Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207011 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Tri Astuti Aryani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S23133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Armantini Soemardjo Tjitrosidojo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Indriastuti
"Dalam menjalankan jabatannya, seorang PPAT dapat dilakukan tuntutan pidana. Namun tidak semua PPAT yang tersangkut dalam suatu perkara pidana benar melakukan tindak pidana yang disangkakan tersebut. Pada penulisan ini, penulis memfokuskan pada pemasalahan yang terjadi pada seorang PPAT di Jayapura, yaitu terkait dengan pelaksanaan jabatan oleh PPAT di Jayapura dan juga terkait dengan tuntutan dugaan melakukan tindak pidana penggelapan sertipikat. Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat hukum normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka. Dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan jabatan PPAT terdapat beberapa yang tidak dilakukan oleh PPAT, dan terhadap dugaan melakukan tindak pidana penggelapan sertipikat tidak terpenuhi unsur-unsur dari Pasal 372 KUHP.

In running position, a PPAT can be done to criminal prosecution. But not all PPAT implicated in a criminal case really committed the crime alleged is. At this writing, the author focuses on pemasalahan happens to a PPAT in Jayapura, which is associated with the implementation of the post by PPAT in Jayapura and also related to the alleged charges of committing criminal offenses of embezzlement certificate. The study was conducted by the research literature that is both normative law, namely by working out library materials. It can be concluded that in the implementation of the post PPAT there are some that are not made by PPAT, and on suspicion of committing the crime of embezzlement certificates are not met the elements of Article 372 of the Criminal Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25099
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina Deny C.
"Fidusia lahir dari kebutuhan masyarakat yang kemudian berkembang dan di akui dalam yurisprudensi. Konstruksi fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur, sedangkan penguasaan fisik atas barang-barang itu tetap pada debitur (constitutum possesorium), dengan syarat bahwa bilamana debitur melunasi utangnya maka kreditur harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada debitur. Perlindungan hukum terhadap penerima fidusia perlu dipikirkan karena pada praktek yang banyak terjadi adalah pihak kreditur sangat sulit untuk melakukan eksekusi terhadap barang jaminan fidusia secara optimal. Tidak di laksanakannya hak dana atau kewajiban salah satu pihak atau bahkan kedua belah pihak maka kedudukan Penerima Fidusia yang secara formal telah terlindungi oleh UUF menjadi lemah dan tidak dapat melaksanakan hak untuk memperoleh secara utuh pembayaran atas piutangnya. PT. BNI (Persero) Tbk. disatu sisi telah melaksanakan seluruh kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan UUF sampai dengan pendaftaran fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan dilakukannya pendaftaran ini maka PT. BNI (Persero) Tbk. seharusnya terlindungi hak-haknya sebagai Penerima Fidusia, khususnya hak preferensi atas piutangnya. Namun demikian untuk dapat memperoleh hak tersebut diperlukan suatu tindakan pengawasan dan penelitian secara seksama berkaitan dengan keberadaan dan kondisi dari Obyek Jaminan Fidusia. Dengan tidak dilaksanakannya pengawasan dan penelitian oleh PT. BNI (Persero) Tbk. pada akhirnya mempengaruhi pula optimalisasi pengurusan Piutang Negara oleh KP2LN Jakarta III. Kedudukan hukum PUPN menjadi lemah dan tidak ctapat melaksanakan pengurusan melalui tindakan penyitaan dan penjualan secara lelang barang jaminan fictusia secara optimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21309
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Jaya
"Dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional sebagaimana disebutkan dalam GBHN maka salah satu caranya adalah dengan memperkuat sektor permodalan, dan untuk maksud ini dapat dicapai antara lain dengan cara pemberian kredit atau pinjaman. Dalam rangka pemberian kredit oleh bank, maka untuk melindungi pihak kreditur atas keutuhan pengembalian pinjaman yang telah diberikan diadakanlah suatu jaminan, dalam suatu perjanjian tambahan yang menunjuk barang-barang tertentu kepunyaan debitur sebagai jaminan pelunasan hutangnya. Dan untuk jaminan yang berupa barang-barang yang bergerak dalam yuresprudensi dikenal dengan sebutan Fiducia. Lembaga jaminan ini merupakan suatu konstruksi hukum penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitur kepada kreditur, dimana secara fisik barang tersebut tetap dalam penguasaan debitur (Constitum Posserium)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20424
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doloksaribu, Managara
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triwahyuni
"Ketentuan-ketentuan garis-garis besar haluan negara dan rencana pembangunan lima tahun menghendaki dimungkinkannya pemberian kredit secara luas untuk menunjang kemampuan perluasan industri, perdagangan, investasi dan pembanguan pada umumnya.
