Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110426 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lumentut, N. William S.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hinijati Widjaja
"Penelitian dan konservasi terhadap bangunan tradisional masyarakat keturunan Cina belum dilaksanakan pemerintah daerah Tangerang. Bangunan tradisional tersebut merupakan salah satu hasil kebudayaan, yang dapat meningkatkan peran pariwisata. Penelitian ini memfokuskan perubahan fungsi dan makna bentuk pola tata ruang rumah tradisional keturunan Cina dengan metode komparatif di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di dua unit ekologi yang berbeda yakni, di desa Marga Mulya Tanjung Kait dan kota Tangerang. Kedua tempat tersebut telah berubah tatanan sosial kulturalnya, karena berkembangnya lingkungan sekitarnya menjadi kawasan industri dan hunian yang padat. Dan perubahan pola pikir masyarakat keturunan Cina pada generasi baru yang lebih ke arah praktis dan modern.
Di rumah tradisional di kota mengalami perubahan yang besar karena adanya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal anaknya yang baru menikah, sedangkan rumah tradisional di desa tidak terlalu mengalami perubahan yang berarti, karena demi menghormati amanat leluhur yang menginginkan rumah tradisionalnya tetap tidak boleh dirubah. Persamaannya terletak pada pembagian pola rata ruang bangunan tradisional yang mempunyai fungsi dan makna yang sama.
Secara umum penelitian ini bertujuan memberi masukan kepada PEMDA Tangerang, dengan mengidentifikasikan proses perubahan fungsi dan makna pada rumah tradisional masyarakat keturunan Cina di Tangerang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Pramanasari A.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Imelda Anwar
"Kepercayaan memberikan pengaruh besar pada kehidupan masyarakat tradisional. Animisme merupakan wujud awal dari kepercayaan, yang membentuk kegiatan penyembahan roh. Pandangan tersebut mengakar pada penataan ruang kampung. Maka dalam penelitian ini saya coba mengkaji bagaimana pengaruh kepercayaan animisme pads pola perkampungan. Untuk mendasari pengamatan, saya mengambil teori mengenai animisme dan mengadakan pendekatan ruang terhadap konsep tersebut juga pemahaman akan pola perkampungan tradisional. Setelah mengidentifikasi lima pola kampung, saya menganalisis beberapa faktor penting yaitu kondisi geografis daerah, unsur ruang kampung dan pola kampung yang ada serta proses perkembangan poly kampung tersebut.
Berdasarkan hasil analisis, saya mengambil kesimpulan dari persamaan dan perbedaan yang ada diantara ke lima kampung. Sebagai kesirnpulan, ternyata kondisi geografis daerah mendasari penggunaan lahan yang membentuk zoning kampung. Persepsi ruang dalam kepercayaan diekspresikan dalam wujud unsur nuwg kampung. Penataan unsur tersebut membentuk pola kampung, walau saya belum dapat membuktikannya pads beberapa contoh kasus yang saya ambil. Namun saya belum dapat ineramuskan suatu pola yang mapan sebagai generalisasi dari analisis data terhadap teori yang mendukung.
Sebagai saran, saya mengharapkan agar pemikiran ini dapat mendorong pemikiran teori yang lebih dapat menjelaskan generalisasi kondisi kampung bagi pengembangan arsitektur tradisional Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48165
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fildzah Sallina Putri
"Film merupakan media yang berpengaruh cukup besar bagi masyarakat dengan menyebarkan pengetahuan tentang berbagai isu. Pada film Butterfly on a Wheel, terdapat banyak petanda isu kesetaraan gender dan beberapa di antaranya memiliki keterkaitan dengan pandangan generasi muda Indonesia mengenai eksistensi ideologi gender yang dominan. Masyarakat dunia, khususnya mayoritas di Indonesia, masih meyakini bahwa kaum pria selalu lebih unggul dibandingkan kaum wanita. Pria cenderung melakukan pekerjaan yang bersifat logis dan publik, sementara wanita cenderung hanya mengikuti naluri atau kodratnya sebagai ibu dan pekerja rumah tangga. Dengan mengacu pada konsep semiotika yang dipaparkan oleh Barthes, jurnal ini menggarisbawahi bahwa terdapat indikasi semiotik pada film Butterfly on a Wheel yang bertentangan dengan ide ketidaksetaraan gender dan konsep patriarki. Jurnal ini juga terfokus pada hubungan timbal balik antara isu-isu dalam film dan pandangan generasi muda Indonesia mengenai kekuatan, kekuasaan, dan nilai wanita sebagai kaum subordinat. Jurnal ini menarik kesimpulan pula bahwa film tidak hanya membahas satu isu di dalamnya, namun pada frame atau jalan cerita tertentu dapat membahas beberapa informasi lainnya sesuai dengan perspektif masyarakat masing-masing.

