Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17388 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lindblad, J. Thomas
Dordrecht, Holland: Foris Publications, 1988
330.9 LIN b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lindblad, J. Thomas
Malang: Lilin Persada Press, 2012
959.8 LIN bt
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leiden: KITLV Press, 1999
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gooszen, Hans
Leiden: KITLV Press, 1999
304.6 GOO d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Edlin Dahniar Alfath
"Penelitian ini dilakukan pada dua desa di Pedalaman Kalimantan Barat. Kedua desa tersebut hanya dipisahkan oleh sungai kecil, namun dihuni oleh dua kelompok etnis yang berbeda. Jika dilihat dari arah hulu, sepanjang sisi sungai sebelah kiri dihuni oleh kelompok etnis Dayak, sementara sisi sungai sebelah kanan dihuni oleh kelompok etnis Melayu. Kelompok Melayu hidup dengan cara Islam, dan Dayak tidak mengenal hukum Islam. Hal ini memunculkan ketegangan yang berpotensi konflik dalam hubungan sosial kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, potensi konflik tersebut tidak pernah berkembang menjadi konflik terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan apa yang melatarbelakangi kemunculan potensi konflik yang terjadi antara kelompok etnis Melayu dan Dayak, dan mengapa potensi konflik tersebut tidak pernah berkembang menjadi konflik terbuka.

This research was conducted in two villages in the hinterland region of West Kalimantan. The two villages are separated only by a small stream, and they are inhabited by two different ethnic groups. Seen from the upstream of the river, the left side of the riverbank is where the Dayak lived, while at the right side of the riverbank is where the Malay ethnic resided. The Malay, as Muslims, led their live according to Islamic teaching, while the Dayak is oblivious to their neighbor?s Islamic way of life. This in turn had fostered seeds of tensions with a potential for a conflict in the social relation between the two groups. Fortunately, the potential for conflict has not erupted into an open confrontation between them. The objective of this study is to find out the background issues that breed the potency of conflict between these two ethnic groups, the Malay and the Dayak, and why it never erupted into an open confrontation."
Universitas Brawijaya. Faculty of Humanities, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edlin Dahniar Alfath
"This research was conducted in two villages in the hinterland region of West Kalimantan. The two villages are
separated only by a small stream, and they are inhabited by two different ethnic groups. Seen from the upstream of the
river, the left side of the riverbank is where the Dayak lived, while at the right side of the riverbank is where the Malay
ethnic resided. The Malay, as Muslims, led their live according to Islamic teaching, while the Dayak is oblivious to their
neighbor’s Islamic way of life. This in turn had fostered seeds of tensions with a potential for a conflict in the social
relation between the two groups. Fortunately, the potential for conflict has not erupted into an open confrontation
between them. The objective of this study is to find out the background issues that breed the potency of conflict
between these two ethnic groups, the Malay and the Dayak, and why it never erupted into an open confrontation.
Penelitian ini dilakukan pada dua desa di Pedalaman Kalimantan Barat. Kedua desa tersebut hanya dipisahkan oleh
sungai kecil, namun dihuni oleh dua kelompok etnis yang berbeda. Jika dilihat dari arah hulu, sepanjang sisi sungai
sebelah kiri dihuni oleh kelompok etnis Dayak, sementara sisi sungai sebelah kanan dihuni oleh kelompok etnis
Melayu. Kelompok Melayu hidup dengan cara Islam, dan Dayak tidak mengenal hukum Islam. Hal ini memunculkan
ketegangan yang berpotensi konflik dalam hubungan sosial kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, potensi konflik
tersebut tidak pernah berkembang menjadi konflik terbuka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan apa
yang melatarbelakangi kemunculan potensi konflik yang terjadi antara kelompok etnis Melayu dan Dayak, dan
mengapa potensi konflik tersebut tidak pernah berkembang menjadi konflik terbuka."
