Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212504 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Aryani Kartomo
"ABSTRAK
Sejak awal masa Orde Baru. bangsa Indonesia mulai melaksanakan Pembangunan Nasional. khususnya di bidang ekonomi. Untuk itu pemerintah menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan wiraswasta. Diharapkan dengan berkembangnya kewiraswastaan di Indonesia dapat membantu pertumbuhan perekonomian bangsa. Perekonomian di Indonesia terbagi dalam 2 kelompok besar yaitu sektor formal dan sektor informal. Dengan berkembangnya bangsa Indonesia ke arah modernisasi maka diharapkan lebih banyak wiraswastawan yang bergerak di sektor formal dibanding sektor informal. Namun kenyataan· yang ada. lebih banyak wiraswastawan di Indonesia yang bergerak di sektor informal. Atas dasar kenyataan ini. penulis ingin mempelajari motivasi wiraswastawan yang berhasil di sektor informal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai tingkat motivasi wiraswastawan yang memulai usahanya di sektor informal. Sampel dibagi dalam 2 kelompok yai tu wiraswastawan yang berhasil di sektor informal yang tetap berusaha di sektor informal dan wiraswastawan yang berhas i 1 di sektor formal yang pindah ke sektor formaL Alat yang digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi adalah T.A.T. yang dikembangkan oleh McClelland. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada. L o. s. 0, 10. Perbedaan yang signifikan kemungkinan besar dapat diperoleh pada 1. o. s. 0, 01 bila sampel · diperbesar dengan memperhatikan faktor usia. pendidikan, jenis usaha dan lamanya usaha."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia
"ABSTRAK
Penelitian ini mendiskusikan Sektor Informal dalam Ruang Ekonomi, dengan merunjuk pada Kota Depok sebagai lokus penelitian. Metodologi yang digunakan adalah Soft Systems Mehtodology based Action Research. Kerangka Teori yang digunakan adalah The New Institutionalism In Economic Sociology. Temuan penelitian ini adalah value bersama (ideologi) “Gotong-Royong” yang ada dalam diri aktor ekonomi di sektor informal, memberikan kontribusi positif pada outcome ekonomi. Rekomendasi teoritik yaitu (a) mempertimbangkan konteks saat menggunakan kerangka berpikir utama, (b) menggunakan model epistemologi untuk membangun tipe ideal yang dapat menggambarkan konteks lokus penelitian dan meletakkannya dalam kerangka teori yang digunakan untuk menganalisa apa yang menjadi research interest. Rekomendasi praktik adalah perlu penguatan value-bersama (ideologi) untuk memperkecil potensi konflik horisontal dalam ruang ekonomi di sektor informal, dimana aktor-aktor yang berinteraksi adalah aktor dengan value etnik/agama masing-masing.

ABSTRACT
This research discusses the Informal Sector in the Economic Field. Locus of the research is Kota Depok. This research uses the methodology „Soft Systems Methodology based Action Research‟. By using the framework of thinking “The New Institutionalism In Economic Sociology”, the finding of this research is common-values (ideology) „Gotong-Royong‟ provides a positive influence to the economic outcome with low negative implications. Theoretical recommendations as follows (a) have to consider the context of the locus, (b) to use epistemology model as an ideal type based on context of the locus, to debate the phenomenon which is the research interest of the researcher. Practical recommendation is to strengthen common-value (Ideology) „Gotong-Royong‟ to avoid horizontal conflicts among actors of the economic informal sector."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizka Chandra Dewanti
"ABSTRAK
Berbagi merupakan sebuah bentuk aktivitas manusia sebagai makhluk sosial, yang dilakukan atas sumber daya atau ruang. Secara umum manusia membatasi ruangnya sesuai dengan kebutuhan psikologis dan biologis manusia. Namun, bagaimana jika berbagi ruang itu terjadi pada ruang lingkup kawasan perkotaan? Di kawasan Kemang, fenomena berbagi ruang terjadi oleh dua sektor yang berbeda, yakni sektor formal dan informal, dimana keduanya melakukan kegiatan komersial secara mandiri. Dalam kajian mengenai teritori dan latar perilaku manusia, kualitas lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap terbentuknya pola kegiatan manusia, sehingga terjadi aktivitas berbagi dalam sebuah ruang. Skripsi ini membahas dan memaparkan gambaran ruang yang terbentuk oleh sektor formal dan informal di area komersil melalui kualitas lingkungan yang berbeda-beda. Suatu bentuk berbagi ruang bisa meningkatkan nilai ruang tersebut hingga menghasilkan ruang bersama, dimana kedua sektor sama-sama mengambil manfaatnya. Namun, dalam kondisi lain bisa berakibat sebaliknya. Nyata bahwa perbedaan dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial memberikan pengaruh terhadap terbentuknya cara berbagi ruang serta nilai ruang yang dihasilkan dalam sebuah kaw asan.

