Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96746 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sumarni
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T40163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Nugraha Ardiwinata
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian translokasi klorpirifos (Q,O-diethyl-0-3,5,6-irichloro-2 pyridyl phosphorolhioate) karbofuran (2, 3-dihydro-2, 2-dirnethyl-7-benzo frrranyl metylcarbamate), dan lindan (1, 2, 3,4,5,6-hexachloro cycla hexane) pada tanaman padi dan penurunan konsentrasinya di dalam tanah. Penelitian dilakukan di Instalasi Laboratorium Biokimia & Enzimatik dan Instalasi Rumah Kaca, Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor.
Penelitian translokasi insektisida menggunakan tanaman padi varietas IR. 64 dan 3 jenis insektisida karbofuran, klorpirifos dan lindan dengan dosis setara 1 kg/ha. Translokasi insektisida pada tanaman padi dirunut dengan mengukur kandungan residu insektisida pada daun, batang, malai dan beras dengan selang waktu pengamatan 5, 10, 15, 25 dan 30 had setelah aplikasi (HSA) untuk insektisida karbofuran dan klorpirifos, sedangkan selang waktu 5, 15, 25, 35 dan 45 HSA untuk insektisida lindan. Pada penelitian penurunan konsentrasi insektisida digunakan tiga jenis tanah yang berasal dari Wonosari (Jawa Tengah), Bekasi dan Karawang (Jawa Barat) dan 3 jenis insektisida yaitu karbofuran, klorpirifos dan lindan dengan konsentrasi masing-masing 0,45 ppm. Pengamatan laju penurunan konsentrasi insektisida dilakukan dengan cara mengukur kandungan residu insektisida karbofuran dan klorpirifos pada selang waktu 0, 20, 40, 60 dan 80 HSA dan 0, 25, 50, 75 dan 100 HSA untuk lindan. Aplikasi insektisida dilakukan dua kali pada fase vegetatif (5 MST-minggu setelah tanam) dan fase generatif (10 MST). Kandungan residu insektisida pada tanaman padi dan tanah diukur dengan alat kromatografi gas cairan yang dilengkapi dengan detektor ECD. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan 3 faktor dan 2 ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa insektisida karbofuran, klorpirifos dan lindan ditranslokasikan ke daun, batang, malai dan beras. Residu insektisida pada daun padi paling banyak ditemukan kemudian diikuti pada batang, malai dan beras, Penurunan konsentrasi residu insektisida pada tanah Karawang lebih tinggi daripada tanah Wonosari dan Bekasi. Laju penurunan konsentrasi insektisida karbofuran (t1/2 = 10,0 hari) lebih cepat daripada insektisida lindan (t1/2 = 63,2 hari) dan klorpirifos (ti.12,9 hari) pada tanah Karawang.

ABSTRACT
The chlorpyrifos (0,0-diethyl 0-3,5, 6-trichloro-2 pyridyl phosphoro hioate), carbofuran (2,3-dihydro-2,2-dimethyl-7-benzofuranyl metylcarbamate), lindane (1,2,3,4,5,6-hexachloro cyclo hexane) insecticides translocation research has been conducted on paddy and its concentration decrease in soil. The research was conducted at the Biochemistry & Enzymatic Laboratory and the Green House of the Research Institute for Food Crops Biotechnology.
The insecticide research used IR 64 paddy variety and 3 kinds of insecticides, namely: carbofuran, chlorpyrifos and lindane with the dosage equals to 1 kg a.i.lha. The insecticide translocation in the paddy was discovered by measuring the insecticide residues conten on the leaf, stem and panicle on the observation interval time of 5, 10, 15, 25 and 30 days after the treatment (DAT) for the chlorpyrifos and carbofuran insecticides and 5, 15, 25, 35 and 45 DAT for the lindane insecticide. Whereas on the insecticide concentration decrease research utilized 3 types of soil come from Wonosari (Middle Java), Bekasi and Karawang (West Java) and 3 types of insecticides, namely: chlorpyrifos, carbofuran and lindane with each concentration of 0.45 ppm. The rate of concentration decrease was observed by measuring the insecticide residue content in the soils at the time interval of 0, 20, 40, 60 and 80 DAT (chlorpyrifos and carbofuran) while the lindane at the time interval of 0, 25, 50, 75 and 100 DAT. The insecticide treatment was done twice on the vegetative phase (5 WAP-weeks after planting) and the generative phase (10 WAP). The insecticide residue content on the paddy and the soil was determined by the gas liquid chromatograph equipped with the ECD detector. The design of the research used the complete random design with 3 factors and 2 replication.
