Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46465 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Toronto: The Carswell Company Limited, 1978
346.013 5 CHI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Hartati
"Disertasi ini membahas mengenai Alimentasi Anak Pascaperceraian yang berlaku di Indonesia dalam Perspektif Hukum Perdata, Hukum Islam dan Hukum Adat. Alimentasi anak pascaperceraian atau pemberian nafkah anak setelah perceraian kedua orang tua merupakan hal yang utama yang harus diperhatikan, mengingat keberlangsungan hidup anak harus tetap terjamin pascaperceraian kedua orang tuanya. Terdapat pengaturan yang berbeda untuk masyarakat yang tidak memeluk agama Islam dan pemeluk agama Islam. Untuk yang tidak beragama Islam, pengaturan yang berlaku tentang alimentasi anak pascaperceraian di Indonesia ini terdapat dalam Pasal 41 Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Perkawinan dan untuk yang beragama Islam mengacu pada Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, serta hukum adat juga masih digunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara masyarakat adat yang tidak diakomodir oleh peraturan yang dibuat oleh negara. Walaupun konsep pengasuhan anak di Indonesia dari ketiga sistem hukum tersebut berbeda-beda (hukum perdata, hukum Islam dan hukum adat), tetapi semuanya memiliki kesamaan tujuan yaitu agar anak-anak tetap terjamin dalam segala aspek kehidupannya, walaupun kedua orang tuanya telah bercerai. Tidak adanya unifikasi di bidang hukum perkawinan khususnya hukum alimentasi anak pescaperceraian menyebabkan perbedaan putusan-putusan tentang alimentasi anak di Indonesia. Pengaturan yang ada juga tidak mengatur secara rinci perihal hak dan kewajiban kedua orang tua pascaperceraian terhadap anak-anak mereka. Saran dari disertasi ini adalah perlunya perbaikan pengaturan pemberian alimentasi atau nafkah anak pascaperceraian yang memasukkan ketentuan-ketentuan yang lebih rinci seperti kondisi-kondisi yang mempengaruhi hak pengasuhan anak diberikan kepada siapa, batas usia pemberian alimentasi dan pengecualian atas kondisi-kondisi tertentu, penghitungan biaya alimentasi. Penyelesaian sengketa alimentasi anak diluar pengadilan dan lembaga eksekusi atas kewajiban alimentasi diluar pengadilan merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan agar kepentingan anak terjamin walau kedua orang tua telah bercerai.

This dissertation discusses post-divorce child alimony that applies in Indonesia from the perspective of civil law, Islamic law and customary (adat) law. Post-divorce child alimony or providing child support after the divorce of the parents is the main thing that must be considered, considering that the child's survival must remain guaranteed after the divorce of the parents. There are different arrangements for people who do not embrace Islam and those who adhere to Islam. For those who are not Muslim, the applicable regulations regarding post-divorce child alimony in Indonesia are contained in Article 41 Number 16 of 2019 concerning Amendments to the Marriage Law and for those who are Muslim it refers to Article 105 of the Compilation of Islamic Law, and customary law is also still usedto resolve cases of indigenous peoples that are not accommodated by regulations made by the state. Even though the concept of child care in Indonesia from the three legal systems is different (civil law, Islamic law and customary law), they all have the same goal, namely that children remain secure in all aspects of their lives, even though their parents are divorced. The absence of unification in the field of marriage law, especially the law on alimony for children of divorce, has led to differences in decisions regarding child alimony in Indonesia. The existing arrangements also do not regulate in detail the rights and obligations of both parents after divorce towards their children. The suggestion from this dissertation is the need to improve the arrangements for granting alimony or post-divorce child support which include more detailed provisions such as conditions that influence who child custody rights are given to, the age limit for granting alimony and exceptions to certain conditions, calculating alimentation costs. Settlement of child alimony disputes outside of court and institutional execution of alimony obligations outside of court are alternatives that need to be considered so that the child's interests are guaranteed even though the parents are divorced."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aditya Narwanto
