Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77100 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heni Mulyani Effendi
"ABSTRAK
MASALAH POKOK. Hukum yang mengatur kedudukan janda merupakan suatu rangkaian yang bulat yang bersangkut-paut dengan perkawinan, harta kawin, perceraian dan warisan. Dengan demikian, persoalan ini termasuk dalam ruang lingkup hukum Kekeluargaan dengan kaitannya terhadap Hukum Perkawinan dan Hukum waris Dalam Hukum Perkawinan, dengan adanya Undang-undang No. 1 Tabun 1974 tentang Perrkawinan, sudah terdapat kesatuan dalam Hukum Perkawinan. Tetapi di belakang itu, berdasarkan pasal 66 Undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa berlakunya Undang-undang tersebut masih pula didampingi oleh peraturan lain yang telah ada sepanjang belum diatur. Konsekwensi dari pasal 66 tersebut masih perlu diteliti peraturan peraturan mana mengenai perkawinan yang telah ada yang masih berlaku dan mana yang tidak. Dalam Hukum waris, ternyata hukum tertulis warisan kolonial dan peraturan-peraturan lain tentang kewarisan anta ranya sudab tidak sesuai. lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Ditambah lagi dalam kenyataan yang ada dimana terdapat pengaruh yang besar dari Hukum Islam dan Hukum Adat dengan berbagai corak dan ragamnya, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Memang usaha untuk membentuk suatu hukum Kewarisan Nasional, yang bersifat Nasional, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 telah mencatat sejarah yang panjang. Dimana-mana terdapat permasalahan tentang ' kewarisanyang dari berbagai segi terkadang menimbulkan hal yang perlu penyelesaian segera. METHODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) me - 1 thode, yaitu: - Penelitian perpustakaan (Library research). - Penelitian lapangan (Field research). Dari bahan-bahan, data-data dan fakta-fakta. yang ada dan ditemukan dalam penelitian, kemudian oleh sedemikian rupa dalam bentuk tulisan, sehingga materinya dapat dipertanggung jawabkan terhardap ilmu pengetahuan. HAL-HAL YANG DITEMUI Dalam Kitah Undang-undang Hukum Perdata lama, janda bukan. ahli waris yang sebenarnya- berdasarkan pasal 852.(1). Kemudian setelah mengalami perkembangan hukum sedemikian rupa, berdasarkan Staatsblad 1935 - 486 ditambahkan suatu aturan pada pasal 852 a K.U.H. Perdata, dimana ditentukan bahwa seorang janda ahli waris dari suami atau isterinya,- yang dalam kedudukannya disamakan dengan- seorang anak. Janda sebagai ahli waris dengan demikian mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan ahli waris lainnya menurut Undang-undang, dan termasuk golongan perturan dalam penggolongan ahli waris, kecuali mereka yang tidak patut mewaris karena melakukan salah satu perbuatan yang disebut pasal 838 jo pasal 912 K.U.H. Perdata. Karena dalam pewarisan yang beralih-meliputi segala aktiva dan pasiva dari harta kekayaan pewaris, pasal 1023 K, U.H. Perdata menyatakan bahwa seorang. ahli waris dapat menentukan sikap terhadap harta peninggalan, yaitu menerima secara murni, atau menerima dengan syarat, atau menolak sama sekali warisan, dengan segala konsekwensinya. Ditentukan bahwa janda sebagai ahli waris mempunyai kedudukan yang sama dengan seorang anak. Tetapi dalam hal tertentu janda tidak berhak atas suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang dinamakan Legitieme Portie seperti di sebut pasal 913 K.U.H. Perdata yang menentukan bahwa yang berhak atas Legitierae Portie adalah ahli wards dalam _ garis lurus. ke bawah dan keatas, apabila mereka menurut Undang-undang tampil ke muka sebagai ahli waris, dimana bagian tersebut tidak boleh diserahkan kepada orang lain, baik dengan hibah selama hidup maupun dengan wsiat Karena janda tidak berhak atas Legitierae Portie,maka apabila dalam pewarisan terdapat wasiat atau testament, ada kernungkinan seorang janda tidak akan mendapat bagian dari harta peninggalan, karena warisan diambil oleh mereka yang mendapat jaminan dari Undang-undang atas perolehannya dari Legitieme Portie dan oleh mereka yang mendapat perolehan dari wasiat atau testament. Dengan demikian, hak janda untuk memperoleh bagian dari harta peninggalan akan terancam dengan adanya wasiat, jadi dalam hal ini Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak sepenuh nya menjamin hak waris dari seorang janda berhubung dengan keadaan sedemikian itu. KESIMPULAN.