabsahan
tersebut. Dengan demikian perlu dilakukan penerapan lembaga rechtsverwerking
dalam sistem peradilan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (2)
PP 24/1997 sebagai salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut.

ABSTRACT
Pursuant to Article 19 paragraph (1) of Law No. 5 of 1960 concerning Basic
Agrarian Law is stated that in order to ensure legal certainty, the government hold
land registration throughout the territory of the Republic of Indonesia in
accordance with the provisions stipulated by Government Regulation.
Government Regulation No. 24 of 1997 stated that the land registration aims to
obtain a certificate that evidences the holder of the rights to the land have strong
evidence on the land that he has and get legal certainty and the protection of their
rights to the land. In fact, as evidenced by the presence of land disputes in this
thesis in which 253 ( two hundred and fifty three ) the holder of the certificate of
land freehold ex-private land to get a lawsuit from those who feel as holders of
legal rights to the land. Publication system in the Indonesia which adopts the
negative publicity that contains positive elements and a certificate that has two
sides those are as a proof of ownership and as a form of decision which is the
determination, making the certificate holders of land rights will always obtain the
possibility to be sued in respect of the validity. Hence, rechtsverwerking
institutions as stipulated in Article 32 paragraph (2) Regulation 24/1997 should be
applied in the justice system in Indonesia as a way to overcome it"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Maghfirah
"Jual beli tanah adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan cara pemindahan hak dengan bersamaan dengan pelunasan atau pembayaran harga sebagaimana telah disepakti dalam perjanjian. Dalam hal ini jual beli tanah dilaksanakan tanpa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau dilaksanakan secara dibawah tangan, dengan pembuktian atas perjanjian jual beli dibawah tangan tersebut yakni selembar kuitansi pembayaran. Pelaksaan jual beli dibawah tangan ini didasari atas dasar kepercayaan para pihak untuk mengikatkan dirinya kepada suatu perjanjian jual beli, namun hal tersebut memunculkan dampak di mana salah satunya pada saat akan dilaksanakan proses pencatatan peralihan hak atas tanah Penjual sudah tidak lagi berada di alamat rumah tinggalnya dan saat Pembeli mencari keberadaannya namun keberadaan Penjual saat ini tidak diketahui secara jelas dan pasti, hal inilah yang menyebabkan Pembeli kesulitan untuk memproses pendaftaran hak atas tanah yang ia beli karena jual beli dibawah tangan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan sempurna seperti halnya AJB yang dibuat oleh PPAT. Adapun permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi pembeli pada Putusan Nomor 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp dan proses pencatatan peralihan hak tanah atas Sertipikat Hak Milik Nomor 32/Mulyadadi pada Putusan Nomor 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan dari data sekunder. Adapun tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatoris. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan studi dokumen dan wawancara Narasumber yaitu Bapak Djoko Sutrisno, selaku Seksi Bagian Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Cilacap. Hasil analisa dari penelitian ini adalah dalam proses pembuatan AJB PPAT sebagaimana kasus ini Pembeli dapat bertindak sekaligus dalam 2 (dua) kapasitas, hal ini dimungkinkan karena dikeluarkannya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Mekanisme pencatatan kepemilikan atas Sertipikat Hak Milik Nomor 32/Mulyadadi yang dilakukan dibawah tangan ini, dapat diproses setelah dikeluarkannya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap yakni dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Saran dari penelitian ini perlu adanya kesadaran bagi masyarakat untuk melaksanakan jual beli sebagaimana ketentuan yang berlaku sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang.