"Tesis ini membahas bagaimana peraturan hukum yang ada di Indonesia dalam melindungi hak-hak anak. Walaupun hak-hak anak telah ada dan dijamin di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia akan tetapi masih saja angka penelantaran anak tetap tinggi bahkan cenderung terjadi peningkatan. Penegakan hukum diperlukan untuk melaksanakan perlindungan terhadap hakhak anak tersebut. Dalam hukum di Indonesia sanksi pidana terhadap penelantaran anak telah diatur di dalam dua undang-undang yang berbeda yaitu Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undangundang No.23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dengan menggunakan doktrin Kekhususan yang Sistematis, maka dapat diketahui aturan hukum yang tepat untuk diterapkan terhadap pelaku penelantaran anak. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagimana penerapan aturan hukum terhadap pelaku penelantaran anak. Penelitian ini dengan menggunakan metode yuridis normatif yang kemudian dipaparkan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian bahwa ternyata dalam penerapan aturan hukum terhadap para pelaku penelantaran anak masih terdapat perbedaan aturan hukumnya, yaitu ada yang menggunakan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan ada yang menggunakan Undang-undang No.23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

This thesis discusses how existing laws in Indonesia in protecting the rights of children. Although the rights of children have been there and enshrined in legislation in Indonesia but still neglect rate remains high even tended to an increase. Law enforcement is required to carry out the protection of the rights of the child. In Indonesian law criminal sanctions against the neglect of the child has been arranged in two different laws, namely Law No. 23 of 2002 on Child Protection and the Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence. Specificity using a systematic doctrine, it is known, the appropriate legal rules to be applied to the neglect of the child actors. The purpose of this paper is to determine how the application of the rule of law against perpetrators of child neglect. This research using the normative method then presented descriptively analytical. The results turned out in the application that the rule of law against the perpetrators of neglect there are differences in the rules of law, that there is a use of Law No. 23 of 2002 on Protection of Children and some use of Law No. 23 of 2004 Elimination of Domestic Violence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esha Satya Satwika
"Anak merupakan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga dengan baik karena mereka menjadi generasi penerus bangsa dan negara ini. Karena hal tersebut sangatlah penting maka dibutuhkan perhatian dari seluruh unsur bangsa, tidak hanya keluarga namun pemerintah, jaminan hukum, serta masyarakat. Dalam hal ini adalah jaminan di bidang hukum yang diharapkan dapat menjamin kesejahteraan, perlindungan, dan keadilan baginya, khususnya anak nakal atau anak yang berkonflik dengan hukum. Selain itu, dibutuhkan pula suatu lembaga yang khusus bertugas untuk melaksanakan perlindungan hukum terhadap anak sebagaimana yang diamanatkan kepadanya, lembaga tersebut adalah KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).
Tulisan dengan judul Peranan KPAI Dalam Mewujudkan Keadilan Restoratif Sebagai Usaha Penegakan Hukum Terhadap Anak Nakal/Berkonflik Dengan Hukum merupakan suatu hasil analisa dengan metode normatif-empiris tentang upaya-upaya KPAI dalam mewujudkan keadilan restoratif yang dihubungkan dengan praktek SPP Anak. Sesuai dengan amanat Pasal 76 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, KPAI memiliki tugas untuk melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Dengan adanya UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dinilai lebih menjamin keadilan dan perlindungan anak dengan diaturnya konsep diversi yang mencerminkan keadilan restoratif maka KPAI diharapkan dapat lebih optimal dalam melakukan perlindungan anak dan membantu aparat penegak hukum khususnya Kepolisian. UU SPP Anak ini memiliki keragaman sanksi yang lebih daripada UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Selain itu, tantangannya adalah merubah stigma masyarakat yang lebih condong pada sanksi retributif, khususnya anak yang berkonflik dengan hukum.
Munculnya teori atau konsep keadilan restoratif diharapkan dapat menghindarkan anak dari SPP karena ditakutkan akan mempengaruhi pertumbuhannya, khususnya mental anak. Dibutuhkan kemampuan penegak hukum yang lebih dalam perlindungan anak dan pelibatan masyarakat guna tercapainya perlindungan anak secara hukum yang berujung pada kepentingan terbaik bagi anak. Memang sejumlah kendala menjadi hambatan penerapan ini seperti masih kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, keterbatasan dan kurangnya pemahaman perlindungan anak oleh penegak hukum, serta keterbatasan KPAI dalam melaksanakan tugasnya. Dengan konsep keadilan restoratif yang dicerminkan pada UU SPP Anak, diharapkan KPAI dapat lebih berperan serta dan lebih meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam perlindungan anak khususnya anak nakal/anak yang berkonflik dengan hukum.

