Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61803 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Rista Q.
"Peran aktif lembaga perbankan menyalurkan dana masyarakat (kredit) sangat dibutuhkan dalam upaya memacu partisipasi sektor swasta menopang pertumbuhan ekonomi negara, Namun karena adanya paket peraturan likuiditas bank dari otoritas moneter, maka bankbank harus bekerja sama membentuk sindikasi guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan sejumlah besardana usaha. Sehubungan dengan hal itu, UU Perbankan 1992 antara lain menegaskan larangan bagi bank untuk member! kredit kepada siapapun yang tidak diyakininya mampu dan sanggup melunasi pada waktu yang diperjanjikan. Meskipun keyakinan bank dalam menyalurkan kredit tidak lagi semata-mata ditolokukurkan pada aspek jaminan, tetapi dalam praktik aspek ini masih cukup dominan pengaruh dan peranannya. Bahkan dalam kredit sindikasi, aspek jaminan sering disyaratkan secara luas oleh kreditur, mencakup jaminan kebendaan dan jaminan perorangan (personal guarantee atau borghtoch). Hal ini dimaksudkan bank-bank pada umumnya untuk membentuk keyakinan yang lebih hakiki, selain tentunya untuk lebih memantapkan proteksi atas kepentingan bank di dalam pelaksanaan perjanjian kredit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan memahami tentang: (a) pengaturan jaminan perorangan dalam hukum perdata dan kredit sindikasi, (b) pihak-pihak yang dapat menjadi penjamin kredit sindikasi dan syarat-syaratnya, dan (c) praktik jaminan perorangan dalam kredit sindikasi di Indonesia. Untuk meneliti objek permasalahan digunakan metode normatif dengan pengungkapan masalah secara deskriptif-analltis berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan dari studi kepustakaan dan studi lapangan. Seluruh data diolah dan dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dan analisis masalah diketahui bahwa: (a) orang dapat menjadi pen jamin perorangan dalam kredit sindikasi jika memenuhi syarat yuridis, sosiologis, ekonomis dan teritorial; (b) konsekuensi yuridis dari sifat asesoir perjanjian jaminan adalah pada diri penjamin hanya melekat unsur kewajiban setelah debitur wanprestasi; (c) kedudukan hukum dari penjamin dan kreditur dalam praktik kredit sindikasi senantiasa tidak setara; (d) syarat kausa halai perjanjian menurut ketentuan pasal 1320 ayat (4) KUH Perdata wajib dipenuhi kreditur dan debitur sebelum petjanjian dibuat dan atau ditandatangani hingga perjanjian itu berakhir; (e) hanya lead manager (bank agen) dalam kredit sindikasi bentuk umum yang dimungkinkan untuk mengeksekusi kekayaan penjamin apabila debitur wan prestasi; serta (f) praktik peradilan bidang perdata di Indonesia relatif kurang mellndungi hak-hak atau kepentingan kreditur kredit (sindikasi) dengan jaminan (perorangan) dalam pelaksanaan eksekusi atas kekayaan penjamin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adella Tanuwidjaja
"Sebagai salah satu bentuk jaminan kredit, jaminan perorangan (personal guarantee) merupakan janji atau kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur, apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya dikemudian hari. Tulisan ini membahas pertanggungjawaban pihak ketiga yang memberikan jaminan perorangan (personal guarantee) terhadap Bank selaku kreditur dalam hal debitur wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya. Juga dibahas mengenai upaya Bank dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian kredit macet yang disertai dengan jaminan perorangan (personal guarantee). Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pihak ketiga yang memberikan jaminan perorangan (personal guarantee) menjadi identik dengan seorang debitur terhadap Bank dalam hal debitur utama wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya dan barang-barang debitur telah disita dan dijual namun tidak cukup untuk membayar utangnya. Selain itu, tiap-tiap penanggung juga dapat langsung ditagih atas utang debitur, tanpa adanya keharusan bagi kreditur untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu dari debitur utama apabila si penanggung telah melepaskan hak istimewanya. Pada praktiknya, jaminan perorangan (personal guarantee) di Indonesia hanyalah bersifat sebagai jaminan tambahan yang lebih mengacu pada kewajiban moral saja sehingga seringkali penanggung tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan utang debitur utama. Hal ini menyebabkan pelaksanaan jaminan perorangan (personal guarantee) di lapangan masih sangat tidak menentu. Oleh karena itu, bank sudah sepatutnya mengetahui bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan untuk mencegah kerugian jika terjadi kredit bermasalah dengan jaminan perorangan (personal guarantee).

