Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1991
S21574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Hermawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran serta menyatakan hubungan iklim organisasi, kepemimpinan dan kinerja sumber daya manusia pemandu lalu lintas udara (controller) di Bidang Pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara Bandara Soekarno Hatta.
Responden yang dilibatkan dalam penelitian berjumlah 100 orang controller. Pemilihan sampel (responden) dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang hasilnya dianalisis dengan statistik deskriptif (median dan distribusi frekuensi) dan statistik non parametris (Korelasi Spearman Rank).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel iklim organisasi dan kepemimpinan memiliki hubungan yang positif dan signfikan dengan kinerja. Nilai korelasi antara iklim organisasi dengan kinerja sebesar 0,350 dan nilai signifikansi (0,000) lebih rendah dan 0,01 serta nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 3,698 lebih besar dari nilai t-tabel 1,665.
Demikian pula dengan iklim organisasi, memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja. Nilai korelasi antara kepemimpinan dengan kinerja sebesar 0,296 dan nilai signifikansi (0,001) lebih rendah dari nilai 0,01 serta nilai t-hitung yang diperoleh sebesar 3,068 lebih besar dari nilai t-tabel 1,665.
Dengan kesimpulan-kesimpulan tersebut, disarankan agar dapat dilakukan pengkajian secara berkala sehingga kinerja para controller minimal dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut dapat diambil langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan kualitas iklim organisasi dan kepemimpinan di lingkungan Bidang Pelayanan Operasi Lalu Lintas Udara Bandana Soekarno-Hatta, sehingga kinerja para controller dapat ditingkatkan.
Daftar Pustaka: 45 buku, 2 artikeL, 5 peraturan (1979 - 2003)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Eirene Adryana
"Setiap negara memiliki tanggung jawab untuk membangun dan menyediakan layanan lalu lintas udara sebagaimana tertera dalam Pasal 28 Konvensi Chicago. Namun, Annex 11 Konvensi Chicago menyebutkan bahwa negara dapat mendelegasikan tanggung jawab tersebut kepada negara atau lembaga lain tanpa membahayakan kedaulatannya. Pendelegasian tanggung jawab tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Tetapi, pendelegasian tanggung jawab seringkali masih menyentuh kedaulatan sebuah negara. Maka dari itu, perlu dibedakan antara urusan operasional dan kedaulatan dalam pendelegasian layanan lalu lintas udara. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menganalisis hukum udara internasional dan perjanjian bilateral mengenai pendelegasian layanan lalu lintas udara. Dalam praktiknya, sifat dari pasal-pasal yang tertera pada perjanjian tersebut menentukan seberapa jauh tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Berdasarkan kesimpulan di atas, sebaiknya ketentuan dalam perjanjian bilateral mengenai tanggung jawab kedua belah pihak harus dibuat secara lengkap dan jelas untuk menghindari benturan antara urusan operasional dan kedaulatan.

Each state is responsible for establishing and providing air traffic services as stated in Article 28 of the Chicago Convention. However, Annex 11 to the Chicago Convention stated that states could delegate these responsibilities to other states or institutions without jeopardizing their sovereignty. The delegation of responsibility is carried out based on a mutual agreement agreed by both parties. The delegation of responsibility often still touches the sovereignty of a state. Therefore, it is necessary to distinguish between operational matters and sovereignty in the delegation of air traffic services. The author uses a normative legal research method by analyzing international air law and bilateral agreements regarding the delegation of air traffic services. In practice, the nature of the articles contained in the agreement determines the extent of the responsibilities that both parties must fulfill. Based on the conclusions above, it is better if the provisions in bilateral agreements regarding the responsibilities of both parties must be made completely and clearly to avoid conflicts between operational matters and sovereignty.

 

Keywords: Delegate, responsibilities, operational, sovereignty, bilateral agreement, air traffic services."