The results showed that the vegetative phase (on the stem and panicle) and in the generative phase (stem, leaf and the panicle) was recognized the chlorpyrifos, carbofuran and lindane insecticide residues. The insecticide residues translocation of chlorpyrifos, carbofuran and lindane was higher in leaves than in the stem and panicle. The concentration decrease of chlorpyrifos, carbofuran and lindane insecticide residues in Karawang soil's was higher than in the sail from Wonosari and Bekasi. The rate of concentration decrease of carbofuran (ti = 10,0 days) was faster than lindane (t ½ = 63,2 days) and chlorpyrifos (t1/2 = 12,9 days).
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Srihayu Harsanti
"ABSTRAK
Endosulfan adalah salah satu senyawa POPs organoklorin pada era revolusi hijau yang disukai petani karena kemanjurannya. Namun saat ini masih ditemukan di lapang. Endosulfan bersifat persisten, bioakumulatif, dan sangat toksik terhadap makrobiota. Keberadaan endosulfan harus dipantau dan dilakukan upaya reduksinya agar tidak mencemari lingkungan, dan untuk keamanan pangan, serta memenuhi ketentuan Konvensi Stockholm. Sekitar 18,12 dari total tanah sawah di Kabupaten Jombang telah terkontaminasi endosulfan dengan kategori telah melebihi Batas Maksimum Residu BMR dan 22,5 di bawah BMR. Upaya remediasi harus dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal di Kabupaten Jombang seperti limbah tongkol jagung dan pupuk kandang. Limbah tongkol jagung belum optimal dimanfaatkan. Biochar dari limbah tongkol jagung berpotensi untuk memperbaiki tanah sawah terkontaminasi endosulfan. Penelitian ini bertujuan 1 mengetahui kemampuan teknologi remediasi dengan limbah pertanian berbasis sumberdaya lokal dalam memperbaiki kualitas tanah sawah dan produk pertanian tercemar insektisida endosulfan, 2 mengkaji dampak teknologi remediasi dengan limbah pertanian berbasis sumberdaya lokal pada tanah sawah tercemar endosulfan dengan menggunakan perangkat valuasi ekonomi, sosial, dan lingkungan dan 3 membangun model statistik remediasi berkelanjutan dengan limbah pertanian berbasis sumberdaya lokal pada tanah sawah tercemar endosulfan. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2015-Mei 2016 dengan metode survey dan eksperimen di rumah kaca. Eksperimen di rumah kaca menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan tujuh perlakuan kombinasi biochar dan kompos kotoran ternak yang diulang tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan 1 Teknologi remediasi tanah sawah tercemar insektisida endosulfan dengan limbah pertanian dapat memperbaiki kualitas tanah dan produk pertanian padi . Kombinasi biochar tongkol jagung dan kompos kotoran sapi atau ayam 1:4 efektif sebagai bahan pembenah tanah untuk remediasi tanah sawah tercemar residu insektisida endosulfan dengan kemampuan mempercepat penurunan ?-endosulfan hingga lebih rendah dari konsentrasi BMR < 0,0085 ppm berkisar 66,5 - 70,9 dengan waktu remediasi selama 74 hari 21 hari lebih cepat daripada tanpa remediasi ; Kombinasi biochar tongkol jagung dengan pupuk kandang sapi atau ayam pada nisbah 1:4 dapat menurunkan residu metabolit endosulfan sulfat hingga di bawah BMR < 0,0085 ppm masing-masing sebesar 1,8 -67,3 pada MT I, dan 49,7 -67,7 pada MT II dan terjadi pada kondisi anaerob; Kombinasi biochar dan kompos kotoran ternak mampu meningkatkan kesuburan tanah antara lain pH, P tersedia, C organik tanah, N total, dan populasi bakteri dalam tanah; serta meningkatkan hasil padi 10-13 2 Teknologi remediasi dengan memanfaatkan biochar tongkol jagung yang dikombinasi dengan kompos kotoran ayam atau sapi dapat memberikan dampak positif pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan sehingga inovasi tersebut dapat diterima oleh petani; dan 3 Model statistik remediasi tanah sawah Inceptisol tercemar residu endosulfan dengan memanfaatkan limbah pertanian dapat dibangun dengan mempertimbangkan karakteristik tanah terutama kandungan C-organik tanah dan populasi bakteri total dalam tanah.Kata kunci: limbah tongkol jagung, kompos kotoran sapi, kompos kotoran ayam biochar, remediasi, endosulfan, keberlanjutan

ABSTRACT
