Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84845 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Ranggadisastra
"Sambungan uliir 5 1/2. Full Hole merupakan alat yang berfungsi untuk menyarnbung pipa pengeboran (drill string) yaitu alat yang digunakan dalam pengeboran minyak bumi dengan kedalaman tertentu.. Dalam pelaksanaannya., ada perrnasalahan vital yang terjadi, yaitu adanya keretakan/cracked pada sambungan ulir 5 1/2 Full Hole male pony sub pada rangkaian BHA. Tentu keretakan ini sangat bisa mengakibatkan patah pada sambungan dan lepasnya sambungan drill string dan tentunya akan memperbesar biaya pengeboran. Pengambilan data kondisi pengeboran dilakukan untuk mengetahui segala sesuatu yang menunjang terjadinya keretakan. Visually analysis berupa penyemprotan dye penetrant , photo Close up dan replika teknik dilakukan untuk mcngetahui keretakan,pitting corrosion dan pola retakan. Analisa tegangan dengan menggunakan perangkat lunak dilakukan untuk mengetahui lokasi dan besar konsentrasi tegangan maksimal yang terjadi di ulir 5 1/2 Full Hole male pony sub selama pengeboran berlangsung. Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan perangkat lunak, diperoleh tcgangan maksimal ulir pertama sebesar 50 Kpsi dengan faktor keamanan 2,6. Dari hasil analisa ini mengindikasikan bahwa benda masih berada pada kondisi aman. Kenyataan di lapangan, adanya daerah pined diulir pertama yang tcrsebar sepanjang 1 inch yang diikuti dengan beban impak selama pengeboran membuat benda tidak mampu lagi menahan tegangan sebesar 50 Kpsi. Hal ini menandakan terjadinya stress corrosion craking. Lingkungan yang mengandung gas H2S memungkinkan terjadinya Sulfide Stress Craking. Hal ini menandakan Stress Corrosion Craking dan Sulfide Stress Craking diperkirakan menjadi penyebab utama keretakan pada sambungan ukir 5 ½ Full Hole male pony sub"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S37831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
02/Pra/p-1
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Anas
"Male thread connection ( pin thread connection ) 5 % Full Hole merupakan area yang paling rentan terjadi kerusakan retak (crack failure), yang Salah Satunya disebabkan dengan adanya pemusatan tegangan disaat menerima pembebanan. Sehingga untuk menghindari terjadinya kerusakan padanya, dilakukan suatu modifikasi desain, dengan tujuan agar tidak terjadi lagi pemusatan tegangan pada area kritis. Langkah modifikasi yang dilalcukan adalah dengan menambahkan relief groove pada pin connection, yaitu menurunkan diameter pada pin neck length dari kondisi standar. Perubanhan penurunan diameter pin neck length dari kondisi standar itu dilakukan beberapa kali, yang kemudian dianalisa dengan menggunakan simulasi komputasi metode elemen hinnga, dengan pembebanan bengkok dan puntir. Pada analisa terhadap setiap desain hasil modifikasi tersebut dilakukan pengamatan terhadap teijadinya tegangan maksimum serta besarannya. Dari data yang ada memberikan hasil bahwa penambanhan relief groove atau penurunan diameter pin neck length, meniadakan terjadinya tegangan maksimum pada area kritis, yaitu dilembah profil thread. Tegangan mal-csimum yang teljadi setelah pembcbanan bergeser ke area yang lebih halus dan luas kontumya, yailu di area relief groove. Sehingga hal itu akan mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan retak pada area kritis (lembah thread). Juga dengan penambahan relieg groove, kemampuan mulumya lebih baik. Dapat disimpulkan bahwa penambahan relief groove pada male thread connection akan meningkatkan kemampuan defleksi (pemuluran) sehingga pada pengoperasiannya akan lebih aman digunakan pada pengeboran yang terjadi banyak belokan (pengeboran tidak sederhana)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S37836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Dwi Saptioratri Budiono
"Pada pemasangan menara pengeboran minyak di darat (onshore rig) diperlukan tali baja (guyline) untuk menahan gaya horizontal yang berasal dari angin dan ketidakrataan tanah, untuk menjaga agar rig tidak jatuh dan untuk menambah kapasitas beban dari well yang bisa diangkat. Standar yang mengatur pemasangan guylines adalah 4G API, yang salah satunya mengatur tentang besarnya tegangan pemasangan tali baja yang bisa didapatkan dari suatu alat ukur. Alat ukur ini harus dapat membaca tegangan guyline secara aksial, akurat ,dan presisi. Pengembangan alat dilakukan dengan menggunakan empat strain gages sebagai tranducer yang ditempel pada sebuah dudukan logam agar sesuai dengan kondisi guyline dan keakuratan alat ukur.
