Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89767 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Sawitri
"Sepeti halnya. pencipta lainnya, seorang desainer pakaian seharusnya memperoleh perlindungan terhadap karyakaryanya. Perlindungan terhadap Hak atas kekayaan intelektual dari desainer inilah yang sering diabai kan. Hal inilah yapg akan diperlihatkan penulis dalam kenyataannya. Dan dalam melakukan penelitian ini, digunakan metode penelitian kepustakaan, dengan disertai dengan wawancara dengan para narasumber. Seperti kita ketahui, apabila seorang desainer bekerja pada suatu perusahaan, maka hubungan antara desainer dengan perusahaan tersebut adalah hubungan kerja. Dan menurut pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) No. 12/1997, apabila terjadi hubungan kerja, maka hak tetap pada pencipta, kecuali bila diperjanjikan lain. Dan pada penjelasan asal 3 undang-undang yang sama, dijelaskan bahwa perjanjian tersebut harus dalam bentuk tertulis. Sehi ngga, apabila pengalihan hak tidak dibuat dalam suatu perjanjian tetulis, maka, segala hak tetap pada pencipta. Namun dalam kenyataannya, desainer dianggap sebagai pegawai biasa dan seluruh hak atas seluruh ciptaannya dipegang oleh perusahaan tempat dia bekerja, padahal tidak dibuat suatu perjanjian tertulis mengenai pengalihan hak. Disinilah diasumsikan terjadi suatu penyalahgunaan keadaan (misbruik van de omstandigheden) yang dilakuakan oleh perusahaan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20616
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Ayu Alisya
"ABSTRAK
Dalam era globalisasi saat ini, isu-isu mengenai hak cipta
mulai banyak dibicarakan. Hak cipta merupakan bagian dari
Hak Kekayaan Intelektual, dimana hak cipta dimaksudkan
untuk melindungi pencipta atas hasil ciptaannya. Indonesia
sebagai negara berkembang telah meratifikasi perjanjian
pembentukan WTO (melalui UU No. 7 tahun 1994). Dalam
perjanjian ini di dalamnya termasuk Trade Related Aspect of
Intellectual Property Rights (TRIPs) Agreement yang bersama
WIPO Copyright Treaty (KEPPRES No.19 tahun 1997) menjadi
acuan bagi negara-negara di dunia mengenai pengaturan
tentang hak cipta. Seiring dengan berkembangnya teknologi
yang begitu pesat, semakin banyak pula pelanggaran di
bidang hak cipta, salah satunya adalah mengenai penjiplakan
karya tulis. Penjiplakan karya tulis ini terjadi karena
adanya persaingan bisnis seperti penjiplakan buku harganya
lebih murah dibandingkan buku yang aslinya atau penjiplakan
proposal tender suatu proyek, dimana satu perusahaan
melakukan penjiplakan proposal tender milik kompetitornya
agar dapat memenangkan tender tersebut. Masalah penjiplakan
karya hak cipta menjadi persoalan yang sangat rumit.
Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 telah mengatur
perlindungan terhadap hak cipta namun dalam pasal mengenai
karya tulis yang dilindungi oleh hak cipta masih ada hal
yang belum dijelaskan secara rinci. Sehingga masyarakat
tidak mempunyai batasan mengenai karya tulis apa saja yang dilindungi oleh hak cipta."
2005
S24233
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, David
"Masalah Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia tidak hanya menyangkut tentang pemahaman masyarakat yang belum memadai, namun juga penegakan hukum yang dirasa masih lemah. Pelanggaran HaKI seperti pembajakan, pemalsuan, peniruan, pengakuan terhadap beragam hasil karya cipta milik orang lain atau institusi lain sering diidentinkkan dengan perilaku kriminal karena adanya kerugian secara ekonomi, padahal pelanggaranpelanggaran tersebut hanyalah sebagian saja dari fenomena HaKI yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan. Skripsi ini membahas mengenai penerapan aspek hukum oleh penyidik Polri dalam penanganan kasus tindak pidana di bidang merek, dan skripsi ini mengambil suatu studi kasus yaitu kasus Merek Bell 999 dan Prima Bell. Tindak pidana yang dibahas dalam skripsi ini merupakan tindak pidana tanpa hak menggunakan Merek Bell 999 dan Prima Bell 999 yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik Bambang Santoso dengan merek Bell + lukisan dan Super Bell + lukisan untuk barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan dengan tersangka : HAJI HERRY DJUWASA, yang dimana telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal 91 UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Penulisan Skripsi ini menyarankan kepada Pimpinan Polri, hendaknya melakukan kebijakan dalam memberikan petunjuk yang jelas kepada setiap penyidik Polri dalam menerima laporan polisi terutama yang berhubungan dengan tindak pidana dibidang merek, agar tidak bertentangan dengan Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara RI, sehingga proses penyidikan tindak pidana merek dapat berjalan sesuai dengan ketentuan.