This paper examines various signs of gender equality in the film Butterfly on a Wheel and how they are related to young Indonesians’ perspectives about the existence of a dominant gender ideology. Since then, many people all over the world, especially Indonesian society, still believe that men are more superior to women. Men tend to do public logical works while women tend to follow natural instincts as mothers and wives. For example, men are working for family, and women are nurturing children. Using Barthes’ concept of semiotics, it is argued that the film has several semiotic indications which encounter the idea of gender inequality and the concept of patriarchy. In this respect, it is also important to focus on the interrelationship between the resistance in the film and young Indonesians’ viewpoints about the power and the value of women as subordinate. The paper concludes that the film is a substantial media that influence spectators by spreading the new information and knowledge about a variety of issues which appear in the storyline and certain frames of the film.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
S.N.N. Sulistyorini
"Sex dan gender kerap diidentifikasi sebagai hat yang sama. Kerancuan ini berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Secara biologis, manusia dibedakan menjadi dua sex, laki-laki dan perempuan. Sementara gender adalah aspek non-fisiologis dari sex yang memiliki harapan budaya terhadap femininitas dan maskulinitas (Lips, 1988 dalam Stevenson 1994). Salah satu bidang yang terimbas oleh kerancuan sex dan gender adalah bidang kerja. Vianello et al. (1990) menggambarkan stereotip yang ada dalam masyarakat ikut mengimbas dunia kerja. Pada dasarnya dunia kerja Iebih dipengaruhi oleh peran gender, bukan perbedaan jenis kelamin. Sementara, bidang kerja terbagi menjadi bidang kerja tradisional (didominasi nilai femininitas) dan nontradisional (didominasi nilai maskulinitas). Di dalam sebuah pekerjaan, keberhasilannya menuntut adanya kedua peran gender disaat yang bersamaan (Parsons dan Bales, 1955 dalam Spence dan Buckner, 1995 dan Megawangi, 1999).
Salah satu karakteristik bidang kerja tradisional adalah tidak memerlukan komitmen jangka panjang (Van Dusen dan Sheldon, 1976, dalam Basow, 1980). Ini cukup menarik jika melihat mayoritas pekerja di bidang kerja tradisional bekerja dalam jangka waktu yang cukup panjang. Untuk meneliti jenis komitmen apa yang mengikat mereka konsep Tiga Komponen Komitmen Kerja (Meyer, Allen, dan Smith, 1993) dirasa akan dapat menjawab.
Selain mempengaruhi bidang kerja, peran gender juga memiliki orientasi yang unik dalam diri tiap manusia. Orientasi peran gender adalah kepemilikan seseorang atas sifat-sifat kepribadian stereotip maskulin dan feminin yang diharapkan masyarakat (Tang dan Tang, 2001), karakteristik yang nampaknya memiliki harapan sosial yang berbeda pada tiap-tiap jenis kelamin (Spence dan Helmreich, 1978 dalam Robinson, 1995), atau persepsi seseorang tentang maskulinitas dan femininitas dalam dirinya (Raguz, 1991). Maka saat orientasi peran gender seseorang tidak memenuhi harapan sosial yang telah ditetapkan masyarakat atau dirinya sendiri, individu ini dapat mengalami stress akibat peran gender. Stress ini merupakan bentuk unik dari distress yang timbul akibat suatu situasi yang dipersepsikan sebagai pelanggaran terhadap peran gender tradisional (Eisler, 1995 dalam Efthim, Kenny, dan Mahalik, 2001).