A child is a gift from The god that we need to take care of because they will become the successor of the next generation of the nation and the country. Because it is incredibly important it is required attention from the all elements of the nation, not only the family but the government, law protection, and society. In this point is a guarantee in law that is expected to ensure the welfare, protection, and justice for them, especially a juvenile delinquent or a child in conflict with the law. Besides, also needed an institution which specifically on duty to implement legal protection against children as entrusted to him, this institution is KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia-Indonesia Child Protection Commission).
The title of The Post-graduate thesis is The Role of KPAI In Implementing The Restorative Justice as Effort of The Law Enforcement on Juvenile Delinquenct/Child Were in Conflict With The Law is an analysis with normative-empirical method research of KPAI efforts in realizing the restorative justice connected with the practice of the Indonesian Juvenile Criminal Justice System. As mandated in Act No. 23 of 2002 regarding the protection of children article no. 76, KPAI have a task to socialize all regulations legislation relating to the child protection, data and information collection, receiving a complaint from society, exploring, monitoring, evaluation, and supervision over the child protection, provide reports, advise- feedback, and consideration to the President in order of child protection.
By the presence of the Act No.11 of 2012 regarding the juvenile criminal justice systems, child who is considered more ensuring justice and the protection with the arrangement of the diversion concept that reflects restorative justice then KPAI is expected to be more optimal in doing the protection of children and help the law enforcement officials especially police. The Juvenile Criminal Justice System Act has a diversity of children penal than the Act No. 3 of 1997 Concerning juvenile court. In addition, the challenge is to change the stigma that society is leaning more on retributif sanctions, particularly children in conflict with the law.
The rise of theory or concept of restorative justice is expected to prevent the child from the Criminal Justice System because of feared would affect its growth, especially mentally. It takes the ability of the law enforcement agencies in child protection and the involvement of the community in order to achieve the protection of the child by law that resulted in the best interest for the child. Indeed a number of barriers to implementation is occured such as still lack of facilities provided by the Government, limitations and a lack of understanding of child protection by law enforcement agencies, as well as the limitations of KPAI in doing their tasks. With the concept of restorative justice which is reflected on Juvenile Criminal Justice System Act, KPAI would be more expected to participate and improve their coordination with the law enforcement agencies in the protection of children particularly juvenile delinquent/child who were in conflict with the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Ameilia
"ABSTRAK
Perlindungan terhadap hak-hak anak mutlak diperlukan. Negara sebagai pihak yang menjamin kepastian hak-hak anak Indonesia juga Wajib memastikan hak-hak anak tersebut terpenuhi. Anak dalam peradilan pidana memiliki kerentanan yang lebih dari biasanya, terutama dalam hal pelanggaran hak-haknya. Oleh karena itu diperlukan perlindungan yang khusus. Analisis Rancangan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia merupakan upaya peneliti dalam berkontribusi mewujudkan mekanisme perlindungan hak-hak anak dalam peradilan pidana anak bagi anak-anak yang disangka atau divonis sebagai pelanggar hukum pidana. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif peneliti melakukan analisis wacana kritis terhadap teks Rancangan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia pada bagian Acara Peradilan Anak. Melakukan interpretasi terhadap teks merupakan langkah awal yang digunakan, kemudian melakukan dekonstruksi terhadap teknis tersebut. Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan oleh peneliti, rnaka hasil dari teknik analisis wacana kritis terhadap Rancangan Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia pada Acara Peradilan Anak belum cukup mewakili hak-hak anak dan berpihak pada anak dalam sistem peradilan pidana.

