Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123261 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herry Budianto Murrad
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S21647
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florencia Luthfi Agustina
"Selama ini kita hanya mengenal Postinor sebagai kontrasepsi darurat yang hanya mengandung levonorgestrel. Postinor terdiri dari 0,75 mg levonorgestrel dua dosis yang diminum dengan jarak 12 jam. Seringkali jadwal minum dosis kedua jatuh pada larut malam. Hal ini tentunya mempengaruhi kepatuhan pasien. Dipikirkan untuk menambah keragaman kontrasepsi darurat dengan hadirnya Valenor. Valenor terdiri dari 2 sediaan yaitu levonorgestrel 1,5 mg dosis tunggal dan levonorgestrel 0,75 mg dua dosis. Diharapkan dengan adanya dosis tunggal akan memperbaiki kepatuhan pasien sehingga akseptor tidak lupa dan tidak perlu minum dosis kedua yang mungkin jatuh pada larut malam.
Sampai scat ini, di Indonesia belum ada penelitian yang menilai sediaan levonorgestrel 1,5 mg dibandingkan levonorgestrel 0,75 mg. Oleh karenanya dilakukan penelitian multisenter untuk melakukan evaluasi terhadap piI Valenor 1,5 mg dosis tunggal (levonorgestrel 1,5 mg dosis tunggal), pil Valenor 0,75 mg dua dosis (levonorgestrel @0,75 mg) dan Postinor. Penelitian ini merupakan bagian penelitian multisenter yang berlangsung di 10 kota di Indonesia. Penelitian yang kami lakukan ini merupakan senter Jakarta.
Levonorgestrel sebagai kontrasepsi darurat mempunyai kemampuan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Di lain pihak penggunaannya masih mempunyai angka kegagalan dan efek samping. Kedua hal tersebut berhubungan dengan penerimaan selanjutnya oleh akseptor.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan efektifitas, efek samping dan penerimaan Valenor 1,5 mg dosis tunggal dan Valenor 0,75 mg dua dosis.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui perbedaan kejadian kehamilan Pit Valenor 1,5 mg dosis tunggal , pil VaIenor 0,75 mg dua dosis dibandingkan dengan Postinor
2. Mengetahui perbedaan efek samping berupa mual, muntah, sakit kepala, perdarahan bercak,gangguan haid, nyeri perut bawah, diare, payudara tegang Pit Valenor 1,5 mg dosis tunggal, pi1 VaIenor dua dosis 0,75 mg dibandingkan dengan Postinor
3. Mengetahui perbedaan persepsi pemakaian selanjutnya Pil Valenor 1,5 mg dosis tunggal, pil VaIenor dua dosis 0,75 mg dibandingkan dengan Postinor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Mutiara
"Prevalensi penggunaan kontrasepsi di beberapa propinsi wilayah Indonesia Timur masih lebih rendah dari prevalensi nasional. Salah satu penyebabnya masih banyaknya hard to reach area atau daerah-daerah yang masih tertinggal dalam kemampuannya memberikan pelayanan KB dan kesehatan yang optimal pada masyarakat, sehingga informasi dan aksesibilitas KB masih rendah. Di samping itu ada beberapa faktor lain yang berperan seperti faktor sosio-demografi (umur, lama pernikahan, pendidikan, pekerjaan, daerah tempat tinggal, jumlah anak masih hidup), faktor sosio-psikologi (keinginan untuk mempunyai anak) dan faktor yang berhubungan dengan pelayanan (tempat tinggal terlama sampai umur 12 tahun, paparan media massa, akses pelayanan KB).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penggunaan kontrasepsi di 8 propinsi Indonesia Timur (Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya) dan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan penggunaan kontrasepsi berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994.
