Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2341 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Susanto Zuhdi
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996
992.2 SUS k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sanggupri Bochari
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional , 2001
959.8 SAN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ratna Nurhajarini
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1999
959.82 DWI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tawalinuddin Haris
Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan R.I., 1997
992.7 TAW k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
H.M. Sarajar
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
615.882 SAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Poelinggomang, Edward L.
Jakarta: Komunitas Bambu , 2008
959.844 POE
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Supriyadi
"ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian kehidupan Monyet Buton (Iiacaca biunnesceris) di Suaka Margasatwa Buton Utra, Sulawesi Tenggara. maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari tingkah laku ekologi dan soslal kelompok Monyet Buton dalam memanfaatkan habitatnya.
Dalam menjalankan aktivitas hariannya, Monyet Buton bergerak rata-rata sejauh 1.074,83 m setiap harinya. Radius maksimum daerah jelajah hariannya rata-rata sejauh 560 m. Jarak perjalanan harian yang ditempuh Monyet Buton tidak berkorelasi positif dengan jarak perpindahan lokasi tempat tidurnya, tetapi berkorelasi positif dengan radius maksimum daerah jelajah hariannya.
Aktivitas makan kelompok Monyet Buton mencapai puncaknya dua kali dalam satu hari, pada pagi hari dan sore harinya. Mornyet Buton tidak memakan buah yang banyak mengandung getah dan terlalu keras. Tajuk-tajuk pohon di lapisan tengah paling sering dimanfaatkan monyet Buton. Tajuk-tajuk pohon pada lapisan tengah ini relatif lebih rapat, satu sama lain hampir saling bersentuhan, dan percabanganya yang banyak dan cenderung horizontal. Sumber makan Monyet Buton juga tersedia melimpah pada lapisan tajuk tengah ini. Pergerakan quadrupedal paling sering terlihat ketika Monyet Buton tengah melakukan aktivitas makan dan jelajah.
Monyet Buton tidur pada pohon-pohon yang tumbuh di tempat-tempat yang sedikit terbuka. Pohon-pohon yang dimanfaatkan Monyet Buton biasanya berdaun tidak terlalu lebat, tinggi dan besar, bercabang banyak, tidak berduri, dan tidak dililit liana.
Kepadatan populasi monyet Buton di Suaka Margasatwa Buton Utara adalah 36,9 indlvidu per km , dengn ukuran kelompok 13 sampai 21 individu pada setiap kelompoknya. Perbandingan jumlah individu jantan-dewasa terhadap betina dewasa dalam kelompoknya rata-rata adalah 1,4 : 1. kelompok Monyet Buton di Suaka Margasatwa Buton Utara mempunyai daerah jelajah kira-kira seluas 40 ha. Rangkong Sulawesi (Rhyticeros cassidix) merupakan kompetitor utama Monyet Buton, sedangkan interaksinya dengan sejenis Burung Sriguntirig (Dicrurus celebensis dan B. hottntotus) belum jelas.
ABSTRACT
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
La Malihu
"ABSTRAK
Informasi mengenai pelayaran tradisional di Buton telah disinggung dalam Ligtvoet (1878), Dick (1975a, 1975b, 1985, 1987), Horridge (1979a, 1981), Hughes (1984), Evers (1985), Schoorl (1985), Liebner (1990), dan Southon (1995). Bagian terbesar dari kajian mereka, kecuali Southon, masih menempatkan pelayaran tradisional Buton dalam kerangka kajaian umum, balk secara spasial maupun tematis. Secara spasial perhatian mereka terutama diarahkan pada kegiatan pelayaran di Kepulauan Tukang Besi, terutama Wanci dan Kaledupa, kecuali Southon yang memusatkan perhatian pada Desa Gerak Makmur di Kecamatan Sampolawa, Secara tematis mereka melihat pelayaran terutama dari aspek kegiatan ekonominya, sementara aspek perkembangan dan kemundurannya masih luput dari perhatian.
Studi ini mencoba mengisi "celah" tersebut dengan mencoba menganalisis tradisi maritim serta perkembangan dan kemunduran pelayaran tradisional di Buton Timur, dengan fokus perhatian pada Kecamatan Pasarwajo. Untuk keperluan ini beberapa pendekatan teori, seperti pendekatan Mentaliteit (Ladurie 1986), pendekatan ekologi (Steward 1955, Binford 1967, dan Geertz 1993), pendekatan Sea System (Braude! 1971, Chauduri 1985, Lapian 1987, Leirissa 1996), serta teori pemilihan kerja (Hommans 1961), teori modernisasi (Tipps 1973) dan teori invohrsi (Geertz 1993), digunakan untuk menganalisis masalah-masalah yang relevan.
Dari hasil analisis disimpulkan bahwa orang Buton sesungguhnya berakar dari suatu masyarakat dengan tradisi maritim yang sangat kuat. Hal ini diindikasikan oleh, antara lain: (1) pola pemukirnan penduduk yang terkonsentrasi di pinggiran pantai, (2) pandangan ideologis yang menempatkan "laut" pada tataran yang seimbang dengan "darat", (3) ideologi barala yang diilhami oleh keseimbangan pada perahu bercadik ganda, (4) konsep pertahanan kerajaan yang ditekankan pada matra laut, dan (5) berkembangnya pelayaran yag secara konkrit dapat diidentifikasi sejak abad ke-17.
Wilayah Buton Timur tumbuh menjadi pusat pelayaran tradisional terkait dengan (1) kondisi lingkungan geografisnya yang terdiri dari ratusan pulau, (2) keadaan alamnya yang kering dan tandus, dan (3) letak geografisnya di tengah jalur pelayaran yang menghubungkankawasan barat dan timur Indonesia.
Perahu lambo -- perahu yang digunakan dalam pelayaran -- dilihat sebagai sesuatu yang bermakna simbolik. Lamho dipersepsikan seperti manusia, sehingga dalam kesetaraannya dengan rumah, dipersepsiskan sebagai "suami". Desain dan konstruksinya merupakan paduan antara desain barat dengan metode konstruksi tradisional.
Pelayaran tradisional di Pasarwajo berkembang seiring dengan dinamika perkembangan sosial, ekonomi, politik, dan keamanan; baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional. Pembatasan-pembatasan yang didterapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk menjamin monopoli KPM, misalnya, telah membuat pelayaran tradisional makin tersisih dalam perebutan pangsa angkutan barang (dan penumpang); bahkan mengalami stagnasi sema sekali setelah masuknya Jepang pada Maret 1942 hingga Agustus 1945.
Demikian pula gejolak politik selama beroperasinya DIITII di Sulawei Tenggara sepanjang tahun 1950-an dan awal 1960-an, yang terus berlanjut hingga pecahnya G.30S serta proses penumpasan dan pembersihannya sejak akhir 1965 hingga 1967.
Kemajuan berarti baru dapat dicapai setelah memasuki Repelita I, ketika keadaan ekonomi, sosial, dan politik mulai membaik; dan mencapai puncaknya pada akhir dekade 1970-an hingga awal 1980-an. Namun memasuki paruh kedua dasawarsa 1980-an terjadi apa yang oleh Geertz disebut involusi, yang disebabkan terutama oleh merosotnya harga dua komoditas unggulannya, yaitu kopra dan cengkeh; adanya saingan perahu layar motor; kelangkaan kayu; terjadinya alih profesi menjadi nelayan penangkap ikan; dan kurang positifnya pandangan generasi muda terhadap pelayaran tradisional. "
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd. Rasyid, compiler
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
398.21 ABD c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>