Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138474 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novita Bambang
"Keberadaan leasing di Indonesia sudah lebih dari 20 tahun. Leasing sebagai salah satu alternatif pembiayaan, mendukung pembangunan industri dengan menyediakan fasilitas pengadaan barang-barang modal bagi perusahaan ataupun perorangan, dan dalam perkembangannya leasing tidak hanya membiayai barang-barang modal bagi perusahaan saja tetapi juga berkembang di bidang pendanaan bagi konsumen untuk membeli otomotif. Leasing memberikan fasilitas pembiayaan dengan kemudahan-kemudahan nya dibandingkan dengan fasilitas kredit dari bank, dimana syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh lessee untuk menerima pembiayaan melalui leasing lebih mudah dan longgar dibandingkan fasilitas dari bank. Leasing yang mengalami perkembangan yang cukup pesat tidak terlepas dari masalah-masalah yang timbul dalam kegiatannya. Pendanaan bagi perusahaan leasing masih tergantung dari perbankan. Bila bunga bank tinggi maka bunga leasing akan lebih tinggi karena dana yang di peroleh dari bank, sedangkan perusahaan leasing tentu mencari keuntungan yaitu melalui bunga yang akhirnya dibebankan kepada konsumen. Peraturan yang ada mengenai leasing masih bersifat administratif dan ekonomis, sedangkan aspek hukumnya masih kurang pengaturannya, sehingga jaminan kepastian hukum bagi leasing masih kurang. Pembayaran angsuran leasing yang macet oleh lessee yang berarti lessee telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian leasing, merupakan hal yang cukup sering terjadi dalam praktek. Dalam masyarakat juga masih terdapat kerancuan mengenai pengertian leasing. Banyak masyarakat yang masih awam terhadap leasing ini. Mengenai perjanjian leasing, tidak diatur dalam KUH Perdata, namun ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian dalam KUH Perdata dapat diterapkan. Sebagai dasar hukum bagi leasing adalah yurisprudensi dan kebiasaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Arini
"Dewasa ini perkreditan adalah merupakan faktor terpenting dalam seseorang mengembangkan usahanya. Seseorang yang ingin mengembangkan usahanya tetapi ia tidak mempunyai cukup modal padahal usahanya itu mempunyai prospek yang cerah (layak), maka ia tidak perlu berkecil hati karena ia dapat meminta kredit dari Bank. Apalagi dalam masa pembangunan sekarang ini, banyak sekali sektor-sektor pembangunan yang perlu dikembangkan dan tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, Pemerintah melalui Bank Indonesia cepat tanggap mengenai hal itu dengan mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan dalam bidang perkreditan. Salah satu sektor/bidang pembangunan yang tidak luput dari perhatian Pemerintah adalah sektor/bidang Industri Konstruksi. Industri Konstruksi ini merupakan industri dalam bidang pembangunan fisik, yaknl dapat menghasilkan bangunan pergedungan, bangunan sipil dan bangunan instalasi. Pembangunan perumahan, jembatan, perkantoran, jalan , dan lain sebagainya yang bersifat pembangunan fisik tersebut tidak akan tercapai/terwujud, apabila tidak ditunjang oleh dana yang cukup, karena pembangunan tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar. Tentu, dalam hal ini si pelaksana pembangunan Kontraktor/Developer tidak mungkin dapat menyediakan seluruh biaya pembangunan tersebut dari dana yang tersedia, padahal pembangunan itu harus segera selesai dan segera dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, jalan. tengah yang diambil oleh Kontraktor/Developer adalah meminta kredit dari Bank. Kredit yang disediakan Bank untuk Kontraktor/Developer tersebut, dinamakan Kredit Konstruksi. Dalam Kredit Konstruksi ini, segi hukumnya yang paling menonjol adalah adanya pihak lain, yang tidak termasuk pihak dalam perjanjian kreditnya, melunasi/membayarkan kredit yang dipinjam oleh Kontraktor/Developer. Pihak lain ini adalah pihak pemberi pekerjaan/Bouwheer yang mempunyai ikatan/hubungan hukum dengan Kontraktor/Developer tersebut. Pembayaran oleh pihak Bouwheer untuk melunasi kredit yang dipinjam Kontraktror/Developer itu dalam hukum perjanjian dapat disamakan dengan berakhirnya perjanjian dengan cara kompensasi (perjumpaan utang). Masalah lain yang menarik untuk dibahas adalah masalah jaminan dalam kredit konstruksi, bagaimana upaya penyelesaian, yang ditempuh bila terdapat Kredit Konstruksi yang macet. Sedangkan dari segi manajemen perbankan adalah mencaritahu bagaimana prosedur permohonan dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Bank untuk mendapatkan Kredit Konstruksi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Djoko Prakoso
Semarang: Dahara Prize, 1996
346.047 DJO l (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S20850
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S23859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes
"Penelitian bertujuan memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian leasing pada umumnya dan masalah wanprestasi lessee pada khususnya. Penulis mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan teknik wawancara. Wanprestasi merupakan kelalaian debitur yang tidak melakukan apa yang dijanjikan akan dilakukan. Debitur, dalam hal ini lessee, sengaja lalai atau sengaja tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian leasing.