ABSTRACT
The protection of children's rights is absolutely necessary. State as a party, which ensures the rights of children in Indonesia are also required to ensure children's rights are met. Children in the criminal justice have more vulnerability than usual, especially in the case of violation of his rights. Therefore, it needs special protection. Analysis of the Draft Law on Children's Criminal Justice System in Indonesia is contributing to the efforts of researchers in realizing the mechanism of protection of the rights of children in child criminal justice for children suspected of or convicted for criminal offenders. By using a qualitative research approach to critical discourse analysis of the text of the Draft Law on Children's Criminal Justice System in Indonesia on the Occasion of Juvenile Justice. Interpretations of the text is the first step used, then perform the deconstruction of the text. Based on the analysis already done by the researchers, the results of the techniques of critical discourse analysis of the Draft Law on Children's Criminal Justice System in Indonesia on the Occasion of Juvenile Justice has not adequately represent the rights of children and in favor of the children in the criminal justice system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Afrimardhani
"Kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang semakin pesat menjadi salah satu faktor meningkatnya kasus kekerasan seksual. Child grooming merupakan salah satu jenis kekerasan seksual anak yang melibatkan teknologi berbasis internet untuk menemukan dan berinteraksi dengan ‘calon korban’. Untuk melibatkan anak dalam aktivitas seksual, Pelaku pada umumnya memperkenalkan anak dengan konten-konten bermuatan seksual melalui komunikasi digital. Dimana anak dipaksa untuk menuruti perintah pelaku atas dasar ‘hubungan baik’ yang dibangun oleh Pelaku. Maraknya kasus perbuatan child grooming yang terjadi melalui ruang obrolan di media sosial, menimbulkan kegentingan terkait perlukah dibentuk suatu ketentuan khusus mengenai perbuatan child grooming. Bahwa sebagaimana yang ditemukan dari penelitian ini, Indonesia masih menggunakan Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak untuk menangani perbuatan child grooming. Oleh karena itu, dengan menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis-normatif dan pendekatan case study, penelitian ini mencoba menganalisa penerapan unsur Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia terhadap perbuatan child grooming dan perlu atau tidaknya dilakukan kriminalisasi terhadap perbuatan child grooming. Adapun penelitian ini menemukan bahwa unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak belum cukup efektif digunakan untuk menangani perbuatan child grooming.  Dimana ketentuan dalam Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak ini belum secara jelas dan tegas menetapkan serta menggambarkan proses dan sarana-sarana yang digunakan dalam perbuatan child grooming yang dilakukan secara online. Dengan demikian, sebagai upaya melaksanakan perlindungan anak dari ancaman perbuatan grooming maka penting untuk mengkriminalisasi proses grooming itu sendiri, seperti bentuk komunikasi yang dilakukan, serta sarana yang digunakan untuk mempermudah proses grooming itu terjadi. 

Advances in technology and information that are developing rapidly are one of the factors for the increase in cases of sexual violence. Child grooming is a type of child sexual violence that involves internet-based technology to find and interact with potential victims. To involve children in sexual activities, perpetrators generally introduce children to sexually charged content through digital communication. The child is forced to obey the Perpetrator's orders based on the 'good relationship' established by the Perpetrator. The rise of cases of child grooming acts that occur through chat rooms on social media has caused a crunch regarding whether a special provision is needed to be formed regarding child grooming. As found in this study, Indonesia still uses Article 76E of the Child Protection Law to deal with child grooming. Therefore, by using research methods in the form of juridical-normative and case study approaches, this study tries to analyze the application of Article 76E of the Child Protection Law in Indonesia to child grooming and whether or not a child grooming is necessary or not to criminalize child grooming. The study found that the elements regulated in Article 76E of the Child Protection Act have not been effectively used to deal with child grooming. The provisions in Article 76E of the Child Protection Act have not clearly and unequivocally stipulated and described the process and means used in child grooming acts. The act of grooming is therefore important to criminalize the grooming process, such as the form of communication carried out and the means used to facilitate the grooming process. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bala, Nicholas C.