ABSTRACT
Sharing is a form of human activity as a social being, over resources or spaces. Humans generally define their space according to their psychological and biological needs. However, what if space sharing takes place in an urban scope The phenomenon of space sharing happens in Kemang area done by two distinct sectors, formal and informal which both are engaged in commercial activities independently. In the study of territory and the behavior settings, the quality of environment can affect the formation of human activities in a space, occurs a phenomenon of space sharing. The researcher will discuss and present a form of the space sharing by the formal and informal sectors in a commercial area through different environmental qualities. In some circumstance, a form of space sharing can increase the value of space and obtain to a shared space, where both sectors mutually take benefits. Otherwise, it leads to an adverse impact in some others. It is clear that differences in the physical environment and social environment have an impact on the formation of space sharing and the value of space in an urban region. "
2017
S67585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muh Tommy Nganroputra
"DKI Jakarta memiliki bonus demografi angkatan kerja yang tercermin dari peningkatan angka pencari kerja perkotaan. Pencari kerja memiliki kecenderungan tertentu pada sektor pekerjaan yang bersifat formal maupun informal. Namun, belum banyak penelitian yang membahas preferensi tersebut berdasarkan faktor demografi dan aksesibilitas. Faktor demografis dapat memberikan gambaran karakteristik pencari kerja dan preferensinya sedangkan faktor aksesibilitas memiliki kaitan erat dengan kemudahan dalam mencapai lokasi pekerjaan yang juga dapat menentukan preferensi pencari kerja. Pengetahuan tentang pengaruh faktor-faktor tersebut dapat memberikan masukan dalam perencanaan kebijakan berbasis wilayah serta pengembangan perkotaan yang mengakomodasi kebutuhan layanan akses pada pusat-pusat ekonomi kota. Dalam penelitian ini diterapkan autokorelasi spasial pada data pencari Kerja di Jakarta dengan menggunakan variabel bebas jumlah penduduk, usia produktif, luas wilayah dan lokasi pelatihan (sebagai representasi aspek pendidikan) sebagai faktor demografis. Sementara itu, untuk mengetahui faktor aksesibilitas pencari kerja digunakan variabel jarak tempuh, waktu perjalanan, dan biaya perjalanan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan spasial untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing wilayah (kecamatan) di DKI Jakarta Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner yang disebarkan secara online. Hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan responden untuk memilih sektor pekerjaan formal dibandingkan informal. Secara kewilayahan juga ditemukan bahwa kecamatan dengan jumlah pencari kerja tertinggi berada di kecamatan Tanjung Priok (Jakarta Utara), Kalideres (Jakarta Barat), dan Duren Sawit di Jakarta Timur. Hasil analisis spasial juga menemukan variabel jumlah penduduk, penduduk usia produktif dan jumlah lokasi pelatihan berpengaruh terhadap preferensi pencari kerja. Sementara itu, variabel aksesibilitas juga signifikan dan berpengaruh terhadap preferensi pencari kerja (jarak tempuh, waktu tempuh, dan biaya perjalanan) untuk memilih pekerjaan di sektor formal.

