Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7717 dokumen yang sesuai dengan query
cover
jakarta: Fatma press, 1998.
324.2 PRO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Saman
"Penelitian ini membahas pelembagaan PKB di era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar selama dua periode 2014-2019 dan 2019-2024. Sebagai partai politik yang identik dengan basis warga NU, PKB menjadi partai politik yang memiliki ciri khas dalam rekrutmen dan kaderisasinya sehingga menarik untuk diteliti. Peneliti ingin melihat bagaimana PKB di era kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar dari perspektif pelembagaan partai politik Randall dan Svasand dengan empat indikator yaitu kesisteman organisasi, identitas nilai, otonomi kebijakan, dan reifikasi selama 2014-2019 dan 2019-2024. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe studi kasus. Berdasarkan temuan dan analisis menunjukkan PKB belum memiliki tingkat pelembagaan yang terukur dan terus melakukan adaptasi dengan situasi politik nasional. Kaderisasi dan rekrutmen politik PKB memiliki desain yang matang karena merupakan hasil dari porses adaptasi sejak awal berdiri hingga saat ini. Dengan mengacu kepada teori Vicky Randal dan Lars Svasand tentang Party Institutionalization in New Democracies, desain rekrutmen dan kaderisasi bekelindan dengan dimensi struktur maupun kultur partai politik. Di sisi struktur partai, desain kaderisasi dan rekrutmen politik menjadi bagian tidak terpisahkan dari derajat kesisteman dan otonomi keputusan. Sedangkan, di sisi kultur, desain kaderisasi dan rekrutmen politik menjadi bagian yang melekat pada nilai dan citra publik terhadap partai politik.

This study discusses the institutionalization of PKB in the era of Abdul Muhaimin Iskandar's leadership during the two periods 2014-2019 and 2019-2024. As a political party that is synonymous with the base of NU members, PKB is a political party that has characteristics in its recruitment and regeneration making it interesting to study. The researcher wants to see how PKB was in the era of Abdul Muhaimin Iskandar's leadership from the perspective of political party institutionalization Randall and Svasand with four indicators, namely organizational system, value identity, policy autonomy, and reification during 2014-2019 and 2019-2024. This study uses a qualitative method with a case study type. Based on the findings and analysis, it shows that PKB does not yet have a measurable level of institutionalization and continues to adapt to the national political situation. PKB's political cadre and recruitment has a mature design because it is the result of an adaptation process since its inception until now. By referring to the theory of Vicky Randal and Lars Svasand about Party Institutionalization in New Democracies, the design of recruitment and regeneration is intertwined with the dimensions of the structure and culture of political parties. On the party structure side, the design of political regeneration and recruitment is an integral part of the degree of systemicity and decision autonomy. Meanwhile, on the cultural side, the design of political regeneration and recruitment is an inherent part of the values ​​and public image of political parties."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Suherman
"Sebagai partai politik baru yang lahir dalam arus gelombang demokratisasi di awal reformasi 1998, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berhasil meraih kemenangan pada pemilu 1999 dengan menempati urutan ketiga. Namun, fenomena konflik internal PKB yang silih berganti kurun waktu antara tahun 2001 hingga 2011 berdampak pada penurunan suara PKB di pemilu 2004 dan 2009. Terakhir, konflik internal PKB terjadi tahun 2008-2011 yang menjadi fokus studi dalam penelitian ini.
Tujuan penelitian adalah menjelaskan penyebab terjadinya fenomena konflik internal PKB serta mekanisme penyelesaian konfliknya. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe eksploratif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam sebagai data primer dan studi literatur sebagai data sekunder. Kerangka teori yang digunakan adalah konsep partai politik, konflik politik, dan resolusi konflik.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konflik internal PKB tahun 2008-2011 adalah konflik yang berawal dari keluarnya surat keputusan yang memberhentikan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB melalui Rapat Pleno yang dikendalikan Gus Dur sebagai Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB. Pembagian kekuasaan yang tidak seimbang, kuatnya pragmatisme kekuasaan, tidak berjalannya fungsi manajemen konflik serta lemahnya penegakkan konstitusi partai menjadi akar penyebab terjadinya konflik internal PKB. Mekanisme penyelesaian konflik internal PKB ditempuh melalui cara organisasi, kultural, politik, dan hukum.

