Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Gass, Susan M.
New York: Routledge, 2017
418.001 9 GAS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Howes, Mary B.
"While memory research has recently focused on brain images and neurological underpinnings of transmitters, Human memory : a constructivist view assesses how our individual identity affects what we remember, why and how. This book brings memory back to the constructivist questions of how all the experiences of an individual, up to the point of new memory input, help to determine what that person pays attention to, how that information is interpreted, and how all that ultimately affects what goes into memory and how it is stored. This also affects what can be recalled later and what kind of memory distortions are likely to occur.
The authors describe constructionist theories of memory, what they predict, how this is borne out in research findings, presenting everyday life examples for better understanding of the material and interest. This book is an excellent summary of human memory research from the constructivist perspective."
London: Academic Press, 2014
e20427032
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Ivana Samanhudi
"Resiliensi keluarga menjelaskan mengenai proses keluarga dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi sebagai satu kesatuan yang fungsional. Walsh (2003) membuat suatu model bagi resiliensi keluarga yang di dalamnya dijelaskan mengenai tiga proses kunci yang dianggap berkontribusi terhadap resiliensi keluarga: sistem kepercayaan keluarga, pola organisasi keluarga, dan proses komunikasi di dalam keluarga. Penelitian ini ingin melihat pengaruh mindset yang merupakan bagian dari sistem kepercayaan keluarga terhadap resiliensi keluarga pada mahasiswa dengan latar belakang keluarga miskin.
Penelitian dilakukan pada 330 mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ) untuk mengukur resiliensi keluarga, dan Theory of Intelligence Scale (TIS) untuk mengukur mindset. Kesimpulan yang diperoleh adalah tidak terdapat pengaruh mindset yang signifikan terhadap resiliensi keluarga.

Family resilience refers to coping and adaptation processes in the family as a functional unit (Walsh, 2006). There is a model of family resilience based on Walsh (2003) which consists of three key processes: family belief system, organizational pattern, and communication processes. This research aims to know the effect of mindset as part of family belief system, in family resilience of college students with poor family background.
Total participant are 330 college students who receive Bidikmisi scholarship. There are two scales used in this research, Walsh Family Resilience Questionnaire (WRFQ) to measure family resilience and Theory of Intelligence Scale (TIS) to measure mindset. This research concludes that there is no significant effect of mindset in family resilience.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisha Fitrianti Nur
"Penelitian ini membahas tentang hubungan antara psychological well-being dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme. Responden penelitian ini merupakan 44 ibu dari anak dengan gangguan autisme. Dengan melakukan pengukuran menggunakan Ryff’s Scales of Psychological Well-Being dan The Adult Trait Hope Scale, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara psychological well-being dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme (r = .633; n = 44; p < 0,01, one-tailed).Artinya, semakin tinggi psychological well-being ibu, maka semakin tinggi pula harapan ibu terhadap masa depan anaknya yang mengalami gangguan autisme. Terdapat empat dari enam dimensi psychological well-being yang berkorelasi positif dan signifikan dengan harapan, yaitu self-acceptance, positive relation with others, autonomy, dan environmental mastery. Sedangkan kedua komponen harapan, agency dan pathways,berkorelasi positif dan signifikan dengan psychological well-being. Agar mendapat penjelasan yang lebih komprehensif mengenai psychological wellbeing dan harapan pada ibu dari anak dengan gangguan autisme, perlu dilakukan penelitian lanjutan menggunakan pendekatan kualitatif.

