Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94253 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bernadette Christin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S26335
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenita Jenne
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25070
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yusti Fatmaningdyah
"Perizinan adalah simpul utama dari pengaturan mengenai penyiaran. Dalam sistem perizinan diatur berbagai aspek persyaratan, dari sisi proses dan tahapan pemberian atau perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran di butuhkan beberapa hal yang diberikan oleh KPI. Hal-hal tersebut sebagai rujukan bagi Ditjen PPI untuk mengeluarkan keputusan mengenai perizinan tersebut, beberapa di antaranya yaitu masukan dari hasil evaluasi dengar pendapat antara pemohon dan KPI, dan surat rekomendasi kelayakan penyelenggaraan penyiaran dari KPI.
Skripsi ini menjelaskan bagaimanakah pelayanan yang diberikan oleh Kementerian Komunikasi dan Infromatika dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam memberikan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) kepada setiap lembaga penyiaran televisi swasta. Dalam skripsi ini juga menjelaskan kendala-kendala apa saja yang ditemui baik oleh pihak penyelenggara ataupun pihak pemohon perizinan. Penelitian ini adalah penelitian dengan metode kualitatif dan paradigma pospositifis, dengan desain deskriptif. Pelayanan yang diberikan oleh setiap penyelenggara harusnya efektif dan efisien di lihat dari segala dimensi pelayanan publik.

The development of television broadcasting in indonesia is huges. There are many new tv stations exsist in local scope. One of the important to be submit in setting TV station is license which are involving both the Indonesian broadcasting commission (KPI) and Directorate General of Posts and Informatics (PPI) Minisyty of Communication and Informatics. As Authorized body in issuing such licenses. The main taste of KPI is to publish a letter of reference after evaluating the seasibility of the applicant in conducting TV broadcasting in Indonesia. Such letter of reference is based for Directorat Post and Informatics to issue licenses of permission for broadcasting (IPP) for TV broadcaster tough.
This Thesis describes the service level of the licensesing process provider of the Indonesian Broadcasting Commissions (KPI) and the Ministry of Communication and Informatics. In this Thesis, will be describest such constraits wich in countered by both applicant and authorized bodies. This research is qualitative research methods and paradigms pospositivist, with descriptive design. The service provided by each authorized body should be effective and efficient in view of all the dimensions of the public service.;The development of television broadcasting in indonesia is huges. There are many new tv stations exsist in local scope. One of the important to be submit in setting TV station is license which are involving both the Indonesian broadcasting commission (KPI) and Directorate General of Posts and Informatics (PPI) Minisyty of Communication and Informatics. As Authorized body in issuing such licenses. The main taste of KPI is to publish a letter of reference after evaluating the seasibility of the applicant in conducting TV broadcasting in Indonesia. Such letter of reference is based for Directorat Post and Informatics to issue licenses of permission for broadcasting (IPP) for TV broadcaster tough.
This Thesis describes the service level of the licensesing process provider of the Indonesian Broadcasting Commissions (KPI) and the Ministry of Communication and Informatics. In this Thesis, will be describest such constraits wich in countered by both applicant and authorized bodies. This research is qualitative research methods and paradigms pospositivist, with descriptive design. The service provided by each authorized body should be effective and efficient in view of all the dimensions of the public service.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Ariane
"Segmen anak menempati posisi nomor dua setelah ibu-ibu. Tetapi sayangnya kualitas tayangan anak sangatlah tidak memadai. Sebagian besar tayangan anak bahkan sebenarnya tidak cocok ditonton oleh anak-anak. Ini merupakan masalah besar dalam industri televisi. Sebenarnya pihak pengelola televisi memiliki peranan besar dalam hal ini, khususnya kebijakan penayangan. Hal ini terkait bagaimana pengelola televisi melihat segmen anak. Kini, sebagian besar pengelola televisi melihat anak sebagai peluang mendapatkan keuntungan. Padahal, anak merupakan segmen yang khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang khusus.