As a new political party was born in the current wave of democratization in the beginning of the 1998 reform, the National Awakening Party (PKB) managed to win the 1999 elections with a third place. However, the phenomenon of internal conflict PKB successive period between 2001 and 2011 contributed to the decline in voice PKB 2004 and 2009 elections. Finally, internal conflicts PKB occurs in 2008-2011 which is the focus of this research study.
The purpose of research is to explain the causes of the phenomenon of internal conflict PKB and conflict resolution mechanisms. Methods of research used a qualitative approach with exploratory type. Data was collected through in-depth interviews as the primary data and literature as secondary data. Theoretical framework used is the concept of political parties, political conflict, and conflict resolution.
Results of the study showed that PKB internal conflict in 2008-2011 was a conflict that began in the issuance of a decree to dismiss Muhaimin Iskandar as Chairman of the Tanfidz Council DPP PKB through controlled Plenary Meeting of Gus Dur as Chairman of the Syuro Council DPP PKB. Unequal distribution of power, strength pragmatism of power, not the functioning of conflict management and weak enforcement of the party constitution at the root causes of internal conflict PKB. Internal conflict resolution mechanisms PKB reached by way of organizational, cultural, political, and legal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46463
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hardianto Widyo Priohutomo
"Struktur dinding penahan tanah yang umumnya dijumpai hanya menahan satu muka atau sisi luar timbunan saja. Namun di samping itu juga terdapat struktur dinding yang
menahan kedua muka atau sisi timbunan yang saling bertolak belakang, seperti dijumpai pada abutment flyover atau jembatan. Material struktural dinding penahan dapat
menggunakan bahan beton, baja, atau geosintetik (geotekstil atau geogrid). Penggunaan geosintetik sebagai elemen struktural bangunan infrastruktur semakin
populer di seluruh dunia karena terbukti memiliki ketahanan yang baik bahkan terhadap gempa dan terutama benefit ekonomisnya, termasuk aplikasinya sebagai dinding
penahan tanah. Akhir-akhir ini, konsiderasi terhadap resiko kejadian gempa terhadap bangunan semakin tinggi, seiring dengan dampaknya terhadap kehidupan manusia,
terutama mengingat semakin seringnya kejadian gempa.
Penelitian ini merupakan studi parametrik melalui pemodelan metode elemen hingga menggunakan program Plaxis terhadap struktur dinding penahan tanah dua muka meliputi dinding perkuatan geogrid dan kantilever beton di bawah pembebanan gempa dengan variasi akselerasi dan frekuensi gempa serta geometri timbunan. Hasil-hasil analisis yang akan dievaluasi adalah tekanan lateral seismik, gaya dorong lateral seismik, koefisien lateral seismik, dan perbedaan fase. Dilakukan juga perbandingan antara output pemodelan dengan hasil metode-metode desain pseudostatik untuk mengevaluasi kinerjanya.

The structure of the retaining wall which is generally found only retains one outside facing of the soil embankment. But besides that there is also a wall structure that retains the two outside facings of the embankment or back to back, as can be found in the
flyover or bridge abutment structures. Retaining wall structural materials can use concrete, steel or geosynthetic materials (geotextiles or geogrids).
The use of geosynthetics as a structural element of infrastructure buildings is increasingly popular throughout the world since the satisfying prove of good resistance even to the great earthquakes and especially its economic benefits, including its application as a retaining wall. Eventually, the consideration of the risk of earthquake events in buildings has been higher, along with its impact on human life, especially the
rapid occurence of earthquake events. This study is a parametric analysis through modeling the finite element method using the Plaxis program on the two-face retaining wall structures including the geogrid MSE wall and concrete cantilever wall under earthquake loading with variations of earthquake acceleration, earthquake frequency and geometry aspect of embankment. The analysis results that will be evaluated are lateral seismic pressure, lateral seismic force, lateral seismic coefficient, and phase difference. There is also a comparison between output modeling and the results of pseudostatic design methods to evaluate its performance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T54111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rindradana Rildo
"Dalam kehidupan bernegara, manusia tidak dapat terlepas dari paran mereka sebagai bagian dari suatu komunitas politik. Indonesia sebagai negara yang menganut pabam demokrasi tentu memiliki lebih dari satu partai politik. Partai politik yang beragam sekaligus sebagai perwujudan Pemilu yang demokratis. Tiap partai poJitik tentunya memiliki kepentingan dan tujuan yang beragam sesuai dengan landasan partai mereka. Dalam proses pencapaian tujuan. suatu partai melewati Pemilu terJebih dahulu dan harus meyakinkan para konstituen secara umum bahwa partai mereka dapat mewakili aspirasi mereka. Penelitian ini bettujuan untuk memahami faktor-faktor apa hal yang dapat mempengaruhi voting inremion dari konstituene. Dengan memahami faktor-faktor tersebut. suatu partai dapat memiliki keungguian bersaing yang dapat membantu mereka untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan sebelumnya.

