Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53889 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1994
S21858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurina Surtati
"ABSTRAK
Mediasi dipilih menjadi salah satu alternatif
penyelesaian sengketa pertanahan di Aceh karena latar
belakang budaya Aceh yang mengutamakan musyawarah dan
mufakat. Cara yang dapat ditempuh dalam penyelesaian
sengketa pertanahan dengan membawa masalah tersebut kepada
pemuka masyarakat atau pemuka agama untuk diselesaikan.
Manfaat penyelesaian konflik dengan pendekatan "win-win
solution" terhadap kesadaran para pihak akan pentingnya
menjaga tali silaturahmi yang baik dimasa depan dan menjaga
kestabilan komunitas akibat keputusan yang ditetapkan dalam
sengketa pertanahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
melihat seberapa jauh peran mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa pertanahan Di Aceh pasca tsunami.
Pengumpulan datk menggunakan studi dokumen dan wawancara
kepada narasumber. Peran mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa mulai dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia. Sejak dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 02 tahun 2003 penyelesaian sengketa melalui pengadilan wajib diselesaikan melalui mediasi terlebih dahulu.
Keuntungan dijalankannya mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa sebagai pihak penengah dalam
menyelesaikan perselisihan diantaranya adalah biaya yang
ringan, waktu yang relatif cepat, hubungan baik yang terjaga
dimasa depan dan keinginan kedua belah pihak yang dapat
dinegosiasikan di antara pihak-pihak yang bersengketa
tersebut sehingga relatif lebih dapat memenuhi keinginan
kedua belah pihak. Sementara itu masyarakat di Aceh mengenal
mediasi dalam penyelesaian perselisihan sudah sejak lama
yang dilatarbelakangi budaya masyarakat Aceh untuk
menyelesaikan sengketa berdasarkan musyawarah dan mufakat.
Walaupun konflik selalu terjadi pada kehidupan masyarakat
Aceh namun mereka sudah terbiasa membawa sengketa mereka
untuk diselesaikan oleh pemuka agama atau pemuka masyarakat
di Aceh. Terlebih lagi dengan kejadian bencana di Aceh, di
mana mereka merasa senasib dan sepenanggungan dalam
penderitaan akibat bencana yang sangat dahsyat tersebut,
mereka juga ingin tetap menjaga agar tali silaturahmi
terjaga tetap baik dimasa yang akan datang. Walaupun
permasalahan sengketa pertanahan di Aceh sangat kompleks
dan masih banyak yang harus dilakukan dalam penyelesaiannya, namun secara garis besar sudah
titik terang cara-cara penyelesaian yang dapat
dalam sengketa pertanahan di Aceh pasca tsunami."
2007
T36914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dalam interaksi yang demikian intensif, mungkin saja terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah. BI telah menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Mengingat sebagian besar nasabah bank adalah nasabah kecil, maka media penyelesaian sengketa nasabah dengan bank harus memenuhi unsur sederhana, murah, dan cepat. Metode penelitian dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang lebih mengutamakan data sekunder, dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini akan menguraikan prosedur mediasi menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, membahas serta menganalisa sengketa yang pernah dimediasikan di BI, peranan BI saat ini, dan rumusan ideal lembaga mediasi yang hendak dibentuk. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa BI sebagai pelaksana sementara fungsi mediasi perbankan telah melaksanakan fungsinya sesuai PBI Nomor 8/5/PBI/2006 dilihat dari prosedur mediasi yang dijalankan dan sengketa antara bank dengan nasabah yang dimediasikan di BI, serta perlu diadakan segmentasi lembaga mediasi perbankan, di mana yang satu dijalankan oleh BI yang lebih berfokus pada nasabah kecil dan yang lain dijalankan oleh lembaga mediasi perbankan independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan. Saran dari penelitian ini adalah merevisi Pasal 3 ayat (1) PBI Nomor 8/5/PBI/2006, bank dapat mengajukan penyelesaian sengketa lewat mediasi, BI dan asosiasi perbankan bekerja sama untuk mendirikan lembaga mediasi perbankan independen, menggalakkan program sertifikasi mediator, dan edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat."