Studi dengan analisis data sekunder ini mendasarkan pada rancangan cross-sectional dengan jumlah sampel 5066 wanita berstatus kawin umur 15 - 49 tahun, tidak hamil dan tinggal di wilayah cacah terpilih pada waktu wawancara dilaksanakan. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji tabulasi silang dan analisis regesi logistik. Analisis dilakukan dengan menggunakan program STATA versi 4.0 dengan mempertimbangkan unsur strata, klaster, maupun pembobotannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang sekarang menggunakan kontrasepsi hampir sama dengan proporsi yang tidak menggunakan kontrasepsi, masing-masing sebesar 49,7 % dan 50,3 %. Responden yang menyatakan pernah menghubungi/dihubungi petugas KB sekitar 29,3 %, yang menunjukkan masih rendahnya akses pelayanan KB. Dari yang menyatakan tidak pernah menghubungi atau dihubungi petugas KB sebagian besar (82,2 %) berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di desa (80,7 %). Ditemukan adanya hubungan yang bermakna dari semua variabel dengan penggunaan kontrasepsi, kecuali variabel pekerjaan responden. Dari hasil analisis bivariat ternyata variabel yang berperanan besar adalah variabel akses pelayanan KB. Kemungkinan responden yang menyatakan pernah kontak dengan petugas KB untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 3,90 kali dibanding yang tidak pernah mengadakan kontak dengan petugas KB. Ditemukan adanya interaksi antara umur dengan jumlah anak masih hidup. Pada kelompok umur 15 - 19 tahun, kemungkinan responden yang memiliki anak 2 orang atau lebih untuk menggunakan kontrasepsi 0,91 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 0,17 - 4,82), sementara pada kelompok umur 30 tahun keatas, kemungkinan responden yang telah memiliki anak 2 orang atau Iebih untuk menggunakan kontrasepsi 5,81 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 4,01 - 8,43) setelah dikontrol dengan variabel lain.
Mengingat masih rendahnya akses pelayanan KB, perlu diupayakan langkah-langkah yang dapat memperluas kontak dengan petugas melalui kegiatan-kegiatan yang lebih produktif, program perlu lebih menjelaskan tentang keuntungan dari suatu Cara kontrasepsi, perlu upaya penyuluhan yang intensif kepada kelompok umur 15 - 19 tahun yang memiliki 2 anak atau lebih, berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di pedesaan dan perlu penelitian lebih lanjut tentang rendahnya akses pelayanan KB selain karena alasan kondisi geografis.

The prevalence of contraceptive use in some provinces in Eastern Indonesia was still lower than national prevalence. One of its causes was still many hard to reach areas or areas which were left behind by progress in their capability to give family planning service and optimum health to the community, so that information and accessibility about family planning was still poor. Besides there were some other factors which contributed such as socio-demography factors (age, marital duration, education, occupation, type of place of residence, number of living children), socio-psychology factor (desire for more children) and factors related to service (childhood place of residence, exposure of mass media, accessibility of family planning service).
The objective of this study was to understand the prevalence of contraceptive use in 8 provinces in Eastern Indonesia (East Nusa Tenggara, East Timor, North Sulawesi, Central Sulawesi, South Sulawesi, South-East Sulawesi, Maluku and Irian Jaya) and the relationship between those factors and contraceptive use based on data of Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 1994.
The study using this secondary data based on cross-sectional design and the number of samples were 5066 married women, aged 15 - 49 years, not pregnant and lived in selected census area at the time interview was conducted. The data analysis included univariate, bivariate and multivariate analysis by using cross-tabulation and logistic regression analysis. The analysis was conducted by using software STATA version 4.0 by considering strata, cluster and weight.
The result showed that the proportion of respondents used contraceptive almost the same as the proportion who did not use, respectively 49,7 % and 0,3 %. Respondents who had contact with family planning workers were 29,3 %, showed that family planning accessibility was still poor. From the respondents who said that they never visited family planning workers or be visited by family planning workers, most of them (82,2 %) had low education and lived in rural area (80,7 %). There was a significant relationship between all variables, except respondents' occupation, and contraceptive use. From the bivariate analysis, the variable that had great contribution was variable of family planning accessibility. The probability of respondents who said that they had ever visited family planning workers to use contraceptive use was 3,90 times compared to respondent who did not visit family planning workers. There was an interaction between age and number of living children. For the respondents aged 15 - 19 years, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 0,91 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 0,17 - 4,82), meanwhile for the age group 30 years and more, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 5,81 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 4,01 - 8,43) after be adjusted with other variables.