- Kedudukan janda dalam Hukum Waris menurut Undang-undang dipersaraakan dengan seorang anak sah mengenai hak-haknya untuk mewaris (pasal 852a). Tetapi dalam beberapa hal seorang janda masih mempunyai kewajiban tertentu, antara lain memelihara, mendidik dan mengawasi harta kekayaan anak yang berada di bawah kuasanya (pasal 345) Walaupun seorang janda dalam kedudukannya sebagai ahli waris dipersaraakan dengan seorang anak sah, seorang janda tidak berhak atas Legitletne Portie (pasal 913) yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan, sehingga seorang janda dapat dihapuskan sama sekali haknya untuk menerima warisan, apabila dalam suatu pewarisan terdapat wasiat atau testament. Dengan demikian hak janda untuk memperoleh bagian dari harta peninggalan akan terancam. SARAN-SARAN Dalam hal ini, maka sesuai dengan tekad yang ada dalam menuju suatu Hukum Kewarisan Nasional, dalam masalah tentang kedudukan janda dalam Hukum Waris ini perlu adanya suatu jaminan yang pasti, terlebih janda sebagai perempuan merupakan bagian yang mutlak dari negara yang potensial untuk menyumbangkan segala perjuangan dan partisipasinya dalam pembangunan nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986
340.581 KED
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sigit N.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, M. Yahya
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993
340.57 YAH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiratna Sari Safitri
"Anak adalah generasi penerus yang akan memikul tugas yang diamanatkan bangsa kepadanya. Sebagai generasi penerus anak harus tumbuh dan berkembang dengan sehat baik secara jasmani maupun rohani. Pihak yang paling bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak adalah orang tua. Tanggung jawab itu berupa pemeliharaan dan pendidikan anak. Apabila orang tua mengabaikan tanggung jawabnya tersebut, maka pengadilan dapat mencabut kekuasaan orang tua atas anaknya. Pencabutan kekuasaan ini menyebabkan hilangnya hak orang tua atas anak, tetapi tetap tidak mengurangi kewajiban orang tua untuk membiayai pemeliharaan serta pendidikan anaknya. Pencabutan kekuasaan orang tua walaupun tidak mengakibatkan hilangnya kewajiban orang tua terhadap anak, namun tetap harus ditentukan siapa yang akan mendidik, merawat serta memelihara anak tersebut. Pihak yang melaksanakan tugas ini disebut sebagai wali. Pengangkatan wali dapat dilak kan dengan tiga cara, yaitu berdasarkan wasiat, berdasarkan apa yang telah diatur oleh undang-undang atau dapat juga berdasarkan keputusan hakim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuryanti Widyastuti
Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Dwi Utami
"Latar belakang dari penggunaan konsep nominee di Indonesia adalah untuk menfasilitasi pembatasan-pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah dalam bentuk larangan kepada pihak asing memiliki saham-saham perusahaan Indonesia dengan bidang usaha tertentu dan larangan kepada Warga Negara Asing untuk memiliki tanah di Indonesia dengan status hak milik. Larangan tersebut secara tegas dinyatakan dalam peraturan perundangan-undangan. Namun demikian, konsep nominee banyak dijumpai dalam transaksi kepemilikan saham perusahaan Indonesia oleh pihak asing, kepemilikan tanah dengan status hak milik di Indonesia oleh Warga Negara Asing dan pengelolaan perusahaan oleh Direktur Nominee. Dengan menggunakan konsep nominee dalam transaksi tersebut, terdapat 2 pihak yang terlibat yaitu pihak nominee dan pihak yang menunjuk seseorang untuk bertindak atas namanya sebagai nominee (beneficiary). Hal yang menjadi dasar hukum dari penggunaan konsep nominee adalah sistem terbuka yang terdapat dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu terdapatnya asas kebebasan berkontrak, pacta sunt servanda dan itikad baik yang melahirkan nominee agreement yang dibuat oleh dan antara pihak nominee dan beneficiary. Dengan terdapatnya larangan tersebut dan tetap dijumpai penggunaan konsep nominee dengan tujuan untuk menghindari pembatasan yang dilakukan pemerintah maka pengadilan dalam putusannya menyatakan bahwa transaksi yang dilakukan oleh para pihak menjadi batal demi hukum, sedangkan dalam pengelolaan perusahaan oleh Direktur Nominee tetap terikat dengan