DKI Jakarta has a demographic bonus of the labor force which is reflected in the increase in the number of urban job seekers. Job seekers have certain tendencies in the formal and informal job sectors. However, there have not been many studies that discuss these preferences based on demographic and accessibility factors. Demographic factors can provide an overview of the characteristics of job seekers and their preferences, while accessibility factors have a close relationship with the ease of reaching job locations which can also determine the preferences of job seekers. Knowledge of the influence of these factors can provide input in area-based policy planning as well as urban development that accommodates the needs of access services in urban economic centers. In this research, autocorrelation is applied to the data on job search in Jakarta by using independent variables of population, productive age, area, and location of training (as a representation of educational aspects) as demographic factors. Meanwhile, to find out the accessibility of job seekers, variables distance, travel time, and travel costs are used. Data analysis was carried out using a spatial approach to determine the influence of each region (observation) in DKI Jakarta This study used a quantitative approach by collecting data using questionnaires that were disseminated online. The result shows respondents’ tendency to choose formal rather than informal work sectors. Regionally, it was also found that the districts with the highest number of job seekers in Tanjung Priok (North Jakarta), Kalideres (West Jakarta), and Duren Sawit sub-districts in East Jakarta. The results of spatial analysis also found that the variables number of population, population age and, number of occupation exercise affect the preferences of job seekers. Meanwhile, accessibility is also significant and influences the preferences of job seekers (mileage, travel time, and travel costs) to choose jobs in the formal sector."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Hening
"ABSTRAK
Penduduk merupakan modal dasar pembangunan. Tingginya jumlah
penduduk yang tidak disertai dengan kemampuan penyediaan kesempatan kerja
yang memadai menyebabkan munculnya masalah pengangguran. Kota Bandung,
sebagai satu-satunya Kota Kreatif di Indonesia, berupaya peningkatan penyerapan
tenaga kerja tidak hanya pada sektor formal tetapi juga informal guna menekan
angka penangguran. Skripsi ini membahas strategi Disnaker Kota Bandung dalam
meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sektor formal dan informal.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa terdapat dua strategi yaituStrategi Penyerapan Tenaga
Kerjadi DalamHubungan Kerja dan Strategi Penyerapan Tenaga Kerja di Luar
Hubungan Kerja.Tiap-tiap strategi memiliki kekuatan, kelemahan, kesempatan,
dan ancaman yang berbeda-beda. Terlepas dari pelaksanaan strategi tersebutyang
sudah baik atau tidak, pada akhirnya implementasi dari strategi tersebut
telahmemberikan kontribusi pada pencapaian sasaran strategis.

ABSTRACT
Population is a pivotal element of development. The high number of
people in coexistence with the lack of job opportunities has lead to the rise of
unemployment. Bandung, as the only Creative City in Indonesia, is seeking ways
to improve employment absorption not only at the formal but also informal sector
in order to reduce the number of unemployment. This study discusses the
strategies used by Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung in increasing employment
absorption in the formal and informal sectors. This study is a qualitative research
with descriptive design. The results indicate that there are two strategies, namely
the Employment Absorption in Work Relationgship Strategy and Employment
Absorption Outside of Work Relationship. Each strategies have their own
strengths, weaknesses, opportunities and threats. Regardless of whether the
implementation of the strategies is successful or not, in the end the
implementation of the strategies have contributed in achieving strategic
objectives."
2016
S63925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Wahyu Widodo
"Di Indonesia diperkirakan menjelang talmn 2000 belum dapat terhindar dari permasalahan penduduk berikut aspek-aspek yang terkait didalamnya dan sekaligus berfungsi sebagai pilar untuk mencapai kestabilan politik maupun ekonomi. Jika permasalahan ini ditempatkan dalam suatu kerangka pembangunan dari negara yang sedang berkembang ternyata masih banyak kegiatan ekonomi yang tergantiung pada keadaan penduduk seperti halnya masalah kemiskinan, rendahnya tingkat upah pekerja, penyerapan tenaga kerja di sektor .formal dan yang lebih penting semakin rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam arti luas.