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Zuhriyanto
"Peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung iskemik dan strok. Pemandu Lalu Lintas Udara PLLU di Jakarta Air Traffic Services Centre JATSC yang terpajan dengan temperatur ruang kerja yang dingin dapat berisiko dengan peningkatan tekanan darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko peningkatan tekanan darah pada PLLU di JATSC. Penelitian ini memakai desain potong lintang dengan random sampling pada PLLU di JATSC selama periode 29 Mei sampai 14 Juni 2017. Sebanyak 134 subjek didapatkan selama penelitian ini. Data diperoleh dengan pengisian kuesioner, pengukuran tekanan darah dengan Sphygmomanometer air raksa, dan temperatur ruang kerja dengan termometer digital. Peningkatan tekanan darah terjadi bila sistolik ge; 140 mmHg atau diastolik ge; 90 mmHg setelah bekerja.
Hasil menunjukkan subjek yang berusia ge; 40 tahun memiliki risiko peningkatan tekanan darah 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan usia dibawah 40 tahun [RRa= 2,18; IK 95 = 1,15-4,11; p= 0,016]. Subjek dengan temperatur ruang kerja dibawah 21 C memiliki risiko peningkatan tekanan darah 2,1 kali lebih tinggi dibandingkan subjek dengan temperatur ruang kerja ge; 21 C [RRa= 2,10; IK 95 = 1,12-3,93; p= 0,020]. Dapat disimpulkan bahwa usia ge; 40 tahun dan temperatur ruang kerja dibawah 21 C mempertinggi risiko peningkatan tekanan darah.

Increased blood pressure can increase the risk of ischemic heart disease and stroke. Air Traffic Controller ATC in Jakarta Air Traffic Services Centre JATSC exposed to cold working room temperatures may be at increased risk of blood pressure. The purpose of this study was to determine the risk factors for increased blood pressure among ATC in JATSC. This study used cross sectional design with random sampling on ATC in JATSC during Mei 29th to June 14th, 2017. 134 subjects were obtained during the study. The data were collected using a questionnaire, a Mercury Sphygmomanometer for blood pressure, and a digital thermometer for room temperature. Increased blood pressure were defined by systolic ge 140 mmHg or diastolic ge 90 mmHg after work.
The results showed that subjects with Age ge 40 years compared to under 40 years were 2.2 times higher risk to increased blood pressure RRa 2.18 CI 95 1.15 4.11 p 0.016 . Those who work at room temperature below 21 C compared to ge 21 C were 2,1 times higher risk to increased blood pressure RRa 2.10 CI 95 1.12 3.93 p 0.020 . In conclusion age ge 40 years and working room temperature below 21 C increase the risk for increased blood pressure."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Wibowo
"Penataan ulang pelayanan ruang udara adalah salah satu aspek untuk mengantisipasi meningkatnya risiko keselamatan penerbangan akibat dari pertumbuhan pergerakan pesawat udara dan meningkatnya kebutuhan pelayanan ruang udara. Saat ini masih ada beberapa bandar udara yang berdekatan menggunakan frekuensi radio penerbangan yang sama, akibatnya terjadi interferensi. Dengan meningkatnya pergerakan pesawat udara maka terjadinya interferensi tidak dapat ditolerir lagi.
Tesis ini mengkaji upaya untuk menghilangkan interferensi melalui penataan ulang pelayanan ruang udara di bandar udara Hang Nadim - Batam, bandar udara Minangkabau - Padang dan bandar udara Depati Amir - Bangka. Proses penataan ulang pelayanan ruang udara ini meliputi unsur frekuensi radio penerbangan, unsur fasilitas komunikasi dan unsur pelayanan ruang udara (termasuk SDM). Kegiatan penataan ini dikaitkan dengan rencana peremajaan fasilitas komunikasi VHF-A/G pada ketiga bandar udara tersebut. Kelayakan dalam pemilihan fasilitas komunikasi VHF-A/G tersebut dihitung menggunakan teori ekonomi teknik.
Dari tiga unsur yang diteliti dalam penelitian ini didapat tiga alternatif yang bisa diterapkan untuk kondisi saat ini yaitu : pertama, melakukan penataan layanan ruang udara pada beberapa bandar udara yang mengalami interferensi, kedua, melakukan penataan frekuensi radio penerbangan di seluruh ruang udara yang mengalami gangguan; ketiga, mengurangi pelayanan ruang udara suatu bandar udara untuk selanjutnya menyerahkan pelayanannya ke bandar udara lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, alternatif 3 dengan mengurangi pelayanan ruang udara suatu bandar udara untuk kemudian diserahkan pelayanannya ke bandar udara lain menunjukkan bahwa secara ekonomi menunjukkan hasil yang lebih optimal.