As a form of credit guarantee, personal guarantee is a promise or the ability of a third party to fulfil the debtor's obligations, if the debtor is unable to carry out his obligations in the future. This paper discusses about the liability of a third party providing a personal guarantee to the Bank in the event that the debtor didn’t carry out its obligations. It also discusses what the Bank can do in the context of salvaging and settling bad loans, accompanied by a personal guarantee. This research uses juridicial-normative method, with literature study accompanied by interviews. The results show that the liability of a third party who provides a personal guarantee is identical to that of a debtor in the event that the main debtor failed to fulfil its obligations and the debtor's goods have been confiscated and sold but are not sufficient to pay the debt. In addition, each guarantor can also be directly billed for the debtor's debt, without any obligation for the creditor to take full payment from the main debtor if the guarantor has given up the privileges. In practice, personal guarantees in Indonesia are only viewed as a moral obligation so that often the personal guarantor doesn’t have good faith in settling the debt of the main debtor. As a result, the implementation of personal guarantees is still very uncertain. Therefore, banks should be aware of the legal protection that can be done to prevent losses in the event of a non-performing loan with a personal guarantee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudhi Irviandi
"Para pakar ilmu hukum memberikan peristilahan berbeda-beda terhadap jaminan perorangan bagi kredit yang diterima oleh debitor dari kreditor dengan istilah "jaminan perorangan" yang berarti juga "penanggung hutang", "perjanjian jaminan" dan "penjaminan" atau "jaminan pribadi" (personal guarantee) sebagai terminologi untuk suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang itu sendiri tidak memenuhinya seperti yang dimaksud dalam Pasal 1820 KUH Perdata.
Penelitian ini memilih fokus permasalahan tentang Peraturan Bank Indonesia terkait dengan pengendalian kredit bank terkait dengan tanggungjawab pemegang saham Perseroan Terbatas serta akibat hukum bagi pemegang saham pemberi Personal Guarantee. Metodanya menggunakan penelitian yuridis normatif dengan menjadikan data skunder sebagai sumber utama yang dihubungkan dengan fakta pada data primer dengan tipe penelitian deskriptif explanatoir.
Disimpulkan, PBI No. 7/2/2005, PBI No. 8/2/2006 dan PBI No. 9/6/2007 tentang Kualitas Aktiva Bank Umum guna mencegah macetnya penyaluran kredit bank dalam kaitannya dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Akibat hukum bagi pemegang saham yang memberikan jaminan pribadi adalah sebagai pemegang saham terbatas terhadap modal yang disertakannya tetapi pemberi jaminan dianggap sebagai pihak ketiga yang memberikan penanggungan terhadap kredit PT terhadap bank.

The expert in the law gives a different terminology depending on individual guarantees for credits received by the debtor from creditors with the term "personal assurance" which means also" for debts "," Security Agreement "and" guarantee "or" personal guarantee "(personal guarantee) as the term for an agreement by which a third party, in the debtor’s, thier agreement bind themselves to satisfy the debt, when the man himself does not fulfill as referred to in Article 1820 of the Civil Code.
This study chose to focus on issues related to the Bank Indonesia Regulation control of bank credit associated with the responsibility of the Company's shareholders as well as the legal consequences for Limited shareholders Personal Guarantee giver. Using the method makes research normative with secondary data as the primary source of which is connected with the facts on primary data with descriptive type explanatoir.