Penelitian ini adalah pengembangan dari penelitian sebelumnya dengan melakukan pengembangan dan pembuatan model dudukan strain gage. Untuk lebih mendapatkan keakurasian model, pengembangan dilakukan dengan lebih mempertimbangkan posisi penempelan strain gage agar regangan kecil yang terjadi dapat terbaca, yaitu dengan menggunakan empat buah strain gages agar sensitivitasnya meningkat. Bentuk model dudukan strain gage harus mempunyai ketahanan yang baik dari beban bending dan buckling. Selain itu, model bentuk dudukan strain gage juga harus mempunyai sebaran tegangan yang merata. Hal ini disebabkan apabila sebaran tegangan tidak merata sampai pada posisi penempelan strain gage maka keakuratan hasil dari pembacaan strain gage akan berkurang.

Setting up onshore rig is needed a guylines to counter horizontal forces, because of wind and unflatness of soil, to hold rig do not fa ll and to add load capacity in carrying well. Guylines must be put based on authorized standard, called 4G API stndard, that control amount of stress in setting up guylines. In order to set the guylines according to standard, so measurement tool is needed to measure stresses on guylines. The designed of measurement tool uses strain gage as transducer that is attached on a mounting, designed to catch up the condition of guyline and increase the accuracy of the measurement tool.
This research is continuation of the research before and done with the Development model of strain gage mounting. It is to consider the position of attaching strain gage in order to be able to measure small strain, so that the accuracy of the measurement tool becomes high.strain gages, used to readthe sress, consist of four strain gages in order to increase strain gage sesitivity, so it will increase the accuracy of the measurement tool. The shape of strain gage mounting must have high durability on buckling and bending stresses. Beside that, shape of the strain gage mounting must have good stress distribution. Because, if the stress ditribution do not same to the strain gage attachment position, it will decrase the accuracy of measurement tool.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pringgo Jatmiko
"Teknologi pengeboran dewasa ini semakin berkembang dengan semakin meluasnya penggunaan alat top-drive sebagai pemutar rangkain pipa pengeboran. Penggunaan top-drive dianggap jauh lebih efektif dan murah dibandingkan menggunakan sistem rotary table. Beberapa kelebihan dari penggunaan top-drve dibandingkan rotary table adalah proses pengeboran menjadi lebih cepat karena dengan top-drive langsung dapat memutar 3 rangkaian pipa pengeboran sekaligus dan tidak perlu lagi menggunakan kelly sebagai penghubung antara rotating system dengan pipa pengeboran. Ada 2 tipe top-drive yang dewasa ini sering digunakan, yaitu jenis hidrolik dan elektrik. Kedua jenis ini dibedakan berdasarkan tipe motor yang yang digunakan. Salah satu komponen utama dari alat top-drive hidrolik ini adalah sistem penggerak yang terdiri dari komponenkomponen mekanikal seperti poros dan roda gigi. Sistem mekanikal yang terdapat dalam sistem penggerak ini meliputi roda gigi, poros, bantalan-bantalan, dan juga sistem pelumasan menjadi bahasan utama yang akan dirancang untuk memenuhi kebutuhan operasi pengeboran. Pemenuhan spesifikasi yang akan dicapai adalah untuk dapat menjalankan operasi pengeboran dengan torsi maksimal pada 55000 Nm dan pada putaran 70 rpm. Terdapat 2 motor hidrolik yang akan menjadi suplai daya untuk sistem penggerak ini. Maka perancangan sistem penggerak ini dilakukan untuk memenuhi spesifikasi tersebut agar nantinya rancangan ini dapat digunakan pada operasi-operasi pengeboran.

