Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105227 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiman Soedarsono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita Assamadi
"Pembiayaan merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Salah satu sumber dana untuk pembiayaan tersebut, yang sejak beberapa tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan, adalah kredit perbankan. Kredit yang selektif dan terarah akan dapat menunjang terlaksananya pembangunan suatu negara yang bermanfaat bagi masyarakat. Mengingat pentingnya hubungan bank dengan nasabah dalam pemberian kreditnya, sangat diperlukan adanya suatu perjanjian kredit. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan adanya wanprestasi, dimana pihak debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan uang pinjaman yang telah diberikan oleh pihak kreditur (bank). Selain memperhatikan faktor kelayakan usaha nasabahnya, pihak perbankan sering mempersyaratkan ketersediaan jaminan atau agunan tambahan. Bentuk jaminan ini biasanya bersifat fisik, baik berupa benda tetap maupun benda bergerak. Jaminan ini biasanya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan lebih tinggi daripada besarnya nilai kredit kepada calon nasabah, serta mudah diuangkan. Dengan semakin ketatnya persaingan antar bank, terutama sejak deregulasi perbankan, menjadikan bank kurang memperhatikan kualitas pinjaman yang diberikannya sehingga sering mengabaikan proses penilaian kredit yang layak. Kredit macet menjadi ancaman serius bagi tingkat kesehatan bank. Bank BNI sebagai salah satu bank pemerintah juga Clapat mengalami kondisi kredit macet, baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal tersebut khususnya merupakan manajemen dan sumber daya manusianya Sedangkan faktor ekstemal berkaitan dengan Suku bunga pinjaman. belum adanya standarisasi bentuk dan isi perjanjian kredit (aspek hukum) dan perilaku debitur. Dalam hal teqebut, Bank BNI melakukan langkah-langkah pemecahan kredit yang bermasalah sesuai dengan kolektibilitas kreditnya yang berupa kurang lancar, diragukan dan macet. Penyelesaian yang dilakukan oleh Bank BNI dilaksanakan melalui tiga tahap. Tahap pertama dilakukan dengan pendekatan persuasif seperti surat teguran. melunasi menjual sendiri barang jaminan, dan rescheduling. Tahap kedua dilakukan dengan tekanan/ancaman psikologis seperti dengan peringatan tertulis disertai ancaman eksekusi melalui pengadilan negeri dan somasi melalui pengadilan. Tahap ketiga dilakukan dengan eksekusi terhadap jaminan apabila pertama atau tahap kedua tidak membawa hasil. Khusus terhadap hipotik, eksekusi tersebut dilakukan dengan menggunakan grosse akta dimana grosse akta itu sendiri mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal ini menunjukkan bahwa Pengadilan Negeri wajib menjalankan eksekusi atas setiap grosse akta yang diajukan padanya sehingga tidak ada kewenangan baginya untuk menilai kelayakan grosse akta yang diajukan padanya Akan tetapi pendapat tersebut dibantah oleh Mahkamah Agung yang mengatakan bahwa Ketua Pengadilan Negeri mempunyai kewenangan untuk menilai sah atau tidaknya grosse akta tersebut. Dengan ketiga tahap tersebut, Bank BNI dapat menekan risiko kerugian karena adanya kredit macet tersebut. Bagaimanapun, untuk menekan kemungkinan terjadinya kredit macet, diperlukan kehati-hatian dan keprofesionalan bank dalam mendisain, menilai dan mengevaluasi kreditnya. Hal ini perlu didukung pula dengan adanya keseragaman atau standarisasi perjanjian kredit dan penyelesaian dualisme dalam grosse akta Pada akhirnya, mengingat pentingnya peranan kredit perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka perlindungan terhadap perbankan perlu mendapat perhatian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boangmanalu, Sihol
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dasrizal
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S20306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yossylinda S. Rusli
"ABSTRAK
Dalam melaksanakan azas pemerataan seperti yang tercantum didalam GBHN (Tap No. IV/1IR/ 1978), untuk pelaksanaannya diperkan suatu dana dalam bentuk kredit yang disalurkan oleh bank bank pemerintah maupun swasta. perjanjian kredit merupakan dasar hukum dalam pemberian kredit dan untuk pengamanan bagi kredit yang disalurkan tersebut dikuatkan dengan adanya jarninan berupa barang-barang bergerak dan tidak bergerak. Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok (innominat) yang dilengkapi dengan perjanjian lainnya yang bersifat accesoir yaitu perjanjian mengenai jaminan. Perjanjian kredit tunduk pada ketentuan umum Perjanjian yang diatur didalam KUH Perdata, menganut sistem terbuka dimana para pihak bebas mencantumkan apa saja yang diinginkan sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Karena azas terbuka tersebut maka terbuka kemungkinan lain yang diatur oleh KUH Perdata dan itulah sebabnya ingin disoroti jaminan apa, pengikatan macam apa dan proseclure bagaimana yang ditempuh para pihak dalam suatu pemberian kredit. Dasar hukum perjanjian kredit ialah UUP 1967 30. pasal 1754 KUH Perdata. pada hakekatnya jaminan kredit yang pertama adalah icepercayaan, agar kepercayaan ini terwujud bila perjanjian tidak dilaksanakàn semestinya maka diperlukan jaminan dalam bentuk jaminan umum berdasarkan pasal 1131 KUH Perdata dan jaminan