Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ikhsan Fernandi Z.
"Perjanjian Pemborongan Pekerjaan merupakan perjanjian antara seorang dengan orang lain dimana pihak yang memberikan pekerjaan menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak pemborong dengan membayar harga borongan kepada yang merupakan hak dari pihak pemborong. Didalam KUH Perdata, perjanjian pemborongan dimasukkan kedalam jenis perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Peraturan-peraturan mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan yang berlaku di Indonesia dapat digolongkan dalam dua bagian, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur mengenai prosedur pelelangan (Keppres No. 16 tahun 1994) dan peraturan-peraturan mengenai isi dari perjanjian pemborongannya (AV 41 dan KUH Perdata). Didalam pelaksanaan perjanjian pembohongan pekerjaan, pihak-pihak yang terlibat adalah pihak pemberi tugas/pemilik, pihak pemborong, kontraktor, dan pihak konsultan. Hubungan antara pemberi tugas dengan pemborong adalah bersifat kontrak sedangkan antara pemborong dengan konsultan adalah bersifat koordinasi. Masalah-masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan adalah yang disebabkan oleh wanprestasi, pekerjaan tambah kurang dan klaim atau tuntutan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian. Pada dasarnya penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan pekerjaan pada proyek Kintamani Kondominium dilakukan terlebih dahulu melalui jalan musyawarah antara para pihak atas dasar tidak saling merugikan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20907
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Prativi I
"Perjanjian pemborongan pekerjaan untuk pelaksanaan konstruksi ini bersifat timbal balik yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi penyedia jasa (pemborong) maupun pengguna jasa (pemberi tugas). Penyedia jasa mengikatkan diri untuk melakukan penyelenggaraan pembangunan atas permintaan pengguna jasa, dan pengguna jasa mengikatkan dirinya untuk membayar harga borongan atas pekerjaan yang dilakukan penyedia jasa, dimana harga tersebut ditentukan secara negosiatif oleh kedua pihak. Wanprestasi dalam perjanjian dapat dilakukan oleh kedua pihak. Dengan adanya peraturan perundang-undangan baru yaitu UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, PP No. 29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Keppres No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah, maka baik penyedia jasa maupun pengguna jasa dapat dikenakan sanksi, denda serta pemutusan perjanjian oleh pihak yang dirugikan, setelah pihak yang merugikan terlebih dahulu dinyatakan wanprestasi dengan suatu akta lalai (somasi). Dalam praktek, perselisihan yang terjadi biasanya diselesaikan melalui suatu media di luar pengadilan, yaitu dengan panitia pendamai melalui musyawarah mufakat, mediasi ataupun arbitrasi untuk mencapai hasil akhir yang mengikat dan diharapkan menguntungkan kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20779
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Sudiarto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Hidajat Enoch
"ABSTRAK
Perjanjian pemborongan pekerjaan dalam sistematik Kitab Undang-undang Hukum Perdata (EW) termasuk ke dalam Buku Ketiga tentang Perikatan dan merupakan bagian dari perjanjian untuk melaksanakan pekererjaan. Terhadan perjanjian tersebut berlaku asas-asas umum hukum perjanjian sebagaimana terrnaktub dalam pasal 1233 sampai dengan pasal 1456 BW.
Disamping telah dikenal sistem terbuka dan asas konsensualitas dalam hukum perjanjian, maka asas-asas umum itu meliputi juga antara lain hal-hal mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian, tentang pelaksanaan perjanjian, tentang wanprestasi serta akibat-akibatnya dan tentang kebatalan dan pembatalan perjanjian.
Mengenai perjanjian pemborongan pekerjaan itu sendiri diatur dalam pasal 1604 sampai dengan pasal 1617 BW. Disitu hanya diatur beberapa ketentuan mengenai dan erat hubungannya dengan perjanjian tersebut, misalnya mengenai tanggung jawab pemborong berkenaan dengan jenis pemborongan yang diperjanjikan, mengenai tuntutan penambahan harga borongan, dan mengenai berakhirnya perjanjian karena meninggalnya pemborong.
Selain ketentuan-ketentuan tersebut diatas, bagi perjanjian tersebut berlaku juga ketentuan-ketentuan perjanjian khusus lainnya yaitu perjanjian penanggungan
yang diatur dalam pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 BW serta peraturan-peraturan khusus dari Bank tentang Bank Garansi dan Surety Company tentang Surety Bond. Berbeda dengan ketentuan mengenai perjanjian itu sendiri dimana berlaku terutama ketentuan bidang hukum perdata, maka bagian lain sebelum perjanjian itu dibuat berlaku ketentuan bidang hukum publik, khususnya yang
menyangkut kegiatan prekualifikasi dan pelelangan.
Selanjutnya semua ketentuan tersebut diatas juga berlaku dan dapat diperlakukan terhadap perjanjian pemborongan pekerjaan dalam pelaksanaan proyek fisik pada Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Sesuai dengan fungsi pokoknya yang bersifat karakteristik, maka Perusahaan Air Minum DKI Jakarta dilengkapi pula dengan beberapa ketentuan lainnya seperti : Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 3 tahun 1977 serta beberapa Keputusan Gubernur.