Air space service rearrangement is one aspect in anticipation of increased risk due to aviation safety of aircraft movement growth and increasing demands for services of air space. While there are several adjacent airport uses aviation radio frequencies on the same, resulting in interference. With the increasing movement of aircraft then the interference can not be tolerated anymore.
This thesis examines the efforts to eliminate the interference by the rearrangement of service in the air space Hang Nadim airport - Batam, Minangkabau airport - Padang and Depati Amir airport - Bangka. The arrangement process of the air space services including the element of aviation radio frequency, communications facilities and services of the air space (including HR). Structuring activity is associated with rejuvenation plan communications facilities VHF-A/G in the third airport. Eligibility in the selection of communications facilities VHF-A/G was calculated using economic engineering theory.
Of the three elements examined in this study obtained three alternatives that could be applied to current conditions : first, to the arrangement of the air space services in some airports are experiencing interference; second, to the arrangement of radio frequencies across the air space flights have been affected; third, reducing the air space of a service airports to deliver its services further into other airports.
From the results of research conducted, alternative 3 by reducing the air space of a service to the airport and then transferred his service to other airports indicates that the economy showed more optimal results.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30565
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Sakti K
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T39925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nesia Putri Sharfina
"Fatigue diakui sebagai risiko utama yang membahayakan keselamatan dalam dunia penerbangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kelelahan pada petugas Tower Control ATC di Jakarta ATS Center, Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Faktor yang diteliti yaitu faktor risiko terkait pekerjaan (shift kerja dan durasi kerja) dan faktor risiko tidak terkait pekerjaan (usia, jenis kelamin, status gizi, kuantitas tidur, dan waktu tempuh perjalanan) terhadap kelelahan. Checklist Individual Strength-20 (CIS-20) digunakan untuk mengukur kelelahan secara subjektif. Penelitian ini bersifat kuantitatif observasional dengan menggunakan desain studi cross sectional. Hasil penelitian diketahui sebanyak 56,5% petugas Tower Control mengalami kelelahan. Namun, dari keseluruhan variabel tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik terhadap kelelahan.

Fatigue is recognized as a major risk that endanger the safety of aviation world. This study aims to determine risk factors associated with fatigue on Aerodrome Controllers in Jakarta ATS Center, Soekarno-Hatta International Airport. Factors studied were work-related factors (shift work and duration of work) and non-work-related factors (age, sex, nutritional status, sleep quantity, and commuting time) to fatigue. Checklist Individual Strength-20 (CIS-20) was used to measure fatigue subjectively. This research is a quantitative observational study using cross sectional design. The results of the study known as much as 56,5% of Aerodrome Controllers experiencing fatigue. However, there is no significant relationship to fatigue found from all of the variables statistically in this study."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siswanto
"Dalam rangka mendukung pencapaian cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana yang telah tertuang di dalam pembukaan undang-undang dasar 1915 alenia ke-4 yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dibutuhkan suatu kondisi yang aman dari segala bentuk ancaman baik dari darat, laut maupun udara. Salah satu, tugas pokok TNI Angkatan Udara adalah menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di udara yang dilaksanakan baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan unsur kekuatan lainnya.
Berkaitan dengan tugas pokok tersebut diatas, maka penggelaran radar yang berfungsi sebagai "mata" dalam sistem pertahanan udara nasional ditujukan untuk dapat mendeteksi setiap ancaman yang datangnya dari wahana udara, baik berawak maupun tidak berawak. Hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Penerangan TNI Atgkatan Udara dan Komando Pertahanan Udara Nasional, diperoleh data bahwa belurn seluruhnya wilayah udara nasional dapat diliput oleh radar pertahanan udara maupun radar untuk kepentingan Air Traffic Control (ATC) yang terdiri dari 16 unit radar pertahanan udara dan 22 unit radar sipil.
Bila dicermati dari pola penggelaran baik radar hanud maupun radar sipil, maka akan terlihat adanya ketimpangan antara jumlah radar yang ada di wilayah Barat dan wilayah Timur Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa pertimbangan antara lain: disatu sisi untuk mengantisipasi adanya kemungkinan menjalarnya faham ideologi komunis dari taut Cina selatan, sisi lainnya bahwa prediksi ancaman udara berasal dari negara-negara barat tanpa melintas samudera pasifik.
Oleh karena itu agar dapat mengawasi dan mengidentifikasi setiap bentuk ancaman kedaulatan NKRI dari segala arah khususnya melalui wahana udara, penulis beranggapan bahwa dengan mengkaji permasalahan sbb: peranan radar, jumlah radar yang dibutuhkan dan iokasi penempatannya serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengawasan ruang udara, akan memberikan kontribusi yang sangat positif utamanya dalam rangka mengurangi maraknya penerbangan gelap yang memasuki wilayah udara nasional.