Nominee arrangement generally used in Indonesia to facilitate the limitations implied by government in prohibiting foreigners to hold shares of Indonesian companies that are listed in the negative list investment and/or to own land having freehold title in Indonesia. The prevailing laws and regulations explicitly prohibit such foreigner?s ownership. Despite, nominee arrangement can be found in some transactions such as the ownership of shares of Indonesian companies by foreigners, the ownership of land with freehold title in Indonesia by foreigners and the management of company by nominee director. There are 2 parties involved in nominee arrangement, nominee and beneficiary, who is the party who appoints such nominee to act for and on behalf of himself/herself. The legal basis for applying nominee arrangement is the open system (sistem terbuka) of the Indonesian civil code (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), that are freewill to enter into contract (asas kebebasan berkontrak), pacta sunt servanda and good faith. Those principles are the main basis for nominee agreement. However, the court in its verdict determines the transaction applying nominee arrangement is null and void (batal demi hukum), furthermore the director including nominee directors shall be bound by articles of association of the Company."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S21415
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Herlita
"Di Indonesia, banyak sekali terjadi penyuluhan hukum oleh Notaris melalui media internet. Hal tersebut menyebabkan dilanggarnya ketentuan Pasal 15 ayat 2 huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris UUJN mengenai kewenangan Notaris yang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta. Salah satu Notaris yang menggunakan media internet untuk memberikan penyuluhan hukum kepada Pengguna Jasa atau Klien Notaris adalah Notaris (SHW). Notaris (SHW) menggunakan media internet seperti website, telekonferensi, video konferensi, dan media internet lain yang memungkinkan bagi Notaris (SHW) dan Pengguna Jasa atau Klien Notaris dapat berkomunikasi. Penyuluhan hukum yang diberikan oleh Notaris kepada Pengguna Jasa atau Klien Notaris dengan menggunakan media internet, khususnya website seharusnya hanya memberikan informasi yang bersifat pengumuman atau yang tidak mengandung promosi. Oleh sebab itu, Bagaimanakah kewenangan Notaris dalam memberikan penyuluhan hukum melalui media internet ditinjau dari Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, Undang-Undang Telekomunikasi, serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bagaimanakah batasan-batasan kewenangan Notaris dalam memberikan penyuluhan hukum melalui media internet. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif, dengan jenis data sekunder, berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen, dengan metode analisa data kualitatif dan hasil penelitian desriptif analitis. Hasil penelitian, yaitu Notaris (SHW) telah melanggar ketentuan UUJN dan Kode Etik Notaris mengenai rahasia jabatan dan larangan-larangan bagi Notaris. Oleh karena itu, Notaris (SHW) dapat dikenai sanksi-sanksi yang terdapat dalam UUJN dan Kode Etik Notaris. Notaris memiliki batasan dalam memberikan penyuluhan hukum melalui media internet, seperti penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham yang diberikan kewenangan secara langsung oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas.

