Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131021 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S34358
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S34342
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Faroby Falatehan
"Kota Bogor dikenal sebagai "Kota Sejuta Angkutan Kota", ini terjadi karena banyaknya angkutan kota yang memadati jalan-jalan di Kota Bogor dan selalu menimbulkan kemacetan. Kapasitas jalan yang ada di Kota Bogor telah mendekati batas ambang sehingga tidak memadai lagi. Seperti batas ambang pada ruas-ruas jalan (VCR) di daerah Jalan Raya Pajajaran dengan nilai VCR berkisar antara 0,40 hingga 0,74. Sedangkan batas ambang yang laik dibawah 0,5. Pada tahun anggaran 2004 penataan transportasi menyerap biaya sebesar Rp 19.294.947.000,00 yang bersumber dari APBD Kota Bogor sebesar Rp 10.166.947.000,00 yang terdiri dari belanja operasional Rp 4.916.335.000,00 dan belanja modal Rp 5.250.612.000,00 dan dari APBD provinsi sebesar Rp6.730.000.000,00 serta dari APBN sebesar Rp 2.398.000.000,00.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari penyebab kemacetan lalu lintas di Kota Bogor dan menemukan kebijakan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Bogor Pada penelitian ini, pengolahan data menggunakan AHP (Analitic Hierarchy Process), sehingga respondennya adalah mereka yang dikatakan ahli dalam mengkaji kebijakan mengatasi kemacetan lalu lintas di Kota Bogor. Narasumber berasal dari BAPEDA, Dinas Lalu Lintas dan ]alas Raya, DPRD, LSM, polisi, masyarakat, supir dan Ahli Pengembangan Wilayah dan Transportasi di Kota Bogor. Masing-masing satu orang.
Berdasarkan referensi dan hasil wawancara, maka struktur hirarki diawali dengan tujuan umum, kemudian sumber kemacetan, pelaku penyebab kemacetan, kendalanya dan alternatif kebijakan. Sumber kemacetan lalu lintas adalah keterbatasan prasarana lalu lintas, jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas, tingginya perkembangan dan aktivitas penduduk. Para pelaku penyebab kemacetan di Kota Bogor adalah pemerintah Kota Bogor, pengusaha, pedagang kaki lima, supir angkutan kota, petugas lalu lintas dan pengguna jalan. Dengan kendala: koordinasi antara Pemerintah Kota Bogor dan Pemerintah Kabupaten Bogor, tataruang, keuangan dan penegakkan hukum. Sedangkan alternatif kebijakannya adalah kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, penataan kawasan penting, meningkatkan prasarana lalu lintas, pengaturan trayek, penegakkan disiplin, dan mengurangi angkutan kota atau/dan penggantian moda.
Hasil penggalian opini ahli, kemudian diolah menggunakan Expert Choice 2000 menyimpulkan bahwa sumber utama dari kemacetan di Kota Bogor adalah jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas. Hal ini dapat terjadi karena dari tahun ke tahun jumlah kendaraan di Kota Bogor selalu meningkat, baik itu kendaraan roda dua, kendaraan umum maupun kendaraan penumpang umum. Pelaku penyebab kemacetan di Kota Bogor, adalah pemerintah. Hal ini dikarenakan kurang ketatnya Pemerintah Kota Bogor dalam penegakkan aturan, seperti membatasi perizinan jumlah kendaraan yang ada di Kota Bogor, karena setiap tahun jumlah kendaraan meningkat. Hal lainnya adalah pemberian izin untuk kawasan perdagangan, yaitu terpusatnya fasilitas perdagangan di tengah kota.
Kendala utama kemacetan di Kota Bogor adalah penegakkan hukum. Hal ini dapat dilihat di jalanan, seperti pengemudi tidak disiplin menurunkan/menaikkan penumpang tidak pada tempatnya, berhenti di tempat terlarang, pengguna jalan tidak disiplin, naik/turun di tempat terlarang, pekerja informal/kaki lima yang tidak tertib, penyalahgunaan wewenang oleh petugas, konsistensi penegakkan hukum, tidak jelasnya sanksi bagi yang melanggar, kurangnya perangkat hukum, aturan yang ada tidak jelas mengatur sehingga perlu dipertegas dan petugas penegak hukum dilapangan kurang.
Prioritas utama untuk mengatasi kemacetan di Kota Bogor adalah pengurangan angkutan kota dan/atau penggantian moda. Hal ini karena jumlah kendaraan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan Kebijakan berikutnya dengan nilai yang relatif dekat yaitu kebijakan pengaturan trayek, artinya kebijakan utama tersebut dapat dilaksanakan dengan di-back up kebijakan pengaturan trayek, jika tidak maka kebijakan utama tidak akan optimal. Karena ada beberapa daerah yang dilewati oleh lebih dari satu trayek. Kebijakan berikutnya adalah memperbaiki prasarana lalu lintas, kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor, penegakkan disiplin dan penataan kawasan penting. Berdasarkan analisis sensitivitas dari jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas, urutan prioritas kebijakan tidak berubah, yaitu prioritas utama adalah pengurangan angkutan kota dan/atau penggantian moda."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abdul Kadir Al Asirie
"ABSTRAK
Angkutan umum yang merupakan salah satu sarana vital yang digunakan oleh masyarakat kota. Khusus untuk masyarakat Kotamadya Ujung Pandang yang sarana angkutan umumnya masih dilayani oleh mikrolet (pete-pete) yang daya angkutnya antara 10-12 penumpang sudah tidak sesuai lagi untuk saat ini digunakan pada koridor jalan utama.