Kenyataan menunjukkan bahwa mobilitas penduduk terkonsentrasi di. kota besar terutama di DKI Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan yang sarat dengan fasilitas umum serta fasilitas sosial sehingga menjadikan Jakarta sebagai pusat industri, pusat perdagangan dan juga merupakan pusat kebudayaan. Kondisi yang demikian akan membawa dampak berkembangnya sektor informal yang semakin luas diberbagai lingkup kegiatan ekonomi yang merupakan daya tarik bagi penduduk di kota kecil untuk melakukan migrasi yang secara bertahap semakin meningkat jumlahnya.
Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi pengirim terbesar kedua setelah propinsi Jawa Tengah, sedangkan DKI Jakarta masih merupakan wilayah yang relatif mempunyai prosentase migran netto tertinggi di Indonesia Menitik beratkan mengenai keadaan di kedua wilayah tersebut dipandang cukup menarik untuk ditelaah secara mendalam mengenai determinant sosial ekonomi peluang migran asal Jawa Timur untuk memperoleh pekerjaaan pada sektor formal-informal di DKI Jakarta dan untuk selanjutnya dari hasil kajian tersebut akan dapat menjelaskan pekerjaan migran secara jelas berikut latar belakang sosial ekonominya.
Secara umum dapat diungkapkan bahwa dalam kurun waktu 25 tahun sejak 1960 jumlah penduduk DKI Jakarta mengalami peningkatan 2,6 kali lipat. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk relatif sangat cepat yang disebabkan karena faktor daya tarik yang sangat kuat di DKI Jakarta seperti, pusat pemerintahan, perkembangan perekonomian yang cukup pesat dan peluang dalam menciptakan kesempatan kerja yang cukup besar dan kesemuanya tersebut merupakan faktor yang sangat potensial terjadinya migrasi masuk.
Kondisi migran asal Jawa Timur di DKI Jakarta dilihat dari segi pendidikan tampak sangat bervariasi antara migran yang berpedidikan rendah dengan migran yang berpendidikan tinggi. Bagi migran yang berpendidikan rendah didorong oleh kemauan untuk mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidup yang layak, sedangkan bagi migran yang berpendidikan tinggi mempunyai motivasi untuk meningkatkan keadaan sosial ekonominya yang lebih tinggi dibandingkan ditempat asal.
Pola migran dilihat dari status kawin, bagi migran asal Jawa Timur menunjukkan pola yang cukup berimbang antara yang kawin dan belum kawin. Namun demikian untuk migran yang berstatus belum kawin dapat dikatakan relatif cukup besar hampir mendekati 50 % hal ini menunjukkan bahwa motivasi utama dari migran asal Jawa Timur untuk melakukan migrasi adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Jika dilihat dari jenis kelamin maka untuk migran perempuan relatif lebih banyak dibandingkan dengan migran laki-laki meskipun perbedaan tersebut dipandang kurang berarti. Kenyataan ini diduga bahwa migran perempuan merupakan pekerja informal untuk kelompok menengah kebawah dengan suatu motivasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pola migran asal Jawa Timur berdasarkan karakteristik sosio demografi tidak secara keseluruhan mengikuti pola migran secara umum di DKI Jakarta, sehingga banyak bertentangan dengan beberapa pendapat maupun temuan secara umum, disebutkan bahwa ciri dari migran mayoritas adalah : berusia muda, tingkat pendidikan relatif tinggi status belum kawin dan jenis kelamin adalah laki-laki.