Today's drilling technology is growing with the increasingly widespread use of top-drive equipment as a driver of drilling pipe series. The use of top-drive is considered far more effective and cheaper than using rotary table systems. Some of the advantages from using top-drive than rotary table is a drilling process to be faster because top-drive can rotating 3 drilling pipe series as well and no longer need to use kelly as a connector between the rotating system and drilling-pipe. There are 2 types of top-drive which today are often used, hydraulic and electric. Both types are differentiated by the type of motor used. One of the main components of the hydraulic top-drive is driver system or known as gear box which is composed of mechanical components such as shafts and gears. Mechanical components contained in this driver system are gears, shafts, bearings, and also lubrication system that will be designed to meet the needs of drilling operations. Compliance to specifications that will achieve is to be able to run the drilling operation with maximum torque at 55000 Nm and rotating speed at 70 rpm. There are 2 hydraulic motors that would be a power supply for the driver system. Then the design of the driver system is done to meet these specifications so that the design can be used in drilling operations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53026
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Sumaljo
"Salah satu sektor industri yang memberikan kontribusi adalah industri perminyakan. Industri ini selain memberi dampak positif, juga menimbulkan dampak negatif berupa limbah diantaranya lumpur dari pengeboran.
Ada dua jenis Lumpur yang dipakai yaitu oil base mud dan water base mud. Berat jenis lumpur merupakan fungsi utama untuk menahan tekanan dari bawah tanah supaya tidak terjadi semburan liar. Untuk mendapatkan berat jenis tersebut harus digunakan bahan kimia yang mempunyai kandungan logom berat.
Rumusan permasalahan yang dapat disusun adalah sebagai berikut:
1. Apakah dengan mengubah penerapan konsep teknologi water base mud menjadi oil base mud dalam kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, beban limbah berupa air lumpur buangan dapat dikurangi karena lumpur masih tetap dapat dipakai untuk pengeboran berikutnya?
2. Apakah penerapan konsep pengurangan komponen aditif dari sumber dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai dapat menimbulkan dampak kemungkinan terjadinya semburan liar dan memberikan dampak manfaat bagi industri perminyakan tersebut yaitu berkurangnya beban limbah yang dihasilkan?
3. Apakah penerapan konsep minimisasi limbah dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai tersebut di atas dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi bagi industri perminyakan?
4. Apakah kegiatan pengeboran minyak lepas pantai di daerah operasi minyak lapangan Maxus mempunyai pengaruh dampak negatif terhadap kualitas air laut dan dampak positif langsung terhadap persepsi masyarakat sekitarnya?
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengurangan penggunaan bahan kimia (aditif) pada lumpur pengeboran terhadap kualitas limbah yang dihasilkan dan kemungkinan terjadinya semburan liar.
2. Untuk mengetahui pengaruh penerapan perubahan media air menjadi media minyak dalam pembuatan lumpur terhadap beban limbah yang dihasilkan setelah operasi Pengeboran.
3. Untuk mengetahui pengaruh penerapan konsep minimisasi limbah dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai terhadap tingkat efisiensi biaya produksi pada industri perminyakan.
4. Untuk mengetahui pengaruh kegiatan operasi pengeboran minyak lepas pantai di daerah operasi minyak lapangan Maxus terhadap kualitas air laut dan terhadap persepsi masyarakat sekitarnya.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pengurangan penggunaan bahan kimia (aditif) pada lumpur Pengeboran akan mengurangi bahaya limbah yang dihasilkan serta mengurangi resiko terjadinya semburan liar.