Problem of Intellectual Property Rights in Indonesia is not only connected with the lack of people?s understanding, but also the law enforcement. Breaking the rules of Intellectual Property Rights like piracy, counterfeit products, copying and claiming of other people?s or organization?s Property Rights usually identify as a crime because of the financial loss. On the other hand those crimes are only few of Intellectual Property Rights Phenomenon that become a current topic. This Undergraduate Thesis examines about The Law Implementation By POLRI Investigator in Trademark Crime Case Handling capturing the case study : Bell 999 and Prima Bell. The suspect, HAJI HERRY DJUWASA was using the same brand without right - Bell 999 and Prima Bell 999 - while the original brand is Bell + lukisan and Super Bell + lukisan owned by Bambang Santoso. The suspect was breaking the Regulation of Article 91 Law of Republic of Indonesia Number 15 Year 2001 Regarding Marks. This Undergraduate Thesis suggests that The Chief of POLRI to make specific regulation for POLRI Investigator to handle Trademark Crime. Therefore the investigator won't face the wrong way to handle the Trademark Crime having the reality that the Regulation of KAPOLRI Number 12 Year 2009 is not alligned with the Trademarks Regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S271
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tasyafa Aleysa Taufik
"Pesatnya perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia berbanding lurus dengan kebutuhan para pelaku ekonomi kreatif untuk mendapatkan pembiayaan untuk menyokong keberlangsungan usahanya. Mendapatkan akses terhadap kredit perbankan merupakan hal yang penting agar dapat mencapai optimalisasi potensi dari pengembangan ekonomi kreatif melalui skema agunan berbasis kekayaan intelektual melalui jaminan fidusia. Pemerintah Indonesia telah mengakomodasi kebutuhan ini melalui lahirnya UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif serta peraturan pelaksanaannya pada PP No. 24 Tahun 2022. Agar skema tersebut dapat terlaksana secara efektif pada saat PP No. 24 Tahun 2022 berlaku pada Juli 2023, masih diperlukannya kejelasan terkait dengan penilaian agunan kekayaan intelektual, ketersediaan pasar sekunder, serta ketersediaan pihak penilai. Berangkat dari latar belakang tersebut, dilakukannya penelitian dengan rumusan masalah terkait dengan bagaimana pengaturan pemberian kredit bank bagi pelaku ekonomi kreatif serta bagaimana perlindungan hukum bagi bank terhadap pemberian kredit yang menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan fidusia. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui aturan serta analisis terkait dengan perlindungan hukum bagi bank yang memberikan kredit dengan jaminan atau agunan kekayaan intelektual. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang didukung dengan wawancara. Berdasarkan penelitian ini, masih dibutuhkan adanya pengaturan serta regulasi terkait diterimanya agunan dalam bentuk kekayaan intelektual. Sehingga, pembentukan peraturan dari lembaga pengawas sektor keuangan sebagai serta peraturan pendukung dari dunia perbankan harus segera diakselerasi penyusunannya agar dapat menjadikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual terkhusus melalui pemberian kredit di Indonesia dapat terlaksana.