Endosulfan is one of POPs organochlorine compounds on green revolution era that was mostly preferred by farmers because of its efficacy. However, it still found in the field. Endosulfan is persistent, bio accumulative, and most toxic on macrobiota. Its existence in soil must be monitored and its reduction must be controlled so that it do not contaminate the environment and food safety and comply Stockholm Convention. About 18.12 of total rice fields in Jombang districts has contaminated by endosulfan that has been over Maximum Residue Limits MRLs and 22,5 less of MRLs. Remediation should be done by using local sources such as corn cob waste and compost of cattle manure. In fact, the waste of corn cob has not used optimally yet. Biochar from corn cob waste has the potency to remediate rice fields contaminated endosulfan. The research objectives were 1 to determine ability of remediation technology using agricultural wastes based local resources in improving quality of paddy soil and agricultural products that polluted by endosulfan insecticide, 2 to study the impacts of remediation technology using agricultural wastes based local resources in rice fields contaminated by endosulfan through economic, social, and environment valuation instruments, and 3 to arrange statistical model of sustainable remediation using agricultural waste based local resources in rice field contaminated by endosulfan. The research was conducted from June 2015 till May 2016 using survey and screen house experiment methods. The screen house experiment was arranged using completely randomized design with seven treatment of combination of corn cob biochar and farmyard manure with three replicates. The research result showed that 1 remediation technology of rice fields contaminated by endosulfan using agricultural waste as a soil amendment could improve the quality of paddy soil and rice products. The combination of corn cob biochar and compost of cattle manure or chicken manure 1 4 could effectively remediate rice field contaminated by endosulfan insecticide till less than MRLs 0.0085 ppm as much as 66.5 ndash 70.9 . The time of remediation to reduce the residue up to less than MRLs was 74 days 21 days faster than without remediation . The combination of corn cob biochar and cattle manure or chicken manure with 1 4 ratio could decrease endosulfan sulfate metabolite less MRLs 0,0085 ppm 1.8 67.3 in 1st cropping season and 49.7 67.7 2nd cropping season , respectively, that a decrease is in anaerobe condition Soil amendment could increase soil fertility, i.e. pH, available P, soil organic C, total N, and bacteria population and increased 10 13 of rice yield 2 remediation technology using corn cob biochar combined manure from either cattle or chicken could impact positively on aspects of economy, social, and environment so that innovation could be acceptable by farmers and 3 statistical model of remediation of Inceptisol rice field that contaminated by endosulfan using agricultural waste could be built with considering soil characteristic especially organic C and soil bacteria total factors. Its usage was suitable with level of endosulfan contamination and has some similarities ecological characteristics.Keywords corn cob waste, cattle manure compost, chicken manure compost, biochar, remediation, endosulfan, sustainability. "
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilham Saiful Rohman
"Demam Berdarah Dengue DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk betina Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue. Salah satu upaya untuk mencegah penyakit DBD adalah dengan menggunakan insektisida. Dalam skripsi ini dibahas strategi kontrol optimal pengendalian penyakit DBD dengan menggunakan intervensi insektisida. Tujuannya adalah meminimumkan biaya intervensi insektisida dan meminimumkan jumlah populasi terinfeksi. Dengan menggunakan prinsip Pontryagin dihasilkan karakteristik kontrol optimal terkait dengan masalah tersebut. Intervensi insektisida yang dihasilkan ditransformasi dari fungsi kontinu menjadi fungsi semi-diskrit, yang berarti intervensi insektisida diberikan hanya pada hari tertentu saja dan tidak berlangsung setiap hari. Hasil simulasi numerik menunjukkan bahwa intervensi insektisida dapat mengurangi jumlah populasi terinfeksi. Dalam memilih strategi kontrol optimal lebih baik mendahulukan strategi pencegahan dibandingkan strategi penanggulangan karena biaya strategi pencegahan yang dihasilkan lebih rendah. Laju intervensi lebih tinggi di lingkungan yang berpotensi endemik R0>1 daripada di lingkungan yang tidak berpotensi endemik R0.