Universitas Brawijaya. Faculty of Humanities, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
J.J. Kusni
Jakarta: [publisher not identified], 1994
306 KUS d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Marko Mahin
"ABSTRAK
Kaharingan adalah nama agama masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Menurut masyarakat Dayak Ngaju, Kaharingan telah ada beribu-ribu tahun sebelum datangnya agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2007, di Kalimantan Tengah (yang terdiri dari 13 Kabupaten dan 1 Kotamadya) terdapat 223.349 orang penganut agama Kaharingan (Kalimantan Tengah Dalam Angka 2008). Karena kebijakan Negara yang hanya mengakui 5 agama resmi, maka Kaharingan di lihat sebagai ?adat?, ?kebudayaan?, atau ?aliran kepercayaan?. Dengan demikian, para penganut agama Kaharingan secara tidak langsung diklasifikasikan sebagai orang-orang yang ?belum beragama?, atau ?tidak beragama?. Stigmatisasi itu memposisikan masyarakat Dayak Kaharingan menjadi target proselitisasi baik oleh Pekabar Injil Kristen maupun oleh Pendakwah Islam. Karena mereka dipandang tanpa agama, maka dalam iklim politik Indonesia yang khas mereka bisa dengan mudah dituding komunis, pemberontak dan musuh negara. Agar dapat eksis sebagai entitas sosial, politik, budaya dan agama di panggung kehidupan masyarakat Kalimantan Tengah dan Indonesia, para aktivis Kaharingan (baca aktor sosial) dengan sadar melakukan praktik-praktik sosial tertentu. Beberapa strategi dan siasat dibangun dan terbangun untuk memperoleh relasi dan posisi yang menguntungkan secara sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.
Tulisan ini memperlihatkan bagaimana politik kultural dan keagamaan terbangun dan dibangun oleh para penganut agama Kaharingan ketika berhadapan dengan struktur-struktur objektif yang ada di sekitar mereka. Dalam tulisan ini para penganut Kaharingan dilihat sebagai individu-individu yang aktif, atau sebagai subjek yang menjalani proses dialektika kehidupan yang terus menerus melakukan dialog dengan agen-agen yang lain. Mereka dipandang sebagai satu kelompok masyarakat yang memiliki teori tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya.

ABSTRACT
Kaharingan is a name for Dayak Ngaju religion?s in Central Kalimantan. According to Dayak Ngaju people, Kaharingan has already existed thousand years before Hindu, Buddha, Islam and Kristen came. Based on the data from Central Statistic Body in 2007, in Central Kalimantan (which consist of 13 Kabupaten and 1 Kotamadya), there were 223.349 Kaharingans (Central Kalimantan in Number 2008). Because state policy only recognize 6 official religions, Kaharingan considered as ?tradition?, ?culture?, or ?belief?. A Kaharingan person classified as ?less religious? or even ?does not have religion?. Communist phobia in Indonesia made them easily accused as communist (does not have religion = atheist = communist), they are enemy of the state and insurgent. This stigma made Dayak Kaharingans as proselytization target by Christian Missionary or Islamic preacher. In order to exist as a social, political, cultural, and religion entity among the Central Kalimantan people and Indonesia, Kaharingans activists (: social actors) consciously did some certain social practices. Some strategies and tactics were developed to gain relation and position that give them social, economical, political, and cultural advantages.
This writing will describe how the politic of culture and religion built by Kaharingans when they faced objective structures around them. Kaharingans viewed as active individuals or as a subject which carry out dialectic process, continuously doing dialog with other agents. They seen as a group that has worldview about the place where they belong."
Depok: 2009
D00631
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Wijaya
2001
S2778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusriadi
"Abstrak
Persaingan dan konflik, serta kerukunan dan persaudaraan antara Dayak dan Melayu mewarnai ruang publik di Kalimantan Barat. Kedua kelompok utama (mayoritas) di Kalimantan Barat menjalani hubungan pasang dan surut. Keadaan inilah yang selalu menarik diamati, khususnya dalam konteks identitas. Penulis ingin melihat bagaimana identitas berkelindan di balik isu bipolaritas Dayak-Melayu. Tulisan ini merupakan hasil pemikiran yang diperkuat dengan data pendukung. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber dokumentasi dan terbitan, yang di antaranya menunjukkan bahwa di balik perbedaan identitas antara Dayak dan Melayu dapat ditemukan pula persamaan pada beberapa unsur. Kedua identitas itu tumbuh di ruang yang sama dan sebagian darinya berasal dari sumber atau asal-usul yang sama. Proses selanjutnya memperlihatkan penerimaan dan penggunaan identitas budaya menjadi bahan untuk pengonstruksian bangunan identitas kelompok. Pada mulanya, identitas Dayak digunakan secara terpaksa, sedangkan identitas Melayu diterima dengan terbuka. Seiring perjalanan waktu, kedua identitas itu dipakai oleh dan untuk dua kelompok yang berbeda. Masing-masing memperkuat identitas dengan perubahan-perubahan tertentu pada unsur-unsur budaya yang sudah ada. Identitas budaya Dayak dan Melayu tetap cair tetapi gerakan perubahan itu cenderung ke arah yang berlawanan dan memperlebar jarak di antara keduanya. Itu pulalah yang menyebabkan rivalitas berkelanjutan, sehingga persoalan yang kecil dapat menjadi besar."
Kalimantan Barat: Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat, 2018
900 HAN 1:2 (2018) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>