2. Penerapan perubahan media air menjadi media minyak dalam pembuatan lumpur akan menurunkan beban limbah yang dihasilkan setelah operasi Pengeboran.
3. Penerapan konsep minimisasi limbah dalam kegiatan pengeboran minyak bumi di lepas pantai akan meningkatkan efisiensi biaya produksi pada industri perminyakan.
4. Kegiatan operasi pengeboran minyak lepas pantai di daerah operasi minyak lapangan Maxus menimbulkan dampak menurunnya kualitas air laut dan persepsi negatif masyarakat sekitarnya.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei dan ekspos fakto. Penelition ini dilakukan di daerah operasi wilayah Maxus di Laut Jawa dan berlangsung selama kurang lebih 6 bulan, yaitu sejak Desember 2001 - Juni 2002.
Tahapan penelitian meliputi penentuan jenis penelitian yaitu penelitian kuantitatif dengan metode survei dan ekspos fakto, penentuan lokasi penelitian yaitu di daerah operasi Maxus, penentuan rancangan penelitian yang meliputi variabel penelitian. tahapan penelitian, pengumpulan data, dan analisis data serta, perencanaan upaya minimisasi limbah lumpur dari sumbernya.
Secara umum parameter kualitas badan air masih berada pada kisaran di bawah baku mutu dengan dijumpai beberapa unsur logam berat Ni, Cd dan Pb yang masih di atas ambang baku mutu. Keberadaan ketiga unsur logam berat tersebut meskipun masih di atas baku mutu tetapi belum terlihat pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut.
Dari survey tentang pengaruh kegiatan operasi Pengeboran terhadap persepsi masyarakat, ternyata disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kegiatan tersebut positif. Dengan kondisi tekanan awal dan akhir yang berbeda, secara prinsip bila penggunaan berat jenis lumpur pada operasi Pengeboran terlalu besar kemungkinan terjadi hilang lumpur sangat besar. Bila terjadi kehilangan lumpur maka kemungkinan terjadinya semburan liar sangat besar.
Secara prinsip, volume limbah yang dibuang di lingkungan pada media water base mud lebih besar bila dibandingkan dengan memakai media oil base mud.
Kesimpulan peneliiian ini adalah:
1. Pemakaian oil base mud dapat mengurangi jumlah volume pembuangan limbah lumpur, karena lumpur bekas oil base mud masih dapat digunakan kembali.
2. Penurunan berat jenis sesuai dengan penurunan tekanan formasi akan .mengurangi jumlah pemakaian bahan kimia, terutama yang mengandung logam berat. sehingga dampak yang ditimbulkan juga makin berkurang. Penurunan jumlah bahan kimia akan menurunkan biaya operasi dan pengelolaan lingkungan.
3. Secara umum semua parameter kualitas badan air masih berada dalam batas baku mutu yang ditetapkan sehingga daerah wilayah operasi masih cukup baik. Tetapi beberapa komponen logam berat seperti Ni, Pb, dan Cd masih berada di atas baku mutu, namun secara berangsur ketiga unsur tersebut cenderung mengalami penurunan.
4. Penilaian masyarakat tentang kegiatan operasi minyak dan gas Maxus terhadap kehidupan kegiatan sosial ekonomi mereka ternyata positif baik.
5. Meskipun kualitas air dan persepsi masyarakat baik, tetapi perubahan parameter bawah tanah menghendaki penurunan berat jenis yang dipakai, karena pemakaian berat jenis yang tinggi memungkinkan terjadinya kehilangan lumpur. Bila hal tersebut terjadi, penahan tekanan formasi tidak ada sehingga akibatnya semburan liar dapat terjadi.

Minimizing Mud Waste in Offshore Oil Drilling (A case study at the Maxus Offshore Oil Drilling Platform in the Java Sea)One of the industrial sectors that provide considerable contribution has been petroleum industry. This industry brings out positive effect, and it also causes negative effect in the form of various sorts of waste including mud and sludge produced by the drilling activity.