Untuk maksud tersebut maka tujuan utama dari karya tulis ini adalah untuk mencari solusi pemecahannya dengan jalan mencari suatu metode untuk menentukan rute pada koridor jalan utama dengan angkutan umum massal.
Metode yang digunakan dalam menentukan rute angkutan umum adalah dengan menggunakan program EM/VI /2 untuk menghitung traffic assignment."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuventura W.S.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1990
S34321
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2003
S33675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Kamdhari
"Jakarta merupakan Ibu Kota Negara, yang arus lalu lintasnya mempunyai kecenderungan meningkat. Hal ini semakin memacu terjadinya peningkatan kemacetan. Perencanaan angkutan umum yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Ibu Kota (yang baik, nyaman dan cepat) sangat diharapkan keberadaannya. Sehingga keinginan penduduk untuk menggunakan angkutan umum dapat meningkat, yang dapat berdampak baik karena pemakaian mobil pribadi dapat menurun. Keberadaan busway pada koridor Blok M-Kota merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan angkutan umum yang sesuai kebutuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap penerapan Bus-way pada koridor Blok M-Kota. Apakah dengan adanya Bus-way mengakibatkan terganggunya aktifitas masyarakat pengguna jalan pada Koridor Blok M-Kota dan terhadap perubahan kecepatan tempuh sebelum atau sesudah diterapkannya Busway.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kecepatan tempuh dan tingkat pelayanan jalan sebelum dan sesudah diterapkannya busway pada koridor Blok M-Kota, mengetahui tingkat pelayanan bus-way didasarkan atas opini masyarakat pengguna bus-way pada koridor Blok M-Kota, dan mengindikasikan lokasi halte di sepanjang koridor Blok M-Kota yang perlu dilayani oleh feeder (angkutan pengumpan).
Tingkat pelayanan dan kecepatan tempuh di analisis dengan menggunakan metode Wilcoxon, kemudian opini masyarakat di analisis menggunakan analisis descriptive untuk mengetahui kondisi bus-way dan pelayanan kepada masyarakat pengguna busway, letak halte feeder di indikasikan dengan menggunakan hasil opini masyarakat pengguna busway pada koridor blok M- Kota.
Dari hasil perbandingan kecepatan tempuh sebelum dan sesudah diterapkannya Busway, Kecepatan tempuh tidak terpengaruh dengan diterapkannya Bus-way. Sedangkan tingkat pelayanan jalan di sepanjang koridor Blok M - Kota terpengaruh dengan diterapkannnya Busway. Hasil tersebut bisa di sebabkan karena diterapkannya 3 in 1 pagi dan sore pada koridor Blok M -- Kota, sehingga kemacetan lalu-lintas berpindah ke koridor lain.
Dari hasil analisa opini masyarakat, dapat disimpulkan armada dan pengemudi Busway masih perlu peningkatan kualitas, Kondisi halte busway belum memuaskan, kurangnya sarana tempat duduk dan kebersihan, antrian penumpang belum banyak sehingga penumpang masih merasa nyaman. Lokasi pelayanan Feeder diindikasikan terletak pada Halte Stasiun Kota, Halte Monas, Halte HI, Halte Polda, Terminal Blok M."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Mardhiyah
"Parameter perencanaan diperlukan untuk menentukan ketebalan perkerasan antara lain meliputi volume lalu lintas jalan, material perkerasan yang dipakai, kondisi tanah dasar, serta iklim dan lingkungan sekitar. Keakuratan nilai parameter-parameter tersebut terhadap kondisi aktual sangat dibutuhkan agar kekuatan konstruksi jalan dapat memenuhi beban lalu lintas yang ada pada daerah rencana dalam umur rencana yang telah ditentukan. Berdasarkan analisis yang dilakukan, FD pada lokasi penelitian melebihi FD yang berlaku pada Manual Perkerasan 2017 sebesar 2%. Adapun lajur 1 memiliki beban 150 ribu ESA dengan distribusi kendaraan sebesar 2%. Sementara Lajur 2 dengan distribusi kendaraan berat sebesar 62% memiliki beban kendaraan sebesar 9.7 juta ESA dalam satu tahun. Sedangkan lajur 1 dengan distribusi kendaraan berat sebesar 36% memiliki beban ESA kendaraan 6.5 juta. Meskipun kendaraan niaga yang melewati lajur 1 memiliki berat kendaraan yang lebih besar dari pada lajur 2, lajur 2 memiliki beban ESA terbesar pada jalur tersebut dikarenakan distribusi kendaraan berat pada lajur 2 melebihi lajur 1 hampir dua kali lipatnya. Selain itu alih-alih lajur 1, dapat disimpulkan bahwa lajur 2 dapat digunakan sebagai lajur rencana untuk pembuatan jalan.

Design parameters needed to determine the depth of road pavement structure included road traffic volume, pavement materials used, natural subgrade condition, surrounding climate and environmental conditions. The accuracy of those parameters towards actual condition is required for pavements strength to satisfy its traffic load within expected lifespan. According to the analysis, distribution factor acquired exceeds 2% than what is on the manual. The third lane has 150 thousand ESAs load for a year with 2% of heavy goods vehicle distribution. The second lane with 62% of heavy goods vehicle distribution has 9.7 million ESAs. Meanwhile, the first lane with 36% of heavy goods vehicle distribution has 6.5 million ESAs. Although the heavy goods vehicles passing through the second lane have lower vehicle weight than on the first lane, it has the biggest load in ESA because it has almost two times higher vehicle distribution than the first lane. This research concludes that the second lane is more appropriate to be the design lane instead of the first lane because of its load in ESA is the highest one among the three lanes."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Yuliarti
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T39654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>