By considering that family planning accessibility was still poor, it is necessary some ways which can extent contact with family planning workers by conducting more productive activities, family planning program should explain the advantage of contraceptive, it is necessary to give the information intensively to the women aged 15 - 19 years with 2 children or more, had low education and lived in rural area and it is necessary to carry out a further research about the poor of family planning accessibility not caused by geographical condition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Flourisa Julian Sudrajad
"Penelitian merupakan suatu analisa data sekunder dengan menggunakan data "Studi tentang pencabutan kontrasepsi Norplant di Indonesia" yang dilaksanakan pada tahun 1992-1993 dengan menggunakan disain studi kohort. Penelitian ini dilaksanakan di 6 propinsi yaitu Sumsel, Sumbar, Jabar, Jateng, Jatim dan DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadinya komplikasi pada pencabutan kontrasepsi Norplant yang dilakukan oleh dokter dan bidan serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara petugas pencabut dengan terjadinya komplikasi tersebut. Diperoleh sebanyak 1908 akseptor yang dicabut oleh dokter dan 1324 akseptor yang dicabut oleh bidan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan risiko terjadinya hematoma pada saat pencabutan antara akseptor yang dicabut oleh bidan dan dokter. Dimana akseptor yang dicabut oleh bidan yang terlatih dan tidak ada kesulitan saat pencabutan risiko nya 5,4 kali lebih besar dari pada akseptor yang dicabut oleh dokter yang terlatih dan tidak ada kesulitan saat pencabutan untuk mengalami hematoma saat pencabutan (95% CI : 5,30-5,58). Pada risiko terjadinya hematoma setelah satu minggu pencabutan menunjukkan terdapat perbedaan risiko antara akseptor yang dicabut oleh bidan dan dokter. Dimana risiko akseptor yang dicabut oleh bidan yang dapat latihan adalah 1,6 kali lebih besar daripada akseptor yang dicabut oleh dokter yang terlatih (95% CI : 1,61-1,70). Tidak terdapat perbedaan risiko terjadinya infeksi pada satu minggu setelah penca butan antara akseptor yang dicabut Norplantnya oleh dokter dan bidan.
Pelatihan yang pernah diterima oleh petugas, adanya kesulitan saat pencabutan dan tempat pelayanan pemasangan Norplant mempengaruhi hubungan antara petugas pencabut dengan terjadinya hematoma saat pencabutan dan hematoma pada satu minggu setelah pencabutan. Sedangkan pendidikan akseptor, pekerjaan akseptor dan pemberian Antibiotik tidak mempengaruhi hubungan antara petugas pencabut dan terjadinya infeksi pada satu minggu setelah pencabutan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan Norplant maka petugas yang melakukan pencabutan Norplant perlu mendapatkan latihan yang memenuhi standard dan disesuaikan dengan tingkatan keilmuannya, pelayanan Norplant dilakukan di tempat yang memenuhi standard pelayanan yang telah ditetapkan dan nasehat pasca pencabutan hendaknya lebih diperhatikan tehnik penyampaiannya agar disesuaikan dengan pendidikan akseptor."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Vanda Trigno
"Hubungan antara lama amenore dan jarak kehamilan telah dipelajari di banyak negara. Di Indonesia, lama amenore panjang, tapi banyak wanita menyusui yang menggunakan kontrasepsi pil pada saat yang bersamaan. Bila wanita postpartum mulai menggunakan pil, dia akan segera mendapatkan kembali siklus menstruasinya, dan menjadi fertil. Bila banyak diantara mereka berhenti menggunakan pil, maka kita akan kehilangan banyak masa amenore yang dapat menyebabkan jarak kehamilan yang lebih pendek. Agar dapat diperpanjang ada dua faktor penting yaitu laktasi (menjaga wanita tetap amenore) dan kontrasepsi.
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari IFLS-2 yang diadakan pada tahun 1997-1998. Saat penggunaan piI berhubungan negatif dengan lama amenore. Tidak ada hubungan antara saat penggunaan pil dan jarak kehamilan, namun kehamilan dalam ≤ 18 bulan hanya terjadi pada ibu yang mulai menggunakan pil sejak amenore. Juga tidak ada hubungan antara lama amenore dan jarak kehamilan, tapi kemungkinan ibu yang lama amenore ≤ 8 bulan hamil dalam ≤ 18 bulan dua kali ibu yang lama amenorenya > 8 bulan. Untuk mendapat manfaat ASI sepenuhnya terhadap jarak kehamilan, sebaiknya penggunaan pil ditunda hingga amenore berakhir, dan sebaiknya ibu menggunakan metode amenore laktasi.

Analysis of Sociodemography Factors, Time to Start Pill Contraception, Duration of Amenorrhea, and Pregnancy Interval among Women in Childbearing Ages in Indonesia (A Secondary Data Analysis of IFLS-2 1997)The association between the amenorrhea period and birth intervals has been studied in many countries. In Indonesia, the mean duration of amenorrhea is long, but many lactating women using the pill at the same time. When postpartum women start using pill, she will soon get her menstrual cycle return, and become fertile. If many of these women stop taking the pill, then we will lose a lot of the amenorrhea period which will lead to a shorter birth interval. To extend the interval there are two important factors: lactation (keep women in amenorrhea state) and contraception.