In order to achieve the ideal of the Indonesian Independence, as mention in the paragraph fourth in the 1945 Constitution, sale of all part of Indonesia (land, air and ocean) are needed. The main duties of The Indonesian Air Force (TNI-AU) (together with others or not) are to keep and defend the unity of the whole country, especially in the sky.
To do so, spreading radar to all part of Indonesia is required. Studied run by The Information Unit and The National Defenses Air Commando found all part of the Indonesia area could not be covered by the Air Traffic Control (ATC). At the moment, there are 16 ATC for military and 22 for public.
In fact that radar is not distributed equally between West Indonesia and East Indonesia. Reasons for that arc to avoid communism that comes from East China Ocean and to maintain safety of the Pacific Ocean.
So that, in order to keep and to identify all form of introducers who want to enter to Indonesia are needed. Hence, evaluating and exploring of radar in related to roles and sum that are needed to maintain safety: Besides that all factors (positive and negative) is also be evaluated.
"
2004
T14918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Listia
"Kejahatan narkotika berkembang menjadi kejahatan luar biasa dan kejahatan terorganisasi. Agar pengungkapan kasusnya bisa lebih mendalam dibutuhkan peranan seorang saksi yang juga tersangka (Justice Collaborator). Data ICJR tahun 2016 mengungkapkan banyak instansi yang telah memberikan rekomendasi persetujuan Justice Collaborator namun Badan Narkotika Nasional selama ini menolak sedangkan Polri belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis regulasi Justice Collaborator di Indonesia dan Implementasinya pada Badan Narkotika Nasional dan Polri. Metode yang digunakan kualitatif deskriptif. Hasilnya menunjukkan regulasi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 menyatakan bahwa pengajuan status Justice Collaborator bisa pada tahap penyidikan, penuntutan dan pemidanaan serta adanya perlakuan khusus dan penghargaan. Implementasinya pengajuan Justice Collaborator narapidana selama ini ditolak oleh dua instansi karena belum adanya aturan pelaksanaan yang padu dan khusus bagi tindak pidana narkotika. peran Justice Collaborator dalam tindak pidana narkotika sangat penting untuk dapat dimaksimalkan peranannya agar tercipta ketahanan nasional yang lebih baik.

