Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 1997
324.2 NAH
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Komaruddin Hidayat
Yogyakarta : Jalasutra, 2004
297.6 KOM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Johan Nina, 1959-2010
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012
306 JOH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : PBNU, 2007,
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1978
S5613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujamil Qomar
Bandung: Mizan, 2002
297.4 MUJ n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fajrul Muttaqin
"Skripsi ini menceritakan tentang peranan lembaga-lembaga yang mendahului lahirnya Nahdlatul Ulama yang didirikan oleh KH Wahab Chasbullah. Ia merupakan salah seorang ulama besar dan motor penggerak dalam pendirian Nahdlatul Ulama. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi masyarakat Jawa saat itu yang serba kekurangan dengan tingkat kesejahteraan yang rendah akibat penjajahan Belanda. Kondisi tersebut kemudian menggugah hati sejumlah kalangan, salah satunya adalah kalangan ulama. Mereka berupaya untuk mendirikan lembaga-lembaga tertentu sebagai sarana memperbaiki tingkat kehidupan rakyat dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, berdirilah beberapa lembaga diantaranya, Taswirul Afkar (1914), Nahdlatul Wathan (1916), dan Nahdlatul Tujjar (1918) yang diprakarsai oleh KH Wahab Chasbullah. Sebab lain berdirinya ketiga lembaga tersebut ialah berkaitan dengan berkembangnya paham pembaharuan di Timur Tengah yang mempengaruhi pemikiran ke-Islaman di Indonesia. Paham tersebut kemudian mempengaruhi sejumlah ulama di Indonesia untuk melakukan pembaharuan ajaran Islam di Indonesia dengan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan lama di luar ajaran agama Islam. Berkaitan dengan hal tersebut, para ulama yang masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama kemudian mendirikan beberapa lembaga yang berfungsi sebagai wadah pemersatu para ulama untuk menentang ajaran pembaharuan yang disebarkan oleh para ulama pembaharu di Indonesia. Namun, dengan banyaknya persoalan yang terjadi berkaitan dengan pembaharuan Islam yang terjadi di Indonesia maupun di Timur Tengah, para ulama yang lebih dikenal dengan ulama tradisional ini membutuhkan wadah yang lebih besar sebagai pemersatu mereka. Melalui lembaga-lembaga seperti Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan inilah para ulama berhasil merumuskan berdirinya sebuah komite yang dinamakan komite Hijaz. Komite Hijaz inilah yang pada akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Nahdlatul Ulama pada 31 Januari 1926."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S12294
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ulil Abshar
"Pada dasarnya istighosah adalah sebuah praktik ritual keagamaan yang bersifat individual. Akan tetapi bersama beijalarmya waktu istighosah tidak hanya sebatas pada ritual keagamaan saja tetapi lebih dari itu. Perubahan praktik ini dipengaruhi oleh pemaknaan yang berubah, sesuai kondisi sosial politik dimana istighosah itu dilaksanakan. Karenanya tidak bisa dipungkiri bahwa istighosah merupakan fenomena budaya yang harmonis, ia berubah bersama perubahan konteksnya. Memahami makna istighosah sebagai sebuah budaya harus disertai dengan pemahaman konteksnya. Pemahaman atas konteks inipun harus dilihat secara jeli agar makna yang terkandung dalam istighosah terbaca secara menyeluruh. Pembacaan makna istighosah dalam kontinuitas perubahan konteks inilah yang menjadi tujuan penelitian ini.
Istighosah merupakan ciri khas Nahdlatul Ulama -NU-, sebuah oraganisasi sosial keagamaan yang beranggotakan para intelektual tradisional islam -santri dan kyai- di awal abad XX. NU lahir dengan misi menyelamatkan tradisi sebagai wariasan leluhur. NU mempunyai prinsip dasar al-muhafadhoh alal qadimish sholeh wal ahdu bil jadidil ashlah artinya NU senantiasa menjaga segala hal yang baik yang berasal dari leluhur dan pendahulu, serta tidak menutup pada hal-hal baru yang lebih baik Kesetiaan NU terhadap praktik tradisi ini tidak akan memudar selama tradisi itu membawa pada kebaikan. Diantara tradisi tersebut adalah istighosah. Istighosah bagi NU adalah cagar budaya yang wajib dilestarikan disamping sebagai warisan leluhur, istighosah juga dipercaya sebagai wahana permohonan kemenangan oleh kaum muslim kepada Allah Yang Kuasa.
Dari kelahirannya NU adalah sebuah organisasi Islam yang membawa gerbong tradisionalis, sehingga tarkenal dengan organisasinya kaum sarungan dan orang pesantren. Di tengah maraknya modernitas NU mencoba bertahan dan tetap tegar menghadapi benturan-benturan modernitas. Hingga suatu saat di kala orde baru berkuasa NU terkena dampak kegigihannya membela tradisional, hingga semua aset yang ada di NU dibekukan oleh pemerintah. Di satu sisi NU tidak bisa bergerak leluasa dan di sisi lain NU memang tidak mempunyai kekuasaan. Karenanya NU hanya bisa bergerak melalui jalur kultural. Karenanya NU memilih istighosah sebagai jalan kultural tersebut hingga pada suatu saat istighosah menjadi ikon perlawanan dan resistensi NU terhadap pemerintah. Istighosah tidak lagi sebatas praktik ritual individual tapi sudah berubah manjadi sebuah praktik politik pemaknaan yang beroperasi merebut makna dalam gelanggang kontestasi, yang oleh peneliti dikatakan sebagai praktik politik kultural.
Dalam kenyataannya politik kultural tidak hanya terlihat dari perebutan makna yang terungkap dalam dunia wacana, akan tetapi politik kultural tersebut turut pula didukung dan dikontruksi oieh identitas-identitas islighosah. Mulai dari tema yang diangkat, ekpresi busana para peserta istighosah hingga doa dan tokoh ulama yang hadir. Kesemuanya semakin mengukuhkan keberadaan istighosah sebagai praktik politik kultural bukan politisasi agama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Ida
"Penelitian ini mendeskripsikan Gerakan Sosial Kelompok Nahdlatul Ulama (NU Progresif) yang dilakukan oleh para aktivis NU. Hasil analisis ditemukan bahwa kelompok NU yang progresif melakukan perubahan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok transformis, kelompok radikal dan kelompok moderat. Kelompok transformis mencoba menekankan pada perubahan secara intemal dalam organisasi NU dengan memberikan pencerahan dan pemberdayaan di tingkat komunitas. Kelompok radikal memberikan prioritas pada perubahan sistem kenegaraan dengan membangun pemikiran kritis dan mengembangkan ideologi egaliter. Dan yang terakhir kelompok moclerat memfokuslcan gerakannya dengan mengembangkan perubahan sosial yang tidak didasari dengan basis ideologi.

This study describes social movements conducted by some individuals in NU known as the ?progressive group". Further analysis shows the existence of three types of progressive groups: the transformists, the radicals, and the moderates. The transformists try to emphasize internal change through enlightenment and empowerment of the community. The radicalists prioritize to change the state system by developing critical and egalitarian ideology. Finally, the moderates consists of social changes conducted by social groups with no ideological basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
D817
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"MAIIRUS ALI. Dinamika Nandlatul Ulama Menuju Partai Kebangkitan gsa:Telaah Pergerakan Organisasi Islam di Indonesia. (Dibawah bimbingan Juhdi rif, M.IIum. dan Hamdan Basyar, SS). Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 2M ("
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>