There are two types of mud in use, oil base mud and water base mud. The specific gravity of the mud constitutes the prime function that is to restrain the underground pressure from surging up, and thus no wild spouts would occur. In order to obtain such specific gravity we must employ certain chemicals that have heavy metal content.
The formulation of the problematic questions can be practically arranged as follows:
1. Can the alteration made in the application of water base mud concept into that of oil base mud in the offshore oil drilling activity reduce the waste load that comprises muddy waste water, considering the fact that the application of oil base mud technology makes the mud remain potentially usable in the next drilling?
2. Can the application of concept on additive component reduction from the source in the offshore petroleum drilling activity raise possible effect that causes wild spouts, and will such application give beneficial effect to the oil industry, that is the decrease in the waste load produced?
3. Can the application of waste minimization concept in the offshore petroleum drilling activity as mentioned above improve the efficiency of production cost in the oil industry?
4. Is offshore oil drilling in the Maxus operation area viewed positively by the existing community in the vicinity of the project?
The objectives of the research are:
1. To know and understand the extent of the effect resulting from reducing the (additive) chemicals applied in the drilling mud to the quality of the waste produced, and to the possible occurrence of wild spouts.
2. To see the effect of change from the application of the water media into oil media in mud production, especially towards the waste load associated with the drilling operation.
3. To see the effect of waste minimization concept in the offshore oil drilling activity towards the level of the efficiency in production cost.
4. To observe the effect of Maxus offshore oil drilling operation activities to the sea water quality and to the community existing in the neighborhood.
The hypothesis in the present research includes:
1. Reduction in the use of (additive) chemicals in the drilling mud will mitigate the hazards of the waste produced, and to lessen the risk of wild spouts occurrence.
2. The change from water media into oil media in mud production eation will decrease the waste load associated with drilling operation.
3. The application of waste minimization in offshore petroleum drilling will improve the efficiency of production costs in the oil industry.
4. The offshore oil drilling activities in the Maxus field is detrimental to the sea water quality, and creates negative perception to the community.
This is a quantitative research conducted through survey and fact exposing method. The present research was conducted at the Maxus operations in the Java Sea, and took approximately 6 months, starting from December 2001 to June 2002.
The phases in the research cover the designation of the research type, which is to be a quantitative research with survey and fact exposing method, and the designation of the research site, namely the Maxus operation zone. The designation of the research arrangement covers research variables, research phases, data collection, and data analysis as well as planning the efforts to minimize the mud waste from the source.
In general, the water body quality lies in the range of being under quality standard with a number of heavy metals elements (Ni, Cd, and Pb) above the threshold limit value. Although, three heavy metal elements are above the standard value, their effect to the sea aquatic life is yet to be seen.
From the survey conducted on the negative influence brought about by the drilling operation to the local society's perception, it turns out that such community's perception toward the activity is favorably positive.
With the beginning and end pressure being different, it can be principally postulated that when the use of the mud's specific gravity at the drilling operation is excessively high it is very likely that the loss of the mud is substantially high. When such high loss of mud occurs it is very likely that a wild spout will occur.
In principle, the volume of waste entering is greater for the water base mud media compared to the oil base mud.
The conclusions of the present research are:
1. The application of oil base mud reduces the volume of the disposed mud waste, because the oil base mud media can be reused.
2. The decrease in the specific gravity will, in accordance with the decrease in the formation pressure, reduce the number of the chemicals in use, particularly of those that contain heavy metal. As a result, the environment impact will be less. Subsequently, the reduction of chemicals wed reduces the operating and environmental management costs.
3. For the most part, all water quality parameters are within the acceptable limit. This means that the environmental quality of the operation area is reasonably good. However, there are several heavy metal components such as Ni, Cd, and Pb that are above the threshold limit value. However, the quantity of these three elements tends to gradually go down.