Concluded, PBI. 7/2/2005, PBI. 08.02.2006 and PBI. 09/06/2007 on Asset Quality of Commercial Banks in order to prevent the breakdown of bank loans in relation to the provisions of Article 3 paragraph (1) which states that shareholders are only responsible for payment of all shares and does not cover personal possessions. Legal consequences for shareholders who provide personal guarantees as a shareholder is limited to the inclusion of capital but the insurer considered as third parties who provide underwriting to credit to bank.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Aviati
"Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui lebih lanjut tentang pelaksanaan perjanjian kredit sindikasi terutama yang berkaitan erat dengan masalah jaminan, karena jaminan merupakan salah satu faktor untuk mempertimbangkan dapat tidaknya kredit diberikan, Kredit sindikasi sendiri merupakan salah satu bentuk dari kerjasama pembiayaan, dimana kredit yang diberikan berasal dari beberapa bank atau lembaga keuangan bukan bank untuk membiayai suatu proyek yang dianggap layak secara bersama. Bentuk kerjasama pernbiayaan yang lain misalnya kredit konsorsium. Dalam perkembangannya, kredit sindikasi dianggap lebih luwes dibandingkan dengan kredit konsorsium. Pada bank-bank pemerintah di Indonesia, telah dikembangkan bentuk kerjasama sindikasi yang telah dimodifikasi, yang di sebut Club Deal. Kredit sindikasi ini diadakan dengan maksud memungkinkan bank membiayai proyek besar dengan dana yang terbatas, melakukan penyebaran resiko kredit sebesar jumlah keikutsertaan bank peserta dan mengatasi adanya batas peminjaman yang dapat diberikan bank kepada debitur. Pada setiap akta dalam kredit sindikasi dicantumkan seluruh nama bank peserta sindikasi, namun untuk melakukan pengelolaan kredit selanjutnya ditunjuk agent. Dalam Kredit sindikasi memerlukan pengaturan tersendiri dalam hal pelaksanaan kredit, penarikan dana, pelunasan kredit serta pengurusan jaminan. Dalam kredit sindikasi dikenal adanya paripassu jaminan yaitu kesepakatan kreditur apabila debitur wanprestasi, maka hasil penjualan jaminan akan dibagi secara pro rata kepada masing-masing kreditur tanpa memperhatikan hak preferensi dari kreditur lainnya. Untuk mengelola jaminan, akan ditunjuk security agent, namun masing-masing kreditur tetap mempunyai hak untuk mengawasi barang-barang yang dijaminkan. Jika kredit telah dilunasi, maka perjanjian jaminannya berakhir. Jika terjadi keadaan wanprestasi dan semua upaya hukum telah dilalui oleh kreditur untuk memberi peringatan atas kelalaian debitur, maka penyelesaian jaminan dilakukan melalui Badan Urusan Piutang Lelang Negara (BUPLN), hal ini dilakukan sehubungan dengan kedudukan Bank "X" tempat penulis melakukan riset adalah bank pemerintah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Gunawan
"Dengan berlakunya UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Jaminan kredit bukan merupakan syarat mutlak untuk Kenyataannya dalam praktek bank mendapatkan tidak akan menyetujui permohonan kredit tanpa disertai jaminan yang memadai. Bahkan, walaupun kredit itu sendiri berarti kepercayaan, bank tidak akan memberikan kredit atas dasar kepercayaan semata. Hal ini disebabkan kredit yang diberikan merupakan uang masyarakat yang di titipkan di bank. Jadi bank wajib melindungi uang tersebut. Ada lima syarat yang diajukan Bank X dalam menilai permohonan kredit yang diajukan calon debitur, salah satunya yaitu jaminan atau agunan (collateral) menilai jaminan, Bank X mempunyai dua kriteria, jaminan utama dan jaminan tambahan. Jaminan utama Dalam yaitu adalah kebendaan atau kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan kredit, sedangkan jaminan tambahan adalah jaminan dari pihak ketiga yang dikenal dengan nama personal guarantee. Personel guarantee sebagai jaminan tambahan disukai Bank X. Ini terlihat dari sedikitnya kredit dengan personal guarantee yang disetujui, kurang jumlah yaitu hanya 10% dibandingkan kredit dengan jaminan utama. Hal ini disebabkan sulitnya menilai bonafiditas calon guarantor dan kesulitan dalam mengeksekusi harta guarantor. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut, Bank X menerapkan prinsip prudence atau kehati-hatian dan mematuhi seluruh prosedur pemberian kredit dan prosedur pemberian jaminan. Apabila sampai timbul sengketa, maka ada dua cara yang dapat ditemplih, yaitu melalui proses gugat dipengadilan atau musyawarah di antara para pihak. Cara pertama umumnya dihindari oleh Bank X mengingat banyaknya kerugian-kerugian yang diderita, dan cenderung memilih cara kedua karena merupakan alternatif yang lebih baik ."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fennieka Kristianto
Jakarta: Minerva Athena Pressindo, 2009
346.078 FEN k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Putra Patria
"ABSTRAK
Perjanjian Kredit adalah kegiatan yang sering dilakukan antara pengusaha atau
badan usaha dengan bank maupun lembaga pembiayaan non bank untuk
membantu pengusaha atau badan usaha untuk melakukan perluasan usaha dengan
penambahan modal. Perjanjian Kredit dilakukan dengan prinsip-prinsip perbankan
dan salah satu di antaranya adalah pemberian jaminan umum maupun jaminan
khusus dari si berutang atau debitur kepada yang member jaminan atau kreditur.