This study presents a secondary data analysis from the IFLS-2 that was carried out in 1997-1998. The time to start pill has negative association with duration of amenorrhea. There is no association between time to start pill and pregnancy interval, but pregnancy within ≤ 18 months only occurs in women who start the pill while amenorrhea. There is also no association between duration of amenorrhea and pregnancy interval, but women with duration of amenorrhea ≤ 8 months are twice likely to have pregnancy interval ≤ 18 months then the women with > 8 months amenorrhea. To get the full advantages of lactation on the pregnancy interval, women should cancel using the pill until the amenorrhea has stop, and mother use the lactation amenorrhea method for best.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T9349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Mashfufah
"Tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan penduduk. Sesuai dengan komitmen pembangunan nasional yang pada hakekatnya bersifat adil, demokrasi, terbuka, partisipatif dan terintegrasi, maka pada saat ini, pemerintah berupaya mengurangi kesenjangan pembangunan yang terjadi antar daerah, terutama pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, rawan konflik/bencana, aksesibilitas yang rendah serta infrastruktur yang terbatas yang dikenal dengan Daerah Tertinggal.
Salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkat kesejahteraan adalah besarnya beban yang ditanggung oleh satu keluarga. Semakin banyak jumlah anak, berarti semakin besar tanggungan kepala rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggota rumah tangganya. Bagi daerah tertinggal, angka pertambahan jumlah penduduk akan menjadi beban tersendiri, padahal sumber daya daerah tersebut sangat terbatas. Dengan demikian, program yang perlu diprioritaskan oleh Daerah Tertinggal adalah program KB.
Dan hasil analisis SDKI 2002-2003, menunjukkan bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi di Indonesia sebesar 60%, sedangkan untuk Daerah Tertinggal, belum ada data tentang prevalensi pemakaian kontrasepsi. Dengan penelitian ini, diharapkan akan didapatkan gambaran tentang pemakaian kontrasepsi, faktor-faktor yang berhubungan, serta faktor dominan yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi pada wanita usia subur di Daerah Tertinggal Indonesia yang terdaftar dalam SDKI 2002-2003.
Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data SDKI 2002-2003 dengan desain cross sectional, dengan populasi berjumlah 1315 wanita usia subur yang tersebar di 9 propinsi. Pengolahan dan analisis data menggunakan aplikasi analisis regresi logistic ganda. Analisis mencakup analisis univariabel, analisis bivariabel dengan Khi Kuadrat dan regresi logistik sederhana serta analisis multivariabel dengan regresi logistik multivariat.
Hash analisis menunjukkan prevalensi pemakaian kontrasepsi pada wanita usia subur di Daerah Tertinggal masih rendah (45,9%) dan faktor sosiodemografi yaitu pendidikan responder, pekerjaan responden, jumlah anak yang dilahirkan mempunyai hubungan bermakna dengan pemakaian kontrasepsi, sedangkan faktor akses terhadap media/informasi yang mempunyai hubungan bermakna dengan pemakaian kontrasepsi adalah akses media televisi, akses informasi melalui keluarga, teman/tetangga serta akses informasi melalui tokoh masyarakatlagama. Dui 6 faktor tersebut, faktor jumlah anak yang dilahirkan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi.
Berdasarkan hasil di atas, untuk percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah Tertinggal, disarankan agar dibentuk kerjasama lintas sektoral antara Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, BKKBN dan Depkes dalam penguatan kelembagaan dan jaringan KB serta perlunya peningkatan promosi dan informasi KB, balk melalui media televisi, peningkatan peran tokoh masyarakatlagama dan petugas kesehatan/KB. Sedangkan dari hasil penelitian terhadap faktor pendidikan, disarankan bagi Departemen Pendidikan bekerjasama dengan Kementerian PDT untuk lebih memperhatikan tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Tertinggal.

The parameter of a successful development of the nation is a noted of the increasing on its citizen's well being. As the national development commitment, which has characteristics on fairness, democracy, openness, participated, and integrated, the government is try to reduce the disparity of the development between regions in Indonesia, especially to those area that remote, at risk for natural disaster or conflict, having low accessibility, and Iimited on infrastructures, that we know as underprivileged areas.
One of factor that influence the level of citizen's well being is the dependency ratio of the family has. The more they have children, the more they likely to have greater family members dependency and have to responsible in fulfilling the need for their family members, materially and spiritually. In case of underprivileged areas, the increase on population number will be another burden, as they only have limited resources. Therefore, a program that has to be prioritized is a Family Planning Program.