Penelitian ini menggambarkan bahwa pengelola televisi masih kurang kepeduliannya terhadap hak anak untuk mendapatkan tayangan yang berkualitas. Anak harus mendapatkan tayangan yang berkualitas yang ditayangkan pada waktu yang tepat tanpa diselingi iklan-iklan yang membuat mereka konsumtif. Unsur-unsur tersebut seharusnya tercantum pada kebijakan tayang di setiap stasiun televisi.
Dalam kebijakannya, pengelola televisi tidak memikirkan bahwa kualitas tayangan adalah diatas segalanya dalam hal pemilihan suatu program. Mereka lebih menggunakan rating sebagai penentu kualitas suatu tayangan. Padahal seharusnya untuk tayangan anak, rating tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat ukur kualitas suatu program. Hal ini karena anak merupakan pemirsa yang khusus.
Kondisi tayangan anak seperti sejalan dengan apa yang diungkapkan Oliver Boyd-Barret yang menyatakan bahwa media komersial harus memenuhi kebutuhan pengiklannya serta sebagai audience-maximizing product (seperti seks dan kekerasan). Fairclough juga mengatakan bahwa media komersial merupakan profit making organization, dimana mereka menjual pemirsanya kepada pengiklan. Pengelola televisi cenderung menayangkan tayangan yang menguntungkan. Mereka memilih tayangan dengan rating tinggi walaupun secara kualitas isi buruk. Rating bagaikan dewa dalam dunia pertelevisian.
Kebijakan televisi swasta tidak mencerminkan kepedulian mereka terhadap anak. Dalam prakteknya pun banyak tayangan yang secara isi tidak sesuai untuk anak serta ditayangkan pada waktu yang tidak tepat untuk anak menonton. Banyaknya iklan yang menyisipi setiap tayangan juga merupakan hal yang memprihatinkan.

The segment of children is placed in the second after the women. But, unfortunately, the quality of the television programs for children is bad. Most of the television programs for children actually are not suitable for them. This is a big problem in television industry. Broadcasters' policy have big role. It is depend on, how they take the segment of children. Now, all broadcasters think that children are money. Actually, broadcaster should think that children are different from other segments. They have special need.
This research tells us that broadcasters do not care about children right. Children have right to get good quality of program in the right time and without any commercials that make them consumptive. That is a must. Broadcasters should provide children good quality of program.
In their policy, broadcasters do not think that the quality of the program is the most important than anything. They always use ratings as a tool to decide the quality of the program. It should not like that, because children are different.
The children's television program condition likes what Oliver Boyd-Barret in Media, Power and Knowledge said that commercial media organizations must cater to the needs of advertisers and produce audience-maximizing product (hence the heavy doses of sex and violence content). Fairclough said that the commercial broadcasting are pre-eminently profit making' organization, they make their profits by selling audiences to advertisers. Broadcasters make only profitable program. They choose only high ratings program, although the quality is bad. Rating is a god in television industry.
Broadcasters' policies tell us that they do not care that the quality is bad or the program is in a wrong time. Broadcaster should think that the programs have to be displayed in the right time and the commercials too.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nainggolan, Dina Martina
"Pemahaman Konsep Pemasyarakatan sampai saat ini masih tetap dianggap
hanya sebagai hukuman. Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai ujung tombak
pelaksanaan asas pengayoman tidak dapat melindungi derajat kemanusiaan serta tidak
dapat mengedepankan perlindungan hak - hak Narapidana Anak. Hal ini terlihat dari
banyaknya penyimpangan - penyimpangan yang terjadi di sebahagian besar Lembaga
Pemasyarakatan Anak dalam pelaksanaan hak - hak Narapidana Anak.
Penelitian ini mempunyai 3 (tiga) permasalahan, yaitu : bagaimana pelaksanaan hak -
hak Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang, kendala - kendala
apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan hak - hak Narapidana Anak, dan
bagaimana peran Lembaga Pemasyarakatan Anak dalam mewujudkan tujuan Sistem
Peradilan Pidana. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif (penelitian
kepustakaan) dan Empiris (penelitian lapangan).
