Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96912 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teddy Turangga
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S22856
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Walujo Djoko Indarto
"ABSTRAK
Upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing produk Indonesia di
pasar global telah dilaksanakan awal periode 1980-an, sebagai bagian tak terpisahkan dari
implementasì strategi promosi ekspor. Realisasi dan promosi ekspor ini diwujudkan
dengan melakukan deregulasi disegala bidang, khususnya di bidang ekspor dan impor
dengan menyederhanakan bahkan menghilangkan hambatan-hambatan bagi peningkatan
ekspor khususnya ekspor non-migas.
Paket Deregulasi 6 Mei 1986 (PAKEM) dan Paket Deregulasi 24 Desember 1987
(PAKDES) telah memberikan kemudahan, penyederhanaan prosedur ekspor dan impor,
pembebasan bea masuk dan bea masuk tambahan serta penghapusan tata niaga bagi bahan
baku impor yang akan digunakan untuk memproduksi barang ekspor.
Untuk melaksanakan kedua paket deregulasi tersebut telah ditunjuk Badan
Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolahan Data Keuangan (Bapeksta Keuangan)
untuk mengelola pemberian fasilitas pembebasan dan pengembalian pungutan negara bagi
bahan baku impor yang akan digunakan untuk memproduksi barang ekspor. Untuk
mendukung pengelolaan ini telah dibuat Sistem Transformasi Manajemen Pelayanan
Kemudahan Ekspor yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang mudah, cepat
dan tepat waktu bagi pengusaha yang berorientasi ekspor. Disisi lain sistem informasi ini
juga harus dapat menyelamatkan penerimaan negara dan bea masuk dari pajak barang
impor, karena fasilitas ini hanya dibenikan kcpada pengusaha yang benar-benar melakukan
ekspor.
Dewasa ini dirasakan pelayanan yang diberikan masih kurang memberikan
dukungan yang memuaskan terutama dalam hal kecepatan pemberian fasilitas. Untuk
mengatasi hal ini perlu adanya penyempurnaan dari sistem yang berjalan dengan cara
penyederhanaan prosedur pelaporan ekspor, percepatan konfirmasi keabsahaan dokumen
dengan menggunakan fasilitas Electronic Data Interchange (EDI) dimana waktu yang
dibutuhkan untuk konfirmasi yang biasanya antara 26 sampai 33 hari dapat dipersingkat
menjadi kurang dari 1 (satu) hari dan pembinaan sumber daya manusia yang mengelola
fasilitas ini sehingga dapat mencegah kolusi antar petugas dan pengusaha.
Dengan penyempurnaan tersebut di atas maka diharapkan adanya peningkalan
pelayanan dari segi percepatan pelayanan bagi pengusaha yang berdampak menurunkan
biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha dan pada akhimya dapat mening
katkan daya saing ekspor produk non-migas Indonesia di pasar global.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edison
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S22737
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marselina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S22751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jacobs, Peter
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini penerimaan devisa Indonesia terus berkurang. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga minyak bumi dan gas, sehingga total ekspor migas juga rnenurun. Terutama pada tahun 1986, dimana total ekspornya jauh lebih rendah dari tahun 1985. Oleh karena itu pemerintah mulai mengarahkan perhatian secara serius pada meningkatan ekspor non migas. Seperti diketahui, ekspor non migas Indonesia masih belum dapat diandalkan sepenuhnya. Untuk itu pemerintah melakukan berbagai upaya dengan memberikan kemudahan-kemudahan agar para eksportir dapat meningkatkan kwantitas dan kwalitas ekspornya. Salah satu bentuk kemudahan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian utama adalah kemudahan untuk mernperoleh sumber pembiayaan. Adapun institusi yang memegang peranan adalah lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Pada skripsi ini perhatian kita diarahkan pada lembaga keuangan yang dinamakan bank. Bahkan lebih khusus lagi pada bank asing. Yaitu bagaimana peranan bank asing dalam meningkatkan ekspor non migas. Bank asing sebagai lembaga keuangan yang pusatnya ada di luar negeri, mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan bank-bank nasional. Oleh karena itu dalam mendukung ekspor non migas Indonesia peranan bank asing ini dibedakan dalam peranannya dalam kegiatan perbankan dan peranannya dalam kegiatan non perbankan. Dalam kegiatan perbankan, peranannya yang paling dominan adalah pemberian kredit ekspor. Apalagi setelah diberi kebebasan untuk memberikan kredit ekspor di luar Jakarta. Peranan ini bukanlah hal yang kecil, karena hampir separuh pembiayaan ekspor Indonesia di biayai oleh kredit ekspor. Dalam rangka meningkatkan baik kwantitas maupun kwalitas maka bank asing juga memberikan kredit investasi yang walaupun sekarang jumlahnya masih kecil, tapi pada tahun-tahun