4. The opinion of the local community on the oil and gas operation activities proves to be positive.
5. In spite of the good water quality and the favorable perception from the local people. The change in underground parameter necessitates a decrease in the mud specific gravity mud will potentially result in more mud loss. When this happens, wild spouts are bound to happen as there is not enough mud to counter the pressure."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 11055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazlia Purnama Sari
"Persekongkolan dalam kegiatan tender merupakan perbuatan yang mengutamakan aspek perilaku berupa perjanjian untuk bersekongkol yang dilakukan secara diamdiam dalam persekongkolan tender, penawar menentukan perusahaan tertentu yang harus mendapat pekerjaan melalui harga kontrak yang diharapkan. Tesis ini menjelaskan tentang penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di industri migas khususnya pada kasus tender pengadaan alat pengeboran eksplorasi minyak dan gas di Blok Madura.
Metode yang digunakan ialah menggunakan metode yuridis normative yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Adapun permasalahannya ialah bagaimana penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 oleh KPPU pada tender di Blok Madura, Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung pada putusan KPPU tentang tender di Blok Madura, dan kendala-kendala yang diperoleh KPPU dalam membuktikan Pasal 22. Dengan ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutus perkara tersebut dengan menerapkan Pasal 22 berdasarkan Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kasus pengadaan alat pengeboran eksplorasi minyak dan gas di Blok Madura sudah sampai ke Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung, namun putusan KPPU tersebut dibatalkan oleh keduanya, karena bukti yang kurang cukup. Penerapan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 44/PDT/KPPU/2011/PN.Jkt Pst Tentang Tender di Industri Migas Pada Blok Madura dan Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara 03K/PDT.SUS/201, yang mana kedua putusan tersebut merupakan lanjutan dari perkara dengan Nomor Putusan 31/KPPU-L/2010.
Berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung atas penerapan Pasal 22 tersebut, kedua hakim tidak menumukan unsur-unsur persekongkolan tender yang terdapat pada Pasal 22, adapun putusan KPPU dengan Nomor Putusan 31/KPPU-L/2010 dibatalkan oleh hakim Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Dikarenakan pada putusan KPPU kurangnya bukti petunjuk, KPPU juga tidak menejelaskan secara jelas bukti tidak langsung tersebut, dan bukti tidak langsung belum ada peraturan khususnya di Indonesia. Adanya kendala yang diperoleh KPPU mengakibatkan belum secara optimal melaksanakan kewenangan yang dimilikinya. Selain mengatasi permasalahanpermasalahan, tantangan yang harus dijawab selanjutnya adalah memperjelas status kelembagaan KPPU dalam sistem ketatanegaraan menyebabkan komisi ini menjadi rentan untuk diperdebatkan keberadaannya, utamanya ketika komisi ini menjalankan fungsi dan tugasnya. Selain itu, kendala yang diperoleh KPPU dalam pembuktian adalah perihal whistleblower yang sulit dalam pembuktiannya, karena whistleblower tersebut belum diatur dengan jelas di Indonesia.

Conspiracy in tender activity is an action -oriented aspects of behavior in the form of an agreement to conspire done secretly in a bid rigging , bidder must specify the particular company that got the job through the expected contract price. This thesis describes the application of Article 22 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition in the oil and gas industry, especially in the case of procurement of oil exploration and drilling tools natural gas reserve.
The method used is to use the method of normative juridical research that refers to the legal norms contained in laws, especially Law No. 5 of 1999 . The problem is how to implement Article 22 of Law No. 5 of 1999 by the Commission on the tender in Madura , Consideration of District Judges and the Supreme Court on the Commission 's decision on the tender in Madura, and the constraints obtained by the Commission under Article 22 proves. District Court and the Supreme Court, but the verdict was overturned by both the Commission, because of insufficient evidence. Application of Article 22 of Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition in consideration of the Central Jakarta District Court Case No. 44/PDT/KPPU/2011/PN.Jkt with Pst About Tender in the Oil and Gas Industry In Madura and Supreme Court case No. 03K/PDT.SUS/201 , in which both the decision is a continuation of the case with decision No. 31/KPPU-L/2010.