Narcotics crime develops into extraordinary crime and organized crime. In order for the disclosure of his case to be more profound, the role of a witness who is also a suspect is needed (Justice Collaborator). ICJR data in 2016 revealed that many agencies had given recommendations to the Justice Collaborator, but the National Narcotics Agency had refused while the National Police was unknown. The purpose of this study was to analyze the regulation of Justice Collaborator in Indonesia and its implementation in the National Narcotics Agency and National Police. The method used is qualitative descriptive. The results show that the regulations in Law No. 31 of 2014 state that the submission of Justice Collaborator status can be at the stage of investigation, prosecution and punishment as well as special treatment and awards. The implementation of the prisoners Justice Collaborator submission has been rejected by two agencies because there is no implementation rule that is unified and specifically for narcotics crime. However, the rejection attitude so far still corresponds to justice as well as the efforts of law enforcement agencies in realizing national security amid the limitations of existing regulations."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Nugraha
"Dalam bidang penerbangan, radar banyak digunakan oleh pesawat tempur, menara ATC pada bandara, dan lain-lainnya. Salah satu aplikasi radar yang digunakan pada bandara adalah untuk mendeteksi serpihan objek asing atau FOD (Foreign Object Debris) pada lingkungan bandara, khususnya pada landasan pacu pesawat terbang. FOD atau Foreign Object Debris adalah segala jenis objek asing baik benda hidup maupun mati, besar ataupun kecil, yang tidak semestinya terletak pada lingkungan tersebut, karena berpotensi menyebabkan bahaya kecelekaaan, contohnya plat besi, mur, baut, dan lain-lainnya. FOD menjadi salah satu masalah yang cukup penting untuk diperhatikan, khususnya untuk bandara-bandara di Indonesia karena berpotensi membahayakan pesawat terbang yang sedang melintas, baik saat pesawat lepas landas maupun saat mendarat. Ditambah lagi aktivitas penerbangan domestik di Indonesia telah meningkat sebesar 40%dari tahun 2006 hingga 2019, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk meninimalisir resiko ini. Mekanisme pendeteksian FOD pada landasan pacu dengan teknologi radar yang telah ada di pasaran umumnya menggunakan modulasi FMCW dan menggunakan frekuensi yang sangat tinggi, berkisar dari 76 GHz (FODetect® by XSight Tech.) hingga yang tertinggi 96 GHz (Tarsier by QinetiQ), karena belum banyak alat penguji yang mampu mencapai frekuensi tersebut di Indonesia, sehingga perlu alternatif lain dengan frekunesi yang lebih rendah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirancang sepasang antena radar FMCW yang bekerja pada frekuensi 37,5 – 38,5 GHz, gain 32 dB yang di desain untuk memiliki performa serupa dengan produk pasaran yaitu radar FODetect® yang menggunakan modulasi FMCW dengan frekunesi kerja 75.5-76.5 GHz, gain 32 dB. Antena yang di desain ini menggunakan model rectangular waveguide WR-28 dan reflektor parabola sebagai model acuannya dan mampu bekerja pada beberapa rentang frkeuensi di rentang 37.5 – 38.5 GHz yaitu frekuensi 37.5 – 37.55 GHz, 37.64 – 37.72 GHz, 37.82 – 37.88 GHz, 37.95 – 38.39 GHz, dan 38.49 – 38.5 GHz, dengan total bandwidth yang tercapai adalah 0.64 GHz, dan memiliki Isolation Between Port sebesar ≤ −60 dB, dengan hasil lainnya secara simulasi yaitu Gain sebesar 31.9 – 32.2 dB, pola radiasi directional, polarisasi linear dan beamwidth sebesar 3,6°.

In an aviation field, radar is widely used for many applications such as the fighter jets, ATC tower in airport, etc. One of the applications of radar technology is used to detect FOD or Foreign Object Debris in the airport environment, especially in the runaway area. FOD or Foreign Object Debris are every kinds of objects, living or inanimate object, small or big, that located in an inappropriate location in airport, which may cause hazard to the aviation operations, i.e.: iron plate debris, nuts, bolts, etc. FOD becomes one of important issue that must be considered, especially in the most airports in Indonesia, because it will potentially dangerous to every aircraft in the runaway, either during take-off or landing moments. Moreover, the activity of domestic flight in Indonesia from 2006 to 2019 increased by 40 %, so it is necessary to take precautions or mitigation act to minimize this risk. The current’s commercials FOD detection mechanism with radar commonly use FMCW modulation of very high frequency, range form 76 GHz (FODetect® by XSight Tech.) to the highest of 96 GHz (Tarsier by inetiQ), because the measuring instruments that can reach those frequencies are rarely found in Indonesia, so it’s necessary to find other alternative which use lower frequency. Therefore, in this research, a pair of antennas is designed which expected to operate with frequency of 37.5 – 38.5 GHz and gain of 32 dB with FMCW operation-mode. This pair of antennas is based from one of the commercial product: FODetect®’s radar that also work with FMCW operation-mode, with operating frequencies are 75.5 – 76.5 GHz, and gain of 32 dB. The designed antenna uses rectangular waveguide and parabolic reflector as the reference model and successfully to work on frequency ranges of 37.5 – 37.55 GHz, 37.64 – 37.72 GHz, 37.82 – 37.88 GHz, 37.95 – 38.39 GHz, and 38.49 – 38.5 GHz with the total bandwidth of 0.64 GHz and Isolation Between Port of ≤ −60 dB, and the others simulated results: gain of 31.4 – 32.2 dB, has directional radiation pattern, linear polarization and beamwidth of 3,6°."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>