Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cabanne, Pierre,author
Paris : Terrai, 2001
720 CAB c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Montreal: MIT Press, 1997
720.940 9 ARC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tomy Dwi Muliahandoko
"ABSTRAK
Kubisme merupakan suatu gerakan seni rupa yang muncul pada abad ke-20. Pada awalnya Kubisme muncul sebagai corak dalam seni Iukis, kemudian berkembang mempengaruhi bidang-bidang Iain seperti arsitektur, dan fumiture.
Pengaruh dan perkembangan Kubisme pada arsitektur dan fumiture telah menghasilkan suatu gejala pada desain yang memiliki karalcter tertentu pada bangunan arsitektur dan fumiture tersebut. Gejala ini belkembang luas melalui desain-desain yang dihasilkan para perancang di Paris, Eropa, hingga ke Rusia.
Pada saat ini Penulis telh bekerja pada sebuah prusahaan interior desain yang bemama Cubism. Disini Penulis melihat bahwa Cubism menggunakan ciri-ciri Kubisme dalam setiap produk-produknya. Melalui kajian dari berbagai sumber literatur penulis ingin menjelaskan tentang Kubisme, serta penerapan karakteristik tersebut dalam bidang fumiture dan arsitektur, dan melalui studi kasus pada perusahaan tempat penulis bekerja, penulis ingin membuktikan apakah Cubism memang menerapkan prinsip-prinsip Kubisme baik dalam perancangan produk-produk fumiturenya maupun dalam desain-desain interiornya.

"
2001
S48251
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransen, J
Groningen Wolters 1946
928.44 D 420
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fransen, J
Groningen Wolters 1946
928.44 D 420
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Sumakto
"Tulisan ini merupakan suatu refleksi terhadap perkembangan pemikiran [teori] hukum dan filsafat hukum Kelsen. Bertolak dari keinginan memperoleh pemahaman yang lebih lengkap mengenai konstruktivisme [epistemologi] hukum dalam perkembangan Teori Hukum Murni Kelsen itu. Kajian ini bertujuan menguji dan mengkritisi klaim bahwa apakah benar teori hukum yang dikembangkan Kelsen itu merupakan "Teori Murni", atau sebaliknya pasti "tidak murni". Dalam mengkonstruksi Teori Hukum Murni, Kelsen menekankan pada "kemurnian" dengan berusaha membebaskan obyeknya dari segala sesuatu yang bukan hukum. Kemurnian teori ini ialah independensi ("kemandirian") hukum sebagai satu obyek kognisi ilmiah. Karena teori itu terarah pada kognisi yang difokuskan pada hukum itu sendiri, dan kemurnian ini berlaku sebagai "prinsip dasar metodologisnya".
Pertanyaan-pertanyaan pokok [inti] yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah Kelsen mengembangkan "konstruktivisme" [epistemologi] hukum dalam menyusun "kemurnian" teori hukum pada keseluruhan pandangan Teori Hukum Murni?; (2) Apakah Teori Hukum Murni Kelsen dipengaruhi oleh epistemologi neo-Kantianisme? Terutama pengaruh dari pengetahuan transendental Kant yang dikembangkan oleh kaum neo-Kantian; (3) Apakah Kelsen mampu mempertahankan konsistensi ide-ide dan pemikirannya yang dikonstruksi sendiri dalam perkembangan keseluruhan [struktur] Teori Hukum Murni?
Untuk itu, penelitian ini hendak membuktikan, yaitu: seandainya "kemurnian" dari teori hukum Kelsen mampu dipertahankan dari pengaruh elemen-elemen bukan hukum, [atau dengan kata lain, bisa dijamin dalam dua arah, yaitu melawan klaim dari sudut pandang sosiologis dan klaim dari teori hukum kodrat] dari sejak face awal sampai pada perkembangan terakhir dari teori hukumnya itu ketika ia meninggal, maka teori hukum Kelsen bisa disebut sebagai Teori Hukum Murni. Namun, sebaliknya jika "kemurnian" dari teori itu tidak berhasil dipertahankan dan Kelsen mulai meninggalkan konstruktivisme [epistemologi] hukum sebagai landasan Teori Hukum Murni, bagaimanakah bentuk terakhir Teori Hukum Murni Kelsen?
