Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106245 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Maulani
"Semakin majemuknya masyarakat Indonesia, terutama menjelang era globalisasi, membuka kemungkinan terjadinya suatu perkawinan campuran. Perkawinan campuran menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah perkawinan antara seorang warganegara Indonesia dengan seorang warganegara Asing. Dalam setiap perkawinan, ada saja kemungkinan timbul suatu kesalahpahaman ataupun penyimpangan dari apa yang sudah direncanakan oleh setiap pasangan yang mengakibatkan putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan dapat terjadi karena kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan. Putusnya perkawinan karena perceraian, dimungkinkan dengan alasan-alasan yang disebut secara limitatif oleh Undang-undang, diantaranya karena perselisihan dan pertengkaran antara suami isteri yang terjadi secara terus-menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Untuk terjadinya perceraian pada perkawinan campuran pada pasangan yang berbeda warganegara terjadi suatu masalah mengenai hukum apa yang akan diberlakukan dalam menyelesaikannya, hukum Indonesia ataukah hukum asing. Perceraian pada perkawinan campuran yang dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 mengikuti ketentuan yang diatur dalam pasal 20-36 dan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975. Akibat perceraian pada perkawinan campuran ini, selain menyangkut masalah nafkah isteri, perwalian dan pemeliharaan atas anak, serta harta bersama, juga mempengaruhi status personil yang berhubungan dengan hal kewarganegaraan yang penyelesaiannya diatur oleh Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia nomor. 62 tahun 1958."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Adi Triprayogo
"Semakin bertambah dan berkembangnya hubungan-hubungan dengan luar negeri, maka semakin banyak hubungan hukum yang dapat terjadi antara sesama Warga Negara Asing di Indonesia, maupun antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia. Hubungan-hubungan hukum atau pristiwa yang mengandung unsur asing (foreign element) saat ini sudah sering terjadi. Banyak orang Indonesia melangsungkan perkawinan campuran dengan orang asing, karena perbedaan kewarganegaraan. Dalam setiap perkawinan, ada kemungkinan timbul suatu penyimpangan dari apa yang sudah direncanakan oleh setiap pasangan yang mengakibatkan putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan karena perceraian, dimungkinkan dengan alasan-alasan yang disebut secara limitatif oleh Undang-Undang, diantaranya karena perselisihan dan pertengkaran antara suami istri yang terjadi secara terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Perceraian pada perkawinan campuran akan menimbulkan suatu masalah mengenai hukum apa yang akan diberlakukan dalam menyelesaikannya, hukum Asing atau Hukum Indonesia. Akibat-akibat hukum yang timbul karena perceraian pada perkawinan campuran, mempengaruhi status personil yang berhubungan dengan kewarganegaraan yang penyelesaiannya diatur oleh Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1958, selain itu menyangkut masalah nafkah istri perwalian dan pemeliharaan atas anak, serta harta bersama."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adina Nurhayatun
"Perkawinan antar warga negara Indonesia dengan warga negara asing banyak terjadi di Indonesia. Pada asasnya perkawinan haruslah berlangsung kekal dan bahagia, namun bagaimana jika terjadi perceraian dalam perkawinan campuran terutama pada saat anak masih di bawah umur, apakah peraturan perundang-undangan yang ada telah melindungi anak dan bagaimana kedudukan anak akibat perceraian dalam perkawinan campuran? Anak sebagai generasi penerus dan tunas harapan bangsa perlu mendapatkan jaminan perlindungan yang merupakan haknya tanpa ada perbedaan status sosial, politik dan agama. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan sewajarnya baik jasmani maupun rohani, maka diperlukan peraturan yg dapat melindungi mereka dari segala kemungkinan yang berakibat buruk. Perlindungan yang diberikan berlaku juga bagi anak dari perkawinan campuran. Adanya perbedaan kewarganegaraan dari orang tuanya (ibunya) menimbulkan persoalan tersendiri bagi kedudukan anak mengingat perbedaan hukum dari orang tuanya. Sebagai contoh kasus perkawinan campuran dalam skripsi ini dimana pengasuhan dan pemeliharan anak diberikan kepada ibunya. Walaupun anak dalam pemeliharaan ibunya tapi ayahnya tetap bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Untuk kewarganegaraannya Undang-Undang Perlindungan Anak juga sudah mengatur yaitu demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya maka kewarganegaraan Indonesia bisa diperoleh anak, dengan demikian perlindungan terhadap anak dan kedudukan anak tetap terjamin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naura Niyomi
"Harta Benda Perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Harta Benda Perkawinan ini terdiri dari 2 macam, yaitu Harta Bersama dan Harta Bawaan. Harta Bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung baik karena pekerjaan suami atau pekerjaan istri. Sedangkan Harta Bawaan adalah harta yang diperoleh oleh masing-masing suami atau istri baik sebagai hadiah atau warisan. Di dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sehingga diharapkan terjadinya perceraian dapat dihindari, karena Undang-Undang menganut prinsip mempersukar terjadinya perceraian.