mendatang diharapkan akan meningkat. Selain itu bank asing juga sangat berperan sebagai partner usaha dari P.T. PMA karena perusahaan-perusahaan asing lebih mengenal cara kerja bank asing daripada bank nasional, lagi pula jaringan kerja bank asing yang tersebar di seluruh dunia sangat mendukung perusahaan-perusahaan asing tersebut dalam masalah financialnya. Sumber pembiayaan memang merupakan aspek yang paling penting dalam suatu produksi dan penjualan suatu barang. Oleh karena itu bank asing juga mendukung dalam pembiayaan imbal beli yang membutuhkan jaringan kerja yang luas. Selain itu kerja sama antar bank dengan bank-bank nasional juga dilakukan bank asing dalam rangka meningkatkan ekspor non migas Indonesia. Ditambah lagi dengan suatu jenis pembiayaan yang disebut forward trading. Peranan bank asing aalam kegiatan non perbankan dapat tekankan dalam pemberian informasi di bidang ekspor dan perdagangan, mencari importir dan eksportir yang potensial. Juga untuk meningkatkan prestasi perbankan nasional dilakukan alih teknologi perbankan dan peran-peran non perbankan lain-nya yang sebagian besar memanfaatkan jaringan kerja dan ,komunikasi yang luas dan canggih. Dalam prakteknya semua peranan tadi tidaklah berjalan mulus, sebab banyak juga hambatan-hambatan yang ada dan perlu diatasi. Hambatan dalam hal geografis berupa pembatasan pembukaan kantor cabang dan ruang operasinya. Selain itu perlu juga diperhatikan kepentingan bank-bank nasional yang kemampuannya dibawah bank asing dan berbagai masalah-masalah lainnya, yang semuanya itu dapat diatasi kalau pemerintah mau meninjau kembali perangkat hukum perbankan yang ada."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatmiko Jati
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S23109
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Satriani
"Penelitian ini menunjukkan bahwa perbankan di Indonesia turut mempengaruhi pola negara tujuan ekspor Indonesia. Secara umum, kinerja ekspor suatu negara selalu dikaitkan dengan skala ekonomi seperti PDB dan daya saing, yang keduanya mencerminkan tren permintaan importir dan penawaran eksportir negara tersebut. Namun krisis keuangan global 2008 membuka mata kita bahwa ada faktor lain yang mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Salah satu faktor yang sering diabaikan dalam literatur perdagangan selama ini adalah faktor risiko. Faktor risiko tersebut perlu menjadi perhatian khusus karena setiap transaksi ekspor dan impor pada dasarnya mengandung risiko masing-masing baik bagi importir maupun eksportir. Dalam kaitan ini, peran penting bank dalam memitigasi risiko dalam transaksi perdagangan internasional terlihat dari dukungannya dalam penerbitan Letters of Credit (LC). Dengan menggunakan data pertumbuhan tahunan penggunaan LC untuk ekspor nonmigas Indonesia ke 102 negara lainnya pada periode 2011-2018, penelitian ini menemukan bahwa risiko di negara tujuan ekspor mempengaruhi ekspor nonmigas Indonesia untuk negara berisiko tinggi, yang sebagian besar merupakan pasar ekspor non-tradisional Indonesia. Sebaliknya, LC hanya berpengaruh signifikan terhadap ekspor nonmigas Indonesia ke negara berisiko rendah dan menengah. Negara-negara tersebut didominasi oleh negara berpendapatan tinggi dan menengah yang selama ini menjadi pasar ekspor tradisional Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan Indonesia belum banyak memiliki risk appetite untuk mendukung eksportir di tanah air memasuki negara non tradisional. Dalam perdagangan dengan negara-negara tersebut, LC tampaknya tidak relevan sebagai instrumen untuk memitigasi risiko. Dengan kata lain, dukungan Pemerintah pada dasarnya diperlukan untuk menanggung atau berbagi sebagian dari risiko tersebut sehingga ambisi negara untuk melakukan penetrasi ke negara non-tradisional dapat terwujud dengan dukungan institusi perbankan. Jika tidak, ambisi seperti itu hanya menjadi retorika
This research shows that banks in Indonesia also impact the pattern of Indonesias export destination countries. Generally, the countrys export performance is always associated with the scale of economy such as GDP and her competitiveness, both of which reflected trends in the countrys importer demand and exporter supply. However, the 2008 global financial crisis opened up our eyes that there are other factors affecting the countrys export performance. One of those factors that are often neglected in the trade literature thus far is the risk factor. The risk factor deserves our particular attention because every export and import transaction essentially carry risks respectively for both importers and exporters. In this respect, an important role of banks in mitigating the risks in international trade transactions can be seen from their support in the issuance of Letters of Credit (LCs). Using annual-growth data of the use of LCs for the countrys non-oil and gas exports to other 102 countries in the