Toronto: McGraw-Hill Ryer Ryerson , 1981
364.36 BAL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Rahma Utami
"Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan hal tersebut sebagai potensi pada sektor pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu penyumpang devisa negara di Indonesia karena baik jumlah wisatawan lokal maupun internasional yang berkunjung, terus mengalami peningkatan berdasarkan statistik. Namun, selain dampak positif terdapat efek negatif dari berkembangnya pariwisata Indonesia, yakni terjadinya fenomena yang disebut dengan Pariwisata Seks Anak (Child Sex Tourism). Child Sex Tourism adalah salah satu bentuk eksploitasi seksual komersial anak yang terja  di di daerah wisata. Meskipun peraturan nasional maupun internasional telah melindungi anak dari bahaya eksploitasi seksual, namun pada kenyatannya upaya perlindungan hukum maupun non-hukum belum mampu melindungi anak dari segala praktik kejahatan seksual. Penelitian ini akan menjawab beberapa permasalahan seputar; pertama, kajian pustaka child sex tourism; kedua, peristiwa child sex tourism di Indonesia; dan ketiga, upaya penegakan hukum child sex tourism. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan data sekunder, dengan didukung oleh data primer serta dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Selain menggunakan pendekatan konseptual dan perundang-undangan yang menjadi ciri penelitian hukum normatif, dilakukan pula pendekatan historis dan komparatif. Hasil dari penelitian ini ialah; pertama, pariwisata seks anak bukan merupakan suatu tindak pidana, melainkan turunan dari tindak pidana perlindungan anak, tindak pidana perdagangan orang dan pornografi; kedua, faktor penyebab terjadinya pariwisata seks anak antara lain factor keluarga, ekonomi, lemahnya penegakan hukum, adanya permintaan, dan digitalisasi perdagangan anak melalui sosial media yang memudahkan akses pariwisata seks anak; ketiga, upaya yang dapat ditingkatkan dalam upaya penegakan hukum pariwisata seks anak antara lain menempatkan ESKA dalam satu bab khusus yang menguraikan definisi dan bentuk-bentuk ESKA secara jelas. Kemudian mengoptimalkan kinerja aparat penegak hukum dengan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan pihak yang berkepentingan.

Indonesia as an archipelagic country makes this a potential in the tourism sector. Tourism is one of the contributors to foreign exchange in Indonesia because both the number of local and international tourists visiting continues to increase based on statistics. However, apart from the positive impacts, there are negative effects from the development of Indonesian tourism, namely the occurrence of a phenomenon called Child Sex Tourism. Child Sex Tourism is a form of commercial sexual exploitation of children that occurs in tourist areas. Although national and international regulations have protected children from the dangers of sexual exploitation, in reality, legal and non-legal protection measures have not been able to protect children from all sexual crimes. This research will answer several problems regarding; first, literature review on child sex tourism; second, the incident of child sex tourism in Indonesia; and third, efforts to enforce the law on child sex tourism. This research is a normative research that uses secondary data, supported by primary data and analyzed descriptively-qualitatively. In addition to using a conceptual approach and legislation that characterizes normative legal research, historical and comparative approaches are also carried out. The results of this research are; first, child sex tourism is not a crime, but a derivative of child protection crimes, trafficking in persons and pornography; second, the factors that cause child sex tourism include family factors, the economy, weak law enforcement, demand, and the digitization of child trafficking through social media that facilitates access to child sex tourism; third, efforts that can be improved in law enforcement and child sex efforts include placing CSEC in a special chapter that clearly outlines the definitions and forms of CSEC. Then optimize the performance of law enforcement officers by coordinating and collaborating with interested parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiya Karimah
"Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya kehidupan masyarakat, hukum tentang pengangkatan anak juga mengalami pembaharuan. Berawal dari Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917 hingga Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014. Hal ini mencakup tata cara, syarat, hak dan kewajiban, serta peraturan tentang pelaksanaan pengangkatan anak. Akan tetapi hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur atau menyinggung mengenai pembatalan penetapan pengangkatan anak. Sehingga terjadi kekosongan hukum yang menyebabkan konsekuensi lain yang timbul dikarenakan tidak sesuainya penerapan atau penegakan hukum terhadap peraturan perundang-undangan. Tentang bagaimana alur pembatalannya, siapa saja yang dapat membatalkannya, serta alasan yang dapat digunakan dalam pembatalan juga belum diatur. Oleh karena itu, dalam skripsi ini, Penulis akan memfokuskan pada digunakannya perubahan perilaku anak angkat sebagai alasan diajukannya pembatalan penetapan pengangkatan anak, dengan menganalisis putusan-putusan terkait.

As time goes by and society develops, the law on child adoption has also undergone reforms. Starting from Staatsblad Number 129 of 1917 to Child Protection Law Number 35 of 2014. This includes procedures, requirements, rights and obligations, and regulations on the implementation of child adoption. However, until now there is no legislation that regulates or mentions the annulment of child adoption decisions. Therefore, there is a legal vacuum that causes other consequences that arise due to the incompatibility of the application or enforcement of laws and regulations. The flow of the cancellation, who can cancel it, and the reasons that can be used in the cancellation have not been regulated. Therefore, in this thesis, the author will focus on the use of changes in the behavior of adopted children as a reason for the annulment of the determination of child adoption, by analyzing related decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>