In Indonesia, there is a lot of legal counseling by Notary Public through internet media. It causes the violation of the provisions of Article 15 paragraph 2 letter e The Notary Law regarding the authority of Notary Public giving legal counseling in connection with the making of Deed. One of Notary who uses the internet media to provide legal counseling to the Service Users or Notary Clients is Notary SHW . Notary SHW uses internet media such as websites, teleconferencing, videoconferences, and other internet media that make it possible for Notary SHW and Service Users or Notary Clients to communicate. Legal counseling given by Notary to Service Users or Notary Clientsby using internet media, especially website should only give information that is announcement or not containing promotion. Therefore, how is the authority of Notary in providing legal counseling through internet media viewed from The Notary Law, Ethics Code of Notary, Telecommunication Law, and Electronic Information and Transaction Law. How is the limitations of Notary 39 s authority in providing legal counseling through internet media. This research use a normative juridical research method, descriptive research type, with secondary data type, in the form of primary, secondary, and tertiary legal material. Also, data collection tool using document study, with qualitative data analysis method and descriptive analytical research result. The result of the research, that Notary SHW has violated the provisions of The Notary Law, and Ethics Code of Notary concerning the secret of function and the prohibitions for the Notary. Therefore, Notary SHW may be imposed to sanctions contained in The Notary Law and Ethics Code of Notary. The Notary has limitations in providing legal counseling through internet media, such as the implementation of General Meeting of Shareholders which is given authority directly by Limited Liability Companies Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryadi Indrakusuma
"Dalam praktek bisnis sehari-hari, perusahaan melakukan transaksi bisnis baik dengan pihak ketiga, maupun dengan pihak terafiliasi. Di Indonesia, setiap transaksi yang dilakukan dengan pihak terafiliasi, harus memenuhi prosedur yang diwajibkan oleh Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu tanpa melihat materialitas nilai dari transaksi tersebut, atau dampak positif dari transaksi yang dilakukan, termasuk apakah transaksi tersebut telah dilakukan dengan syarat-syarat dan kondisi yang wajar (arms lenght).
Dalam prakteknya transaksi yang dilakukan dengan pihak terafiliasi atau dikenal sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan tidak selalu berdampak buruk bagi Perusahaan dan atau pemegang sahamnya. Kadangkala transaksi yang dilakukan justru dapat meningkatkan efisiensi dan meningkatkan kinerja Perseroan yang akhirnya memberikan dampak positif bagi pemegang saham karena meningkatkan nilai perusahaan (corporate value) .
Dengan kondisi dan tipikal dari pemodal jangka pendek yang umumnya memiliki saham Perseroan kurang dari 5% (lima per seratus) dari saham Perusahaan Tercatat, pemegang saham minoritaslindepende, biasanya hanya berkepentingan terhadap capital gain berupa selisih keuntungan atas pergerakan harga saham di Bursa. Akibat dari intensi kepemilikan saham yang hanya bersifat jangka pendek, seringkali pemodal tersebut tidak terlalu merasa berkepentingan terhadap pengelolaan operasional Perusahaan. Kondisi tersebut berpotensi mengakibatkan kehadiran mereka sebagai pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan bukan menjadi hal yang penting bagi mereka.
Akibat ketidak hadiran mereka dalam Rapat Umum Pemegang Saham seringkali korum kehadiran dalam Rapat Umum Pemegang Saham untuk memberikan persetujuan suatu transaksi yang berdasarkan ketentuan Peraturan IX.E.1 sulit tercapai sehingga Perusahan Tercatat harus beberapa kali melakukan Rapat Umum Pemegang Saham dengan melalui beberapa tahapan yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, serta membutuhkan proses yang tidak mudah untuk melaksanakannya. Jika transaksi yang dilakukan nilainya tidak material, hal tersebut justru menimbulkan inefisiensi bagi Perusahaan yang akhirnya merugikan perusahaan. Kesulitan yang dihadapi Perseroan akhirnya justru menghilangkan esensi dari tujuan Perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal.
