Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121819 dokumen yang sesuai dengan query
cover
B. Boediono
Jakarta: Majalah Mingguan Barita Pajak, 1977
343.052 BOE u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dina Nurdiyana
"EPC project meaning that a construction company will handle whole work, from designing activity, procurement and implementation construction. Base imposition withholding tax article 23 and Value Added Tax (VAT) on EPC project are from their service value. However, in fact EPC project have same treatment equal with construction services in general. This difference is happen because there are no specific regulation about the EPC project. The regulation that exist for now, just only controls about the taxation charge for the construction company in general.
The research is using quantitative approach in intention to have better understanding and interpretation about a social phenomenon through observation. This research is among descriptive research to describe research object based on the fact notice or as it is. Primary data gathering is acquired by doing in-depth interview to discover information from informant who is directly involve in EPC project especially with taxation division, the government who is making the policy, tax consultant, academician and association of constructions. Secondary data is acquired by literature study to optimize theoretical framework in deciding the purpose and goal of the research also the concepts and other theoretical material in conjunction with research problem. Data analyses are using qualitative data analysis based on field discovery, both primary and secondary data.
From the analysis that are conducted, it is found that the basic differences about the charge between withholding tax article 23 and basic charge of VAT on EPC project. The reason is there are differences of understanding the regulation that exist, this thing is practically cause some problems, whether it is between the EPC industrialist with the owner of the project, or between the EPC industrialist with the taxation checkers side. So, it is necessary for making the constitution regarding the tax object of EPC project . Next, specific taxation regulation about the EPC project needs to be created, to think of there are non similar understandings of the regulation that exist. With the existence of the specific special regulation about the EPC project, It is doubtfully will not cause the difference of understandings between the EPC industrialist and the owner of the project.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Suryanegara
"Skripsi ini membahas penetapan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pengenaan Pajak atas produk rekaman ditinjau dari asas-asas pemungutan pajak produktivitas penerimaan, kepastian hukum, dan kesederhanaan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini dilihat dari latar belakang penetapan dasar Pengenaan Pajak adalah karena ada potensi pemasukan pajak yang besar namun sulit dipungut jika menggunakan mekanisme umum. Hasil penelitian jika ditinjau dari asas produktivitas penerimaan ketetapan ini bertujuan mengamankan penerimaan negara. Berdasarkan asas kepastian hukum ketetapan ini kurang memberikan kepastian hukum karena kesalahan penggunaan pasal 1 angka 17 Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Akhirnya, berdasarkan asas kesederhanaan ketetapan ini sudah memberikan kesederhanaan baik bagi wajib pajak atau Direktorat Jenderal Perpajakan karena pajak hanya dibebankan pada satu level pemungutan.

The focus of this study is the quotition other value as tax base for recording product reviewed from revenue productivity, certainty and simplicity tax principle. This research is qualitative with descriptive analysist design.
The result for this research based on the background is because there is big potential tax income but it is difficult to collect with common mechanism. The result reviewed from revenue productivity principle is to secure the income of the country. Based on certainty principle this quotation gives less certainty because the misinterpretation of article 1 number 17 Indonesian Value Added Tax law. Finally, based on simplicity principle this quotition has given simplicity whether for tax payer or Tax General Directorate because the imposition is levied only to one level."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S10411
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indry Widiyasari
"Self Assessment System yang dianut perpajakan Indonesia memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya secara mandiri. Sedangkan fiskus hanya berfungsi sebagai pembina dan pengawas jalannya pemenuhan kewajiban tersebut dan harus riemastikan bahwa setiap Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dan mendapatkan haknya sesuai dengan Undang-Undang dan ketentuan lainnya yang berlaku.
Oleh karena itu perlu diberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak agar tidak ada keragu-raguan bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya ataupun menuntut haknya. Pajak harus diatur dalam Undang-Undang, oleh karenanya Undang-Undang Perpajakan harus mampu memberikan kepastian hukum yang dimaksudkan di atas.
