Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 623 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silverberg, Robert
Philadelphia: Chilton Book, 1966
913.031 SIL f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Our understandings of the European-Aboriginal contact period are restricted by our limited engagement with and interrogation of the categories used for analysis. Dividing the past into Indigenous, Aboriginal and invader and so on, fails to reveal the complexity and nuances of cross-cultural, negotiated encounters and the emergence of new social formations and identities. Furthermore the ascription of ethnicity to historical actors generally relies on late twentieth (early twenty-first) century conceptions of what it means to be Aboriginal which are not necessarily valid for the period under consideration. "
Lengkap +
Australia: Australian Archeological Association Inc, 2005
930 AA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Hole, Frank
New York : Holt Renehart and Winston, 1966
913.031 HOL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Soul-si : Sahoe P'yongnon, 2010
R KOR 930.151 9 HAN
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Watson, Patty Jo
New York: Columbia University Press , ss 1971
930.1 WAT e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jepriyadi A Lumbu
"Pulau Belitung merupakan sebuah pulau yang memiliki potensi tinggalan budaya meliputi makam lama, masjid lama serta permukiman. Pada makam lama kebanyakan terletak pada dataran tinggi, daratan dan pantai. Makam yang berada diketinggian salah satunya adalah makam Syekh Abubakar Abdullah atau yang dikenal dengan sebutan Datuk Gunung Tajam, terletak pada ketinggian 500 Meter dari permukaan air laut (Mdpl). Kemudian pada keletakan masjid di Pulau Belitung berada pada persimpangan tiga dan persimpangan empat, hal ini merupakan bentuk kebiasaan masyarakat Belitung dalam memilih wilayah untuk dijadikan tempat pendirian masjid sebab tempat seperti itu merupakan temapat yang mudah untuk dijangkau dan bagian pusat keramaian. Pada permukiman mengikuti pola jalan besar/raya sehingga terlihat membentuk linier dan lebih teratur. Kemudian permukiman lama dan makam lama mempunyai konsep yang saling berhubungan sehingga membuat suatu pola tertentu. Dalam penelitian ini terdapat dua buah pertanyaan yaitu pertama, bentuk lansekap seperti apa pada makam, masjid dan permukiman di Pulua Belitung pada abad XVIII-XIX Masehi, kedua, makna apa yang terdapat pada lansekap makam, masjid dan pemukiman dalam Konteks Ideologi lokal pada masyarakat Belitung. Pada penelitian ini untuk menjawab suatu permasalahan perlu adanya metode yang digunakan, adapun metode yang digunakan yaitu metode kualitaif dengan menggunakan pendekatan arkeologi lansekap. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lansekap makam dan permukiman mempunyai 4 pola dan maknanya yaitu ada keterkaitan dalam perlakukan yang di makam, selain dari itu lansekap masjid memperlihatkan sebuah pola lokal yaitu letak masjid terdapat pada persimpangan jalan yang dimaknai bahwa masjid merupakan sebuah bangunan yang penting selain tempat beribadah juga sebagai tempat untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat di sekitar masjid.

Belitung Island is an island that has the potential of cultural relics including old tombs, old mosques, and settlements. In the old tombs mostly located in the highlands, land, and beaches. One of the tombs at the height of the tomb is Syekh Abubakar Abdullah, also known as Datuk Gunung Sharp, located at an altitude of 500 meters above sea level (masl). Then in the location of the mosque on the island of Belitung is at the intersection of three and crossing four, this is a form of Belitung peoples habits in choosing the area to be the place of construction of the mosque because such a place is an easy place to reach and the center of the crowd. In settlements following the pattern of major roads/highways so it looks to form linear and more orderly. Then the old settlements and old graves have interconnected concepts to make a certain pattern. In this study there are two questions: first, what kind of landscape in the tomb, mosque, and settlement in Pulau Belitung in the XVIII-XIX century AD, second, what is the meaning of the tomb, mosque, and settlement in the context of local ideology in the Belitung community. In this study to answer a problem, it is necessary to have a method used, while the method used is a qualitative method using a landscape archeological approach. The results of this research indicate that the grave landscape and settlement have 4 patterns and their meanings, namely there is a connection in the treatment of the tomb, besides that the mosque landscape shows a local pattern that is the location of the mosque at the crossroads which means that the mosque is an important building besides place of worship is also a place to convey information to the community around the mosque."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T52844
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyorisky Otto Kusumo
"ABSTRAK
Kantor pos besar Bandung merupakan sebuah peninggalan industri dari era kolonial yang kemudian diteliti melalui pendekatan arkeologi Industri. Kehadiran bangsa Belanda di Indonesia membawa banyak sekali pengaruh dan perubahan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu aspek kehidupan yang mendapat pengaruh dari kehadiran bangsa Belanda adalah aspek komunikasi. Pembangunan gedung kantor pos besar Bandung yang dimulai pada tahun 1928 dan selesai pada tahu 1931 sebagai pengganti kantor pos terdahulu yang lebih kecil merupakan salah satu bukti adanya peningkatan minat masyarakat terhadap jasa yang disediakan oleh kantor pos. kantor pos besar Bandung juga memiliki beberapa fasilitas penunjang operasi pos seperti bangunan tempat terjadinya transaksi pos, gudang penyimpanan pos, dan berbagai alat penunjang pos. kehadiaran kantor pos ini juga menciptakan sebuah tatanan masyarakat baru yang terbagi atas beberapa kelas menurut pekerjaan dan jabatan mereka.