Based on consideration of the District Court and the Supreme Court on the application of Article 22, the two judges did not menumukan bid rigging elements contained in Article 22, while the decision by the Commission Decision No. 31/KPPU-L/2010 canceled by the District Court and the Supreme Court. Due to the lack of evidence hint Commission decision, the Commission also not menejelaskan clearly the circumstantial evidence, and no evidence of indirect rule, especially in Indonesia. Constraints obtained by the Commission resulted in yet optimally carry out its authority. In addition to addressing the issues, challenges that need to be answered next is to clarify the status of the Commission's institution in the state system led to the commission be susceptible to debate its existence, especially when the commission perform its functions and duties. In addition, the Commission obtained constraints in the proof is a difficult subject whistleblower in the proof, as the whistleblower has not been set out clearly in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38727
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Edi Wijaya
"Keadaan transien dart arus dan tegangan pada PWM inverter I(D full-bridge transistor bipolar dihasilkan oleh operasi transistor bipolar saat komutasi turn-on dan turn-off. Komutasi turn-on transistor bipolar dtikuti oleh arus lebih, sedangkan pada komutasi tum-off dikuti oleh tegangan lebih. Arus lebih dan tegangan lebih yang ter adt akan menyebabkan daya dissipasi pada transistor bipolar. Daya dissipasi kemudian akan menyebabkan stress pada transistor bipolar sehingga dapat merusak transistor bipolar dan komponen lainya. Untuk mengurangi daya dissipasi, maka aplikasi PWM inverter 1(D full-bridge transistor bipolar digunakan rangkatan snubber untuk mendapatkan operasi yang aman dan andal bagi transistor bipolar. Rangkaian snubber terdiri dart dioda dan elemen pasif seperti resistor, induktor dan kapasitor. Fungsi dari rangkaian snubber ini adalah untuk mengurangi arus lebih dan tegangan lebih pada transistor bipolar sehingga daya dissipasi dapat dikurangi. Pemilihan elemen rangkaian snubber (resistor, induktor dan kapasitor) adalah berdasarkan kompromi antara tingkat pengurangan arus lebih dan tegangan lebih yang diinginkan terhadap daya dissipasi yang akan dihasilkan transistor bipolar. Karakteristik konfigurasi rangkaian snubber yang akan digunakan pada PWM inverter i(D full-bridge transistor bipolar dibahas berdasarkan rangkaian ekivalen dalam komutasi tum-on dan turn-off transistor bipolar. Rangkaian ekivalen ini kemudian dianalisa, sehingga dapat memperki rakan semua arcs dan tegangan yang ada dalam komutasi turn-on dan turn-on."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S39425
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Harvey Hutama Jati
"Industri minyak dan gas sedang berjuang memangkas biaya operasionalnya ditengah menurunnya harga minyak. Kontraktor berusaha untuk tidak melewatkan potensi pemasukan yang ada, khususnya tender proyek dari operator minyak dan gas. Proses penawaran pada kontraktor pengadaan alat pengeboran minyak dan gas masih memiliki rentang waktu pengerjaan yang lama. Perbaikan proses penawaran menggunakan metodologi rekayasa ulang proses bisnis dapat mengurangi waktu lembur pada aktivitas penawaran. Model proses baru yang dirancang menghasilkan pengurangan waktu siklus proses penawaran hingga 49,60.