Salah satu hak Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan adalah memperoleh pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Hal inilah yang akan dikaji mengapa masih diperlukan upaya kepastian hukum dan keadilan dalam pelaksanaan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi dan bagaimana ketentuan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi ditinjau dari sistem self assessment.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disampaikan bahwa Upaya kepastian hukum dan keadilan masih diperlukan dalam pelaksanaan pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi pajak, karena dapat saja terjadi pengenaan saksi administrasi kepada Wajib Pajak yang kemungkinan disebabkan ketidaktelitian petugas pajak dan Pemberian Pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi pajak kurang tepat dalam sistem self assesment, karena kepastian hukum dan law enforcement menjadi tidak ada dan sifatnya sangat subyektif, dimana ketetapan yang telah dibuat dapat dihilangkan hanya karena alasan ketidaktelitian semata dan memberikan kewenangan Direktur Jenderal Pajak yang sangat luas."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfan Ali Azka
"Kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak yang diatur dalam Undangundang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP 2007 dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2011 berpotensi menimbulkan ketidaksetaraan diantara Wajib Pajak dan fiskus. Penelitian ini mendeskripsikan perkembangan kebijakan imbalan bunga dalam sengketa pajak dan meninjau kebijakan dengan asas kesetaraan. Pendekatan yang digunakan diberlakukannyaa adalah kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka. Penelitian ini menemukan bahwa realisasi kebijakan tersebut tidak sepenuhnya setara.

The policy of interest on overpayment related to tax dispute which stipulated in Tax Administration Law and Procedure Year 2007 and Government Regulation Number 74 2011 potentially caused unfairness between taxpayer and tax authority. This research describes the development of the interset policy related to to tax dispute and reviewing the policy with the fair play principle. This research uses descriptive qualitative method with in-depth interview and literature study techniques. This research finds that the interest policy is not fully fair.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47272
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Kusuma Arini
"In order to increased voluntary disclosure from the tax payer, the Indonesian government trough Directorate General of Tax making a tax reforms and the policy that the government choose is by using tax amnesty policy. At the year 1984 the government has been issued a tax amnesty policy, but this policy failed in implementation and the government never evaluated the failure. At 2008 the government issuing the same tax amnesty policy and it called sunset policy.
This research will explain about government comparison when issuing tax amnesty policy at the year 1984 and the year 2008, what exactly becomes the major obstacle on the implementation of the tax amnesty policy at the year 1984, and what are the differences between tax amnesties that were used at 1984 with tax amnesty that used in 2008. The approach used in this research is qualitative approach. The goal is to find an understanding about tax amnesty policy that implemented in Indonesia since 1984 until 2008. The research type is descriptive because the researcher tries to give a detailed description about tax amnesty policy that implemented in Indonesia since 1984 until 2008. Data collected in this research is by trough in depth interview with Directorate General of Tax, academic, tax payer, and tax expert. Beside that the data was also collected trough study literature, books, magazine, journals, and the tax regulation which are related to tax amnesty at the year 1984 and 2008.
The result from this research found that the government rationale issuing tax amnesty policy at the year 1984 because of the change of tax system in Indonesia from official assessment system to self assessment system. The change of tax system needs honesty and voluntary disclosure from every tax payer. Based on that reason, the government issuing tax amnesty policy. At the year 2008 the government tries to collect taxation data from Indonesian citizen who already registered as tax payer and the citizen who are not registered as tax payer. In order to make the tax payer willing to declare the taxation data that they have, government issuing tax amnesty policy. The obstacle on the implementation of tax amnesty at the year 1984 are because the limitation of taxation data, information technology, tax authorities who are not ready with this policy, and public perception of unfairness in tax amnesty. The main differences between tax amnesty at the year 1984 and 2008 is what the government forgiven. At the year 1984 the government forgives all the tax liabilities including interest, penalties, and other prosecution, whereas tax amnesty at the year 2008 only forgive the interest.