The demand for funding by creative economy promoter to finance their ongoing operations is strongly correlated with the rapid growth of the creative industry in Indonesia. Having access to credit banking is crucial to maximizing the creative economy's potential for growth through a fiduciary guarantee-based scheme for intellectual property-based collateral. With the introduction of Law No. 24 Year 2019 concerning the Creative Economy and its implementing rules in Government Regulation No. 24 of 2022, the Indonesian government has met this demand. Government Regulation No. 24 of 2022 must still be fully implemented by July 2023 in order for the system to function as intended in terms of intellectual property judgment, secondary market accessibility, and appraiser accessibility. In order for the scheme to be implemented effectively at the time of Government Regulation No. 24 of 2022 comes into effect in July 2023, it is still fully required related to intellectual property judgment, secondary market availability, and the availability of appraisers. Departing from this background, research was conducted with the formulation of issues, which is in terms of what is the regulation that regulates bank lending to creative economy promoter and how to provide legal protection for banks against granting credit that uses intellectual property as an object of fiduciary guarantees. The objective of this research is to comprehend the rules and analysis related to legal protection for banks that provide credit with guarantees or intellectual property guarantees. With the aid of interviews and secondary data, this study was done as juridical-normative research. According to this research, protocols and rules governing the acceptance of collateral in the form of intellectual property are still necessary. In order for Indonesia to be able to finance intellectual property, particularly through the provision of credit, it is necessary to hasten the creation of laws from agencies responsible for the financial sector as well as supporting regulations from the banking industry."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Iman Faiz Pratama
"Merek merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual yang penggunaannya umum ditemukan di bidang perdagangan dan berbagai industri lainnya. Sebagai salah satu cabang dari cakupan kekayaan intelektual, merek mendapatkan hak perlindungan hukum.  Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis  menjelaskan bahwa merek tidak dapat didaftar jika mengandung nama umum dan/atau lambang umum, namun pada praktiknya terdapat beberapa kasus penggunaan nama umum untuk digunakan sebagai merek. Disisi lain DJKI sebagai otoritas yang berwenang atas pendaftaran merek juga menyetujui  merek yang mengandung unsur nama dan/atau lambang umum yang diajukan oleh pemohon merek. Salah satu kasus yang cukup terkenal dan muncul menjadi pemberitaan adalah sengketa kasus merek Open Mic Indonesia antara Perkumpulan Stand Up Indonesia dengan Ramon Pratomo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan doktrin generic term/istilah umum terhadap peraturan perundang-undangan terkait merek di Indonesia dan istilah umum terhadap merek Open Mic Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mana penelitian ini memperoleh data dari bahan hukum primer antara lain asas-asas hukum, filsafat hukum, norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan didukung oleh bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, artikel, makalah, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah penelitian dan juga bahan hukum tersier berupa kamus, dan ensiklopedi.

Brand or trademark is one type of intellectual property rights whose use is commonly found in trade and various other industries. As one of the branches of intellectual property coverage, brands get legal protection rights.  Article 20 letter f of Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications explains that a mark cannot be registered if it contains a common name and/or common emblem, but in practice there are several cases of using a common name to be used as a mark. On the other hand, DJKI as the competent authority for trademark registration also approves marks containing elements of common names and/or symbols submitted by trademark applicants. One case that is quite famous and appears in the news is the dispute over the Open Mic Indonesia brand case between the Indonesian Stand Up Association and Ramon Pratomo. This study aims to determine the application of generic term doctrine to laws and regulations related to brands in Indonesia and general terms to the Open Mic Indonesia brand. This research is a normative legal research where this research obtains data from primary legal materials including legal principles, legal philosophy, legal norms, contained in laws and regulations supported by secondary legal materials in the form of books, journals, articles, papers, previous research related to research problems and also tertiary legal materials in the form of dictionaries, and encyclopedias."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cicih Muslimah
"Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual HKI adalah bagian dari upaya mengatasi penyalahgunaan HKI itu sendiri. Penerapan prinsip National Treatment Perlakuan Nasional adalah salah satu upaya untuk melindungi HKI secara internasional dimana setiap warga negara anggota WTO/WIPO diperlakukan sama dengan warga negara domestik didalam pendaftaran dan perlindungan HKI di masing-masing negara. Namun demikian, penerapan prinsip perlakuan nasional dalam gugatan pembatalan HKI khususnya merek harus disesuaikan dengan hukum internasional dan hukum nasional yang berlaku di negara-negara anggota WTO/WIPO tersebut. Kasus Gugatan pembatalan merek Cap Kaki Tiga oleh warga negara Inggris Russel Vince melawan Wen Ken Drug, perusahaan Singapura di Indonesia dikarenakan merek Cap Kaki Tiga diabnggap peniruan emblem atau simbol bendera negara koloni Inggris yang disebut isle of man. Russel Vince menggugat dalam kapasitasnya sebagai warag negara Inggris dengan menggunakan prinsip national treatment perlakuan nasional.

Protection of Intellectual Property Rights IPR is part of the effort to resolve the misuse of IPR itself. The application of the National Treatment principle is one of the efforts to internationally protect the IPR where every citizen of WTO WIPO member is treated the same with domestic citizen in the registration and protection of intellectual property rights in each country. However, the application of the national treatment principle in the lawsuit of IPR revocation, in particular the brand, must be in accordance with international law and national law that apply in the WTO WIPO member countries. symbols or emblems are merely symbols emblems of countries that are registered as WTO WIPO members while the Isle of Man is not a country and there is no notification from the United Kingdom as a WIPO WTO member of the Isle of Man flag symbol. Moreover, the principle of national treatment applies only to brand registration not to conduct a lawsuit of the brand revocation in the court.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi Usman
Bandung : Alumni, 2003
346.048 RAC h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fokusmedia, 2006
346.048 KIT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2001
S21686
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>