Yang menjadi pokok permasalahan dalam penyusunan tesis ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan; bagaimanakah pengaturan mengenai Harta Bawaan menurut Undang-Undang Perkawinan; dan bagaimanakah pelaksanaan pembagian Harta Benda Perkawinan (Harta Bersama) apabila terjadi perceraian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research), dimana bahan-bahan yang diperlukan diperoleh dengan mempelajari teori mengenai perkawinan, khususnya mengenai pembagian Harta Bersama Perkawinan apabila terjadi perceraian dari sumber-sumber tertulis, seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, referensi maupun makalah yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan judul tesis ini.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa perceraian biasanya membawa akibat hukum terutama terhadap Harta Benda Perkawinan, baik terhadap Harta Bersama maupun Harta Bawaan. Apabila terjadi perceraian, maka menurut Undang-Undang Perkawinan Harta Bersama akan dibagi menjadi 2 banyak yang sama besar, yaitu: ½ bagian untuk suami dan ½ bagian lagi untuk istri.
Sedangkan Harta Bawaan suami istri tersebut akan kembali ke masing-masing pihak yang mempunyai harta tersebut, kecuali jika ditentukan lain, yaitu dengan membuat Perjanjian Perkawinan. Masalah Pembagian Harta Benda Perkawinan inilah yang sampai saat ini masih menjadi pokok perdebatan apabila terjadi perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T14471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nashir Achmad
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S20011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Herdianti
"Perkawinan campuran yang dilaksanakan di Indonesia akan sah apabila mengikuti aturan dalam Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaanya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagaimana status/kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan campuran berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. Akibat hukum apa yang akan terjadi pada anak yang lahir dari perkawinan campuran apabila hubungan kedua orang tuanya berakhir dengan perceraian.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder. Metode analisis penelitian adalah metode kualitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif analisis.
Sahnya suatu perkawinan akan mengakibatkan anak yang lahir dalam atau sebagai akibat dari perkawinan tersebut juga menjadi anak yang sah. Perceraian pada perkawinan campuran yang dilaksanakan menurut Undang-Undang Perkawinan, mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan serta ketentuan-ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya. Akibat perceraian pada perkawinan campuran, selain menyangkut masalah hubungan terhadap istri/suami dan harta bersama, juga menyangkut masalah pengasuhan anak, di mana hukum anak yang dilahirkan dari atau dalam perkawinan campuran akan mengikuti hukum kewarganegaraan ayahnya.
Akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian pada kedua orang tua tidak mengakibatkan berakhirnya kekuasaan orang tua tapi menimbulkan pengasuhan terhadap anak. Pengaturan dan penerapan di bidang perkawinan khususnya masalah pengasuhan anak apabila terjadi perceraian pada perkawinan campuran harus dibuat lebih sempurna lagi yang tidak memberatkan pihak ibu apabila hak pengasuhannya berada di tangan ibu. Pengetahuan para penegak hukum di lembaga-lembaga peradilan khususnya peradilan agama harus lebih ditingkatkan lagi sehingga para hakim dapat menciptakan temuan hukum yang dalam penerapannya tidak akan mendapatkan kesulitan apabila terjadi perkawinan antara mereka yang berbeda kewarganegaraan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudie Reza Haryansyah
"Menjelang era globalisasi, membuka kemungkinan terjadi suatu perkawinan campuran. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan campuran adalah perkawinan antara seorang warga negara Indonesia dengan seorang warga Negara Asing. Dalam setiap perkawinan, ada saja kemungkinan timbul suatu kesalahpahaman sehingga mengakibatkan putusnya suatu perkawinan. Untuk pasangan yang berbeda warga negara terjadi suatu masalah mengenai hukum rnana yang akan diberlakukan dalam menyelesaikannya. Sehingga pokok permasalahan yang timbul adalah bagaimanakah pelaksanaan perceraian pada perkawinan campuran menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 serta penyelesaian akibat hukum yang timbul karena perceraian pada perkawinan campuran terhadap kewarganegaraan, harta bersama, nafkah istri, perwalian atau kekuasaan orang tua serta biaya pemeliharaan anak. Untuk memecah permasalahan ini digunakan metode penelitian normative atau library research, yaitu penelitian untuk memperoleh data-data sekunder. Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisa secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis untuk menyajikan pemahaman dan untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, perceraian pada perkawinan campuran dibedakan antara formil dan hukum materilnya. Hukum formil yang harus ditetapkan adalah mengikuti asas lex fori, dirnana dalam hukum acara perdata hakim harus tunduk pada hukum negaranya sendiri. Sedangkan mengenai hukum materil yang harus diterapkan untuk menyelesaikan perkara perceraian tersebut, jika tidak ada pilihan hukum, maka hakim harus menentukan sendiri hukum yang akan diterapkan berdasarkan faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan berlakunya suatu sistem hukum tertentu. Akibat perceraian pada perkawinan campuran mengenai kewarganegaraan, dapat menyebabkan perubahan status personil seseorang. Hal ini dimungkinkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesianya. Dalam perceraian pada perkawinan campuran dimana istri/suami tersebut tetap mempertahankan kewarganegaraan asli mereka. Akibat perceraian pada perkawinan campuran terhadap nafkah istri, perwalian dan biaya pemeliharaan atas anak diselesaikan dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. mengenai harta bersama diatur terpisah dari perkara perceraian.

The ongoing process of globalization has brought about more opportunities to a couple from different nationalities to get married. According to the Law No. 1 Year 1974, a mixed marriage defined as a marriage happens between an Indonesian citizens with a foreign citizen. As we know, in a marriage, there are always possibilities of any problem occurs, particularly due to the misunderstanding between the couple, which eventually could lead to a divorce. In case of a mixed marriage, the problem occurs when it has to be decided which law should be applied to then. Thus, in the case of this research, the primary problem is to figure out how is the execution of a divorce on a mixed marriage according to the Law No. 1 Year 1974 should be performed, as well as how to handle and proceed the occurring legal implication caused by the divorce happening in such a marriage, regarding to the nationality, the assets the couple earned during their marriage life period, the money for the wife, guardian right, as well as the sum of money needed to finance the child/children's life expense. In order to answer this problem, the writer applies the normative research method, or library research, defined as a research to collect the secondary data. The collected data then is to be analyzed qualitatively, that is, the collected data is arranged systematically to provide an understanding and to make the problem discussed clear. Thus, it can be drawn to a conclusion that a divorce happens in a mixed marriage can be taken care of in to means, that is, either in accordance with the formal law or the material law. The formal law means that the law that should be applied is the one which is in accordance with the lex fori principles, in which the judge should conform to the civil law of his own country. Meanwhile, as for the material law, in a situation where there is no other chaise, then the judge should decide by himself the law to be applied by considering all the factors and situation that have significance to determine the applicability of a certain law. One of the effects raised as a consequence of a divorce in a mixed marriage is the shifting of the person's status, which is made possible by the applicable law in Indonesia, in case each party of the couple (both the husband an wife) decides to retain their respective nationality. The consequences of a divorce happens in mixed marriage regarding the money that should be given to the wife (as consequence of a divorce), guardian right and the amount needed to finance the child/children's life expense will be proceeded with respect to the Article 41 Law No. 1 Year 1974, while as for the assets earned during the marriage period will be arranged separately from the divorce process.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enno Soebardjo