As a citizen, one cannot detach from their role as a pan of political community. Indonesia, as a democratic country obviously has more than one political party. These parties also represent democratic implementation, whereas party role is to become a representative of constituent aspiration. Every political party surely has their own agenda and goals. In order to reach those goals, a political party needs to gain support from all constituents especially on election day, This research is held to provide an understanding towards factors that influence constitute voting intention By understanding those factors, a party can obtain a competitive advantage that can aid them to reach their goals."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T32425
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wilopo
Jakarta: Yayasan Idayu, 1976
320.095 WIL z (1);320.095 WIL z (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
P.K. Poerwantana
Jakarta: Rineka Cipta, 1994
324.209 POE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mahrus Irsyam, 1944-
Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1984
324.2 MAH u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Insan Fahmi
"Perjalanan politik Masyumi - sejak didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 sampai dibubarkan pada tahun 1960 -- penuh dengan dinamika, baik di dalam internal Masyumi sendiri maupun ketika berhubungan dengan partai politik dan Presiden Sukarno. Hubungan Masyumi dengan Presiden Sukarno misalnya, pernah juga mengalami hubungan yang harmonis, terutama pada masa revolusi. Hubungan itu mengalami pergeseran hingga menjurus kepada konflik. Konflik antara Sukarno dengan Masyumi semakin tajam, terutama sejak adanya keinginan Sukarno mengubur partai politik pada bulan Oktober 1956, dan Konsepsi Presiden pada tahun 1957. Konflik terus berlanjut hingga masa Demokrasi Terpimpin.
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dimulai sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Keluarnya Dekrit tersebut semakin memperkuat dan memperbesar kekuasaan Sukarno di satu pihak, sementara di pihak lain semakin melemahkan posisi dan peran Masyumi sebagai partai politik. Bukan hanya peran politik Masyumi yang semakin merosot, tetapi eksistensi Partai Masyumi pun diakhiri Sukarno melalui Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Sukarno membubarkan Masyumi. Pertama, Sukarno ingin merealisasikan pemikiran dan obsesinya yang sudah lama terkubur, terutama mengenai partai politik, demokrasi dan revolusi. Kesimpulan ini didasarkan atas beberapa pernyataan dan pemikiran Sukarno yang sudah berkembang sejak masa pergerakan nasional sampai masa awal Demokrasi Terpimpin. Kesatu, sejak masa pergerakan nasional Sukarno menginginkan partai politik cukup satu. Bahkan pada bulan Oktober 1956 Sukarno menyatakan partai politik adalah penyakit, sehingga hams dikubur. Kedua, Sukarno menginginkan demokrasi yang diterapkan adalah Democratisch-centralisme, yakni suatu demokrasi yang memberi kekuasaan pada pucuk pimpinan buat menghukum tiap penyelewengan, dan menendang bagian partai yang membahayakan massa.
Konsep ini disampaikan Sukarno pada tahun 1933. Konsep ini kemudian Sukarno terapkan pada masa Demokrasi Terpimpin. Ketiga, Sukarno berkeyakinan revolusi belum selesai. Setiap revolusi mempunyai musuh. Dalam logika revolusi hares ditarik garis yang tegas antara kawan dan lawan. Perilaku politik Sukarno pada masa Demokrasi Terpimpin - menurut Bernhard Dahm -- dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki tokoh Bima dalam cerita pewayangan, seperti sifat Bima yang tidak mengenal kompromi dengan lawan yang datang dari luar keIuarganya.