khusus didasarican pada pasal 24 UUF 1967 yang dalam prakteknya di Bank Dagang Negara terdiri atas jaminan utama dan jaminan tambahan, juga dalam praktek eksekusi langsung atas jaminan tidak pernah dilakukan oleh bank dalam hal debitur wanprestasi. Eksekusi jaminan harus melalui PIJFN yang mana prosesnya lama dan biayanya mahal, sebaiknya dialihkan pada pengadilan perdata atau lebih baik lagi oleh bank sendiri deini menogakkan wibawa hukum. Selain itu perlu dipikirkan pembentukan peraturan mengenai jaminan yang bersifat unifikasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Syarifuddin Halomoan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas masalah meningkatnya jumlah kredit macet/diragukan pada bank-bank umum Pemerintah dalam tahun 1983 sampai dengan akhir tahun 1986 yaitu 3,4 %; 5,2 %; 5,7 %, 6,1 % dari jumlah kredit yang dikeluarkan, dan juga mengungkapkan penurunan likwiditas bank dari 19,01 % akhir tahun 1984, 15,21 0/ 10 pada akhir tahun - 1985 dan 14,21 % pada akhir tahun 1986. Penulis juga membahas sebab-sebab timbulnya kredit macet bank yang dibagi atas sebab keadaan nemaksa (on macht) dan sebab disengaja (on will), juga membahas hambatan-hambatan dalam mencegah timbulnya kredit macet/diragukan yang mcmbaginya dalam sebab intern bank dan sebab ekstern bank. Dalam mencegah timlnya kredit macet bank juga telah berinisiatif - menanggulangi kredit yang diragukan sebelum diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara misalnya dengan melakukan penjadwalan kembali (rescheduling), atau memberikan penyuntikan/penyelamatan kredit (reconditioning/rescuing credit), atau dengan mengambil alih manajemen perusahaan dengan diikuti penyertaan equity, atau dengan melaksanakan novasi. Penulis juga mengungkapkan sebab-sebab relatif rendahnya (dibawah 15% dari kredit yang dilimpahkan setiap tahun) dan lambatnya pengurusan kredit macet oleh PUPN/jjUPN yaitu dene;an rnenguraikan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh PUPN/BUPN. dalam melaksanakan proses pengurusan antara lain kelemahan manajemen, mental oknum/pegawai tertentu, hambatan dari aspek hukum. Penulis juga membahas existensi pengurusan kredit macet bank Pemerintah oleh Panitia Urusan Piutang Negara yang berdasarkan Undang-Undang No. 49/Prp./Tahun 1960. un tuk mengurangi atau menekan jumlah kredit macet dibank dan meningkatkan hasil pengurusan PUPN penulis menyarankan untuk menegakan hukum dengan jalan penerangan hukum dan menerapkan peraturan dengan jalan melaksanakan pengawasan melekat, pengawasan intern dan pengawasan ekstern, agar polaksanaan ketentuan perundang-undangan yaitu menyangkut prosedur pemberian kredit baik secara formil dan terutama secara materiel benar-benar memenuhi ketentuan. Selanjutnya mencegah pembebanan bunga dan denda kelambatan yang terlalu besar di dalam praktek, sehingga sudah tidak adil lagi sebab kondisinya tidak imbang lagi antara beban biaya yang dipikul oleh debitur dcngan manfaat kredit yang diperoleh, akibatnya menghancurkan usaha nasabah dan menghilangkangkan fungsi bank sebagai agent of development. Selanjutnya melenegkapi ketentuan peraturan dibidang hak tanggungan, Fiduciaire Egendoms Overdragh, menghindari ketentuan peraturan seperti KNUP dan fasilitas kredit kelayakan, perbaikan ketentuan tata kerja PUPN, penyederhanaan ketentuan sandera, meningkatkan kerjasama intern dan ekstern dan akhirnya pengambilan tindakan hukum bagi oknum yang melanggar ketentuan peraturan dibidang perkreditan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Hazniel Harun
Jakarta: Tritura''66, 1989
332.1 HAZ h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yayah Yarotul Salamah
"Pemberian kredit pemilikan rumah kepada masyarakat menengah ke bawah adalah merupakan kebijakan pemerintah melalui Bank Tabungan Negara yang ditunjuk sebagai wadah pembiayaan proyek pembangunan perumahan (sesuai Surat Menteri Keuangan No. B 49/MK/IV/I/1974 tanggal 29 Januari Tahun 1974). Pada tahun 1976 Bank Tabungan Negara memperkenalkan kredit pemilikan rumah yang lebih di kenal dengan istilah KPR-BTN. Kredit pemilikan rumah Bank Tabungan Negara (KPR-BTN) adalah merupakan fasilitas pembiayaan atau kredit yang disediakan/diberikan BTN untuk pembelian rumah, yang dibangun oleh pengembang. Untuk memperoleh fasilitas kredit pemilikan rumah tersebut didalamnya terlibat tiga pihak, yaitu pengembang sebagai penjual, Bank Tabungan Negara sebagai kreditur dan pembeli sebagai debitur. Dalam pelaksarnaan kredit pemilikan rumah pemohon terlebih dahulu harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku atas pemberian kredit melalui perjanjian kredit pemilikan rumah. Kewajiban pengembang sebagai penjual wajib memenuhi apa yang telah disepakati dalam perjanjian dan pengembang harus memiliki prinsip etika dalam melakukan bisnis perumahan, secara tidak langsung pengembang dapat memberikan perlindungan bagi konsumennya. Dengan lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen yang terabaikan hak-haknya dan dapat memberi kan kepastian hukum bagi konsumen perumahan. Penyelesaian sengketa-dalam perjanjian kredit pemilikan rumah apabila debitur wanprestasi, seharusnya bank yang mengeksekusi, tetapi dalam prakteknya bank tidak bisa menyelesaikan sehingga penyelesaian melalui pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Netty
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>