Dengue Hemorrhagic Fever DHF is a disease caused by a female mosquito bite Aedes aegypti that is infected with dengue virus. One effort to prevent dengue disease is to use insecticide. In this skripsi, the optimal control strategy of dengue disease control using insecticide intervention is discussed. The purpose is to minimize the cost of insecticide intervention and minimize the number of infected populations. The optimal control characteristics associated with the problem is produced by using the principle of Pontryagin. The result of insecticide intervention is transformed from the continuous function into the semi discrete function. This means that the insecticide intervention is given only on certain days. Numerical simulation results show that insecticide intervention can reduce the number of infected populations. In choosing an optimal control strategy, it is better to prioritize the prevention strategy than the reduction strategy since the prevention strategy cost is cheaper. The intervention rate is higher in a potentially endemic environment R0 1 than in an environment with no potential endemic R0."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoyo
"ABSTRAK
Kasus DBD secara global maupun nasional terus mengalami peningkatan walaupun terjadi penuruan yang cukup signifikan pada tahun 2017. Penurunan jumlah kasus tersebut tentu tidak terlepas dari adanya berbagai upaya yang telah dilakukan, tetapi kita juga tidak dapat mengesampingkan adanya fakta bahwa siklus trend kasus DBD masih terjadi dalam periode waktu tertentu. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi penggunaan insektisida secara umum dalam mencegah gigitan nyamuk sebesar 12,2 , sedangkan diperkotaan proporsinya lebih tinggi 17,9 dibandingkan dengan pedesaan 6,4 . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan insektisida rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD. Penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan kasus kontrol yang dilakukan terhadap 320 sampel yang terdiri atas 80 kasus dan 240 kontrol. Sampel kasus dipilih dengan metode consecutive sampling yang diambil dari laporan kasus DBD dan sampel kontrol dipilih secara acak sederhana yang diambil dari tetangga kasus dalam radius 100 meter. Analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik berganda yang bertujuan untuk menganalisis hubungan penggunaan insektisida rumah tangga dengan kejadian penyakit DBD setelah mengendalikan faktor umur, gender, pendidikan, pekerjaan, kepadatan hunian, kasa nyamuk, PSN, breeding place, dan resting place. penelitian ini dilakukan di Kota Kendari pada bulan Mei ndash; Juni 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis insektisida berhubungan dengan kejadian penyakit DBD dengan nilai OR 0,081 95 CI: 0,03-0,19 dan nilai P 0,000 untuk anti nyamuk bakar, OR 0,36 95 CI: 0,16-0,75 dan nilai P 0,007 untuk anti nyamuk spray, dan OR 0,16 95 CI: 0,06-0,37 dan nilai P 0,000 untuk anti nyamuk lainnya setelah mengendalikan faktor umur, kepadatan hunian, dan breeding place. Kombinasi insektisida berhubungan dengan kejadian penyakit DBD dengan nilai OR 0,17 95 CI: 0,07-0,34 dan nilai P 0,000 untuk 1 jenis anti nyamuk bakar dan OR 0,21 95 CI: 0,10-0,41 dan nilai P 0,000 untuk >1 jenis anti nyamuk setelah mengendalikan faktor umur, pendidikan, PSN dan breeding place. Waktu penggunaan insektisida berhubungan dengan kejadian penyakit DBD dengan nilai OR 0,19 95 CI: 0,08-0,39 dan nilai P 0,000 untuk malam hari dan OR 0,17 95 CI: 0,08-0,37 dan nilai P 0,000 untuk pagi dan sore hari setelah mengendalikan faktor umur, pendidikan, dan breeding place. Frekuensi penggunaan insektisida tidak berhubungan dengan kejadian penyakit DBD setelah berinteraksi dengan gender dan setelah mengendalikan faktor umur, pendidikan, pekerjaan, kasa nyamuk, dan breeding place. Edukasi dapat difokuskan untuk mengurangi kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai dan melaksanakan PSN secara rutin. Sasarannya dapat dipersempit pada kelompok usia sekolah.

ABSTRACT
The case of DHF globally and nationally continues to increase despite the significant decline in 2017. The decline in the number of cases is certainly not independent of the various efforts that have been done, but we also can not rule out the fact that the dengue trend cycle still occurs in the certain period. The results of Basic Health Research in 2013 shows that the proportion of insecticide use in general in preventing mosquito bites was 12.2 , while urban proportion is higher 17.9 than rural 6.4 . This study aims to determine the relationship of household insecticide use with the incidence of DHF disease. This study was an analytic with case control design that conducted on 320 samples consisting of 80 cases and 240 controls. The case samples were selected by the consecutive sampling method taken from the DHF case report and a simple randomized control sample taken from the neighboring case within 100 meters radius. Multivariate analysis was performed by multiple logistic regression which was aimed to analyze the relationship of household insecticide use with the incidence of DHF after controlling for age, gender, education, occupation, housing density, mosquito net, PSN, breeding place and resting place. This study was conducted in Kendari City in May June 2018. The results showed that the type of insecticide was related to the incidence of DHF with OR 0,081 95 CI 0,03 0,19 and P 0,000 for burn mosquito repellent, OR 0,36 95 CI 0,16 0,75 and P value 0,007 for spray mosquito, and OR 0,16 95 CI 0,06 0,37 and value of P 0,000 for others mosquito repellent after controlling for age, housing density, and breeding place. The combination of insecticides was associated with the incidence of DHF with OR 0.17 95 CI 0.07 0.34 and P 0,000 for 1 type of mosquito repellent and OR 0.21 95 CI 0.10 0.41 and P 0,000 for 1 mosquito repellent after controlling for age, education, PSN and breeding place. The time of insecticide use was related to incidence of DHF with OR 0.19 95 CI 0,08 0,39 and P 0,000 for night use and OR 0.17 95 CI 0,08 0, 37 and P 0,000 for day and night use after controlling for age, education, and breeding place. Frequency of insecticide use is not related to the incidence of DHF after interaction with gender and after controlling for age, education, occupation, mosquito nets, and breeding place. Education can be focused on reducing hanging habits and carrying out PSN on a regular basis. The targets can be focused in the school age group."