ABSTRACT
Great post office of Bandung is an industrial heritage from the colonial era which is then researched through the industrial archeology approach. The Dutch presence in Indonesia brings a lot of influence and change to the life of Indonesian society. One aspect of life that is influenced by the Dutch view is the aspect of communication. The construction of a large post office in Bandung that began in 1928 and completed in 1931 as a substitute for a smaller previous post office is one proof of an increase in public interest on services owned by the post office. Gret post office of Bandung also has some post operative support facilities such as post office operative bulding, postal storage, and postal support facilities. the post office 39 s well being also creates a new society order that is divided into several classes according to their work and occupation."
Lengkap +
2017
S70137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Shabrina Mazaya
"ABSTRACT
GPR menjadi salah satu metode geofisika yang dimanfaatkan untuk survei arkeologi yang dapat membantu para arkeologis dalam melakukan identifikasi objek benda bawah permukaan tanpa harus melakukan penggalian terlebih dahulu untuk mencari objek benda ndash; benda anomali. GPR memanfaatkan gelombang elektromagnetik EM yang sangat sensitif terhadap material yang bersifat konduktif. Interpretasi data GPR dapat menggambarkan ukuran dan kedalaman dari objek bawah permukaan. Survei di benteng Speelwijk Banten Lama menggunakan frekuensi 600 MHz, frekuensi ini sangat baik digunakan untuk penetrasi dangkal dan resolusi tinggi. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mencari benda anomali yang terkubur di bawah benteng untuk mendapatkan informasi jejak ndash; jejak bangunan masa lalu dari benteng Speelwijk. Anomali dari data GPR akan menghasilkan reflektor kuat berbentuk hiperbola. Warna reflektor yang terang menandakan bahwa material bawah permukaan memiliki sifat konduktivitas rendah dan warna reflektor yang tidak terang memiliki sifat konduktivitas tinggi. Hasil akhir setelah pengolahan data adalah model 2D objek bawah permukaan.

ABSTRACT
GPR is one of the geophysic methods utilized for achaeological surveys which is can assist archaeologists in identifying object of subsurface object without having to excavation to find the anomalies objects. GPR utilizes electromagnetic EM waves which are highly sensitive to conductive materials. Interpretation of GPR data can identify the shapes, sizes and depth of the subsurface object. Survey in the Speelwijk Castle in Banten Lama using a frequency of 600 MHz, this frequency is very well used for shallow penetration and high resolution. The main purpose of this research is to find anomalies object buried under the castle to obtain information on the past traces of the Speelwijk castle. Anomalies from GPR data will produce a strong reflectors with the patterns is a hyperbola. The strong color from reflector indicates the subsurface material properties has a low conductivity, and reflectors with a color that is not too bright has a material properties with high conductivity. The final results after processing data is the 2D model of subsurface."
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Akbar
"Sudah sejak lama diketahui bahwa Jakarta dan sekitarnya banyak terdapat temuan prasejarah seperti tembikar, terakota, beliung persegi, batu serpihan, batu asahan, gelang batu, manik-manik, alat logam, cetakan logam, dan lain-lain. Temuan-temuan tersebut berasal dari penduduk yang umumnya diperoleh di sawah atau ladang mereka. Berdasarkan informasi penduduk itulah maka lokasi temuan dapat diketahui. DMS DKI Jakarta dan PUSLITARKENAS kemudian melakukan penelitian berupa survei dan ekskavasi. Namun, tidak semua lokasi temuan telah diteliti baik berupa survei maupun ekskavasi. Bahkan sebagian besar temuan hasil penelitian arkeologi tersebut, kini tidak dapat dilacak lagi keberadaannya.