Berdasarkan penjabaran ini timbullah beberapa pertanyaan, seperti: bagaimana jika seseorang memiliki orientasi peran gender yang berbeda dengan harapan yang telah terbentuk dalam masyarakat? Apakah ia akan mengalami suatu tekanan (stress)? Apakah orang yang orientasi peran gendernya sesuai dengan harapan masyarakat tidak mengalami stress? Bagaimana jika seseorang laki-laki dengan dominasi feminin yang tetap bekerja di bidang non-tradisional dan perempuan dengan dominasi maskulin yang tetap bekerja di bidang tradisional, karena menuruti kelaziman masyarakat? Apakah mereka akan mengalami stress? Akankah mereka memiliki komitmen terhadap pekerjaannya tersebut? Bagaimana halnya dengan pekerja yang bekerja di bidang yang sesuai dengan orientasi peran gendemya? Apakah mereka tidak akan mengalami stress? Apakah komitmen mereka terhadap pekerjaan lebih tinggi dibandingkan kelompok pertama? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian memicu penelitian ini.
Dari runtutan penjabaran dan pertanyaan diatas, dapat diasumsikan bahwa terdapat pengaruh antara orientasi peran gender dan stress akibat peran gender secara bersama-sama terhadap komitmen kerja pada pekerja di bidang kerja tradisional. Walaupun pada hasil pengolahan data tidak ditemukan korelasi maupun pengaruh yang signifikan diantara variabel-variabel tersebut, beberapa teori pendukung penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya. Diduga terdapat variabel perantara yang dapat menghubungkan variabel bebas ke variabel terikat sehingga terdapat pengaruh dan korelasi yang signifikan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Haryani
"Haryani, Anita. Ketergantungan Wanita Cina di Dalam Keluarga Cina Tradisional. Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Jurusan Asia Timur Studi Cina Universitas Indonesia, 1993. Selama hidupnya, seorang wanita dalam keluarga Cina tradisional mengalami tiga fase ketergantungan. Pertama, sebelum menikah, ia bergantung pada ayahnya. Kedua, setelah menikah ia bergantung pada suaminya. Ketiga, setelah suaminya meninggal, ia bergantung pada anak laki-lakinya. Setiap fase ketergantungan tersebut secara garis besar dapat dibagi dalam dua bentuk ketergantungan. Yang pertama adalah ketergantungan ekonomi dan yang kedua adalah ketergantungan status. Ketergantungan ekonomi banyak dipengaruhi oleh keadaan masyarakat Cina pada waktu itu seperti bentuk masyarakatnya yang agraris, norma-norma yang menyebabkan wanita tidak leluasa bergerak dalam kehidupan sosialnya. Jenis ketergantungan ekonomi ini hampir sama dalam ketiga fase ketergantungan. Usaha-usaha wanita untuk melepaskan diri dari ketergantungan itu ada yang positif seperti menjadi biksu atau pendeta Tao (abad 19 dan 20), tetapi ada juga yang negatif seperti menjadi pelacur"
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S12951
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiana D. Pusponegoro
"Berbeda dengan masyarakat Barat dan masyarakat lain yang menganut sistem monogamy dalam kehidupan perkawinannya, masyarakat Cina tradisional cenderung menganut sistem polyginy,yang memperbolehkan seorang pria untuk menikah dengan lebih dari seorang wanita. Bentuk nyata dari sistem perkawinan ini adalah perseliran atau concubinage. Bagi setiap wanita zaman sekarang, perseliran ini hampir pasti merupakan suatu hal yang menakutkan, yang sedapat mungkin ditolak dan dihindari dalam perjalanan hidupnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S12706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>