2018
T51340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqi Azmi Fairuz Putra
"Lahan pertanian modern sudah digunakan secara intensif yang dapat menghasilkan monokultur intensif sehingga menyebabkan populasi hama meningkat. Lahan pertanian modern berfokus pada penggunaan pestisida untuk melindungi produksi pertanian dari hama. Namun, dampak merugikan dalam penggunaan pestisida pada kesehatan tanaman, lingkungan, dan kesehatan petani dan masyarakat cukup tinggi. Kemudian di sisi lain, produksi nanas di Indonesia mencapai 2,19 juta ton pada tahun 2019 dan menjadi produsen nanas terbesar ke-4 di dunia pada tahun 2019. Banyaknya produksi nanas dapat menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Ekstrak dari kulit nanas mengandung senyawa kimia seperti flavonoid, saponin, dan tanin yang bersifat racun terhadap hama sehingga dapat dijadikan bahan baku pembuatan insektisida nabati yang ramah lingkungan. Pembuatan insektisida nabati kulit nanas menggunakan metode ekstraksi gelombang ultasonik bertingkat dengan variasi jenis pelarut etanol, kloroform, dan petroleum eter dan rasio serbuk:pelarut 1:10. Pada penelitian ini dilakukan uji efektivitas untuk mengetahui mortalitas mealybugs dengan variasi jenis pelarut, memvariasikan dosis insektisida nabati dengan konsentrasi 25mg/ml, 50mg/ml, dan 75mg/ml, serta melakukan uji LCMS untuk mendeteksi senyawa bioaktif yang terkandung pada hasil ekstrak. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki mortalitas lebih baik dibanding ekstrak kloroform dan dilanjutkan uji variasi dosis. Pada uji variasi dosis konsentrasi 75 mg/ml memiliki mortalitas tertinggi. Hasil uji LCMS mengidentifikasi beberapa senyawa seperti alkaloid, flavonoid, saponin, stilbene, fatty acid, tetrapyrole, dan terpenoid.

Modern agricultural land has been used intensively which can produce intensive monocultures causing an increase in pest populations. Modern agricultural land focuses on the use of pesticides to protect agricultural production from pests. However, the impact of losses in the use of pesticides on plant health, the environment, and the health of farmers and the public is quite high. Then on the other hand, pineapple production in Indonesia reached 2.19 million tons in 2019 and became the 4th largest pineapple producer in the world in 2019. The large amount of pineapple production can produce large amounts of waste. Extracts from pineapple skin contain chemical compounds such as flavonoids, saponins and tannins which are toxic to pests so that they can be used as raw materials for environmentally friendly vegetable insecticides. The manufacture of pineapple peel vegetable insecticide uses a multilevel ultrasonic wave extraction method with various types of ethanol, chloroform, and petroleum ether solvents and a powder:solvent ratio of 1:10. In this study, an effectiveness test was conducted to determine the mortality of mealybugs with various types of solvents, varying the doses of vegetable insecticides with concentrations of 25 mg/ml, 50 mg/ml, and 75 mg/ml, as well as conducting LCMS tests to detect bioactive compounds contained in the extracts. The results showed that the ethanol extract had better mortality than the chloroform extract and continued with the variation dose test. In the test of variation of dose concentration of 75 mg/ml has the highest mortality. The LCMS test results identified several compounds such as alkaloids, flavonoids, saponins, stilbenes, fatty acids, tetrapirol, and terpenoids."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Iqbal Pradana
"Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) merupakan tanaman yang banyak ditanam di Indonesia. Indonesia merupakan negara terbesar ke-9 penghasil nanas di dunia dengan produksi nanas di Indonesia mencapai 2.886.417 ton pada tahun 2022 yang merupakan peningkatan 17,94% dari tahun 2020. Angka produksi ini memiliki kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Walaupun demikian, hama Dysmicoccus neobrevipes masih menjadi permasalahan yang dihadapi produsen nanas. Kutu Putih dapat menyebabkan penyakit layu pada tanaman nanas di mana berpotensi menurunkan kualitas produksinya. Di sisi lain, limbah nanas berupa kulit, mahkota, dan daun cukup banyak dihasilkan dalam produksi nanas, memiliki kandungan metabolit sekunder yang memiliki sifat racun terhadap hama serangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan ekstrak campuran limbah nanas menjadi insektisida nabati terhadap hama D. neobrevipes itu sendiri. Produksi insektisida nabati pada penelitian ini menggunakan metode ultrasonic-assisted extraction secara bertingkat dengan pengaturan jenis pelarut ekstraksi yang memiliki polaritas berbeda sehingga didapatkan kandungan bioaktif insektisida yang optimum. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan mortalitas antara ekstrak 25 mg/ml pelarut etanol 80% dan kloroform secara statistik (61,46%, dan 34,73%). Namun, pertimbangan aspek keamanan, efisiensi, dan rendemen menunjukkan pelarut etanol lebih baik digunakan dalam ekstraksi bertingkat untuk produksi insektisida nabati. Uji efikasi variasi konsentrasi ekstrak pelarut etanol 80% tidak menunjukkan adanya signifikansi kemampuan mortalitasnya pada konsentrasi 25 mg/ml (61,46%), 50 mg/ml (71,77%), dan 75 mg/ml (75,48%). Hasil LCMS menunjukkan ekstrak etanol 80% memiliki senyawa potensial sebagai insektisida yaitu (-)-epigallocatechin 3,4'-di-gallate sebagai kandungan tertinginya, myricetin, gluconapin, biapigenin, diferuloylputrescin, dan nimbolinin D. Sementara itu, ekstrak kloroform memiliki pheophorbide B sebagai kandungan tertinginya, nimbolinin D, cucurbitacin B, dan (-)-Epigallocatechin 3,3'-di-gallate. Campuran limbah nanas 28 gram menghasilkan rendemen ekstrak etanol dan kloroform berurutan 11,82% dan 0,91% dengan mortalitas yang mampu bersaingan terhadap insektisida sintetis komersial bifentrin 0,005%.

Pineapple (Ananas comosus (L) Merr.) is a plant that is widely planted in Indonesia. Indonesia is the 9th largest pineapple-producing country, and in 2022, pineapple production in Indonesia reached 2,886,417 tons, which is an increase of 17.94% from 2020. This production number has an increasing trend from year to year. However, mealybug pests (Dysmicoccus brevipes) are still a problem faced by pineapple producers. Mealybugs can cause wilt disease in pineapple plants, which has the potential to reduce the quality of their production. On the other hand, pineapple waste in the form of peels, crowns, and leaves is commonly generated in pineapple production, and it contains secondary metabolites that have anti-insect properties. As a result, the extract of the pineapple waste mixture has the potential to act as an insecticide against mealybug pests (Dysmicoccus brevipes). The production of botanical insecticide in this study uses the ultrasonic-assisted extraction method by adjusting the type of extraction solvent with different polarities so as to obtain the optimum bioactive insecticide content. The results showed that there was no statistically significant difference in mortality results between 25 mg/ml of 80% ethanol and chloroform solvent extract (61.46% and 34.73%, respectively). However, considerations of safety, efficiency, and yield aspects show that ethanol solvent is better to use in multilevel extraction for the production of botanical insecticides. The efficacy test of varying concentrations of 80% ethanol solvent extract did not show any significant mortality ability at concentrations of 25 mg/ml (61.46%), 50 mg/ml (71.77%), and 75 mg/ml (75.48%). The LCMS results showed that the 80% ethanol extract had potential compounds as insecticides, namely (-)-epigallocatechin 3,4'-di-gallate as the highest content, myricetin, gluconapin, biapigenin, diferuloylputrescin, and nimbolinin D. Meanwhile, the chloroform extract contained pheophorbide B. as the highest content, nimbolinin D, cucurbitacin B, and (-)-epigallocatechin 3,3'-di-gallate. A mixture of 28 grams of pineapple waste provided ethanol and chloroform extract yields of 11.82% and 0.91%, respectively, with a mortality that may compete with the commercial synthetic insecticide 0.005% bifenthrin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Regina Sudiarta
"Ledakan populasi bintang laut berduri Acanthaster planci telah membuat kerusakan terumbu karang dalam jumlah yang besar di Peraiaran di Indonesia. Usaha kontrol yang dilakukan telah banyak menghabiskan uang dan tidak efektif, sementara di dalam Acanthaster planci mengandung saponin yang dapat berperan sitotoksik yang dapat dimanfaatkan menjadi insektisida. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatan saponin sebagai insektisida ramah lingkungan untuk membasmi hama rayap Kalotermitidae, dimana saponin diekstrak dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%, diperoleh yield saponin rata ? rata sebesar 9.036% dan 4.660%. Purifikasi saponin dengan karbon aktif dengan massa 1:2 (b/v) sdengan volume sampel selama 20 menit dengan pengadukan didapatkan sampel saponin tanpa pengotor (protein dan residu bintang laut). Sapogenin dapat diisolasi dengan hidrolisis asam hidroklorik (HCl) dan diperoleh massa sapogenin 168.334 mg.

