Ditemukan 147332 dokumen yang sesuai dengan query
Bryane Budiman
"Fenomena pemakaian kulit kedua sebagai fasade pada bangunan-bangunan di Indonesia terjadi selama kurun waktu lima tahun terakhir. Fasade kulit kedua ini dianggap sebagai salah satu alternative penyelesaian ikiim tropis pada bangunan-bangunan di Indonesia, selain berfungsi memberikan kesan atau image yang berbeda dibanding bangunan yang telah ada. Image yang ingin diberikan tersebut tentunya disesuaikan dengan gaya hidup kaum metropolitan dengan tidak melupakan sisi vemakuler Indonesia yang ditonjolkan melalui permainan material. Tetapi saat ini pemakaian kulit kedua tidak sekedar berfungsi sebagai fasade, melainkan menjadi bagian dari massa bangunan yang tidak dapat dilepaskan. Bangunan-bangunan yang menggunakan fasade kuirt dua lapis pada akhirnya dianggap sebagai bangunan yang membawa kesegaran baru bagi dunia arsrtektur di Indonesia. Pada kenyataannya fasade kulit kedua bukanlah sesuatu hal baru di dunia arsrtektur. Arsitek Walter Gropius telah menggunakannya pada zaman High Modernism [1925], suatu zaman yang menolak kebesaran arsrtektur klasik.
Walter Gropius adalah arsitek yang hidup pada zaman dimana material pre-fabiicated baru ditemukan, sehingga mengakibatkan industrialisasi besar-besaran serta uniformity, pada bangunan-bangunan / karya arsrtektur, dan gaya arsrtektur dengan menggunakan fasade kulit kedua telah pertama kali diterapkannya pada zaman ini. Pemakaian fasade kulit kedua antara arsitek Walter Gropius dengan para arsrtek di Indonesia tentunya tidak sama, mengingat adanya perbedaan geografis serta kebudayaan dari masing-masing negara, apalagi kedua arsrtektur tersebut berada pada dua zaman yang jauh berbeda. Menjadi pertanyaan apakah fenomena pemakaian fasade kuirt dua lapis di Indonesia merupakan suatu gaya baru yang orisinil, ataukah hanya sekedar mengulang gaya arsrtektur yang telah lama digunakan dan pada suatu trtik akan kembali menghilang. Apakah faktor globalisasi dan kemudahan mendapatkan informasi turut membantu kembalinya pemakaian fasade kulit kedua pada bangunan-bangunan di Indonesia, karena pada era globalisasi sekarang ini, sepertinya sudah tidak ada batas bagi teori dan praktek arsrtektur antar negara di seluruh dunia.
The phenomenon of secondary skin as a facade of Indonesia buildings used during the last five years. This secondary skin facade considered as one of alternative solution of tropical climate at Indonesian buildings, besides functioning to bring a different impression for the buildings image, compared to another existing buidings in surrounding. The images is adapted from metropolitan lifestyle without ignore Indonesian vernacular side, through traditional materials application. Today, the usage of secondary skin is not simply functioning as a facade, but become the part of building mass which can not be discharged. In the end, secondary skin building brings a freshness in Indonesian architecture style. Practically the secondary skin facade is not a new matter in architectural world.Walter Gropius architect already used rt at High Modernism period [1925], a period when the highness of classical architecture is refused. Walter Gropius is an architect who life at period where material of pre-fabricated just founded, which is makes uniformity for all the architecture masterpiece, and at this time, Walter Gropius already used this secondary skin as a facade. The usage of secondary skin facade between Walter Gropius architecture and Indonesian architecture is not the same, considering the difference of geographical and cultural from each country, besides that, both were in different period of time. What become a question is, do phenomenon of secondary skin facade in Indonesia buildings is a new look which is o.-iginal, or just repeating an old architecture style which already used, and at one particular moment will disappear. Do globalization and the easyness to get information influencing the usage of secondary skin in Indonesia, because in this globalization era, there is no limit for architecture theory and practice in the universe."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48566
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Scully, Vincent, Jr., 1920-2017
New York: G. Braziller, 1974
724.9 SCU m
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Cerver, Fransisco Asensio
Cologne: Kol'nemann, 2000
724.6 CER w
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Ford, Edward R.
Cambridge, UK: MIT Press, 1990
724.5 FOR d
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Curtis, William J.R.
Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, 1996
724.6 CUR m
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Gossel, Peter
New York: Taschen, 2001
724.6 GOS a
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Holl, Steven
San Francisco, CA: William Stout, 2006
720 HOL Q
Buku Teks Universitas Indonesia Library
London: Academy Editions, 1991
729 NEW (1)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Richter, Klaus
New York : Prestel, 2001
724.7 RIC a
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Palupi, Niken
"Modernisme tidak selalu berbicara masalah style atau gaya arsitektur. Walaupun modernisme nantinya dapat diwujudkan dalam bentuk arsitektural, akan tetapi dalam hal ini modemisme lebih cenderung kepada sebuah pola pikir dalam masyarakat yang sifatnya lebih esensial. Sebuah pola pikir yang menjadi penyebab munculnya budaya global. Di era globalisasi saat ini, pola pikir modemisme telah mendominasi masyarakat. Hal itu disebabkan oleh kapitalisme, birokrasi, teknologi, dan perkembangan ekonomi yang membuat sebuah tren global, sehingga budaya lokal masyarakat berubah menjadi budaya global. Kemudian dengan adanya teknologi, masyarakat menjadi sangat bergantung kepada mesin. Hal itu disebabkan karena' mesin sangat memudahkan masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya. Lalu dengan adanya modemitas, tradisi masyarakat menjadi seragam dan keorisinalitas budaya lokal pun semakin menghilang.
Yang dimaksud dengan tradisi di sini adalah lebih mengacu kepada kehidupan sehari-hari atau domestik masyarakat yang merupakan suatu rutinitas dan telah diturunkan dari generasi ke generasi. Fenomena yang terjadi dalam kehidupan domestik sebuah keluarga adalah tradisi melayani dan dilayani. Dari fenomena tersebut dapat terlihat bahwa masih ada tradisi yang dipertahankan dan terdapat pula pengaruh modemisme di dalamnya. Namun benarkah terjadi bentrokan antara modemitas dan tradisi yang saling bertentangan tersebut? Atau kah saat ini masyarakat membutuhkan keduanya?"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48561
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library