Untuk merealisasikan ketentuan di atas, maka Pemerintah menyediakan fasilitas kredit modal kerja di bidang industri. Kredit modal kerja industri adala h kredit modal kerja yang disediakan kepada perusahaan/industriawan untuk membantu modal kerjanya dalam usaha untuk meningkatkan/ mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan istilah persedian barang untuk sebuah perusahaan manufaktur
meliputi bahan baku (bahan mentah), bahan dalam proses (bahan setengah jdi) dan barang selesai (barang jadi). Dalam kredit modal kerja ini, persediaan barang yang disebutkan diatas merupakan jaminan pokok yaitu barang yang dibiayai langsung oleh kredit yang diberikan. Masalah-masalah yang terjadi dalam praktek adalah mengenai besarnya jaminan yang harus disediakan oleh nasabah untuk mendapatkan kredit modal kerja industri ini. mengenai eksekusi dalam hal nasabah wanprestasi dan mengenai kewenangan debitur untuk menguasai benda yang difiduciakan. Dari hasil penelitian penulis dan dari literatur-literatur yang ada, penulis berusaha untuk mencarikan jalan keluar bagi masalah diatas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S20366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Rakhmawati
"Kredit konstruksi adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan antara lain kepada perusahaan pembangunan perumahan yang akan membangun rumah-rumah sederhana juga untuk pembangunan perumahan kelas menengah untuk dijual kepada calon-calon pembeli yang mendapat KPR. Bank X adalah salah satu bank yang memberikan fasilitas kredit konstruksi untuk pembangunan perumahan yang pada prakteknya menggunakan lembaga Hak Tanggungan sebagai jaminan karena obyeknya adalah benda tidak bergerak yaitu tanah dan bangunan yang akan dibangun. Dengan demikian prosedur pengikatan jaminannya dilakukan sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Sedangkan prosedur pemberian kredit pada Bank X harus mengikuti tahapan pemberian kredit yang telah ditetapkan oleh Bank X. Pemberian kredit konstruksi pada Bank X maksimal sebesar 75 % dari biaya proyek dan tidak termasuk biaya pengadaan tanah. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/46/KEP/DIR tahun 1997 tentang Pembatasan Pemberian Kredit Bank Umum Untuk Pembiayaan Pengadaan Dan Atau Pengolahan Tanah. Kendala dalam penggunaan Hak Tanggungan sebagai jaminan kredit konstruksi pada prakteknya adalah jika bangunan/proyek perumahan yang akan dibangun tidak dibangun oleh pengembang, karena jaminan yang diterima oleh bank adalah tanah dan bangunan/proyek perumahan yang belum dibangun. Dengan demikian bank harus teliti dalam membuat perhitungan nilai jaminan sehingga pemberian kreditnya dilakukan berdasarkan tahapan pembangunannya sesuai dengan prosentase nilai bangunannya. Namun masalah yang diungkapkan oleh Bank X dari hasil penelitian saya yang menjadi kendaia adalah apabila debitur wanprestasi sementara Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) belum dibuat. Hal ini dikarenakan pada prakteknya " Bank X tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik dan petuk dapat dijadikan jaminan dalam kredit konstruksi yang pembebanannya dilakukan dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan antara pihak Bank X dengan debitur. SKMHT ini wajib diikuti pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diberikan SKMHT (pasal 15 ayat 4 UU No. 4 Tahun 1996). Dalam prakteknya di Bank X jika setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan, pendaftaran hak atas tanah tersebut belum selesai maka SKMHT dapat diperpanjang untuk setiap waktu 3 (tiga) bulan sampai pendaftarannya selesai. Dengan demikian jika APHT belum dibuat sedangkan debitur wanprestasi maka Bank X tidak dapat melakukan eksekusi karena Hak Tanggungannya belum lahir. Permasalahan yang terjadi di Bank X ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman pihak bank mengenai prosedur pendaftaran Hak Tanggungan bahwa tanah bekas hak milik adat yaitu girik dan petuk dapat dilakukan bersama-sama dengan pendaftaran Hak Tanggungan. Sedangkan bila terjadi kredit macet pada Bank X maka upaya yang dilakukan adalah melakukan upaya penyelamatan kredit melalui 3 R yaitu Penjadwalan kembali (Reschedulling), Pensyaratan kembali (Reconditioning), dan Penataan kembali (Restructuring). Apabila upaya tersebut tidak berhasil maka Bank X langsung melakukan eksekusi melalui notaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S20442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, R. Patricia
"Pembiayaan pembangunan dewasa ini tidak lagi hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat, terutama dengan semakin meningkatnya pembangunan dalam menyambut era globalisasi. Para pelaku usaha di Indonesia harus mulai mempersiapkan usahanya dengan memperkuat basis usaha, salah satunya dengan memperbesar pembiayaan usaha. Dalam hal tersebut perusahaan akan meminjam dana dari bank dan atau lembaga pembiayaan lainnya. Perkembangan dunia investasi dan perdagangan Indonesia seperti diuraikan diatas tersebut menyebabkan hukum jaminan menempati kedudukan yang semakin penting. Kegiatan investasi dan perdagangan memerlukan pembiayaan. Pembiayaan tersebut antara lain diperoleh melalui kredit. Kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit memerlukan jaminan, karena pemberian kredit sering menimbulkan permasalahan bagi kreditur, jika pengembalian pinjaman dari debitur tidak sesuai perjanjian kredit. Masalah pengamanan jaminan kredit dari aspek hukum adalah sebagai tindakan preventif dalam pemberian kredit. Berkaitan dengan hal tersebut, Penulis melakukan kajian terhadap Hukum Jaminan dengan obyek benda jaminan yang merupakan benda bergerak tidak berwujud yaitu fidusia dan gadai. Obyek jaminan benda bergerak tidak berwujud yang akan dijadikan jaminan dalam hal ini adalah Saham. Dalam Gadai dan Fidusia terdapat Hak dan Kewajiban kepada Kreditur maupun Debitur. Terdapat beberapa hal yang menarik berkaitan dengan Gadai Saham dan Fidusia Saham dalam perkembangannya. Hal tersebut mengenai hak-hak yang melekat pada Saham yang pada prosesnya beralih kepada Kreditur, dalam hal ini Penerima Gadai Saham dan atau Fidusia Saham, apabila Saham tersebut digadaikan dan atau difidusiakan. Hak-hak yang melekat tersebut meliputi Hak untuk menerima pembayaran deviden atas saham-saham serta hak menerima hasil likuidasi perusahaan, Hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yaitu hak menghadiri RUPS serta hak untuk mengeluarkan suara."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2004
S21123
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>