Tesis ini berusaha untuk melihat apakah Peraturan yang mengatur transaksi benturan kepentingan sebagai salah satu upaya untuk memberikan perlindungan kepada publik cukup efektif dan memenuhi substansi tujuan utamanya memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritaslindependen, dengan membandingkan antara praktek yang dilakukan salah satu Perusahaan Tercatat dengan regulasi yang mengatur transaksi serupa di Indonesia, Malaysia dan Singapura."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T18392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqy Hidayat
"Globalisasi ekonomi menjadi kenyataan yang tidak terhindarkan pada kehidupan nyata sekarang ini. Dengan banyaknya investor asing yang masuk dan menanamkan modal dalam dunia usaha Indonesia menjadikan profesi notaris sebagai pembuat akta otentik harus lebih berhati-hati dalam membuat akta dikarenakan ada kemungkinan bagi akta yang dibuat tidak dalam bahasa Indonesia berakibat batal demi hukum. Dari latar belakang tersebut, penulis mengambil rumusan masalah bagaimanakah kedudukan hukum dan akibat hukum dari akta yang tidak berbahasa Indonesia. Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian analitis deskriptif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berupa studi kepustakaan dan studi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 451/PDT.G/2012/PN.JKT.BAR. Penelitian ini dilakukan untuk dengan menganalisis peritimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan dikaitkan dengan ketentuan dan doktrin hukum yang ada sekarang ini.
Dari hasil penelitian ini penulis mengambil kesimpulan setelah melakukan perbandingan antara Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, bahwa walaupun diwajibkan di peraturan perundangundangan tersebut, tidak ada satu ketentuanpun yang mengatur secara jelas akibat hukum yang akan diterima jika ketentuan tersebut dilanggar. Hal ini menimbulkan masih adanya ketidakjelasan kedudukan akta yang tidak berbahasa Indonesia. Adapun sanksi yang dapat diterima oleh perbuatan tersebut adalah sanksi non existent atau tidak pernah lahir karena tidak memenuhi formalitas causa yang ditetapkan undang-undang, namun pada kenyataannya tetap harus diputuskan melalui putusan hakim, yang setelah berkekuatan hukum tetap, dapat dijadikan acuan bagi hakim untuk memutus perkara serupa walaupun kedudukannya tidak mengikat hakim.

Globalization in economy world is one of the undisputed things that this country must face, with numerous foreign investor who invest their money in Indonesia, made Notary as Public Officer specialized in make authentic deed should be more careful and selective in doing their job. Based on above background, I formulate the research question as in how is the legal position and legal implication on deed not made in Indonesian language. In this research, Juridis Normative method is taken, with descriptive analysis type with secondary data which collected by doing library research. Data used in this research is no other than West Jakarta District Court Verdict Nomor 451/PDT.G/2012/PN.JKT.BAR. The aim of this research is to identify and analyze the legal position and implication of deed not made in Indonesian Language by analyzing the judge ratio when they made the verdict and combined with legal and law doctrine analysis.
The findings showed that after comparatively analyze the law in Act No 2 Year 2014 and Act No 24 Year 2009, there is not a single law which governs legal implication for deed not made in Indonesian language, in detail manner. This could be interpreted as legal vacuum. From law doctrine, the implication which should be received by this action is no other than to be declared as nonexistent because it never satisfies formality causa which stipulated in the Act No 24 Year 2009. However in reality, court verdict is still deemed necessary, which after legally binding after the enforcement from the Supreme Court, could become one of the ratio for the next judge who rule the case, although it will not bind them."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>