Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112847 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Poerwanto
"Penulisan bertujuan untuk mengetahui pengaruh UU No 1 Tahun 1974 terharap Peraturan Perkawinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara karena bagi anggota militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) terikat dengan peraturan khusus yang terhimpun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara (KUHPT) dan Kitab Undang-Undang Disiplin Tentara (KUHDT). Dengan adanya Peraturan Perkawinan yang hanya berlaku bagi anggota TNI-AU, maka menimbulkan kasus-kasus yang penyelesaiannya kadang-kadang kurang adil bagi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan sedemikian ketatnya peraturan tersebut, namun dalam berbagai hal kehadiran Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 masih tetap diperlukan."
Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenti Sutinawati
"Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menjadikan peristiwa menjadi jelas, baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain dan masyarakat karena dapat dibaca dalam suatu surat yang bersifat resmi dan termuat pula didalam suatu daftar yang khusus disediakan, terutama sebagai suatu alat bukti tertulis yang otentik dan sah. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat (2) mengamanatkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan. Pencatatan perkawinan ini tidak hanya berlaku bagi penganut agama saja melainkan juga berlaku bagi penghayat kepercayaan. Khusus bagi penghayat aliran kepercayaan yang bukan merupakan agama, TAP MPR No. IV/mpr/1978 yang dipertegas lagi dengan Surat Menteri Agama kepada Gubernur Kepala Daerah Jawa Timur tertanggal 3 Juni 1978 No.B/5943/78, menyatakan bahwa aliran kepercayaan merupakan kebudayaan dan orang yang mangikuti aliran kepercayaan tidak kehilangan agamanya, sehingga apabila penganutnya menikah, maka tata caranya tetap mengacu kepada cara agama yang dipeluknya. Suatu ketentuan yang mutlak harus dilaksanakan yaitu bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya sesuai dengan ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, demikian pula dengan penganut agama Khonghucu termasuk dalam hal legalisasi Negara terhadap staus perkawinannya.
Metode penelitian dalam dalam penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif yaitu dengan cara menjabarkan perkembangan Khonghucu, hingga menjadi suatu ajaran agama dan menganalisis gejala-gejala dengan didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa jaminan kemerdekaan untuk memeluk dan melakukan perkawinan yang sesuai dengan agama seperti diatur dalam pasal 2 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang pokok-pokok perkawinan yang mengatur sahnya perkawinan apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu dan bagi tiap-tiap perkawinan dapat dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Nirmala Subroto
"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975 melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975. Ada pihak yang berpendapat bahwa perkawinan antaragama belum diatur dalam UU No. 1/1974, padahal pasal 2 ayat (1) UU tersebut memberi perumusan tentang perkawinan antaragama. Kasus perkawinan antaragama inilah yang penulis bahas melalui studi kepustakaan dan studi lapangan serta studi perundang-undangan yang khusus membahas tentang perkawinan, baik dari sudut hukum agama maupun hukum negara disertakan pula komentar para pakar hukum yang pernah diwawancara dan dimuat di media baik majalah maupun surat kabar. Skripsi ini bermaksud mencari jawaban persoalan perkawinan antaragama, apakah dapat dipandang sebagai suatu perkawinan yang sah, baik menurut hukum agama maupun menurut nukum negara. Ataukah sebetulnya hanya suatu keabsahan yang semu belaka alias tidak sah. Pada bulan Agustus 2002 terjadi suatu perkawinan antara seorang penyanyi beragama Islam dan seorang laki-laki beragama Kristen. Untuk mencari keabsahan, mereka membuat akta perkawinan di Australia, pulang ke Indonesia akta didaftarkan ke Catatan Sipil Bekasi. Petugas Catatan Sipil mencatatnya karena akta perkawinan tersebut adalah sah menurut hukum yang berlaku di Australia. Mengamati semua proses yang ditempuh itu, pada akhir penulisan diperoleh kesimpulan, dipandang dari Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan antaragama adalah perkawinan yang dilarang oleh hukum agama dan karenanya merupakan perkawinan yang tidak sah. Kesimpulan ini tentunya selaras dengan penjelasan perumusan pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974, yakni tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya. Sekiranya dapat diterima oleh pihak yang berkepentingan, penulis menyarankan bahwa beda agama sama sekali tidak menghalangi orang untuk bersahabat dan bekerjasama, namun sangat menghalangi atau melarang untuk mewujudkannya dalam sebuah perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20630
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryono
Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enno Soebardjo
"Untuk menuju pembangunan manusia seutuhnya, pembaharuan Undang-Undang diutamakan guna melestarikan ketertiban dan kedamaian dimasyarakat. Setiap manusia memiliki sesuatu yang dihargai, masing masing dalam jumlah yang relatif. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu Undang-Undang Perkawinan berdasarkan Pancasila, sepanjang belum ada atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut, peraturan perundang-undangan perkawinan lainnya masih berlaku. Penelitian dilakukan melalui buku-buku bacaan dan instansi yang terkait. Arti perkawinan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa. Syarat-syarat perkawinan mengikuti keadaan masyarakat yaitu menurut agama dan kepercayaannya, akibat perkawinan terhadap harta hendak terjadi pemisahan harta tanpa ada perjanjian perkawinan, alasan perceraian untuk pegawai negeri berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 serta peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Harta benda perkawinan peraturannya sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, sejak perkawinan berlangsung ada harta yang ter pisah dan harta bersama. Kitab Undang-undang Hukum Perdata bukan warisan budaya bangsa Indonesia. Perjanjian perkawinan tidak banyak digunakan oleh bangsa Indonesia padahal calon suami isteri mendapat kebebasan mengatur harta benda nya, kalaupun itu ada biasanya terjadi antara calon suami atau isteri karena adanya perbedaan yang besar mengenai harta yang dimilikinya. Memuat perjanjian perkawinan berarti mereka akan menentukan harta bendanya atas persetujuannya, dengan memisahkan selain harta yang dibawa, warisan atau hadiah juga harta yang didapat selama perkawinan, meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan harta bersama adalah harta yang di peroleh selama waktu perkawinan, dimiliki secara bersama tidak masing - masing, kecuali dari warisan atau hadiah. Perjanjian dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan, waktu perkawinan akte perjanjian disyahkan oleh pegawai pencatat. Perjanjian perkawinan ini disaksikan oleh dua orang saksi, ditanda tangani oleh calon suami-isteri Notaris dan saksi- saksi. Selama perkawinan, perubahan perjanjian perkawinan tidak bisa walaupun dengan persetujuannya, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Mengenai hukum perkawinan pada umumnya dan harta benda calon suami-isteri termasuk perjanjian perkawinannya, sebagai warga negara Indonesia berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Bab I-XIV, pasal 1-67, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Bab I-X, pasal 1-49 serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, pasal 1-23. Calon suami-isteri, penghayatan hukum perkawinan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya adalah perlu diperhatikan, karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam beberapa pasalnya menunjuk ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Debora M. I.
"Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yang menggunakan data sekunder sebagai sumber data, dimana dikaji secara mendalam mengenai norma-norma hukum pada hukum perkawinan, sekaligus menggali akibat hukum dari dikeluarkannya putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tentang Uji materil terhadap pasal 2 ayat (2) dan pasal 43 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Adanya putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, membawa dasar pijakan baru bagi perlindungan anak luar kawin, akan tetapi juga membawa masalah baru berkaitan dengan anak luar kawin. Anak luar kawin, yang dimaksudkan dalam putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010, adalah anak luar kawin dalam arti luas (anak hasil perkawinan yang tidak dicatatkan, anak hasil hubungan zina, anak sumbang/incest). Adanya putusan MK tersebut, berakibat adanya hubungan darah dan hukum antara anak luar kawin, bukan hanya dengan ibu dan keluarga ibunya, akan tetapi juga terhadap ayah dan keluarga ayahnya. Hal tersebut dimungkinkan, selama itu dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lainnya. Putusan tersebut jika dikaitkan dengan ketentuan KUHPerdata, tentang pengakuan dan pengesahan anak (Ps. 273 jo Ps. 49 UU Adminduk), serta ketentuan tentang larangan penyelidikan ayah seorang anak (Ps. 287 KUHPerdata), maka akan saling bertentangan, dan pada akhirnya tujuan dari putusan ini yakni untuk perlindungan anak, tidak sepenuhnya dapat terwujud sepenuhnya.
Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, putusan MK tersebut pada dasarnya tidak berkesuaian dengan ketentuan dalam KUHPerdata, dan sebagai akibatnya ada kekosongan hukum. Sehingga dengan demikian, pemerintah seharusnya membuat peraturan berkaitan dengan anak luar kawin, salah satunya dengan membuat PP berdasarkan amanat pasal 43 ayat (2) Undang-undang perkawinan, dan tetap melakukan perlindungan terhadap anak luar kawin, tidak sebatas keluarnya putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010. Selain itu perkawinan tidak dicatatkan/nikah sirri/nikah di bawah tangan, sebagai penyebab lahirnya anak luar kawin pun sebaiknya dicegah dengan jalan penyadaran masyarakatpun akan pencatatan perkawinan, serta pertimbangan akan keikutsertaan para tokoh agama untuk membantu pencatatan perkawinan."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43870
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Basuki
"Keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam bisnis di Indonesia telah ada sejak zaman revolusi kemerdekaan hingga saat ini, pada awalnya hal tersebut dimaksudkan hanya untuk menutupi kekurangan anggaran dari pemerintah serta kesejahteraan prajurit TNI yang tidak dapat dipenuhi dari anggaran saja. Permasalahan timbul ketika lahirnya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI yang mengatur tentang penertiban bisnis militer tersebut. Selanjutnya, titik berat masalah terletak pada penggunaan fasilitas negara oleh badan hukum milik TNI, sehingga tidak jelas aturan, status hukum serta kepemilikan unit usaha tersebut. Pokok permasalahan adalah mengapa Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendirikan badan usaha yang menghasilkan keuntungan? dan badan hukum apakah yang sesuai dengan kriteria Undang-undang nomor 34 Tahun 2004? Serta bagaimana status hukum keuangan dalam perseroan yang didirikan oleh TNI? dalam penulisan ini, digunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, memakai studi dokumen atau studi kepustakaan dan wawancara sebagai alat pengumpulan data, sedangkan studi dokumen tersebut menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, lalu setelah dilakukan analisa.
Simpulan dalam penulisan ini adalah TNI mendirikan mendirikan unit-unit usaha untuk menutupi kekurangan anggaran yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah, sedangkan badan hukum yang sesuai adalah badan hukum yang masih dapat menggunakan fasilitas negara sebagai asetnya, tetapi tetap memberikan keuntungan bagi TNI untuk menutupi kekurangan anggaran yang ada. Bentuk badan hukum yang cocok adalah Persero. Mengenai status hukum keuangannya, Persero merupakan ruang lingkup keuangan negara, sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, yangmenyatakan kekayaan pihak lain yang menggunakan fasilitas negara merupakan ruang lingkup kekayaan negara. Saran dalam penulisan ini, pembentukan persero hendaknya dilandasi peraturan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah agar dapat menjadi dasar serta memperkuat keputusan pemisahan kekayaan negara yang akan dijadikan aset persero. Terakhir, Solusi penertiban bisnis TNI hendaknya bersifat menguntungkan semua pihak, baik pemerintah maupun TNI sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>