Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147745 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ami Hartika
"Masalah Hipotik ini di dalam KUH Perdata diatur dalam Buku II titel 21, di mana pengertian tentang Hipotik ini disebutkan dalam pasal 1162, yaitu bahwa Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Salah satu bagian dari Hipotik yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini yaitu tentang "Roya Hipotik", yang jika dihubungkan dengan pembangunan perumahan KPR BTN/Real Estate adalah sangat penting artinya.
Karena dalam rangka pembangunan perumahan KPR BTN/Real Estate, lembaga jaminan Hipotik ini umumnya dipergunakan untuk meminta kredit dari Bank baik oleh developer maupun pembeli rumah. Setelah mereka melunasi hutangnya maka barulah Hipotik tersebut hapus. Penghapusan Hipotik itu wajib dicatat di Badan Pertanahan setempat demi untuk kepastian hukum dan agar dapat diketahui oleh umum tentang status tanah yang tidak lagi dibebani Hipotik. Pelaksanaan pencatatan
penghapusan Hipotik itulah yang disebut dengan " Roya Hipotik’.
Selanjutnya, agar pembahasan masalah ini tidak terlampau luas maka oleh penulis hanya akan dibahas khusus untuk "Roya Hipotik Pada Pembangunan Perumahan Pondok Hijau Permai Di Kecamatan Bekasi Timur, Kabupaten Bekasi" saja."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gitaningrum
"Masalah Hipotik ini di dalam KUH Perdata diatur dalam Buku ke II titel 21, di mana pengertian tentang Hipotik ini disebutkan dalam pasal 1162, yaitu bahwa Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Salah satu bagian dari Hipotik yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini yaitu tentang "Roya Hipotik", yang jika dihubungkan dengan pembangunan perumahan real estate adalah sangat penting artinya. Karena dalam rangka pembangunan perumahan real estate, lembaga meminta pembeli barulah jaminan Hipotik ini umumnya di pergunakan untuk kredit dari Bank baik oleh para developer maupun rumah. Setelah mereka melunasi hutangnya maka Hipotik tersebut hapus. Penghapusan Hipotik itu wajib dicatat di Badan Pertanahan setempat demi untuk kepastian hukum dan agar dapat diketahui oleh umum tentang status tanah yang tidak lagi dibebani Hipotik. Pelaksanaan pencatatan penghapusan Hipotik itulah yang disebut dengan "Roya Ripotik". Selanjutnya, agar pembahasan masalah ini tidak terlampau luas maka oleh penulis hanya akan dibahas khusus untuk "Roya Hipotik bagi pembangunan perumahan real estate di Wilayah Jakarta Timur" saja."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20413
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Asti Ardiani
Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herny Haryadi
"Dalam era pembangunan dewasa ini fasilitas kredit yang diberikan oleh pihak bank maupun perorangan mempunyai peran yang sangat besar. Jenis kredit yang diberikan pun semakin beraneka ragam mencakup banyak kebutuhan hidup. Untuk menjamin kedudukan pihak Kreditur sebagai pemberi kredit, maka dibutuhkan suatu jaminan yang berupa benda milik debitur dan diadakan perjanjian penanggungan utang yang merupakan perjanjian tambahan dari perjanjian kredit kreditur dan debitur. Hak yang diberikan debitur kreditur adalah hak tanggungan sesuai dengan UUPA berlaku sebagai unifikasi hukum tanah di Indonesia. antara kepada yang Untuk kredit yang jaminannya tanah, maka digunakan hipotik yaitu hak tanggungan yang menggunakan ketentuan-ketentuan hipotik untuk hak guna bangunan yang berasal dari konversi hak-hak barat, untuk tanah-tanah hak yang berasal dari konversi hak-hak adat digunakan ketentuan-ketentuan credietverband. Sebagai suatu hak kebendaan, hipotik baru akan memberikan kedudukan istimewa pada kreditur apabila telah dilakukan pembebanan/pemasangan hipotiknya di kantor pertanahan saksi pendaftaran tanah. Kemudian sebagai tanda buktinya dibuatkan sertifikat hipotik. Namun sejauh itu dalam praktek pembebanan hipotik, banyak timbul permasalahan yang tentu saja dilatar belakangi oleh beberapa hal antara lain masih sulitnya prosedur pembebanan hipotik, mahalnya biaya pembebanan hipotik, dan masalah-masalah lain yang terutama berkaitan dengan obyek hipotik. Hal ini tidak lain karena belum adanya pengaturan mengenai hipotik yang bersifat nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisaroh
"Dalam praktek perbankan hampir dapat dikatakan bahwa jaminan merupakan suatu syarat pokok untuk mendapatkan kredit Bank, meskipun dilain pihak terdapat kebijaksanaan tersendiri (dari pemerintah) terhadap pengusaha golongan ekonomi lemah dan masyarakat golongan ekonomi lemah yang ada di desa-desa, maka di sini .tidak selamanya diperlukan jaminan. Namun dal am hal pemberian rtedit pada batas-batas tertentu , jaminan ini sangat penting arti dan peranannya bagi pihak Bank. Yaitu sebagai suatu jaminan bahwa kredit yang diberikannya itu akan dikembalikan.