Hasil analisa menunjukkan bahwa migran berasal dari Jawa Timur pada kelompok umur muda dan pada umumnya justru bekerja di sektor formal yang berstatus belum kawin dan tingkat pendidikan terkonsentrasi pada tamat SD kebawah. Pada kelompok umur tua hampir keseluruhan bekerja pada sektor informal baik migran yang berpendidikan rendah maupun migran yang berpendidikan tinggi SLTA keatas .Karakteristik yang sangat berbeda jika dikaitkan dengan status kawin maka bagi migran pada kelompok umur ini yang bekerja pada sektor formal pada umumnya berstatus sudah kawin dan yang bekerja pada sektor informal berstatus belum kawin.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model regresi berganda dilakukan dengan 2 model ialah model -1 dan model -1A. Hasil analisa menunjukkan bahwa untuk model I -A tidak dapat digunakan mengingat tidak satupun variabel yang dimasukkan mempunyai nilai yang significant, sehingga model -1 merupakan model yang terpilih. Dari model terpilih terlihat variabel yang significant adalah UI kelompok umur 10-19 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0589 ) dan variabel selanjutnya yang terlihat signifikan adalah U2 kelompok umur 20-29 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0070 ) dan variabel selanjutnya adalah PD I kelompok pendidikan tamat SD kebawah dengan menggunakan nilai a yang sama maka ( Pr < Chi = 0,0043 ), sehingga variabel yang dibahas dalam analisa ini adalah variabel yang signifikan.
Migran asal Jawa Timur berdasarkan analisa yang tertuang dalam model -1 dapat diungkapkan bahwa untuk kelompok umur 10-19 tahun yang sudah kawin dan tingkat pendidikannya semakin tinggi, kecil peluangnya untuk bekerja disektor' informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Sebaliknya bagi migran pada kelompok umur tersebut dengan status belum kawin dan semakin tinggi tingkat pendidikannya mempunyai peluang yang cukup besar untuk masuk ke sektor formal dibandingkan dengan migran yang berstatus kawin.
Pada kelompok umur 20- 29 tahun yang berstatus kawin semakin tinggi pendidikannya akan semakin kecil peluangnya untuk bekerja disektor informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Untuk migran yang berasal Dari Jawa Timur pada kelompok umur ini terlihat peluangnya yang cukup besar adalah masuk ke sektor formal jika migran tersebut berstatus belum kawin.
Bagi migran yang mempunyai pendidikan tamat SD kebawah semakin tua umurnya dan berstatus sudah kawin mempunyai peluang yang cukup besar untuk memasuki sektor informal, jika migran pada kelompok ini berstatus belum kawin dengan tingkat pendidikan yang relatif sama maka peluangnya untuk masuk kesektor informal relatif kecil, sehingga ada kecenderungan untuk masuk ke sektor formal."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Biro Pusat Statistik dan Pustaka Sinar Harapan, 1988
331.945 9 MOD
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Maiyanti
"Penelitian ini bertujuan menguraikan kesenjangan penghasilan sektor formal dan informal di Indonesia dengan menggunakan data Sakernas 2013. Menggunakan dekomposisi Blinder-Oaxaca 1973 yang dikembangkan oleh Jann 2008 , ditemukan kesenjangan penghasilan antara pekerja formal dan informal yang signifikan. Kesenjangan tersebut dijelaskan oleh dua faktor utama, yaitu faktor explained yang dikaitkan dengan faktor endowment pekerja dan faktor unexplained terkait dengan tingkat pengembalian terhadap karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan. Kontribusi faktor endowment adalah yang paling besar terhadap kesenjangan penghasilan. Secara umum, pekerja sektor formal lebih banyak terkonsentrasi pada jabatan dan upah yang lebih tinggi, lebih berpendidikan, dan memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi atas karakteristik secara keseluruhan.Kata kunci: Kesenjangan Penghasilan, Dekomposisi Blinder-Oaxaca, Faktor explained endowment , faktor unexplained return , pekerja formal, pekerja informalPenelitian ini bertujuan menguraikan kesenjangan penghasilan sektor formal dan informal di Indonesia dengan menggunakan data Sakernas 2013. Menggunakan dekomposisi Blinder-Oaxaca 1973 yang dikembangkan oleh Jann 2008 , ditemukan kesenjangan penghasilan antara pekerja formal dan informal yang signifikan. Kesenjangan tersebut dijelaskan oleh dua faktor utama, yaitu faktor explained yang dikaitkan dengan faktor endowment pekerja dan faktor unexplained terkait dengan tingkat pengembalian terhadap karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan. Kontribusi faktor endowment adalah yang paling besar terhadap kesenjangan penghasilan. Secara umum, pekerja sektor formal lebih banyak terkonsentrasi pada jabatan dan upah yang lebih tinggi, lebih berpendidikan, dan memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi atas karakteristik secara keseluruhan."