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa tujuan utama Lembaga Pemasyarakatan Anak
yaitu untuk merehabilitasi dan meresosialisasi Narapidana Anak berdasarkan nilai -
nilai yang terkandung dalam Pancasila, masih jauh dari cita - cita yang diharapkan. Hal
ini dikarenakan minimnya kemampuan infrastruktur pendukung sarana dan prasarana
pembinaan, serta minimnya dukungan dari keluarga dan masyarakat serta instansi
pemerintah yang lain. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menyarankan bahwa jika
ingin menerapkan pemasyarakatan sebagai tujuan pemidanaan, yang memandang
Narapidana Anak sebagai makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat maka
infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan Anak harus ditingkatkan secara maksimal.

Rehabilitation Concept understanding up until now is still considered as a penalty
only. Children Correction Services as the spearhead on the implementation of care basis has
not been able to protect the humanity level as well as not able to prioritize the Child
Convict’s rights. This is seen from the many deviations occurring in the majority of
Children Correction Services on the performance of Child Convict’s rights. This research
has 3 (three) problems, they are : how the Child Convict’s rights implementations in
Tangerang Children Correction Services, what are the obstacles found in the Child
Convict’s rights implementation, and what is the role of Children Correction Services in
manifesting the objectives of Criminal Justice System. This research uses normative
research method (library research) and empirical research method (field research).
The conclusion from this research is that the main objective of Children Correction
Services to rehabilitate and re-socialize Child Convicts based on the values contained in
Pancasila is still far from the expected aims. This is resulted from the lack of infrastructures
supporting the facilities and infrastructures for the care as well as the lack of supports from
the family and society also from other governmental institutions. Based on the above
mentioned descriptions, therefore the writer recommends that if we do want to apply the
rehabilitation as the objective of this criminal punishment, considering the Child Convicts
as God’s creature, individual and member of society, then the infrastructures of this
Children Correction services must be improved to its maximum measure.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S6367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugandi Ishak
"Iklan adalah salah satu alat informasi dan promosi yang digunakan oleh para pengusaha/pengiklan (baik produsen, grosir atau pedagang eceran, dan penyelenggara jasa). Dalam memasarkan dan meningkatkan penjualan barang dan jasa, maka iklan sebagai bagian dari periklanan, yang meliputi proses penyiaran, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta penyampaiannya, sangat efektif digunakan, khususnya iklan televisi. Mengenai pihak-pihak periklanan di media televisi yang terlibat, selain pengusaha pengiklan, perusahaan periklanan, media televisi, adalah juga Lembaga Sensor Film (LSF), dan Direktorat Jendral POM Departemen Kesehatan RI. Karenanya jika terjadi pelanggaran terhadap etika periklanan dan hak-hak konsumen dalam iklan televisi (yang menyangkut kreativitas dan informasi produk), maka pihak konsumen mendapat perlindungan darn, hokum positif, baik oleh KUHPerdata, KUHPidana, maupun oleh beberapa keputusan Menteri di bidang periklanan, dan penyiaran televisi, yang bersifat administratif. Pihak-pihak yang dapat dituntut tanggungjawab hukum mengganti kerugian berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata (liability based on fault) dengan unsur kesalahan dalam kasus-kasus tertentu, terhadap pelanggaran etika periklanan dan hak-hak konsumen dalam iklan televisi yang menyangkut informasi produk (misal obat), adalah pihak pengusaha, dan Direktorat Jendral POM Departemen Kesehatan RI. Sedangkan mengenai hal yang menyangkut kreativitas iklan, selain pengusaha, juga pihak perusahaan periklanan, media televisi dan Lembaga Sensor Film (LSF). Namun hal-hal ini hanya berlaku sepanjang memenuhi unsur dari ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk membuktikan kesalahan pengusaha terhadap penerapan prinsip Liability based on fault (Pasal 1365 KUHPerdata), dalam praktek di muka Pengadilan, menyulitkan konsumen (penggugat). Untuk mengatasinya perlu dipikirkan dalam pembuatan Undangundang tentang Perlindungan Hak-hak Konsumen mengenai penarapan prinsip Strict Liability pada productnya, yang ditayangkan pada iklan di media televisi tidak sesuai kenyataan (produknya rusak/cacat), sehingga pengusaha tanpa dibuktikan lebih dahulu kesalahannya, bertanggungjawab langsung membayar ganti rugi kepada konsumen. Hanya bila menyangkut pesan iklan produk obat, karena daya tari.knya dokter membuat resep untuk pasien (konsumen), yang lalu membeli obat pada apoteker atau toko obat yang berasal dari industri pabrik obat, namun setelah digunakan menimbulkan akibat yang berbahaya, prinsip yang tepat diterapkan adalah prinsip presumption of liability (praduga adanya tanggung jawab), karena adanya keseimbangan antara kesalahan yang satu dan yang lainnya. Di sini pihak Tergugat dapat diduga menghindarkan diri dari tanggungjawab, bila membuktikan dia tidak bersalah. Sedangkan jika terjadi pelanggaran produk barang, yang jumlah ganti ruginya telah ditetapkan pembatasannya oleh pengusaha penghasil barang, maka yang lebih tepat diterapkan adalah prinsip Limitation of liability.
Berkenaan dengan penerapan ketiga prinsip ini, yang pada dasarnya menekankan pada tanggungjawab pengusaha, namun dalam hal ini sebenarnya konsumen dapat juga menuntut ganti rugi tersebut kepada pihak perusahaan periklanan, media televisi, LSF dan Direktorat Jendral POM Depkes yang melanggar hak-hak konsumen dan etika periklanan dalam iklan televisi, baik menyangkut aspek informasi produk dan kreativitas, dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 22 Algemene Depalingen, dan sistem hukum acara perdata, dimana hakim dapat memutus tidak saja berdasarkan Undang-Undang, tetapi juga berdasarkan kepatutan dan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filep Wamafma
Manokwari: STIH Mankwari Press, 2020
346.092 FIL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"Dalam menangani kasus anak yang berkonflik dengan hukum, aparat penegak hukum masih menggunakan asumsi sebagaimana penanganan orang dewasa. Proses penangkapan, penahanan, dan prosedural administrasi penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di pengadilan kasus anak nakal masih sama dengan delik orang dewasa. Padahal kondisi anak berbeda dengan orang dewasa, terutama sekali dari sudut fisik, mental dan sosial. Selain itu, aparat penegak hukum masih beranggapan bahwa pengadilan adalah jalan keluar yang terbaik dalam menyelesaikan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak untuk membuat anak tersebut menjadi baik kembali. Bahwa pidana yang dijatuhkan baruslah cukup berat sehingga anak tidak berani lagi mengulangi perbuatannya. Tidak jarang proses pengadilan yang diasumsikan oleh aparat penegak hukum sebagai jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan perkara anak nakal, ternyata menghasilkan putusan yang kontradiksi dengan aturan perundang-undangan. Hal ini terbukti dengan adanya putusan PN. Jak.Sel. No. 1673/PID/B/2003/PN.Jak.Sel. dalam kasus Peri Uripno al. Peri, seorang anak berumur 10 (sepuluh) tahun, yang diputus oleh Hakim PN.Jak.Sel., dengan putusan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian, pasal 362 KUHP, dan di hukum penjara selama 3 (tiga) bulan 15 (lima belas) hari. Menurut Pasal 26 jo. pasal 24 UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menentukan, bahwa pemberian sanksi terhadap anak nakal didasarkan pada perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang berusia 8 tahun hingga 12 tahun, hanya dikenakan tindakan seperti, dikembalikan kepada orang tua, ditempatkan pada organisasi sosial, atau diserahkan kepada negara; sedang anak yang telah berusia di atas 12 tahun sampai dengan 18 tahun dijatuhkan sanksi pidana. Melihat hal itu, keberadaan UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam prakteknya tidak memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap hak-hak asasi anak secara maksimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>