"
2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Melli Asriani
"Penurunan produksi minyak dan stagnannya produksi gas selama beberapa tahun terakhir, menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi pemerintah. Berdasarkan keluhan kontraktor, salah satu penyebabnya adalah pengenaan berbagai macam pajak sejak awal tahap eksplorasi. Padahal, di sisi lain, kontraktor belum memperoleh penghasilan usaha pada tahap ini. Untuk meningkatkan produksi migas tersebut, diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.11/2007 yang mengatur pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah bagi impor barang yang dipergunakan dalam tahap eksplorasi migas. Proses implementasi kebijakan inilah yang ingin dibahas oleh peneliti suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah bagi impor barang untuk eksplorasi migas mencakup suatu tahapan implementasi yang cukup panjang dan melibatkan beberapa institusi negara. Pada dasarnya proses pelaksanaan sudah dimulai sejak pengajuan Rencana Impor Barang oleh kontraktor yang merupakan dokumen yang wajib dilampirkan ketika mengajukan permohonan insentif hingga penyampaian laporan triwulan PPN ditanggung pemerintah kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan permintaan pembayaran penerimaan PPN oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Anggaran. Konsekuensinya, pemerintah harus menganggarkan tambahan pengeluaran untuh menanggung PPN tersebut dalam APBN 2008. Namun, pengeluaran ini secara langsung akan diseimbangkan dengan masuknya penerimaan PPN. Dengan demikian, pada dasarnya tidak ada dana belanja yang secara riil dikeluarkan pemerintah untuk menanggung PPN tersebut. Namun demikian, kontraktor hanya dapat menerima manfaat insentif tersebut selama satu tahun karena Undang-Undang APBN 2008 yang menjadi dasar hukumnya hanya memiliki masa berlaku selama satu tahun.

The declining of oil production and stagnancy of gas for many years have resulted in government loss. Based on the demand ask by Contractors, the taxes imposed since the beginning of exploration phase have become one of the main cause. In the other side, no income has been generated by Contractors in this phase. In order to increase the national production, government issued a tax incentive in the form of VAT borne by government for the importation of exploration goods in oil and gas sector which is regulated in Minister of Finance Regulation Number 178/PMK.011/2007. This research attempts to analyze the implementation process of this regulation in details. The approach used in the research is based on qualitative method with descriptive interpretation. From the research held, it shows that the implementation of encompass such a long process and involve some government institutions. The process has been started since Contractors submit the Import Plan, until recording tax revenue by Directorate General of Taxation based on the report delivered by Directorate General of Custom Duty and admitting subsidy expenditure by Directorate of Budgeting. This creates government obligation to budgeted additional expense to bear the VAT in General Revenue and Expenditure Budget for Year 2008. However, this expense will directly balance with the tax revenue from VAT. Thereby, there is no real expenditure by government in bearing the VAT. Nevertheless, Contractors are only able to get benefit from the incentive for one year since The General Revenue and Expenditure Budget Law valid only for one year."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Setyaningrum
"Penelitian ini membahas tentang usulan penghapusan dan penurunan tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) produk elektronik konsumsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis dasar pemikiran adanya usulan penghapusan dan penurunan tarif PPnBM atas produk elektronik konsumsi. Di samping itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penghapusan dan penurunan tarif PPnBM atas produk elektronik konsumsi ini ditinjau dari fungsi budgetair dan regulerend pajak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan literatur yang berasal dari artikel, buku, peraturan dan sumber lain.
Hasil penelitian menyimpulkan dasar pemikiran usulan penghapusan dan penurunan tarif PPnBM atas produk elektronik konsumsi ini adalah penyesuaian produk elektronik konsumsi sebagai barang mewah dengan karakteristik antara lain adalah harganya yang mahal, memiliki Elastisitas Permintaan yang elastis dan memiliki Elastisitas Permintaan terhadap Pendapatan lebih dari 1. Kemudian, ditinjau dari fungsi budgetair pajak, dapat menimbulkan potential loss PPnBM. Namun, dalam jangka panjang potential loss PPnBM tersebut dapat tertutupi melalui adanya peningkatan PPN dan PPh Badan. Sedangkan ditinjau dari fungsi regulerend pajak, bertujuan untuk memberikan insentif pajak bagi industri elektronika nasional agar mampu merangsang investasi. Berkaitan dengan fungsi regulerend PPnBM, tidak sejalan dengan maksud dan tujuan pengenaan PPnBM bila pemerintah tidak selektif dalam mengkategorikan produk elektronik konsumsi sebagai barang mewah karena hanya semata-mata bertujuan untuk melindungi produk elektronik konsumsi buatan lokal.