Secara umum, bentuk wanprestasi lessee ada tiga macam: Pertama lessee tidak membayar harga pada tanggal yang telah ditentukan. Kedua, lessee tidak membayar denda atas keterlambatannya membayar sewa atau terlambat membayar denda itu. Ketiga, lessee melakukan tindakan-tindakan yang dilarang dalam perjanjian leasing. Untuk menyelesaikan masalah ini, lessor dapat menempuh tiga alternatif yaitu: Pertama, melalui negosiasi. Kedua, damai melalui arbiter. Ketiga, melalui pengadilan.
Dalam praktek, masih banyak kasus wanprestasi lessee yang tak tidak dapat diselesaikan secara tuntas. Hal ini karena sampai sekarang belum ada undang-undang yang khusus mengatur masalah leasing. Penulis menyarankan agar pemerintah Indonesia membentuk undang-undang mengenai leasing. Undang-undang yang baru nanti hendaknya mencakup aspek-aspek leasing secara lebih luas serta dapat memberikan dorongan bagi pengembangan industri leasing pada waktu yang akan datang."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Helvawan Affandi
"ABSTRAK
MASALAH POKOK.
Secara formal, keberadaan lembaga Leasing di Indone sia diizinkan, tumbuh dan berkembang sejak tahun 1974 dengan dikeluarkaniiya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan,Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indone sia Nomor Kep-122/MK/IV/Vl974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Dari pengertian Leasing menimbulkan pertanyaan, apakah pengertian Leasing dalam pelaksanaannya sesuai dengan pe ngertian Leasing menurut Surat Keputusan Bersama di ata$, karena seringkali Leasing diartikan sebagai perjanjian sewamenyewa. Pada segi lain, Perjanjian Leasing sebagai lembaga Hukum Perjanjian yang lahir dari praktek kehidupan masyarakat tidak dijxampai pengaturannya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (K.U.H. Perdata), dan pelaksanaannya didasarkan pada azas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat (1) K.U.H.Pe:r data). Selain daripada itu, di Indonesia belum ada Undangundang yang khusus mengatur perihal Leasing dan pengaturan tentang hal itu hingga saat ini baru terdapat dalam tingkat Keputusan Menteri Keuangan dan Peraturan-peraturan lainnya di bawahnya. Dengan demikian hal itu dapat memberikan banyak kemungkinan timbulnya masalah-masalah hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. METODE PENELITIAN. Metode penelitian menggunakan data primer dan data sekunder yang disusun dari hasil penelitian kepustakaan, lapangan dan lainnya seperti wawancara, peraturan perundangundangan, bulletin, majalah, artikel yang berkaitan erat dengan dengan materi skripsi. , , HAL-HAL YANG DITEMUI. Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing tersebut merupakan peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk bidang Leasing. Surat keputusan Bersama itu dan Iain-lain yang di keluarkan belakangan untuk mengatur perihal perjanjian dan kegiatan Leasing di Indonesia, terutama bersifat administratif dan memaksa, yang sesuai dengan sifat memaksa tersebut, tidak memungkinkan penyimpangan daripadanya. Oleh karena perjanjian Leasing masih dikategorikan se bagai perjanjian yang mirip dengan perjanjian sewa-menyewa. maka dalam penetapan syarat-syarat perjanjian Leasing antara para pihak, dapat dipakai atau berpegang kepada ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam Buku III K.U.H.Perdata. Jadi pada azasnya dasar hukxam yang lebih luas dan mendalam, yang melandasi perjanjian Leasing dan kegiatan Leasing di Indonesia dewasa ini adalah : a. Azas Konkordansi Hukum berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 atas Hukum Perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa. b. Pasal 1338 ayat (1) K.U.H. Perdata mengenai azas kebebasan berkontrak serta azas-azas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam Bab I Buku III K.U. H. Perdata, c. Ketentuan-ketentuan tentang sewa-menyewa yang tercantum di; . dalam pasal 1548 sampai dengan pasal 1580 K.U.H.Per data (Buku III Bab VII) sepanjang tidak diadakan penyimpangan oleh para pihak. Ketentuan sewa-menyewa yang tercantum dalam BukuIII Bab VII K.U.H. Perdata pada umiimnya bersifat mengatur, yang berarti dapat dikesampingkan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dalam