Universitas Indonesia, 2007
S23934
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Anthony L.P.
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S21883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparto Wijoyo
Surabaya: Airlangga University Press, 2003
344.046 SUP p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"GBHN Tahun 1993 sebagai tindak lanjut dari GBHN sebelumnya tetap konsisten untuk menetapkan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam kerangka Pembangunan Nasional.
Penjabaran yuridis dari prinsip pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan telah dikeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan lingkungan, di antaranya UU No. 4 tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU LH) sebagai Umbrella Provision atau payung bagi semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lingkungan."
JHYUNAND 4:6 (1997)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Susiani
"Kasus sengketa lingkungan hidup pada umumnya diselesaikan melalui pengadilan, baik secara perdata, maupun secara pidana yang diatur diadalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22 Undang-undang Nomor : 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH). Namun jarang sekali kasus sengketa lingkungan hidup yang menang di pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui Pengadilan memerlukan waktu yang tidak sedikit, sementara itu pencemaran terus berlangsung. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar proses sidang pengadilan relatif lebih menguntungkan, karena waktu yang diperlukan lebih singkat, para pihak dapat bermusyawarah dan bermufakat sehingga dapat menghasilkan keputusan yang bersifat win-win dalam arti tidak ada pihak yang menang ataupun yang kalah. UULH tidak mengatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Namun di dalam Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup (RUULH) yang akan datang diatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar proses sidang pengadilan. Bahkan RUULH secara tegas membuka peluang bagi tumbuh dan berkembangnya mediator swasta disamping mediator yang berasal dari aparat pemerintah. Hal itu tercermin dalam Pasal 28 RUULH. Sebagai alternatif penyelesaian sengketa lingkungan, arbitrase banyak mempunyai kelebihan yaitu, cepat, murah dan efektif. Pada umumnya arbitrase dipakai dalam penyelesaian sengketa komersial (perdagangan) baik dalam negeri maupun luar negeri. Arbitrase karena sifatnya yang menjurus kepada privatisasi penyelesaian sengketa dapat mengarah kepada situasi win-win dan bukan win-lose. Meskipun lebih menguntungkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase masih kalah populer dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui mediasi. Hal ini terbukti belum satu pun sengketa lingkungan hidup yang diselesaikan melalui Arbitrase. Kurang populernya penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui arbitrase, karena kurang dikenalnya lembaga tersebut di dalam negeri sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maslihati Nur Hidayati
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S26041
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Febry
"Skripsi ini membahas peran mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di bidang lingkungan hidup serta peran mediator dalam proses mediasi. Di dalamnya akan dibahas mengenai bagaimana pengaturan mediasi dalam Undang-Undang Lingkungan Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 dalam memberikan akses terhadap keadilan bagi masyarakat, selain itu juga akan dibahas mengenai peran BPLHD (instansi pemerintah) sebagai mediator lingkungan. Untuk lebih memahami pembahasan yang ada, akan dianalisa sebuah proses mediasi atas sengketa lingkungan yang terjadi antara warga desa Giriasih dengan beberapa industri tekstil di daerah Bandung Barat.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian dengan lebih mengutamakan data sekunder, khususnya terhadap bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan guna memperoleh gambaran secara kualitatif mengenai bagaimana berlangsungnya suatu proses mediasi.

The focus of this study is the role of mediation as an Alternative Dispute Resolution in Environmental Law and the skills of mediator. This study will discuss about how the regulations of mediation in Environmental Act No. 23 Tahun 1997 and in PP No. 54 Tahun 2000 give an access to justice to the society in Indonesia, and also will be discuss about the role of BPLHD (a government civil administration authority) as an environmental mediator. To make this study more contextual, the study will be applied in a mediation case analyses, which was happened between the villager of Giriasih and some textile industries in west Bandung.
This is a juridical - normative research which means that this research is more emphasize to the secondary data, specially the primary material law, such as the regulations. This is also a descriptive research which held to have a qualitative description about how a mediation process works. "
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22552
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>