Results from the prior analyses of Indonesia DI-IS 2002 - 2003 showed that the contraceptive use prevalence of Indonesia is as high as 60%, but there in no figure for the underprivileged areas. Therefore, a continuation analyses of the data has been conducted in order to describe on factors related on contraceptive uses, as well as the most factors related to the contraceptive uses among women at reproductive age (WRA) at underprivileged areas that Iisted on Indonesia DHS 2002 - 2003.
There are 9 (nine) provinces listed as underprivileged areas that comprises in number of population on WRA as 1315 people. The data is analyzed using double logistic regression, which consists of univariable analyses, bivariable analyses with Chi-square and simple logistic regression, and multivariable analyses with multivariate logistic regression.
Analyses has showed that contraceptive use prevalence among WRA at underprivileged areas is still low (45.9%) and socio-demographic factors such as education, occupation, and number children ever born (CEB), is related significantly with the contraceptive use. While factors on access to media/information that also have significantly related with contraceptive use are television, family/friends/neighbors, and community/religious leaders. From those 6 (six) factors, CEB is the most or dominant factor that related to contraceptive uses.
Regarding to the analyses results, in order to accelerate the people's well being at the underprivileged areas, it is suggested that there should be a strong inter-sectors collaboration between National Ministry on The Development of Underprivileged Areas, National Family Planning Coordination Board and Ministry of Health to enhance the institutional and networking on promoting and dissemination of the information on Family PIanning through television, increase the role of community/religious leaders, as well as its FP providers. Another important findings upon education factors, it is suggested that collaboration between Ministry of National Education and National Ministry on The Development of Underprivileged Areas is also needed in order to increase the level of education among people at the underprivileged areas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eska Riyanti Kariman
"Tingkat pemakaian kontrasepsi pil di kalangan wanita PUS cukup tinggi, hal itu terlihat dari data pemakaian kontrasepsi pil hasil SDKI 2002103 sebesar 13,2 % . Tingginya prevalensi pemakaian kontrasepsi pil tersebut tidak dibarengi dengan tingginya tingkat kelangsungan pemakaian, hasil SDKI 1997 tercatat 34 % pemakai pit tidak menggunakan lagi setelah sate tahun_ Angka putus pakai (drop out) pil ini merupakan yang kedua tertinggi setelah kondom. Tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil arnat dipengaruhi oleh kedisiplinan dan kepatuhan akseptor dalam memakainya. Hal tersebut dimungkinkan bila akseptor memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup yang dapat diperoleh melalui konseling yang dilakukan oleh petugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konseling kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil. Data yang digunakan adalah data sekunder SDKI 2002103. Disain penelitian adalah crossectional dengan kajian statistik analisis survival.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil adalah 31 bulan dengan median survivalnya 37 bulan. Probabilitas kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 adalah 62 % dan probabilitas kelangsungan setelah bulan ke-60 adalah 31 %. Probabilitas kelangsungan pernakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 pads kelompok yang mendapat konseling kontrasepsi adalah 66%, sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan konseling kontrasepsi 56 %. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak mendapatkan konseling adalah 1.6 kali bila bertempat tinggal dikota dan 1.5 kali bila tinggal didesa. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak konseling adalah 1.6 kali bila tidak ada efek camping dan menjadi 2 kali bila ada efek samping.
Tingginya risiko putus pemakaian kontrasepsi pil di wilayah perkotaan perlu mendapatkan perhatian dari pengelola program Keluarga Berencana. Dugaan sementara hal ini dijumpai didaerah kota pinggiran atau daerah kumuh, untuk itu kegiatan konseling kontrasepsi yang lebih intensif terkait dengan akseptor di daerah tersebut hares ditingkatkan misalnya melalui kunjungan petugas yang lebih sering ke rumah diharapkan dapat menurunkan risiko putus pakai. Kegiatan konseling pada prinsipnya dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran akseptor akan efek sarnping yang ditimbulkan kontrasepsi selama pemakaiannya.

Prevalence of pill contraception used among reproductive woman are high, it can seen at SDKI 2002/03 which is about 13,2 %. This height prevalence is not followed with the-continuity rate, only 34 % of women still used pill contraception within 12th month recorded in SDKI 1997. This rate as highest secondly after condom. The pill contraception continuity rate is influenced by discipline and compliance of acceptor in using it.That things is possible when acceptor have enough knowledge and information about contraception usage which they can get it from councelling by family planning officer.