Pada skripsi ini, yang dimaksud dengan jaminan adalah jaminan atas be nda-benda tetap, yang dalam praktek perbankan dikenal dengan jaminan hipotik. Setiap pengikatan kredit dengan jaminan hipotik ini biasanya ada suatu ketentuan dari pihak Bank bahwa jaminan tersebut diasuransikan pula pada suatu perusahaan asuransi. Untuk itu ada suatu klausula khusus sebagai penghubung antara pihak Bank dengan pihak asuransi, yang disebut dengan Banker's Clause. Disamping itu ada pula ketentuan penting, yang menyatakan bahwa jaminan. hipotik itu dilarang untuk dipindah tangankan. pada pihak lain. Padahal menurut ketent uan dasar (asas-asas ) hipotik jaminan hipotik dapat dipindah tangankan ataupun dibebankan berkali-kali (tingkatan-tingkatan hipotik). Klausula semacam ini tercantum di dalam Surat Kuasa Memasang Hipotik (SKMH) dan Akte Hipotik-nya.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut di atas, yang sering terjadi dalam prkatek ada lah claim asuransi kebakaran atas jaminan hipotik tersebut. Ternyata masalah yang sering timbul adalah keadaan Under Insurance (pertanggungan di bawah harga), yang mana jika terjadi demikian pihak asurarsi akan kerugiannya berdasarkan kondisi prorata, dengan mempertimbangkan pula jumah pinjaman sitertanggung pada pihak Bank . Apakah da lam praktek kondisi prorata (berdasarkan penilaian dari adjuster) itu benar-benar diterapkan tanpa adanya kebijaksanaan dari pihak asuransi, ini akan penu lis bahas pada Bab-IV dalam bentuk kasus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kuswinda Purwati
"Endah Kuswinda Purwati. Pemberian Kuasa Kepada Bank Dalam Kaitannya Dengan Pembebanan Hipotik Sebagai Jaminan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia. - SKRIPSI, 1992.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai praktek pemberian kuasa untuk memasang hipotik alam dunia pe rbankan , berikut masalah hukum yang terjadi diaalam praktek dan penyelesaiannya. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Pasal 24 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, menentu kan oahwa bank d ilarang untuk memberikan kredit tanpa adanya jami nan. Dan salah satu bentuk jaminan adalah hipotik hak atas tanah. Hipotik hak atas tanah merupakan lembaga jaminan yang terkena wajib daftar pada register umum. Pendaftaran ini memberikan kedudukan preferent kepada pemegang hipotik, sehingga pelunasan piutang pemegang hipotik itu dapat didahulukan. Namun ketentuan yang bermaksud memberikan perlindungan pada kreditur tidak selamanya diikuti dalam praktek. Dilihat secara teoritis, praktek semacam ini bagaimanapun juga akan mendatangkan kesulitan bagi bank karena terdapat kemungkinan bank akan kehilangan hak istimewanya. Pihak bank sendiri menganggap praktek tersebut tidak menyulitkan, karena bank mempunyai cara tersendiri untuk menghindari hal semacam itu. Walaupun demikian didalam prakteknya, terkadang terjadi juga masalah-masalah yang membutuhkan penanganan yang profesional tanpa harus menimbulkan kesulitan bagi kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noersari Handayani
"Karena masalah yang menyangkut wanprestasi perjanjian pokok (kredit) dengan jaminan (bipotek) kapal masih langka sekali yang diselesaikan melalui badan peradilan (Pengadilan), dengan demikian sampai saat ini belum merupakan problema hukum yang menuntut pembahasan tersendiri (khusus) di lingkungan peradilan. Sehingga masalah hipotek kapal tidak berkembang seperti halnya hipotek pada umumnya (tanah).
Adapun penyebabnya menurut pendapat penulisa antara lain adalah:
1. Pemberian pinjaman dalam bentuk perjanjian kredit dengan jaminan kapal di anggap rnengandung resiko yang lebih besar jika dibanding dengan perjanjian kredit dengan jaminan lainnya (tanah)
2. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kurang atau tidak memahami peraturan-peraturan yang berlaku.