The focus of the study is to examine the relationship between psychological well-being and hope among mothers of children with autism. The respondents of this study were 44 Indonesian mothers of children with autism. Measured by Ryff‘s Scales of Psychological Well-Being and The Adult Trait Hope Scale, this study obtain a significant, positive relationship between psychological well-being and hope(r = .633; n = 44; p < 0,01, one-tailed). It indicates that the higher mothers‘ psychological well-being, the higher their hope to their child‘s future, and vice versa. Next, there are four out of six dimension of psychological wellbeing that have significant, positive relationship to hope, they are selfacceptance, positive relation with others, autonomy, and environmental mastery. On the other hand, both components of hope, agency and pathways, also have significant, positive relationship to psychological well-being. In order to obtain a more comprehensive explanation of the psychological well-being and hope in mothers of children with autism, further research needs to be done using a qualitative approach."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irzam R. Dastriansyah
"Penyakit HIV/AIDS membutuhkan proses pengobatan yang mengakibatkan gangguan-gangguan pada kondisi fisik dan psikologis pada penderitanya. Mereka membutuhkan bantuan dari orang lain yang berperan sebagai caregiver untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Harapan budaya dan sosial menempatkan ibu sebagai caregiver ketika salah satu anggota keluarga membutuhkan perawatan dan pendampingan. Dengan berjalannya waktu, proses caregiving dapat menjadi hal yang menekan dan memunculkan caregiver strain, sehingga dapat mengganggu kualitas perawatan dan pendampingan yang diberikan. Bertujuan untuk melihat hubungan coping dan caregiver strain pada ibu dengan anak yang menderita HIV/AIDS.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain non-eksperimental. Dari hasil olah dan analisis data dapat disimpulkan bahwa coping dan caregiver strain pada ibu dengan anak yang menderita HIV/AIDS berkorelasi negatif namun tidak signifikan. Melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi ibu sebagai caregiver pada penelitian ini, Peneliti menyarankan pentingnya dukungan kelompok dan dukungan dari keluarga bagi mereka.

HIV/AIDS needs a medical process that caused impaired both physical and psychological condition on the patient. They need assistance from other people as the caregiver to do daily activity. Cultural and social expectation has put women into caregiving role for any family member who need care to fulfil their duties. As a mother, women become a figure that will directly act as a caregiver for their disabled offspring, as happen to those who have HIV/AIDS. Over time, caregiving can be stressful and cause caregiver strain, that will affect the quality of service and bad impact to the patient.
This is a quantitative, non-experimental research which has an aim to assess the relationship between coping and caregiver strain on mothers with HIV/AIDS offsprings. From the collected data analysis, the conclusion is that coping and caregiver strain on mothers with HIV/AIDS offsprings are negatively correlated yet insignificant. Seeing the difficulty these mothers having in this study, researcher suggests the importance of group support and family support.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S53575
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Hersanto Putra
"Manusia sering menghadapi kondisi dimana ia harus melakukan sebuah pertaruhan, yakni pada sebuah kondisi yang hasilnya ditentukan oleh kejadian acak dan manusia dapat mengalami kekeliruan dalam menilai berbagai hal saat dihadapkan pada kejadian acak. Terlebih lagi pada remaja yang memiliki kecenderungan untuk bertindak dengan penuh resiko, potensi kerugian yang akan diderita oleh remaja menjadi lebih besar. Salah satu kekeliruan yang mungkin dialami adalah hot-hand fallacy, yakni kecenderungan seseorang untuk menganggap peluang terjadinya suatu kejadian semakin membesar setelah ia mengalaminya sebanyak beberapa kali secara berturut-turut. Hot-hand fallacy dapat terjadi karena dipicu beberapa hal, salah satu pemicunya adalah persepsi seseorang terhadap kendali yang dimilikinya. Semakin seseorang menganggap dirinya memiliki kendali, maka ia akan semakin cenderung mengalami hot-hand fallacy.
Di sisi lain, terdapat sebuah fenomena yang disebut illusion of control, yakni persepsi adanya kendali pada kejadian yang sebenarnya ditentukan secara acak. Karena salah satu pemicu hot-hand fallacy adalah persepsi adanya kendali, dan illusion of control memunculkan persepsi tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh illusion of control terhadap kemunculan hot-hand fallacy pada remaja. Penelitian dilakukan kepada 55 subyek dengan metode eksperimen. Subyek diminta untuk bertaruh mengenai kartu yang akan keluar (merah atau biru) dan dilihat besar taruhannya saat menghadapi rentetan kemenangan serta kekalahan. Pada kelompok eksperimen partisipan bisa memilih kartu yang hendak dibuka, sedangkan pada kelompok kontrol tidak. Dari hasil penelitian ini akhirnya diketahui bahwa illusion of control memiliki pengaruh signifikan terhadap kemunculan hot-hand fallacy pada remaja.