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"Sickness presenteeism adalah suatu kondisi seseorang yang sakit fisik atau mental namun tetap masuk kerja. Penelitian ini memperoleh data prevalensi penyakit dan faktor penyebabnya di kalangan pekerja sektor formal di beberapa daerah di Indonesia. Studi cross-sectional dilakukan di beberapa daerah di Indonesia dengan jumlah responden 590 orang. Sickness presenteeism ditentukan oleh masalah kesehatan yang dialami selama satu bulan terakhir sebelum mengikuti penelitian. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji bivariat chi-square dan uji multivariat regresi logistik. Dari 590 peserta, prevalensi sickness presenteeism yang didapatkan adalah 26,1% (n=154). Mayoritas responden adalah tenaga kesehatan (33,9%) dan berasal dari Pulau Jawa (64,1%). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa umur (p=0.016), jenis kelamin (0.041), tingkat pendidikan (0.012), dan bidang pekerjaan (p=0.044) berpengaruh signifikan. Prevalensi sickness presenteeism pada pekerja sektor formal di beberapa daerah di Indonesia adalah 26,1%. Faktor yang paling relevan dengan kejadian penyakit adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan bidang pekerjaan.

Sickness presenteeism is a condition in which an individual who is physically or mentally ill still comes to work. We obtained the prevalence of sickness presenteeism and contributing factors among formal sector workers in several areas in Indonesia. A cross-sectional study was done in several areas in Indonesia with 590 participants. Sickness presenteeism was determined by the health problems experienced in the last month before the study. Data analysis was done using the chi-square bivariate test and the logistic regression multivariate test. Out of 590 participants, the prevalence of sickness presenteeism is 26.1% (n=154). The majority of the respondents were healthcare workers (33.9%) and from Java Island (64.1%). Multivariate analysis results showed that age (p=0.016), gender (0.041), education level (0.012), and area of employment (p=0.044) were significant. The prevalence of sickness presenteeism among formal sector workers in some areas of Indonesia was 26.1%. The most relevant factors to sickness presenteeism were age, gender, education level, and area of employment."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Mulyantini
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Pasca mengalami cacat anatomi akibat kecelakaan kerja, waktu yang dibutuhkan pekerja untuk kembali bekerja bervariasi, dengan berbagai faktor risiko yang berperan terhadap waktu kembali bekerja. Penelitian ini bertujuan membandingkan waktu kembali bekerja antara pekerja sektor ekonomi formal dengan informal dan faktor lainnya.
Metodologi: Penelitian retrospektif, dengan sampel pekerja yang mengalami cacat anatomi akibat kecelakaan kerja yang ditangani di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, periode 1 Januari 2013 - 31 Desember 2014. Klasifikasi kecelakaan, tindakan medis, penyakit penyerta serta pembiayaan diperoleh melalui rekam medik. Sosiodemografi, sektor pekerjaan, masa kerja, waktu kembali bekerja diperoleh dari kuesioner. Analisa korelasi dilakukan untuk melihat hubungan usia, masa kerja dengan waktu kembali bekerja. Pada faktor risiko juga dilakukan analisa bivariat menggunakan uji-t tidak berpasangan dan ANOVA. Faktor risiko yang memiliki (p<0,25) dilakukan analisa multivariat dengan regresi berganda.
Hasil : Diperoleh 61 subyek, mayoritas pria (95,1%), berpendidikan dasar-menengah (85,2%), tidak mendapat jaminan pembiayaan (57,4%), cacat anatomi pada ekstremitas atas (85,2%), melakukan kontrol luka (88,5%), mendapat tindakan bedah amputasi tertutup (91,8%), tanpa penyakit penyerta (88,5%). Sebanyak 33 (54,1%) subyek adalah pekerja sektor ekonomi formal. Waktu kembali bekerja pada pekerja sektor ekonomi formal lebih cepat dibandingkan dengan pekerja sektor ekonomi informal dengan rata-rata perbedaan waktu 9 hari (p<0,01). Tindakan bedah amputasi tertutup mengurangi waktu kembali bekerja selama rata-rata 11 hari (p<0,01).