Jaminan pribadi adalah salah satu jaminan umum yang tidak memiliki hak
didahulukan bagi pemegang jaminan tersebut akan tetapi sering dipersyaratkan
kepada Pengurus dari sebuah badan hukum Koperasi oleh Lembaga Pengelolaan
Dana Bergulir yang memberikan pembiayaan. Tesis ini membahas akibat hukum
dari akta jaminan pribadi yang ditandatangani penjamin pribadi tersebut sebagai
kedudukannya sebagai Pengurus yang harus menjaminkan kekayaan pribadinya
sementara Koperasi adalah badan usaha yang berbadan hukum sehingga kekayaan
antara anggota dan badan hukumnya sudah jelas terpisah. Akibat hukum
ditandatanganinya akta tersebut juga perlu diperhatikan apabila si penjamin sudah
tidak lagi menjabat menjadi pengurus sementara akta jaminan pribadi tersebut
tidak dilakukan perubahan.

Abstract
Credit Agreement is an activity that is often made between the employer or
business entity with the bank and non bank financial institutions to assist
entrepreneurs or enterprises to expand business with the capital increase. Credit
agreements made with the principles of banking and one of them is the provision
of general guarantees and specific guarantees of the debt or the debtor to a
member or creditor insurance. Personal guarantee is one of the common security
that has no precedence for holders of rights will be guaranteed but often required
by the Management Revolving Fund Institute to provide financing. This thesis
discusses the legal consequences of the deed, signed a personal guarantee that
personal guarantor of his position as Executive to pledge his personal assets or
all of his belongings while the cooperative is a legal entity so that the wealth
among its members and is clearly separated. The legal consequences of signing
the deed is also worth noting if the guarantor is no longer served but the personal
warranty deed is not done changing."
2012
T30756
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kusumaningsih
"Penelitian dilakukan dengan tujuan uatuk mengetahui mengenai jaminan hipotik dalam kredit sindikasi, dimana hipotik dijaminkan kepada beberapa kreditur yang bersama-sama memberikan kredit kepada satu debitur. Bagaimana pengikatan jaminan hipotiknya dan bagaimana bila terjadi peralihan piutang dari salah satu kreditur sindikasi kepada pihak lain, serta bagaimana bila debitur wanprestasi. Dalam pembahasan ini dicari proses pemecahannya baik dengan bahan kepustakaan maupun dengan metode wawancara. Dalam penelitian, ternyata terdapat perlindUAgan baik terhadap debitur maupun para kreditur sindikasi, sehubungan dengan jaminan hipotik dalam kredit sindikasi, yang kesemuanya dituangkan dalam perjanjian kredit sebagai perjanjian. pokoknya maupun dalam perjanjian pengikatan jaminan hipotiknya sebagai perjanjian yang bersifat accessoir."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20491
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Purwanti
"Eka Purwanti; 0587000511; Fiducia Sebagai Jaminan Dalam Kredit Sindikasi Pada Bank Rakyat Indonesia; Skripsi; 1991. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menguraikan mengenai pelaksanaan pengikatan jaminan fiducia dalam kredit sindikasi serta menguraikan masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya. Dalam proses penyelesaian skripsi ini digunakan dua macam metode penelitian yakni Library Research (pene litian kepustakaan) dan Field Research (penelitian lapangan) meliputi observasi dan wawancara . Untuk menyelesa ikan skripsi ini penulis melakukan penelitian di Bagian Divisi Hukum Bank Rakyat Indonesia.