Oil and gas industry is in its effort to cut operational cost in the downturn of oil price. Contractor struggle to achieve potential sales, especially within operator rsquo s project tenders. Bidding process in contractor of oil and gas drilling equipment procurement still has long lead time. A process improvement approach using business process reengineering was applied on it therefore reducing cycle time on bidding process. A new process model was designed and 49,60 cycle time reduction was found.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitiara Arizona
"ABSTRAK
Penyemenan selubung sumur adalah proses untuk menempatkan cement slurry ke dalam annulus antara sumur bor dengan casing. Penyemenan merupakan salah satu faktor penting dari aktifitas pengeboran sumur minyak bumi karena bertujuan untuk mengisolasi zona produksi, mensupport casing, mencegah peluruhan dinding sumur dan melindungi casing atau pipa pengeboran dari korosi selama proses pengeboran berlangsung. Penyemenan selama ini menggunakan semen kelas “G” yaitu semen yang memiliki komposisi khusus yang didesain untuk pengeboran minyak bumi dengan harga yang cukup mahal. Oleh karena itu dicoba untuk mencari suatu alternatif yang dapat menekan biaya penyemenan dengan menggunakan semen kelas “A” yang biasa digunakan untuk keperluan konstruksi.
Kualitas dasar semen kelas “A” dianalisa dengan melakukan uji waktu pengerasan dan uji kuat tekan tanpa menggunakan additive. Kemudian kelayakan pemakaian semen kelas ”A” dibuktikan dengan melakukan pengujian waktu pengerasan dan kuat tekan melalui penambahan additive yang berfungsi untuk mengatur waktu pengerasan semen sehingga mendapatkan kualitas yang tidak jauh berbeda dengan semen kelas “G” dengan mempertimbangkan faktor biaya. Analisa uji waktu pengerasan dan uji kuat tekan dilakukan pada variasi temperatur 28 °C, 40 °C, 60 °C, 80 °C dan100 °C.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada temperatur 100 °C semen kelas ”A” sudah tidak layak digunakan. Dari penambahan additive lignosulfonate pada temperatur 60 °C sebesar 0,077 gal/sack dan pada temperatur 80 °C sebesar 0,18 gal/sack, menunjukkan bahwa proses pengerasan semen kelas ”A” dapat diperlambat untuk mendapatkan waktu pengerasan yang tidak jauh berbeda dengan semen kelas ”G”, selain itu kekuatan semen masih diatas batas minimum kekuatan semen yang diijinkan. Ditinjau dari segi biaya, penambahan lignosulfonate pada semen kelas ”A” tersebut masih lebih menguntungkan dibandingkan dengan semen kelas ”G”. Berdasarkan hasil analisa dengan penambahan kalsium klorida ternyata semen kelas ”A” lebih efektif digunakan untuk mempercepat proses pengerasan semen dan meningkatkan kekuatan semen dibandingkan semen kelas ”G”.

ABSTRACT
Cementing is a process of placing the cement slurry into an annulus between casing and well bore. Cementing is one of the important factor of drilling activity that used for isolating production zone, supporting casing, preventing physical disintegration of the well formation and for protecting casing and drilling pipe from corrosion effect during drilling activity. The “G” class cement has been used for cementing process, it is a cement that has special composition designed for drilling in which a little bit costly. Thus, researcher try to find an alternative option that can minimize the cost of cementing by using “A” class cement that usually used for constructions activities.
The basic quality of “A” class cement were analyzed by thickening time test and compressive strength test without using any additive. Thickening time test and compressive strength test also done to see whether “A” class cement is suitable to be used. Additional of additive was added for suiting the time taken for the thickening time of cement, resulting in less difference quality of cement compared with the “G” class, considering the cost factor. Thickening time test and compressive strength test have been done at a various temperature level, 28 °C, 40 °C, 60 °C, 80 °C dan100 ° C.
The result of the research showed that at 100 ° C, “A” class cement is not suitable for use. From the additional of 0,077 gal/sack lignosulfonate at 60 °C and 0,18 gal/sack at 80 °C, shown that thickening time of “A” class cement can be slowed down to get more similar process time with the “G” class, beside that the strength of cement is still above the minimum strength permitted. As from the cost factor point of view, the additional lignosulfonate is more benefiting. Based on result with the additional of calcium chloride, “A” class cement is proved to be more effective for fastening thickening time and for increasing the strength of cement compared to the “G” class."
2007
S49728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>