Teori Hukum Murni Kelsen kerapkali dinisbatkan kepada tradisi positivistis dan tradisi pemikiran neo-Kantian. Perkembangan Teori Hukum Murni tidak dapat dilepaskan dari [mengabaikan] pengaruh tradisi positivistis dan tradisi neo-Kantian. Kecenderungan tradisi filosofis yang berbeda dalam pemikiran Kelsen ini tidak hanya sulit didamaikan, tetapi juga sangat bertolak belakang [bertentangan] secara radikal satu sama lain. Karena itu, sejumlah ide Kelsen yang berasal dari salah satu tradisi ini hams dihilangkan [diabaikan] dalam rangka menjadikan Teori Hukum Murni yang utuh. Tradisi manakah yang patut dipertahankan, itu hares ditelusuri konstruksi pemikiran Kelsen melalui penelitian ini sehingga ditemukan apakah pandangan positivistis atau pandangan Kantian menjadi pilihan ini.
Penelitian ini telah memeriksa dan menunjukkan bahwa Kelsen melakukan refleksi dengan menggunakan teori pengetahuan Kant [epistemologi Kant] dalam membekikan pendasaran transendental dari teori Murni. Namun, argumen Kelsen mengenai "Grundnorm" ("Norma dasar"), atas nama kategori hukum fundamental, berfungsi sebagai pengandaian ilmu hukum yang perlu bersifat hipotetis dan dipahami sebagai "dasar" terakhir bagi keabsahan seluruh sistem; bagaimanapun tetap saja problematis, ketika dirumuskan dan ditafsirkan dalam memberikan satu landasan neo-Kantian bagi Teori Hukum Murni. Konsepsi norma dasar ini diajukan, sebagai mendasari keabsahan obyektif dari hukum sebagai satu kesatuan sistem norma-norma hukum yang mengikat. Namun, solusi Kelsen mengenai masalah menetapkan keabsahan hukum ini masih tidak memuaskan dan doktrin norma dasar sebagai kategori transendental selalu memperoleh kecaman dan penolakan dari para filsuf hukum. Upaya Kelsen menjelaskan konsep keabsahan sebagai kekuatan mengikat sesuai dengan konsepsi positives dan ilmu hukum berdasarkan doktrin norma dasar dapat disimpulkan telah berakhir dengan kegagalan.
Kelsen tidak mampu menjelaskan status norma dasar dalam memberi landasan kepada keabsahan hukum. Apakah "norma dasar" hanya merupakan asumsi konseptual atau sebagai norma yang sejati dan mengikat? Ketidakmampuan Kelsen menjelaskan status norma dasar yang dinilai oleh ilmuwan hukum sebagai membingungkan dan mengacaukan bagi suatu sistem hukum. Penolakan terhadap argumen Kelsen ini karena kita menemukan ketidakkonsistenan radikal dalam teori Murni, Ketidakkonsistenan radikal antara doktrin pengandaian dan positivisme hukum dalam Teori Hukum Murni secara prinsip timbul ketika Kelsen mengusulkan pemecahan persoalan keabsahan hukum melalui doktrin pengandaian, di satu pihak, dan cara di mana ia mengusulkan kesesuaiannya dengan positivisme hukum, di pihak lain. Dalam menutup persoalan ini, Kelsen tidak mampu mempertahankan konsistensi dari pemikirannya yang dikonstruksi sendiri dalam perkembangan keseluruhan [struktur] Teori Hukum Murni?