This study is aimed to gain information on relationship of contraception counselling with the period of time pills uses. This study uses secondary data SDKI 2002/03. Study design used is crossectional with statistical survival analysis.
The result study shows that mean of pill contraception continuity rate are 31 month with median survival are 37 month. The Probabilities of pills continuity rate after 12th month are 62 percent and probabilities of pills continuity rate after 60th month are 31 percents. Probabilities of pills continuity rate after 12'h month in whom that receive counsellings are 66 percents, men while the group whom that not receive counselling only 56 percent. The risk of drop out among the pills acceptbr whom that not receive counsellings are 1,6 times if they lives at the city and 1,5 times if they lives at the village. The risk of drop out pills among acceptor whom that not receive counsellings are 1,6 times if they not have side effect and it can be 2 times if they have side effects.
The height risk of drop out pills among acceptors in urban region need to get more attentions from the organizer of family planning program. Momentary, assumption whereas this matter is met in marginal town area or slum region, for that more intensive program of counselling contraception related to acceptor in the are, for example more regular follow up to the acceptors whom lives at this area and had side effect. The principle of counseling is to lessen the worried feeling of the acceptor with the side effects generated by contraception during its usage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fia Azzhara
"Pemerintah telah merekomendasikan pemakaian Kontrasepsi Pasca Persalinan yang tepat waktu yaitu 2 bulan setelah melahirkan, karena secara aktif mampu mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan dan kehamilan yang berjarak dekat dengan persalinan sebelumnya, yang dapat berimplikasi terhadap kematian bayi dan kematian ibu. Namun cakupan KB Pasca Persalinan masih rendah yaitu sebesar 30,23%. Penelitian ini bertujuan untuk menilai waktu memulai penggunaan kontrasepsi pasca persalinan di antara wanita kawin usia reproduksi di Indonesia dan mengidentifikasi determinannya dengan menggunakan analisis Regresi Cox. Penelitian ini menggunakan data SDKI 2017 dengan desain cross sectional, dan menggunakan sampel 2.459 wanita kawin usia subur yang melahirkan dalam 12 bulan sebelum wawancara. Estimasi Kaplan Meier menunjukkan bahwa probabilitas kumulatif kelangsungan wanita yang menggunakan kontrasepsi pasca persalinan di Indonesia sampai akhir pengamatan bulan ke-11 yaitu 79,9% dengan median survival time yaitu 3 bulan. Analisis regresi cox extended menunjukkan bahwa wanita dengan tingkat pendidikan menengah dan tinggi; wanita dengan status ekonomi menengah bawah, menengah, dan menengah atas; wanita yang bertempat tinggal di perkotaan; wanita yang melakukan hubungan seksual dalam 2 bulan setelah melahirkan; dan wanita yang mendapatkan dukungan suami adalah faktor yang mempengaruhi waktu mulai penggunaan kontrasepsi pasca persalinan. Oleh karena itu, perlu peningkatan kegiatan pemerataan sosialisasi, kualitas, dan kapasitas fasilitas pelayanan KB di daerah yang tertinggal, terpencil dan perbatasan; serta memperbaiki masalah klaim pelayananan kontrasepsi pasca persalinan di fasilitas kesehatan dengan pemisahan penggantian klaim untuk biaya persalinan dan pemasangan alat kontrasepsi pada calon akseptor agar penggunaan kontrasepsi pasca persalinan yang tepat waktu dapat disegerakan.

The government has recommended the timely use of Postpartum Contraception, which is 2 months after giving birth because it can actively reduce unwanted pregnancies and pregnancies that are close to previous deliveries, which can have implications for infant mortality and maternal mortality. However, the coverage of Postpartum Family Planning is still low at 30.23%. This study aims to assess the time to start postpartum contraceptive use among married women of reproductive age in Indonesia and identify its determinants using Cox Regression analysis. This study used IDHS 2017 data with a cross-sectional design and used a sample of 2,459 married women of childbearing age who gave birth within 12 months before the interview. Kaplan Meier's estimation shows that the cumulative probability of survival of women using postpartum contraception in Indonesia until the end of the 11th month of observation is 79.9% with a median survival time of 3 months. Cox extended regression analysis shows that women with secondary and higher education levels; women with lower middle, middle and upper middle-class economic status; women who live in urban areas; women who have sexual intercourse within 2 months after giving birth; and women who get husband's support are factors that influence the time to start using postpartum contraception. Therefore, it is necessary to increase socialization, quality, and capacity of family planning service facilities in underdeveloped, remote, and border areas; as well as fix the problem of claims for postpartum contraceptive services at health facilities by separating claim reimbursement for delivery costs and installing contraceptives for prospective acceptors so that timely use of postpartum contraception can be expedited."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Wilson
"Studi tentang perilaku pemakaian kontrasepsi antara lain meliputi studi pemakaian (use), pemilihan (choice), penggantian (switching), ketidaklangsungan (discontinuation) dan kegagalan (failure). Studi ini memiliki sumber data yang kaya. Di Indonesia, salah satu sumber data untuk studi ini adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Dalam SDKI sejarah pemakaian alat kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survei dicatat. Data sejenis ini disebut data kalender.