Faktor kedua, adanya konflik yang berkepanjangan antara Sukarno dengan Masyumi. Konflik itu mulai muncul ketika Perdana Menteri M. Natsir menolak usul Presiden Sukarno tentang cara penyelesaian Irian Barat. Selain itu, Natsir juga mengingatkan Presiden Sukarno supaya jangan mencampuri urusan pemerintah, dan kalau Sukarno terus-terusan mencampuri kebijaksanaan pemerintah maka perdana menteri bisa menangkapnya. Kasus ini menimbulkan dendam pribadi Sukarno kepada M. Natsir. Selain dendam pribadi, Sukarno juga menyimpan dendam sejarah kepada Partai Masyumi. Partai Masyumi seringkali mengkritisi dan menentang gagasan dan kebijaksanaan Sukarno. Adanya penentangan dan perlawanan Masyumi yang tidak putus-putusnya kepada Presiden Sukamo yang semakin mendorong dan meyakinkan Sukarno untuk membubarkan Masyumi. Faktor ketiga adalah untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan melestarikan kekuasaannya. Sukamokhawatir kalau Masyumi tetap dibiarkan hidup, maka akan mengancam kekuasaannya, dan menghambat jalannya Demokrasi Terpimpin.
Dengan demikian, Masyumi dibubarkan bukan karena terlibat PRRI. Hal ini diakui sendiri oleh Sukarno kepada Bernhard Dahm pada tahun 1966. Sukarno mengatakan tidak dapat menyalahkan suatu partai karena kesalahan beberapa orang. Kalau begitu, keluarnya Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960 merupakan bentuk sikap kesewenang-wenangan Sukarno terhadap Partai Masyurni.
Konflik Masyumi dengan Presiden Sukarno disebabkan beberapa hal. Pertama, masalah kedudukan dan kekuasaan dalam pemerintahan. Kedudukan dan kekuasaan Masyumi dalam pemerintahan sangat besar pada masa Demokrasi Parlementer, sementara pengaruh dan kekuasaan Presiden Sukarno sangat keciI. Mengingat kedudukan seperti itu, maka Presiden Sukarno ingin merebut kedudukan itu, dan terlibat secara langsung dalam pemerintahan. Sebab kedua, adanya perbedaan yang prinsipil mengenai demokrasi. Sukarno menginginkan Demokrasi Terpimpin, sementara Masyumi menolak dan menentang Demokrasi Terpimpin. Sebab ketiga, adanya perbedaan ideologi. Presiden Sukarno menggalang kerjasama dengan PKI yang berhaluan komunis.
Sementara itu, Partai Masyumi mempunyai ideologi Islam yang tidak mau bekerjasama dengan PKI, dan sangat kerns menentang komunisme. Adanya pcrbcdaaan ideologi antara PKI dan Masyumi, berimplikasi terhadap hubungan Masyumi dengan Presiden Sukarno. Sukarno lebih memilih PKI, dan konsekuensinya Sukarno hams menyingkirkan Masyumi.
Usaha Sukarno untuk menyingkirkan Masyumi dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan politik, dengan cara mengurangi dan menghilangkan peran politik Masyumi dalam pemerintahan dan legeslatif. Kedua, pendekatan hukum, dengan membuat beberapa peraturan yang menjurus kepada pembubaran Partai Masyumi.
Partai Masyumi menghadapi Keputusan Presiden No. 200 tahun 1960 dengan dua cara. Pertama, Pimpinan Partai Masyumi menyatakan Masyumi bubar, melalui suratnya No. 1801BNI-25/60 tanggal 13 September 1960. Partai Masyumi membubarkan diri untuk menghindari cap sebagai partai terlarang, dan korban yang tidak perlu, baik terhadap anggota Masyumi dan keluarganya, maupun aset-aset Masyumi. Kedua, menggugat Sukarno di pengadilan. Usaha Masyumi mencari keadilan di pengadilan menemui jalan buntu. Kebuntuan itu terjadi karena adanya intervensi Sukarno terhadap pengadilan.
Keputusan Pimpinan Partai Masyumi yang membubarkan diri, temyata bisa diterima anggota Masyumi. Anggota Masyumi tidak melakukan pembangkangan terhadap Pimpinan Masyumi. Meskipun Partai Masyumi sudah bubar secara material, namun di kalangan anggota Masyumi masih merasa Masyumi tetap hidup dalam jiwa mereka. Oleh karena itu, mereka tetap memandang para pemimpin mantan Masyumi sebagai pemimpin mereka. Dengan demikian, pernyataan Faith mengenai sifat Bapakisme dalam kepemimpinan partai di Indonesia terbukti, setidaknya untuk kasus Partai Masyumi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T7205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>