"Untuk menuju pembangunan manusia seutuhnya, pembaharuan Undang-Undang diutamakan guna melestarikan ketertiban dan kedamaian dimasyarakat. Setiap manusia memiliki sesuatu yang dihargai, masing masing dalam jumlah yang relatif. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu Undang-Undang Perkawinan berdasarkan Pancasila, sepanjang belum ada atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut, peraturan perundang-undangan perkawinan lainnya masih berlaku. Penelitian dilakukan melalui buku-buku bacaan dan instansi yang terkait. Arti perkawinan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1971 sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia antara lain Ketuhanan Yang Maha Esa. Syarat-syarat perkawinan mengikuti keadaan masyarakat yaitu menurut agama dan kepercayaannya, akibat perkawinan terhadap harta hendak terjadi pemisahan harta tanpa ada perjanjian perkawinan, alasan perceraian untuk pegawai negeri berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah nomor 9 Tahun 1975 serta peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1983. Harta benda perkawinan peraturannya sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, sejak perkawinan berlangsung ada harta yang ter pisah dan harta bersama. Kitab Undang-undang Hukum Perdata bukan warisan budaya bangsa Indonesia. Perjanjian perkawinan tidak banyak digunakan oleh bangsa Indonesia padahal calon suami isteri mendapat kebebasan mengatur harta benda nya, kalaupun itu ada biasanya terjadi antara calon suami atau isteri karena adanya perbedaan yang besar mengenai harta yang dimilikinya. Memuat perjanjian perkawinan berarti mereka akan menentukan harta bendanya atas persetujuannya, dengan memisahkan selain harta yang dibawa, warisan atau hadiah juga harta yang didapat selama perkawinan, meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan harta bersama adalah harta yang di peroleh selama waktu perkawinan, dimiliki secara bersama tidak masing - masing, kecuali dari warisan atau hadiah. Perjanjian dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan, waktu perkawinan akte perjanjian disyahkan oleh pegawai pencatat. Perjanjian perkawinan ini disaksikan oleh dua orang saksi, ditanda tangani oleh calon suami-isteri Notaris dan saksi- saksi. Selama perkawinan, perubahan perjanjian perkawinan tidak bisa walaupun dengan persetujuannya, berbeda dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Mengenai hukum perkawinan pada umumnya dan harta benda calon suami-isteri termasuk perjanjian perkawinannya, sebagai warga negara Indonesia berlaku Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Bab I-XIV, pasal 1-67, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Bab I-X, pasal 1-49 serta Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983, pasal 1-23. Calon suami-isteri, penghayatan hukum perkawinan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya adalah perlu diperhatikan, karena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam beberapa pasalnya menunjuk ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S20814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monika Kara
"Suatu tinjuan dalam praktek penyelesaian masalah Wewenang Pengadilan di Blangkejeren dan kasus Tanah Permata Hijau. Di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 ( Undang-Undang Perkawinan). Salah satu konsekuensi yuridis setelah terjadiny aikatan perkawinan adalah timbulnya harta bersama, yakini harta yang diperoleh suami isteri selama berlangsungnya ikatan perkawinan. Pengaturan mengenai harta bersama ini ternyata sangat minim. Sehingga tida jarang menimbulkan kesalahpaham dikalangan masyarakat maupun para penegak hukum (hakim). Hal ini akan Nampak selaki dalam kasus-kasus perceraian, dimana peprsoalan hukum megenai harta bersama akan muncul di permukaan manakala diantara bekas suami isteri tersebut tidak tercapai kesepakatan mengenai pembagiannya, atau adanya kepentingan pihak ketiga yang melekat pada harta bersama tersebut. Penyelesaian terhadap sengketa ini menjadi lebih rumit lagi karena Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 (pasal 37) sendir kurang jelas mengaturnya, karena memungkinkan pihak-pihak yang bersengketa menggunakan dalil-dalil hukum di luar Undang-Undang perkawinan sebagai dasar pembenar atas tindakan hukum yang dilakukannya. Sehingga para hakim yang menyelesaikan sengketa banyak yang terjadi dalam kekeliruan, karena kaedah hukum yang ditetapkannya tida sesuai dengan jiwa yang dikandung oleh Undang-Undang perkawinan. Dalam hubungan inilah, penulis skripsi menggunakan dua buah contoh kasus di atas sebagai bahan analisa untuk menemukan sejumlah asperk yuridis didalam harta bersama, yang dirasakan bermanfaat bagi kepentingan akademis maupun praktis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S20333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>