This research study the suggestion about luxury tax rate elimination and reduction on consumer electronic product. The purpose of this study was to know and analyze basis of thinking about luxury tax rate elimination and reduction on consumer electronic product. It also analyzed about luxury tax rate elimination and reduction on consumer electronic product based on budgetair and regulerend tax function. This research used qualitative approach with descriptive analysis. The data were collected by means of deep interview and also literatures from articles, books, rules, and other sources.
The results of this research conclude that the basis of thinking about possibility of luxury tax rate elimination and reduction on consumer electronic product is adjustment of consumer electronic product as luxurious good with its characteristics, such as: high price, elastic demand and have income elasticity of demand exceed from one. Beside that based on budgetair tax function, the luxury tax rate elimination and reduction on consumer electronic product will cause potential loss on this tax but in long-term it will be covered by revenue from other tax such as the increase of VAT and Corporate Income Tax. Based on regulerend tax function, its purpose is to give tax incentive for national industries in order to stimulate investment. Yet, it will not be in accordance with the intention of luxury tax if government do not categorize selectively consumer electronic product as luxurious good because it is only purposed merely to protect local consumer electronic product."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asa Baitofa
"ABSTRAK
Kondisi perekonomian saat ini yang kurang menguntungkan, sehingga banyak perusahaan yang menutup usahanya dan melakukan pemutusaii hubungan kerja. Untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya terhadap resiko yang berakibat berkurang atau terputusnya penghasilan, ditempuh melalui penerapan sistem jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).
Penghasilan yang diperoleh dari Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jamsostek, merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dikenakan pajak.
Pemungutan pajak hanis Adil dan bersifat Netral. Sedangkan pemungutan pajak dapat dikatakan Adil kalau ia memenuhi syarat Keadilan Horizontal, bahwa setiap Wajib Pajak diterapkan satu struktur tarif pajak yang sama, dan juga hams memenuhi syarat Keadilan Vertikal, bahwa setiap Wajib Pajak diterapkan satu struktur tarif pajak progresive yang
sama. Netralitas mengisytifatkan baiiwa dikenakaii pajak yang saina atas penghasilan taiipa melihal sumbeniya.
Adaiiya lani-tanl pajak yang bcrbuda ini iricniinbulkaii pokok permasaiahan, apakali pengenaan pajak atas Tabungan Hari Tua yang dibayaikan sekaUgus oleh Badan Penyelenggaran Jarasostek sudali sesuai dengan azas kcadilan dan azas netralitas. Kalau tidak sesuai apakali pengenaan pajak alas Tabungan I-Iari Tua dapat diupayakan lebih adil dan netral.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode diskriptif analisis. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan studi kcpustakaaii dan studi lapangan meliputi wawancara dengan pihak-piliak yang tcrkait secara sampling insidentil.
Tujuan dari penelitian ini adalali untuk mengetahui bagainiana peiierapan pajak atas Tabungan Ilaii Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jamsoslek memenulii prinsip-prinsip keadilaii dan bersifat netral.
Dari pembahasan diperoleh kesinipulan bahwa, pengenaan pajak penghasilan atas Tabungiui llari Tua tidak memenulii azas keadilaii dan beluiu bersifat nctral.
Agar peiigenaan pajak alas Tabungan Hari Tua dapat memenulii azas keadilaii, maka pengenaan pajakaya, diterapkaii dengan menggunakan struktur taiif uniuiu Pasal 17 Uiidang-Undang Pajak Pengliasilan yang telali diubali terakhir dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1994.
Pemungutan Pajak atas Tabungan Haii Tua dapat bersifat lebili uetral, maka disarankan agar pengenaan pajaknya disamakan dengan pajak atas tabungan deposito atau tabungmi lain."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>