Dalam hubungan ini Perusahaan Air minum DKI Jakarta masih menghadapi beberapa masalah bertalian dengan kelengkapan peraturan tambahan dalam rangka pelaksanaan tugas pokoknya, disatu pihak sebagai alat Pemerintah Daerah yang menggunakan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan oleh kerenanya terikat ketentuan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 530 tahun 1982, dan di pihak lainnya sebagai Perusahaan Daerah yang menjalankan atonomi perusahaan berdasarkan sumber pendapatannya sendiri sesuai dengan sifat khusus yang dimilikinya sehubungan dengan susunan organisasi dan penyelenggaraan tugasnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Rachmadi
"ABSTRAK
Sesuai dengan semakin banyaknya kegiatan pembangunan phisik dewasa ini terutama yang menyangkut proyek-proyek pembangunan phisik yang di laksanakan secara swa kelola oleh pihak pemerintah biasanya pemerintah sebagai pihak boawheer lebih banyak menentukan isi dari perjanjian pemborongan tersebut, Hal ini dilakukan karena semata-mata bertalian erat dengan kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan umuni yang mengikatnya.
Dalam perkembangan dan prakteknya di Indonesia sekarang ini banyak terjadi unsur pelaksana dan perencanaan itu berada dalam satu tangan. Hal demikian ini terjadi karena perusahaan pemborong besar itu dapat memiliki ahli-ahlinya sendiri yang sekaligus' dapat merteliti dan merencanakan type bangunan yang
di maksud. Keadaan demikian ini di biarkan saja oleh pemberi kerja karena kenyaataannya dapat menekan ongkos pembiayaan dari anggaran yang tersedia, Kemungkinan lainnya juga terjadi sebaliknya babwa pemerintah selaku pihak yang memborongkan sekaligus merupakan perencana dari bangunan tersebut.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Okcar
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeyen Aksara Leo
"Perjanjian Pekerjaan Konstruksi merupakan perjanjian yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pihak pengguna jasa sebagai pemilik proyek menghendaki terwujudnya suatu bangunan atau bentuk fisik lainnya sedangkan pihak penyedia jasa memberikan layanan jasa konstruksi dan karenanya berhak atas sejumlah bayaran yang menjadi haknya. Di dalam KUH Perdata perjanjian pekerjaan konstruksi termasuk dalam perjanjian untuk melakukan pekerjaan atau identik dengan perjanjian pemborongan yang sekarang telah ada peraturan perundang-undangannya yaitu Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi. Masalah yang sering timbul dalam perjanjian pekerjaan konstruksi, adalah masalah wanprestasi, penambahan dan pengurangan pekerjaan serta klaim atau tuntutan-tuntutan para pihak. Namun dalam setiap penyelesaian perselisihannya selalu di upayakan terlebih dahulu dengan musyawarah mufakat yang tidak merugikan para pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmad Hadiono
"Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bersatu. Pelaksanaan pembangunan dalam realisasinya menimbulkan hubungan hukum yaitu perikatan. Hubungan hukum tersebut perwujudannya dituangkan dalam Surat Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang mengatur dan memperinci hak dan kewajiban para pihak.
Hukum Perjanjian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka, yang mengandung azas kebebasan membuat perjanjian, yang dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berarti memberikan kebebasan kepada para pihak untuk menentukan setiap bentuk perjanjian yang dikehendaki. Akan tetapi kebebasan yang diberikan adalah dalam arti sempit yaitu dibatasi oleh ketertiban umum dan kesusilaan yang disebutkan dalam pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Yang menjadi masalah pokok pembahasan skripsi ini adalah bagaimana caranya mengatasi masalah-masalah yang dijumpai dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan di lingkungan Perum Angkasa Pura I, sehingga setiap hak dan kewajiban para pihak betul-betul terjamin kepastian hukumnya serta terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak.
Penulis akan mencoba membandingkan pasal-pasal dalam Kitab Undang-,Undang Hukum Perdata yang mengatur perjanjian pemborongan pekerjaan dengan praktek pelaksanaannya, yaitu dengan menggunakan hubungan hukumantara pihak pemborong dengan pihak yang memborongkan pekerjaan dengan berpedoman pada teori hukum, khususnya Hukum Perdata serta peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan masalah tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Achdiat
"Perjanjian pemborong bangunan merupakan salah satu bentuk perjanjian yang berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak. Akan tetapi karena adanya aspek hukum publik dan demi kepentingan umum, maka kebebasan tersebut dibatasi dengan peraturan tentang standar yang dibuat oleh penguasa. Dalam perjanjian pemborongan bangunan sering terjadi wanprestasi yang bukan semata-mata karena kesalahan pemborong/kontraktor. Dengan kata lain pemborong tidak dengan sengaja melakukan wanprestasi atau melaksanakan pekerjaan tidak sesuai dengan bestek, meskipun dalam praktek kita tahu tidak sedikit pemborong yang nakal. Timbulnya wanprestasi menurut pengamatan penulis antara lain adalah : kenaikan harga borongan sebagaimana biasanya tercantum dalam syarat-syarat kontrak perjanjian. Kemudian keterlambatan termin pembayaran juga sering menjadi penyebab pemborong wanprestasi. dalam penyelesaian nya dalam musyawarah atau dengan membentuk panitia arbitrase. Cara ini banyak ditempuh karena penyelesaian lewat pengadilan dianggap bertele-tele disamping memerlukan waktu yang relatif lama juga memerlukan biaya yang tidak sedikit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20714
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umendartini
Jakarta: Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>