Atas dasar itulah, penelitian ini berusaha memilah lokasi-lokasi temuan prasejarah di wilayah ini. Lokasi-lokasi temuan dibagi ke dalam dua kategori yaitu situs permukiman dan bukan situs permukiman. Hasil pemilahan menunjukkan hanya 7 dari 39 lokasi temuan yang dapat dikategorikan sebagai situs permukiman. Kemudian, dari 7 situs permukiman tersebut hanya 4 situs yang temuannya dapat dilacak kembali keberadaannya, yaitu situs Kelapa Dua, Pejaten, Kampung Kramat, dan Buni.
Hasil analisis menunjukkan bentuk-bentuk tembikar yang ada adalah periuk, tempayan, cawan, cawan berkaki, piring, pasu, dan kendi. Teknik pembentukannya adalah teknik tangan, sambung, tatap pelandas, dan roda pemutar. Tahap penyelesaian akhir menggunakan pengupaman, pemberian slip warna merah, dan memberikan hiasan. Hiasan dihasilkan dengan teknik gores, tatap pukul, tekan, gabungan antara teknik tekan dan gores. Hiasan yang dihasilkan adalah garis sejajar, garis tak beraturan, garis silang, tumpal, jala, anyaman, duri ikan, lingkaran memusat, kerang, gabungan garis lengkung dan titik-titik. Mengenai persebarannya terlihat bahwa Kelapa Dua memiliki variasi yang paling sedikit, baik dalam hal bentuk, teknik pembuatan, teknik penyelesaian, teknik bias, dan hiasan. Pejaten dan Kampung Kramat memiliki variasi yang terbanyak. Tembikar dari Kelapa Dua berasal dari masa Bercocok Tanam atau lebih tua dari situs lainnya.
Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang mutlak antara tingkat porositas dan daya serap air baik terhadap tembikar tipis maupun yang tebaI. Hal tersebut tergantung dari penyelesaian akhir yang dilakukan. Kemudian, komposisi kimia tembikar dari keempat situs adalah sama, yaitu silikat, aluminium, kalsium, magnesium, dan besi dengan kadar yang relatif tidak berbeda. Bahan campurannya pun, yaitu lempung dan pasir berukuran relatif sama. Masyarakat tampaknya telah mempunyai standar tertentu dalam memilih bahan baku dan campurannya.
Sebagian besar situs yaitu Kelapa Dua, Pejaten, Kampung Kramat, Condet, Tanjung Barat, dan Serpong terletak pads satuan Kipas Gunung Api Bogor. Jenis-jenis mineral tanah di satuan ini dan jenis-jenis mineral tembikar dan situs-situs memperlihatkan cukup banyak persamaan. Sungai-sungai yang mengalir dikeenam situs menghasilkan endapan pasir atau lempung. Proses pengendapan ini membuat situs-situs itu mengandung sumber daya bahan untuk membuat tembikar. Tampaknya tembikar dari situs-situs tersebut menggunakan bahan baku yang diambil dari wilayahnya sendiri dan tembikar yang dihasilkan merupakan produksi lokal.
Bentuk atau tipe beliung persegi di wilayah ini ada 3 tipe. Bahan beliung persegi terdiri dari batuan Cheri, Metalimestane, Dacite, Horn fels, Jasper, Siltstone, dan Silisifiedwaod. Berdasarkan peta geologi, Kelapa Dua mengandung sumber bahan haku Cheri, Silisifedwaad, dan Siltstone, Sedangkan Pejaten, Kampung Kramat, dan Buni tidak mengandung batuan untuk pembuatan beliung persegi. Beliung persegi yang terbuat dari Chart, Silistfiedwood, dan Siltstone kemungkinan berasal dari Kelapa Dua. Sedangkan, yang terbuat dari batuan lainnya kemungkinan berasal dari luar wilayah ini. Beliung persegi yang terdapat di Kelapa Dua, Pejaten, dan Kampung Kramat sebagian besar menunjukkan bekas-bekas pemakaian untuk keperluan praktis yakni pengerjaan kayu seperti membuat ukiran kayo. Beliung persegi dari Buni semuanya. masih utuh dan mungkin digunakan untuk alat upacara serta digunakan sebagai hekal kubur.
Artefak logam berasal dari Pejaten, Kampung Kramat, dan Buni. Sedangkan, Kelapa Dua tidak mengandung artefak logam. Hasil analisis menunjukkan terdapat artefak besi dan perunggu di Pejaten serta terak logam di Kampung Kramat dan Buni. Di Pejaten dan Kampung Kramat terdapat temuan yang mengindikaslkan aktivitas pembuatan alat logam. Namun, berdasarkan keadaan geologi, wilayah ini tidak mengandung bahan baku untuk pembuatan alat logam.