Kelsen tetap memakai peranan norma dasar tampil dalam perkembangan terakhir dari Teori Hukum Murni. Dalam General Theory of Norms, 1991 Kelsen menggambarkan keabsahan dipengaruhi norma dasar dalam silogism teoritis (meliputi pernyataan ilmu hukum, bukan norma-norma itu sendiri). Di sini, Kelsen mengklaim norma dasar qua fiksi [khayalan]. Tetapi ini sepenuhnya tidak konsisten, norma fiksi tidak dapat mensahkan norma positif dan pernyataan-pernyataan ilmu hukum tidak dapat mensahkan atau menciptakan norma-norma. Kelsen telah menggambarkan penggantian keabsahan proposisi-proposisi dengan proposisi juridis-deontik mewakili, inter alia, pembebasan karakter ilmu hukum normatif, dan peranan logika dalam hukum ditampilkan [di mana Kelsen mengklaim bahwa tidak ada logika norma-norma]. Teori Hukum Murni dikuruskan oleh Kelsen dari landasan neo-Kantian yang telah dijadikan teori, dalam bentuk klasiknya, dikenal sebagai hampir khas [spesifrk]. Perkembangan konsepsi Kelsen mengenai peranan logika norma-norma benar-benar menggambarkan konsekuensi-konsekuensi terakhir dari pemikiran Kelsen sebelumnya, dengan mengeluarkan rasio seluruhnya dari dunia normatif Karena itu, dapat disebutkan di sini, "normative irrationalism" merupakan bentuk akhir teori Kelsen. Karya Kelsen sebagai versi final dari Teori Hukum Murni ini telah meninggalkan ciriciri yang paling berbeda dari teori ini. Apakah Kelsen mengalami kesulitan dengan teorinya sehingga irrasionalisme normatif perlu dikonstruksi untuk memecahkan? Dalam karya Kelsen yang terakhir ini kita melihat kekuatan Teori Hukum Murni, yaitu norma dasar qua kategori transendental telah digantikan dengan fiksi. Kajian ini ditutup dengan meminjam kata-kata Michael Hurtney, bahwa karya terakhir ini merupakan benih-benih kontradiksi dan Kelsen di sini dipengaruhi "dekonstruksi"-[nya] sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syasya Syakhrazad
"Bestialitas kerap berada pada argumen etis yakni persoalan baik dan buruk sehingga pemaparan dari konsiderasi etis selalu berada pada ruangan yang sama. Tulisan ini bertujuan untuk memperluas argumen mengenai `bestialitas` itu sendiri sehingga `bestialitas` dapat diterima dengan mengesampingkan persoalan baik dan buruk. Upaya pertama mendistingsikan makna bestialitas yang diketahui masyarakat dengan `bestialitas` yang sebenarnya. `Bestialitas` bukan hanya sekedar manusia menuangkan egonya sehingga terjadi sadistik kepada hewan. Terkadang, `bestialitas` hadir karena ada kenyamanan antara manusia dan hewan itu sendiri. Dalam membahas celah tersebut, saya menggunakan pendekatan sastrawi (dengan sudut pandang Bataille) guna memperlihatkan bagaimana hubungan seksual antara hewan dan manusia kerap diterima dalam pembacaan suatu karya sastra, bahkan pembaca mampu memberikan empati dan pemahaman yang lebih dalam dibandingkan membaca penelitian bestialitas dalam konsiderasi etis yang ditawarkan pada tulisan akademis. Elaborasi teori bahasa ketubuhan David Abram dengan teori sastra; erotisme seksualitas dari Georges Bataille, digunakan untuk memperlihatkan hubungan manusia dengan alam (hewan) mempunyai rasa kesatuan, di mana dalam pemaknaan rasa kesatuan tersebut manusia mempunyai meteran subjektifitas akan penderitaan terhadap alam dan begitu juga alam melihat kita. Sehingga berangkat dari pembahasan tersebut, rasa kepuasan antara manusia dan alam bersifat timbal balik.

Bestiality is often the ethical argument that is good and bad issues so that the exposure of ethical considerations is always in the same scope. This paper aims to broaden the argument about 'bestiality' itself so that 'bestiality' can be accepted by setting aside good and bad problems. The first attempt is to distort the meaning of the bestiality known to the public with the actual 'bestiality'. "Bestiality" is not just a human pouring his ego so that it occurs sadistic to animals. Sometimes, 'bestiality' comes because there is comfort between humans and animals themselves. In discussing this gap, I use a literary approach (with a Bataille perspective) to show how sexual relations between animals and humans are often accepted in reading literary works, even the reader is able to provide empathy and deeper understanding than reading bestiality research in ethical consideration. offered in academic writing. The elaboration of David Abram`s body language theory with literary theory; Eroticism of sexuality from Georges Bataille, used to show the relationship between humans and nature (animals) has a sense of oneness, where in the sense of that sense of oneness humans have a meter of subjectivity about suffering to nature and so does nature see us. So departing from the discussion, the sense of satisfaction between humans and nature is reciprocal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Beguin, Albert
Paris: Seuil, 1954
FRA 928.44 BEG b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
London: Routledge, 1995
848.912 BAT (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>