Oleh karena itu timbulah suatu persepsi dikalangan kreditur sebagai pemilik modal bahwa eksekusi penjualan lelang (Executorial Verkoop) hipotek kapal kurang memberi kepastian (jika dihubungkan dengan sita eksekusi). Sehingga pada akhirnya penulis berpendapat bahwa mengenai masalah perjanjian kredit, dengan jaminan kapal, perlu kiranya diatur secara khusus tanpa bermaksud mengesampingkan prinsip-prinsip keterbukaan dari hukum perjanjian. Sebab menurut pendapat penu1is kapal sebagai obyek hipotek mempunyai sifat dan fungsi yang sama sekali berbeda dengan benda obyek hipotek lainnya (tanah).
Apalagi mengingat peraturan perundangan yang berlaku saat ini adalah merupakan warisan pemerintah colonial Belanda. Maka sebagai konsekuensinya banyak peraturan perundangan produk kolonial Belanda pada waktu itu, semata-mata hanya dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pemerintah colonial Belanda saja.
Namun demikian sejak diproklamirkannya Indonesia Merdeka (17 Agustus 1945) dan ditetapkan undang undang dasar 1945 (18 Agustus 1945) berdasarkan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, peraturan perundangan produk pemerintah kolonial Belanda ini masih tetap berlaku sebelum ada peraturan baru yang menggantikannya.
Adapun ratio dari pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 ini adalah untuk menghindari terjadinya kekosongan hokum (recht vacuum). Tetapi sebagai konsekuensinya situasi yang demikian ini telah menimbulkan/menciptakan sesuatu keadaan yang dilematis dibidang hukum. Sedangkan kebutuhan hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat saat ini sudab sangat maju, sehingga peraturan perundangan yang berlaku khususnya mengenai hipotek kapal menurut pendapat penulis perlu kiranya untuk disempurkana agar lebih sesuai dengan tujuan hukum nasional.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20302
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S20349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sungkar, Wasilah A.
"Hak jaminan atas tanah, sebagai salah satu hak penguasaan atas tanah yang diberikan kepada kreditur dalam hubungan hutang-piutang tertentu, memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tanah yang ditunj uk sebagai jaminan, dengan hak mendahului kreditur-kreditur yang lainnya, jika terjadi cidera janji pada pihak debitur. Dengan adanya beding van eigenmachtige verkoop, pelaksanaan eksekusi hipotiknya secara langsung dapat dilakukan sendiri oleh pemegang hipotik tanpa campur tangan pengadilan dengan menjual tanah yang dijaminkan melalui Kantor Lelang. Namun kenyataannya dalam praktek menunjukkan, bahwa pelaksaan eksekusi memang tak semulus apa yang diharapkan, karena dalam kenyataannya mengalami hambatan. Di sini nampak adanya kesenjangan dalam praktek eksekusi hipotik, karena disatu pihak secara yuridis teoritis menjanjikan kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya bilamana debitur wanprestasi, namun dalam kenyataannya praktis kemudahan tersebut belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang ada. Hal ini terjadi karena faktor pendukung berlaku nya hukum, khususnya yang berhubungan dengan eksekusi hipotik belum sepenuhnya menunjang efektifitas hukum yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Woworuntu, Yudi Mirza
"Bouw Hipotik Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Konstruksi. Menurut Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Apabila hal ini kita hubungkan dengan praktek perbankan sehari-hari, kita melihat usaha dari bank antara lain menerima simpanan dari masyarakat baik dalam bentuk tabungan, giro, deposito dan bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu serta menyalurkan dana tersebut kepada pihak-pihak yang memerlukannya dalam bentuk kredit. Bank dalam memberikan jasanya, menyediakan bermacam-macam kredit, salah satunya adalah Kredit Konstruksi, yaitu kredit yang khusus diberikan kepada perusahan pemborongan bangunan, baik developer ataupun kontraktor, untuk melaksanakan pembangunan suatu proyek. Dalam pemberian kredit konstruksi tersebut, bank mensyaratkan adanya barang yang dijadikan jaminan. Salah satu bentuk yang dapat dijadikan jaminan adalah Bouw Hipotik, yaitu hipotik khusus diadakan untuk membangun perumahan dengan jaminan tanah yang telah ada dan rumah yang akan dibangun, dimana pemberian kreditnya tidak dilakukan sekaligus menurut plafon (pagu kredit), melainkan diberikan sebagian demi sebagian sesuai dengan kemajuan/hasil pembangunan rumahnya. Prosedur pembebanan hipotik ini, pertama-tama adalah dibuat perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Kemudian dibuat perjanjian pembebanan hipotik yang dimuat dalam akta hipotik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Untuk memenuhi syarat publisitas, akta hipotik, beserta dokumen lain yang harus didaftarkan kepada Kepala Seksie diperlukan, Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan setempat untuk dibukukan dan dibuatkan sertifikatnya. Bila timbul perselisihan, Debitur wanprestasi atau pailit, maka Bank sebagai kreditur dapat mengeksekusi barang yang dijadikan jaminan untuk pelunasan hutang dari Debitur dan apabila ada sisanya akan dikembalikan kepada Debitur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>