The sale and purchase of land is a legal action carried out by transferring rights simultaneously with settlement or payment of the price as agreed in the agreement. In this case, the sale and purchase of land are carried out without the presence of the Land Deed Making Official (PPAT) or carried out under the hands, with proof of the sale and purchase agreement under the hand, namely a payment receipt. The implementation of this underhand sale and purchase is based on the trust of the parties to bind themselves to a sale and purchase agreement, but this has an impact where one of them is when the process of recording the transfer of land rights will be carried out. The seller is no longer at his residential address. and when the Buyer searches for his whereabouts but the current whereabouts of the Seller are not clearly and definitely know, this is what causes the Buyer to find it difficult to process the registration of the land rights he bought because the buying and selling under the hands do not have strong and perfect proof power like AJB which made by PPAT. The problem that the author raises in this research is regarding legal protection for buyers in Decision Number 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp and the process of recording the transfer of land rights to the Certificate of Ownership Number 32/Mulyadadi in Decision Number 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp. To be able to answer these problems using normative juridical research methods carried out by tracing materials from secondary data. The typology of research used is explanatory research. Data collection methods used to obtain data are document studies and interviews with the resource person Mr. Djoko Sutrisno, in the Section for the Determination of Rights and Land Registration at the Cilacap Regency Land Office. The results of the analysis of this study are in the process of making AJB before PPAT as in this case the Buyer can act simultaneously in 2 (two) capacities, this is possible because of the issuance of court decisions which have permanent legal force. The mechanism for recording ownership of the Certificate of Ownership Number 32/Mulyadadi which is carried out privately, can be processed after the issuance of a court decision that has permanent legal force, namely within 30 (thirty) days. Suggestions from this research need to be aware for the public to carry out buying and selling according to applicable regulations so as to minimize unwanted things in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samantha Rachmanandyta
"PPAT sebagai pejabat yang tanda tangannya menimbulkan terjadinya peralihan hak, seyogianya ia bertindak penuh kecermatan/kehati-hatian dalam merealisasikan tugas jabatannya. Sebagai pejabat yang berkompeten membuat akta di bidang pertanahan, PPAT harus melaksanakan tugas jabatan selaras dengan Peraturan Jabatan PPAT. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui cara menyelesaikan masalah akta yang dibuat oleh PPAT yang tidak hati-hati akibat penjual beritikad tidak baik. Kedua, untuk mengetahui akta jual beli tanah yang dibuat oleh PPAT secara tidak hati-hati akibat penjual beritikad tidak baik tidak terjadi lagi terkait putusan Nomor : 111/PDT.G/2020/PN.JKT.TIM.  Bentuk penelitian ini merupakan penelitian doktrinal atau legal Research. Hasil Penelitian menunjukkan: (1) Cara menyelesaikan masalah akta jual beli yang dibuat oleh PPAT yang tidak hati-hati akibat penjual beritikad tidak baik yaitu kepada PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif, sanksi keperdataan dan sanksi pidana. (2) Cara agar tidak terjadi lagi pembuatan akta jual beli tanah oleh PPAT secara tidak hati-hati, maka perlu adanya penegakan hukum yang tegas, transparan dan konsekuen tanpa pandang bulu, sebagaimana teori sistem hukum (three elements law system) perspektif  Lawrence M. Friedman yang menyatakan bahwa sistem hukum terdiri dari tiga elemen, yaitu elemen struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture)

As an official whose signature is capable of causing a transfer of rights, PPAT should act with great care/prudence in realizing the duties of his position. As an official authorized to make a deed in the land sector, the PPAT must carry out his duties in line with the PPAT Position Regulations. As the formulation of the problem is: What are the legal consequences for PPAT who make a sale and purchase deed inaccurately? How the position of the sale and purchase deed was made where the seller has bad intentions as decision PN East Jakarta No. 111/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Tim)? The form of this research is normative or doctrinal juridical research or legal research. The results showed: (1) How to resolve the problem of a sale and purchase deed made by a PPAT that is not careful due to the seller having bad intentions, namely that the PPAT can be subject to administrative sanctions, civil sanctions and criminal sanctions. (2) The way to prevent the creation of land sale and purchase deeds by PPATs without being careful is the need for strict, transparent and consistent law enforcement without discrimination, as stated in the three elements law system theory from Lawrence M. Friedman's perspective that the legal system consists of three elements, namely structure, substance and legal culture."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>