Kesimpulan: Sektor ekonomi adalah determinan utama waktu kembali bekerja. Pekerja sektor formal mempunyai rerata waktu kembali bekerja lebih cepat dibandingkan dengan pekerja informal, kemungkinan berkaitan dengan sosio-ekonomi dan akses pelayanan kesehatan yang memadai pada pekerja sektor formal. Tindakan bedah amputasi tertutup mengurangi waktu kembali bekerja secara signifkan.

ABSTRACT
Introduction: Return to work time for workers with anatomical impairment due to occupational accident is varied as there are many risk factors associated with it. This study aimed to compare the mean differences return to work time between formal and informal workers and other factors.
Methods: This study was a retrospective study, using sample of workers with anatomical impairment due to occupational accident who received medical care at the Cipto Mangunkusumo hospital, during the period of 1st January 2013 - 31st December 2014. Accident classification, medical procedure, healhtcare coverage, other accompanying health conditions were obtained from the medical records. Sosiodemography, working sector, working period, return to work time were obtained through a questionnaire. Correlation analysis was performed to observe the relationship between age, working period with the return to work time. Bivariate analysis was also performed by using unpaired t-test and ANOVA. Multivariate analysis using multiple regression was then performed in risk factors known to have (p < 0,25).
Results : Sixty-one subjects were obtained consisted of male (95.1%), with basic and intermediate educational level (85.2%), did not possesed healthcare coverage (57,4%), had upper extremities anatomical impairment (85.2%), received wound control care (88.5%), underwent closed amputation procedure (91.8%), and did not have other accompanying health conditions (88.5%). Thirty-three (54.1%) subjects were categorized in a formal working group. Formal workers had a significantly shorter mean return to work time compared to informal workers with mean differences of 9 days (p< 0,01). Closed amputation procedure reduced 11 days of return to work time (p< 0,01).
Conclusion: Working sector was the main determinant for the return to work time. The formal workers had a significantly shorter return to work time compared to the informal workers, which might be associated with better socioeconomical status and access of healthcare. In addition, closed amputation procedure significantly reduced the return to work time., Introduction: Return to work time for workers with anatomical impairment due
to occupational accident is varied as there are many risk factors associated with
it. This study aimed to compare the mean differences return to work time
between formal and informal workers and other factors.
Methods: This study was a retrospective study, using sample of workers with
anatomical impairment due to occupational accident who received medical care at
the Cipto Mangunkusumo hospital, during the period of 1
vii
st
January 2013 - 31
December 2014. Accident classification, medical procedure, healhtcare coverage,
other accompanying health conditions were obtained from the medical records.
Sosiodemography, working sector, working period, return to work time were
obtained through a questionnaire. Correlation analysis was performed to observe
the relationship between age, working period with the return to work time.
Bivariate analysis was also performed by using unpaired t-test and ANOVA.
Multivariate analysis using multiple regression was then performed in risk factors
known to have (p < 0,25).
Results : Sixty-one subjects were obtained consisted of male (95.1%), with basic
and intermediate educational level (85.2%), did not possesed healthcare coverage
(57,4%), had upper extremities anatomical impairment (85.2%), received wound
control care (88.5%), underwent closed amputation procedure (91.8%), and did
not have other accompanying health conditions (88.5%). Thirty-three (54.1%)
subjects were categorized in a formal working group. Formal workers had a
significantly shorter mean return to work time compared to informal workers with
mean differences of 9 days (p< 0,01). Closed amputation procedure reduced 11
days of return to work time (p< 0,01).
Conclusion: Working sector was the main determinant for the return to work
time. The formal workers had a significantly shorter return to work time
compared to the informal workers, which might be associated with better
socioeconomical status and access of healthcare. In addition, closed amputation procedure significantly reduced the return to work time.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>