hal pemberian lease oleh suatu perusahaan Le asing, maka perjanjian Leasing dengan segala ketentuan ser ta syarat-syarat yang ada didalamnya, yang dibuat kemudian disepakati bersama oleh para pihak, merupakan dasar hukum dan sekaligus menjadi' sumber terbitnya perikatan hukum antara para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. KESIMPULAN. Dari uraian tentang pengertiah, subyek dan obyek dari Leasing, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dilihat da ri konstruksi hukumnya, Perjanjian Leasing di Indonesia tidak berbeda dengan perjanjian sewa-menyewa biasa. Kwalifikasi subyek dan obyek menentukan perbedaan itu. Disamping itu, hak pilih/bptie dalam perjanjian Le asing selalu dicantumkan sebagai suatu ikatari, walaupun pelaksanaan dari ikatan itu sendiri pada waktunya nanti harus berdasarkan pula suatu perjanjian yang terpisah, yang terlepas dari perjanjian Leasing yang bersangkutan. SARAN-SARAN. Karena bidang usaha Leasing di Indonesia masih relatif baru dan belum banyak dikenal oleh sebagian besar masyarakat, maka diperlukan penyuluhan dan pengarahan tentang berbagai Peraturan- Pemerintah yang berkaitan dengan masalah Leasing. Dan yang tidak kurang pentingnya adalah penciptaan Undang-undang yang khusus mengatur perihal Leasing di Indo nesia yang dapat memberikan perlindungan serta kepastian hu kum bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian Leasing. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djummeiti Himawati
"Meleasing pesawat terbang dari perusahaan leasing asing merupakan salah satu cara yang efektif bagi PT. Garuda Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan akan armada pesawatnya guna menunjang pembangunan nasional sesuai dengan anjuran pemerintah. Namun sampai saat ini pemerintah sendiri belum mengizinkan adanya cross border leasing yang melibatkan perusahaan leasing asing. Hal ini dapat kita lihat baik dari keputusan Menteri Keuangan maupun Menteri Perhubungan yang mengharuskan adanya izin dari menteri keuangan bagi lessor yang akan mengadakan perjanjian leasing dengan lessee di lndonesia. Sehingga keabsahan dari perjanjian cross border leasing antara PT, Garuda Indonesia dan Elasis Leasing S.A.R.L dapat dipertanyakan. Terlepas dari sah atau tidaknya perjanjian leasing tersebut tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk meninjau isi perjanjian leasing tersebut dari sudut hukum perdata Indonesia. Di mana dalam hal ini perjanjian tersebut dihubungkan dengan pasal 1338 dan pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata. Disini penulis melihat bahwa perjarijian leasing yang dilakukan antara PT. Garuda Indonesia dan Elasis Leasing merupakan pencerminan 1dari adanya asas kebebasan berkontrak yang tercakup dalam pasal 1338 BW. Namun sayangnya asas kebebasan berkontrak tersebut diterapkan secara terlalu bebas sehingga tampak bahwa lessee yang dalam hal ini mempunyai kedudukan yang lebih lemah daripada lessor harus menanggung kewajiban-kewajiban yang menurut analisa penulis jauh lebih banyak dan berat dibandingkan dengan kewajiban-kewajiban yang diemban oleh si lessor. Untuk itulah penulis berpendapat bahwa pemerintah perlu mengadakan suatu pengaturan lebih lanjut dalam tingkat perundang-undangan mengenai leasing ini sehubungan dengan pembinaan hukum nasioanal agar lembaga leasing ini dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kesasaran hukum dan sosial budaya bangsa, Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila, terutama jika lessee Indonesia ingin mengadakan perjanjian dengan lessor asing tidak selalu harus menggunakan/mendasarkan perjanjian tersebut pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di negara lessor tersebut, karena kita pun sudah memiliki ketentuan-ketentuan hukum mengenai leasing ini secara terperinci dan memiliki kekuatan hukum yang pasti dalam bentuk perundang-undangan. Sehingga tujun dari lembaga leasing untuk memberikan manfaat/keuntungan yang seimbang bagi para pihak dapat terlaksana."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Didimus Didi Darmawan
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984
S22964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>