The outbreaks of Acanthaster planci starfish has made the destruction of coral reefs in large number in Indonesia's seawater. control efforts that have done use a lot of money but ineffective, while in A. planci contain saponins that act as cytotoxic compound and can be used as environment-friendly insecticide to eradicate Kalotermitidae pest, where saponins extracted by maceration using ethanol 96% with total yield of saponins 9.036% and 4.660% for two test. Purification of saponin using activated carbon with mass of carbon: volume sample 1:2 (w/v) and stirred for 20 minutes. Sapogenin can be isolated by hydrolyse using hydrochloric acid and sapogenin is obtained 168.34mg."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Jeconiah Glenslova
"Tanaman nanas di Indonesia sering kali dijangkit hama seperti kutu putih (Dysmicoccus neobrevipes). Spesies tersebut merupakan vektor utama penularan virus layu kutu putih nanas (pineapple mealybug wilt-associated virus/PMWaV) yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman nanas, sehingga menurunkan produktivitas dan kualitas hasil panen. Di sisi lain, limbah nanas merupakan salah satu limbah pertanian yang melimpah di Indonesia. Limbah ini mengandung berbagai metabolit sekunder yang memiliki kemampuan insektisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi proses ekstraksi maserasi rendemen ekstrak dari limbah nanas dengan pelarut semipolar aseton 70%, sebagai insektisida nabati yang efektif bagi Dysmicoccus neobrevipes. Optimasi dilakukan menggunakan pendekatan response surface methodology dengan desain Box–Behnken, pada variasi parameter operasi, yaitu suhu ekstraksi, waktu ekstraksi, dan rasio simplisia dengan pelarut (w/v). Kondisi optimal untuk ekstraksi adalah pada suhu 36 °C, waktu 8 jam, dan rasio simplisia terhadap pelarut 1:40 g/mL, dengan rendemen aktual 30,45% ± 0,78%, dari rendemen prediksi 31%. Uji efektivitas dilakukan pada tiga variasi konsentrasi (25, 50, dan 75 mg/mL), dan kontrol positif yakni insektisida komersial Bifenthrin 0,1% sebagai pembanding. Uji efektivitas dilakukan pada empat pengulangan masing-masing variasi terhadap D. neobrevipes instar ketiga. Secara statistik, hasil uji efektivitas menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak limbah nanas pada konsentrasi 25 mg/mL lebih efisien tanpa penurunan efektivitas yang signifikan. Nilai mortalitas pada konsentrasi 25, 50, dan 75 mg/mL berturut-turut adalah 43,58% ± 14,58%, 43,72% ± 16,45%, dan 50,09% ± 16,88%; tidak ada perbedaan signifikan dengan konsentrasi yang lebih tinggi dan kontrol positif. Karakterisasi senyawa-senyawa aktif dalam ekstrak dengan liquid chromatography-mass spectrometry, menunjukkan keberadaan senyawa-senyawa alkaloid, fenolik, dan saponin, yang memiliki kapasitas sebagai insektisida.