period of 2011-2018, this research found that the risks at export-destination countries affect Indonesia's non-oil and gas exports to so-called high-risk countries, most of which are the countrys non-traditional export markets. In contrast, the LCs only significantly affect Indonesia's non-oil and gas exports to low and medium risk countries. These countries are dominated by high and middle-income countries which have been Indonesian traditional export markets. This shows that Indonesian banks do not mostly have the risk appetite to support the countrys exporters entering the non-traditional countries. In trading with those countries, the LCs appear to have been irrelevant as an instrument to mitigate risks. In other words, the Government support is essentially needed in assuming or sharing some of those risks as such that the ambition of the countrys ability to penetrate into the non-traditional countries can be realized with the assistance of the countrys banks. Otherwise, such ambition remains a rhetoric only."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Gunadi
"Dilatarbelakangi oleh keadaan defisit neraca pembayaran yang semakin
membesar, pemerintah telah melakukan berbagai upaya deregulasi untuk mendorong
investasi dan ekspor yang diharapkan akan dapat memperbaiki neraca pembayaran
Indonesia dan sekaligus untuk memperkuat perekonomian indonesia. Salah satu
kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah adalah kebijakan fasilitas ekspor
kepada perusahaan eksportir tertentu (PET) yang dikeluarkan pada pertengahan tahun
1996 dan diperbaharui tahun 1997, yang berupa pelayanan yang cepat dalam pengurusan dokumen ekspor, dalam memperoleh restitusi PPN, dalam memperoleh PPN 0% yang dipercepat, serta fasilitas rediskonto. Kemudahan tersebut diberikan kepada PET yang tidak mempunyai masalah perpajakan seperti adanya tunggakan atau manipulasi pajak, tidak mempunyai masalah perkreditan seperti adanya kredit macet, dan tidak mempunyai masalah kepabeanan, seperti adanya ekspor fiktif atau manipulasi dokumen ekspor. Sementara itu jenis komoditi ekspor yang masuk dalam cakupan PET didasarkan penimbangan bahwa produk tersebut mempunyai akar industri yang kuat, kandungan lokal yang tinggi serta tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi.
Ditinjau dari strategi pengembangan ekspor, kebijakan ini merupakan perbaikan
dari kebijakan sebelumnya yang menganut broad width policy yang mendorong ekspor
non-migas tanpa membedakan jenis komoditi. Dengan kebijakan ini dimungkinkan untuk mengembangkan produk-produk yang benar-benar punya keunggulan dan daya saing yang kuat di pasar internasional. Kebijakan ini juga secara selektif memberikan kernudahan kepada perusahaan yang mempunyai reputasi baik, sehingga mereka akan lebih produktif, dan sekaligus dijadikan model untuk merangsang perusahaan ekspor lainnya agar memperbaiki reputasi serta kinerjanya agar memenuhi kriteria PET. Disamping itu kebijakan ini juga sekaligus untuk mengkondisikan aparatur pernerintah agar bekerja secara cepat dan efisien, bertindak sebagai fasilitator bukan lagi sebagai penguasa seperti masa-masa sebelumnya. Bertolak dari perkiraan akan makin ketatnya persaingan dalam era pasar bebas, maka strategi kebijakan PET ini dinilai sangat tepat dalam rnempersiapkan kinerja perusahaan ekspor.
Setelah dilaksanakan kurang Iebih 3 tahun, diperoleh gambaran bahwa kebijakan
PET sangat bermanfaat bagi peningkatan ekspor. Namun demikian dalam
pelaksanaan/implementasi kebijakan PET dilapangan khususnya pelayanan oleh aparatur masih terjadi kelambanan yang disebabkan kurang intensifnya koordinasi dan integrasi antar instansi terkait, kurangnya komitmen yang kuat dari para pelaksana , rendahnya budaya kerja, serta masih adanya egosektoral.
Agar kebijakan PET dapat mencapai sasaran, langkah-langkah perbaikan yang
dipandang perlu dilakukan antara lain :
- Meningkatkan koordinasi antar instansi terkait dalam memantau dan mengendalikan
pelakanaan kebijakan PET, bila perlu dengan menetapkan mekanisme khusus
melalui penetapan kelembagaan tersendiri, mendorong sistem kerja kolaboratif serta
menetapkan visi tentang peningkatan ekspor nasional.
- Meningkatkan dukungan sarana/prasarana dipelabuhan ekspor untuk mempercepat
arus barang untuk mengimbangi percepatan penyelesaian dokumen ekspor.
- Pengembangan sistem informasi terpadu yang dapat dengan mudah diakses oleh
segenap pihak terkait.
- Perlu dibuat standar pelayanan dengan membuat Standar Operasional Prosedur yang
baku sehingga pelayanan dapat dilakukan secara transparan dan dapat dikontrol oleh
masyarakat.
- Perlu dilakukan pertemuan rutin antara pimpinan dan pelaksana untuk menciptakan
budaya organisasi yang kondusif dan terjadinya learning organization yang baik."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Setiadi
Depok: Universitas Indonesia, 1984
S22659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>