Studi tentang perilaku pemakaian kontrasepsi penting dalam upaya peningkatan dan perbaikan pelayanan kontrasepsi. Secara khusus, studi tentang penggantian metode kontrasepsi (contraceptive switching) penting untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penggantian metode serta siapa yang mempunyai risiko paling tinggi untuk mengganti, Pengetahuan tentang hal ini penting untuk intervensi program khususnya dalam upaya pengendalian angka kelahiran melalui pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan. Kehamilan yang tidak direncanakan dapat terjadi setelah menghentikan pemakaian suatu metode kontrasepsi.
Oleh karena itu, dalam tesis ini dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggantian metode kontrasepsi. Sumber data yang digunakan adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994. Karena variabel respon bersifat biner (y=1 jika ganti metode kontrasepsi dan y=4 jika tidak ganti metode kontrasepsi) maka untuk analisis digunakan model regresi logistik biner. Variabel bebas dalam analisis adalah faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan alat kontrasepsi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara statistik ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing faktor sosial, ekonomi, demografi dan faktor yang berhubungan dengan metode kontrasepsi. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa faktor yang paling kuat yang mempengaruhi keputusan untuk mengganti pemakaian suatu metode KB adalah alasan untuk berhenti dan masalah kesehatan. Probabilitas mengganti pemakaian suatu metode kontrasepsi tertinggi untuk para perempuan yang ingin metode yang lebih baik (mudah diperoleh, lebih efektif, nyaman dipakai dan harga terjangkau)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maesuroh
"Alat/cara kontrasepsi merupakan suatu sarana yang penting dalam upaya pengendalian kelahiran, baik untuk tujuan menunda dan menjarangkan kehamilan maupun mengakhiri kehamilan. Gerakan KB Nasional telah menggunakan berbagai jenis kontrasepsi sejak dimulainya program KB di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Freedman et al (1981) dan Soeradji et al {1987) mengungkapkan bahwa faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi dan lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup menentukan dalam keikutsertaan ibu ber KB.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik sosial, ekonomi, demografi dan faktor lingkungan serta memperkirakan besarnya probabilitas dari ibu (peserta KB aktif) yang memakai kontrasepsi efektif terpilih (MKET), non efektif (non MKET) dan ibu yang tidak ikut KB.
Penelitian ini menggunakan data hasil pilot Susenas tahun 1991 yang digabung dengan data hasil PODES (Potensi Desa) Tahun 1990 untuk propinsi Nusa Tenggara Barat. Unit penelitiannya adalah wanita yang berstatus kawin dan berumur 15-49 tahun. Dari jumlah sampel sebanyak 1.308 rumah tangga, yang memenuhi syarat sebagai unit penelitian (responden) ada sebanyak 918 orang wanita.
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan probabilitas keikutsertaan ibu ber KB adalah model regresi multi nomial logistik berganda. Variabel bebas yang diamati terdiri dari: umur ibu, daerah tempat tinggal, jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan, indeks kondisi perumahan, pekerjaan ibu dan tersedianya sarana rumah sakit bersalin/poliklinik, puskesmas, dokter/paramedis, pos KB, sekolah dan pasar di desa tempat tinggal ibu.
Untuk memperkirakan probabilitas keikutsertaan ibu ber KB dilakukan pemilihan model yang cocok secara statistik dan substantif. Dari model yang diperhatikan dipilih tiga model sebagai berikut:
Model pertama {model l.a), yaitu model dengan faktor sosial ekonomi dan demografi sebagai variabel bebas, yang terdiri dari: umur ibu, jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan.
Model kedua (model 2.a), yaitu model dengan faktor lingkungan sebagai variabel bebas, yang terdiri dari: tersedianya sarana pos KB, sekolah dan pasar di desa tempat tinggal ibu.
Model ketiga (model 3.a),yaitu model dengan variabel bebas yang tercakup pada model pertama dan model kedua.