Mengenai hubungan antara situs dan keadaan lingkungan alamnya terlihat bahwa iklim di wilayah ini relatif nyaman. Situs-situs umumnya terletak pada satuan morfologi yang banyak mengandung rempah-rempah gunung api dan membuat tanah menjadi subur. Sehingga, berbagai Penis flora dan fauna yang dibutuhkan manusia, dapat hidup dan berkembang dengan baik di wilayah ini.
Berdasarkan temuan dan keadaan lingkungan alamnya, situs-situs di wilayah ini terdiri atas 3 tipe. Tipe 1 yaitu Kelapa Dua dari masa Bercocok Tanam dan terdapat di bagian pedalaman Aktivitas di sites ini adalah perbengkelan beliung persegi tahap awal sampai akhir. Beliung persegi tersebut kemudian didisiribusikan ke situs lain yang berada di utara Kelapa Dua. Pejaten, Kampung Kramat, Condet, Tanjung Barat, dan Serpong tergolong Tipe 2 dari masa Barcacok Tanam dan terus berlanjut sampai Perundagian. Situs-situs itu terdapat di bagian tengah wilayah penelitian ini. Aktivitas yang terjadi di sini adalah perbengkelan beliung persegi tahap pembentukan dan penyelesaian akhir serta perbengkelan logam. Situs Tipe 3 yaitu Buni dari masa Perundagian dan terdapat di dekat pantai. Aktivitas yang terjadi di sini adalah sebagai tempat pertemuan atau interaksi antara masyarakat yang tinggal di sites ini dengan masyarakat lain dari luar situs.
Situs-situs permukiman prasejarah di wilayah ini menunjukkan suatu model bahwa pada awalnya permukiman ditempatkan pads suatu daerah yang mengandung bahan bake untuk membuat artefak. Kriteria itu hares dipenuhi, meskipun daerah yang mengandung bahan baku tersebut terietak di pedalaman_ Pada masa berilcutnya penempatan situs lebih mempertimbangkan faktor kemudahan berinteraksi dengan daerah luar. Sehingga, masyarakat pada masa itu lebih memilih daerah pantai, walaupun daerah ini miskin sumber bahan bake pembuatan artefak. Namun, suatu hal yang tidak berubah adalah perilaku masyarakat untuk tetap memilih daerah yang dekat aliran sungai."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T546
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muhammad Said
"Latar Belakang. Peninggalan arkeologi sebagai salah satu bagian dari sumberdaya budaya, khususnya di Indonesia pada saat ini secara kuantitas semakin bertambah jumlahnya, hal tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya penemuan situs baru, baik yang ditemukan oleh para peneliti maupun yang merupakan laporan hasil penemuan dari masyarakat yang menemukan tinggalan arkeologis yang terdapat di sekitar tempat tinggalnya. Peningkatan jumlah tersebut merupakan suatu gejala positif yang menandakan bahwa masyarakat umum telah mulai mengenal tentang peninggalan arkeologi, namun masih disayangkan bahwa pengenalan tersebut masih belum mencapai taraf yang tergolong "peduli".
Sumberdaya budaya yang merupakan warisan leluhur bangsa adalah aset nasional yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat secara umum, baik untuk kepentingan ideologis, akademis maupun untuk kepentingan yang bersifat ekonomis (Cleere, 1989:5-1O). Sehubungan dengan hal tersebut maka sumberdaya budaya, khususnya sumberdaya budaya materi yang merupakan obyek kajian disiplin ilmu arkeologi, yang selanjutnya disebut sebagai sumberdaya arkeologi perlu mendapat penanganan (dikelola) secara tepat, sesuai dengan jenis dan kondisi keberadaannya. Hal tersebut dimaksudkan agar aset tersebut dapat tetap teriindungi dan terjaga kelestariannya. Dengan dilestarikannya sumberdaya arkeologi yang masih bertahan hingga saat ini, berarti akan membuka peluang yang lebar untuk tetap memiliki aset budaya bangsa yang mengandung nilai penting bagi sejarah, kebudayaan, dan Ilmu pengetahuan sebagai produk kebanggaan Bangsa Indonesia pada masa lalu.
Berkenaan dengan pengelolaan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, diperlukan bentuk dan jenis pengelolaan yang merujuk langsung pada kepentingan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya arkeologi. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk tetap mempertahankan keberadaan situs yang merupakan sumber Jaya utama bagi kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, serta kepentingan penelitian bagi disiplin ilmu arkeologi pada khususnya. Selain itu, dengan tetap lestarinya peninggalan budaya tersebut?"
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T14591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>