Pineapple plants in Indonesia are often infected by pests such as mealybugs (Dysmicoccus neobrevipes). This species is the main vector for transmitting the pineapple mealybug wilt virus (PMWaV) which can cause damage to pineapple plants, thereby reducing productivity and quality of harvest. On the other hand, pineapple waste is one of the agricultural wastes that is abundant in Indonesia. This waste contains various secondary metabolites that have insecticidal capabilities. This research aims to optimize the maceration extraction process for the yield of extract from pineapple waste with the semipolar solvent acetone 70%, as an effective botanical insecticide for Dysmicoccus neobrevipes. Optimization was carried out using a response surface methodology approach with a Box–Behnken design, with variations in operating parameters, namely extraction temperature, extraction time, and simplicia to solvent ratio (w/v). The optimal conditions for extraction were at a temperature of 36 °C, a time of 8 hours, and a simplicia to solvent ratio of 1:40 g/mL, with an actual yield of 30.45% ± 0.78%, with a predicted yield of 31%. The effectiveness test was carried out at three concentration variations (25, 50, and 75 mg/mL), and the positive control was the commercial insecticide Bifenthrin 0.1% as a comparison. The effectiveness test was carried out on four repetitions of each variation on third instar of D. neobrevipes. Statistically, the results of the effectiveness test showed that the use of pineapple waste extract at a concentration of 25 mg/mL was more efficient without a significant decrease in effectiveness. Mortality values at concentrations of 25, 50, and 75 mg/mL were 43.58% ± 14.58%, 43.72% ± 16.45%, and 50.09% ± 16.88%, respectively; there was no significant difference with higher concentrations and positive controls. Characterization of the active compounds in the extract using liquid chromatography-mass spectrometry showed the presence of alkaloid, phenolic and saponin compounds, which have the capacity to act as insecticides."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Hadi
"Tujuan dari penelitian adalah diperolehnya model pakaian pelindung standar bagi penyemprot hama dengan pestisida sehingga aman dan dapat dipergunakan sebagai pakaian kerja dengan demikian terhindar dari gangguan kesehatan. Permasalahan penggunaan pestisida di lahan pertanian telah berlebihan, sehingga risiko keracunan karena pestisida masih tinggi sesuai hasil monitoring petugas Kesehatan Kabupaten Cianjur tahun 1995, bahwa petani mengalami keracunan sebesar 41.10 %, oleh karena itu dilakukan penelitian Pengaruh Pakaian Pelindung Terhadap Cholinesterase pada Petani Penyemprot Hama Sayuran.
Penelitian ini menggunakan analisis data primer, bersifat "quasi experimen" dengan memberikan perlakuan pakaian pelindung metode penelitian "pretest - post test" di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.
Penelitian ini dilalcukan pada sejumlah 45 responden semua laki-laki, berusia 15 - 45 tahun dengan menggunakan tiga model pakaian pelindung yaitu model 1 (baju terusan lengan panjang & celana panjang, topi dengan tutup bagian belakang, masker, dan sarung tangan semuanya terbuat dari bahan katun), model 2 (baju terusan lengan pendek & celana panjang, topi, masker, dan sarong tangan terbuat dari bahan katun), dan model3 (baju terusan lengan panjang & ceiana panjang, topi, masker dan sang tangan terbuat dari bahan non-katun).
Dan seluruh variabel yang diukur sejumlah 9 variabel independen dan satu variabel dependen yaitu Penurunan Cholinesterase. Dari analisis regresi linier ganda diketahui besarnya pengaruh dari setiap variabel yang diteliti, karena jumlah sampel terbatas maka ada 4 variabel yang sebelumnya bermakna ternyata tidak ikut dalam analisis, dan dari analisis ternyata hanya 41,90 % kontribusi tinggi tanaman menurunkan kadar cholinesterase setelah dikontrol variabel sikap, model pakaian pelindung, umur, dan pengalaman. Sedang yang lainya adalah error karena tidak diikutkan dalam penelitian yaitu arah angin dan status gizi responden serta penyakit khronis. Telah dibuktikan dengan analisis bivariat adanya hubungan yang dapat menurunkan kadar cholinesterase, yaitu: model pakaian pelindung, sikap, dan lingkungan termasuk tinggi tanaman, temperatur, dan kelembaban.
Penelitian ini bermaksud untuk mempelajari bahaya penggunaan bahan pestisida yang digunakan oleh petani. Dari penelitian ini dapat diungkapkan bahwa dengan menggunakan pakaian pelindung yang tertutup maka selain mengurangi pajanan pestisida berupa percikan sehingga terhindar dari pajanan pestisida melalui kulit yang dapat mengakibatkan penurunan cholinesterase plasma. Dengan demikian disarankan kepada masyarakat petani pengguna pestisida supaya menggunakan pakaian pelindung yang tertutup di samping itu bila melakukan penyemprotan hendaknya di pagi hari yaitu sekitar pukul 06.00 - 08.00 atan jika berkeringat hendakuya istirahat terlebih dahulu."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>