Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Budi Juli Harsono
"Untuk memberikan teladan yang baik kepada masyarakat khususnya dalam kehidupan berkeluarga, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegavvai Negeri Sipil. Disampihg Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 serta Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975, untuk Pegawai . Negeri Sipil dalam melaksanakan Perkawinan atau perceraian berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 dimana dalam pelaksanaannya menimbulkan beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain karena adanya Pegawai Negeri Sipil yang akan melangsungkan perkawinan, baik perkawinan pertama maupun perkawinan untuk beristeri lebih dari seorang; Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian; kewenangan pemberian ijin kawin atau cerai dari seorang pejabat; akibat hukum terhadap pelanggaran Peraturan Pemerintah tersebut; dan pelaksanaan peraturan pemerintah tersebut oleh instansi pelaksana perkawinan dan perceraian di Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Sebagai pengantair pembahasan tersebut akan ditinjau sekilas mengenai pengertian Pegawai Negeri Sipil dan kewajiban-kewajibannya, serta mengenai perkawinan dan perceraian menurut berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cholidi Umar
"Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1983, yang dilaksanakan dengan Surat Edaran Administrasi Kepegawaian Negeri Nomor 08/SE/1983, tentang izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang beragama Islam belum begitu memasyarakat baik di kalangan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang beragama Islam, maupun oleh Hakim Pengadilan Agama. Oleh karena itu belum secara konsekwen dipatuhi dan dilaksanakan dalam pelcksanaan baik izin perkawinan kedua Ipoligarai) marpm dalam pelaksanaan perceraian antara Pegawai Negeri Sipil Republik In donesia yang beragama Islam di Pengadilan Agama. Agar peraturan-peraturan di atas dapat benar-benar diterapkan dalam praktek, sehingga peraturan perceraian yang terdapat di dalamnya dapat dijalankan sebagaimana mestinya, maka perlu diadakan penataran oleh pemerintah baik kepada Pegawai Negeri Sipil yang beragama Islam maupun Ketua dan Hakim Pengadilan Agama."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Hadjral Aswad Bauty
"Dalam menjalankan kewenangan jabatan sebagai notaris, maka notaris tersebut dapat membuat suatu akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Règlement op Het Notaris Ambt in Indonésie Stbl 1860 nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris, dimana dalam perkembangan selanjutnya Aturan Jabatan Notaris peninggalan pemerintahan kolonial Belanda tersebut telah diubah atau diganti dengan disahkan dan diberlakukannya Undang-undang No.30 Tahun 2004 tanggal 6 - Oktober - 2004 tentang Jabatan Notaris. Akta otentik yang disebutkan sebelumnya merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUHPerdata; Untuk bentuk aktanya undang-undang khususnya Pasal 38 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 mengatur bagian-bagian akta notaris yang terdiri atas : Kepala Akta, Badan Akta, dan Akhir Akta. Sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana diatur dalam undangundang, maka akta otentik harus benar-benar berisi atau menggambarkan fakta-fakta dan keterangan yang sesungguhnya tentang suatu kejadian serta kegiatan yang berlangsung diantara para penghadap untuk kemudian dituangkan dan diformalkan dalam suatu bentuk tertulis atau akta yang dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) notaris sebagai alat bukti bagi para penghadap dan juga notaris itu sendiri dikemudian hari. Untuk itulah sangat penting kiranya dalam akta notaris harus benar-benar diperhatikan keterangan yang disampaikan oleh penghadap khususnya yang berkaitan dengan kedudukan penghadap dalam akta tersebut yang pada akhirnya dapat membuat akta ini dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral, etika, dan khususnya hukum. Keterangan yang disampaikan para penghadap dalam akta notaris (otentik) tersebut dimuat dalam badan akta, sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-undang No.30 Tahun 2004, yang mana isinya antara lain dalam badan akta memuat tentang keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap. Dan pada bagian akta notaris (otentik) ini pulalah dimuat atau diterangkan tentang status perkawinan penghadap pada saat dia melakukan perbuatan hukum dalam akta ini. Dari uraian latar belakang tersebut, penulis membatasi pembahasan dengan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Akibat hukum apa saja yang dapat ditimbulkan dari status perkawinan tidak sah? 2. Dapatkah ketidakbenaran status perkawinan penghadap dalam badan akta (komparisi) menyebabkan aktanya menjadi tidak sah?; Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode secara deduktif dan kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan mengambil data-data umum dan menitikberatkan pada peraturan perundang-undangan serta kode etik notaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Hermanto
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>