Pada saat ini, bank sebagai lembaga pemberi kredit telah mengalami kemajuan pesat ,hal ini sesuai dengan semakin pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi. Sehubungan dengan itu maka makin berkembang pula jenis-jenis kredit yang ditawarkan oleh bank. Salah satunya adalah kredit sindikasi. Kredit sindikasi (Syndicate Loan), secara sederhana diartikan sebagai kredit/pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur (bank) kepada seorang debitur (perusahaan) untuk membiayai proyek-proyek milih debitur. Manfaat kredit sindikasi ini semakin dirasakan, terutama oleh pengusaha yang membutuhkan dana dalam jumlah yang besar. Fiducia atau fiduciaire eigendom overdracht disebut pula sebagai jaminan hak milik secara kepercayaan. Pada mulanya fiducia digunakan sebagai jaminan untuk benda-benda bergerak. Namun sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat Indonesias Dewasa ini maka obyek fiducia telah diperluas. benda-benda tidak bergerak yang tidak dapat dijaminkan dalam bentuk hipotik maupun crediet-verband. Jika dalam kredit sindikasi terjadi kredit macet maka untuk mengeksekusi benda-benda yang dijaminkan secara fiducia tidaklah mudah, karena jaminan pada kredit sindikasi adalah jarninan paripasu ( jaminan bersama untuk para kreditur). Kreditur dalam kredit sindikasi dapat terdiri dari bank-bank pemerintah, bank-bank swasta nasional dan bank-bank asing. Oleh karena itu untuk rnemudahkan eksekusinya dibuatlah tiga macam sindikasi yaitu Perjanjian kredit sindikasi antara bank-bank pemerintah, eksekusi harus dilaksana kan di PUPN, perjanjian kredit sindikasi antara bank-bank swasta nasional dan perjanjian kredit sindikasi antara bank-bank asing, eksekusi di laksanakan di Pengadilan Negeri ( Eka Purwanti)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Ghaisani Sya`bina
"Perikatan sebagai seorang personal guarantee atau penanggung utang (borgtocht) meletakkan diri pada kedudukan yang cukup berisiko. Pada dasarnya, seseorang memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam kapasitasnya sebagai personal guarantee. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 KUHPerdata, seorang personal guarantee berkewajiban untuk melakukan pelunasan atas utang seorang debitur yang tidak membayar utang-utangnya. Namun, dalam melaksanakan perikatannya, seorang personal guarantee diberikan hak istimewa oleh Pasal 1831 KUHPerdata berupa hak untuk menuntut penyitaan dan penjualan harta kekayaan debitur utama terlebih dahulu sebelum harta kekayaannya dieksekusi. Tanggung jawab yang diberikan oleh undang-undang tersebut tidak menutup kemungkinan bagi personal guarantee untuk dimintai pertanggungjawaban di muka Pengadilan. Bahkan, Pasal 1832 ayat (1) KUHPerdata yang mengatur mengenai pelepasan hak istimewa personal guarantee mengindikasikan adanya kemungkinan personal guarantee dijatuhkan pailit atas utang debitur utama, baik bersamaan maupun tanpa dipailitkannya debitur utama. Sayangnya, peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara eksplisit mengenai kedudukan personal guarantee dalam ruang lingkup kepailitan. Oleh karena itu, pada praktiknya masih ditemukan perbedaan penafsiran pertanggungjawaban personal guarantee dalam kepailitan. Tulisan ini menganalisis bagaimana pertanggungjawaban jaminan perorangan (personal guarantee) dalam kepailitan dengan dikaitkan pada Putusan Nomor 6/Pdt.Sus-Pailit/2020/ PN.Niaga.Jkt.Pst.. Selain itu, tulisan ini juga memaparkan perbandingan dengan yurisprudensi yang bertolak belakang dengan putusan tersebut, yaitu Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 922 K/Pdt/1995. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan didukung oleh data sekunder.

Agreement as a personal guarantee (borgtocht) places oneself in a quite risky position. Essentially, an individual bears a significant amount of liability in their capacity as a personal guarantee. As regulated in Article 1820 of the Civil Code, a personal guarantee is obligated to pay off the debts of a debtor who fails to pay their debts. However, in carrying out the agreement, a personal guarantee is given a privilege based on Article 1831 of the Civil Code in the form of the right to demand seizure and sale of the principal’s assets first before executing the personal guarantee’s assets. The liability that is given by the law does not preclude the possibility for personal guarantees to be held accountable before the Court. In fact, Article 1832 paragraph (1) of the Civil Code which regulates the relinquishment of personal guarantee’s privilege indicated the possibility of personal guarantee being declared bankrupt for the principal’s debt, either with or without the principal being declared bankrupt as well. Unfortunately, statutory regulations do not explicitly regulate the legal standing of personal guarantee within the scope of bankruptcy. Therefore, in practice, there are still different interpretations of personal guarantee’s liability in bankruptcy. This article analyzes personal guarantee’s  liability in bankruptcy by reviewing Decision No. 6/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN.NIAGA.Jkt.Pst.. Apart from that, this article also presents a comparison to a jurisprudence that is contrary to the decision, namely Jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 922 K/Pdt/1995. This article is written using a normative juridical research method and supported by secondary data."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>