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari model l.a dan model 3.a probabilitas rata-rata ibu memakai kontrasepsi efektif (MKET) dan non efektif (non MKET) cenderung berimbang. Sedangkan dari model 2.a walaupun probabilitas rata-rata ibu cenderung lebih memakai kontrasepsi non efektif dibandingkan dengan probabilitas rata-rata ibu yang memakai kontrasepsi efektif, tetapi perbedaannya relatif kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa ibu (peserta KB aktif) di NTB sudah mulai dapat memilih jenis kontrasepsi secara rasional dan semakin menjurus kepada pemakaian kontrasepsi efekfif.
Kesimpulan lebih lanjut mengenai hubungan berbagai variabel dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi adalah sebagai berikut: adanya hubungan yang negatif antara umur ibu dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi. Pada kelompok ibu berumur muda (20-34 tahun) probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif (MKET dan non MKET) cenderung berimbang dan lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu berumur tua ( 35 tahun) yang cenderung memakai kontrasepsi non efektif (non MKET).
Variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya, yaitu jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu, dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan menunjukkan hubungan yang positif dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi. Probabilitas ibu yang mempunyai anak > 3 orang untuk memakai kontrasepsi baik efektif maupun non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang mempunyai anak masih hidup orang. Kelompok ibu yang mempunyai anak < 2 orang probabilitasnya cenderung memakai kontrasepsi non efektif, sedangkan ibu yang mempunyai anak >3 orang probabilitasnya untuk memakai kontrasespsi efektif dan non efektif cenderung berimbang.
Lebih lanjut dari model yang diperhatikan nampak bahwa variabel pendidikan ibu menunjukkan pola hubungan yang sama, yaitu ibu yang berpendidikan SD mempunyai probabilitas pemakaian kontrasepsi baik efektif maupun non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tidak tamat SD/tidak pernah sekolah yang probabilitasnya cenderung memakai kontrasepsi non efektif.
Demikian pula perbedaan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan menunjukkan hubungan yang positif dengan probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif (MKET) setelah dikontrol dengan faktor sosial, ekonomi dan demografi lainnya di dalam model. Tetapi sebaliknya dari model yang sama ternyata probabilitas pemakaian kontrasepsi non efektif dari kelompok ibu yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di atas batas miskin tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan kelompok ibu yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah batas miskin.
Di samping dukungan terhadap adanya hubungan antara status sosial ekonomi dan faktor demografi dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi penelitian ini juga memberikan temuan adanya pengaruh faktor lingkungan yaitu tersedianya sarana pos KB, sekolah dan pasar terhadap probabilitas pemakaian kontrasepsi balk sebelum maupun setelah memperhi tungkan pengaruh faktor sosial, ekonomi dan demografi. Keberadaan pos KB berpengaruh positif terhadap probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif (MKET), sebaliknya tidak berpengaruh terhadap probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi non efektif (non MKET). Kelompok ibu yang tinggal di desa yang ada sarana pos KB probabilitasnya memakai kontrasepsi efektif cenderung dua kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa yang tidak ada sarana pos KB.
Berikut adanya sarana sekolah juga menunjukkan pengaruh yang positif terhadap probabilitas pemakaian kontrasepsi efektif dan non efektif. Kelompok ibu yang tinggal di desa yang terdapat sarana SD dan SLTP/SLTA probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa .yang hanya ada sarana SD. Tetapi ada atau tidak adanya sarana sekolah lanjutan (SLTP/SLTA) disamping SD di desa tempat tinggal ibu, probabilitasnya cenderung masih lebih besar memakai kontrasepsi non efektif dibandingkan dengan probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif.
Selain itu penelitian ini memberikan temuan yang kurang menggembirakan, yaitu adanya pengaruh negatif dari tersedianya sarana pasar terhadap probabilitas keikut sertaan ibu ber KB di mana ibu yang tinggal di desa yang ada sarana pasar, probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa yang tidak ada sarana tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan memperhatikan pengaruh faktor lingkungan dari model yang diperhatikan (model 3.a), ternyata probabilitas ibu untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif (MKET dan non MKET) dari variabel umur, jumlah anak masih hidup, pendidikan dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan cenderung meningkat.
Demikian pula dari model yang sama probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi, efektif dan non efektif dari faktor lingkungan yaitu: variabel pos KB, sekolah dan pasar juga cenderung meningkat setelah memperhitungkan pengaruh faktor sosial, ekonomi dan demografi."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>