As human, we often find ourself in a condition where we have to gamble. Meanwhile, gambling is still considered as a social pathology. Whereas if we refer to the scientific definition of gambling, there are many gambling activity in our daily life and adolescence has the most tendency to take risky decision, gambling included. The result of gambling activity is determined randomly, and human have a certain bias and fallacies when they face random events. One of those fallacies is the hot-hand fallacy, a tendency to assume that a streak will be more likely to continue. Hot-hand fallacy can be triggered by many things, including the perception of control upon the situation. The more someone assume that they have control; they are more likely to experience hot-hand fallacy.
There are also a phenomenon called the illusion of control, which defined as the perception of control over objectively chance-determined events. Perception of control is one of the trigger of hot-hand fallacy, and illusion of control could make someone perceive control upon the situation, therefore the researcher hypothesized that illusion of control may have influence upon the emergence of hot-hand fallacy on adolescence and do this research to test that hypothesis. Fifty five subjects are participating in this experiment, and they are given a gambling task where they have to gamble on which card would appears next (red or blue). The participants of experimental group may choose which card to open, while the participants of control group may not. This research found that there is a significant influence of the illusion of control to the emergence of hot-hand fallacy in adolescent.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Shabrina Adzhani Awanis Latief
"Meningkatnya jumlah ibu penderita HIV/AIDS di Indonesia membuat perlunya untuk mengetahui dinamika kehidupan mereka, terutama keyakinannya dalam melakukan parenting terhadap anak. Keyakinan dalam melakukan parenting ini disebut sebagai parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan parenting self-efficacy dan dukungan sosial pada ibu dengan HIV/AIDS yang memiliki anak usia kanak-kanak madya.
Pengukuran parenting self-efficacy dilakukan melalui alat ukur Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), sedangkan dukungan sosial diukur melalui dua komponen—yaitu persepsi terhadap jumlah orang yang dapat diandalkan dan kepuasan akan dukungan yang ada—dalam alat ukur Social Support Questionnaire-Short Form (SSQSR) (Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987). Partisipan penelitian ini berjumlah 30 ibu yang terinfeksi HIV dan memiliki anak usia lima hingga dua belas tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parenting self-efficacy dengan persepsi jumlah dukungan sosial (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) dan juga kepuasan akan dukungan sosial (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail). Artinya, semakin tinggi parenting self-efficacy ibu, semakin tinggi pula dukungan sosial yang ibu persepsikan; begitu pula sebaliknya. Ditemukan pula bahwa domain parenting self-efficacy tertinggi adalah nurturance sedangkan yang terendah adalah disiplin. Analisis tambahan juga menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada parenting self-efficacy ibu dengan HIV/AIDS berdasarkan urutan kelahiran anak mereka yang berusia kanak-kanak madya.

Mothers living with HIV/AIDS are significantly increasing in Indonesia. By then, it's important to know further about their life, including their belief in parenting their children. The mother’s belief in parenting is called parenting self-efficacy (Coleman & Karraker, 1997). This study examined the relationship between parenting self-efficacy and social support among HIV/AIDS mothers with middle childhood children.
Parenting self-efficacy was measured by Self-Efficacy Parenting for Tasks Index (SEPTI) (Coleman & Karraker, 2000), while social support measured through it's two elements (the perception of available others to whom one can turn in times of need and the degree of satisfaction with the available support) in Social Support Questionnaire-Short Form (SSQSR) (Sarason, Sarason, Shearin & Pierce, 1987). The participants in this study were 30 mothers infected HIV with middle childhood children.
The result shows that there is a significant, positive relationship between parenting self-efficacy and both of the elements of social support, which are the perception of social support numbers (r = 0,386 ; n = 30; p < 0,05, two-tail) and the satisfaction of the support (r = 0,409 ; n = 30; p < 0,05, two-tail). Those indicates that the higher mothers parenting self efficacy, the higher they perceive social support, and vice versa. This study also found that the highest domain in parenting self-efficacy is nurturance, while the lowest is discipline. Furthermore, this study found that there is a difference between mothers parenting self-efficacy based on their middle childhood child's ordinal position.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S52751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>