Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Aini Ulfana
"Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas, serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gangguan jiwa berat di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan 1.157 responden dan menggunakan pendekatan regresi logistik. Hasil penelitian ini adalah 4 variabel faktor psikologis, 2 variabel faktor somatik dan 2 variabel faktor sosio ekonomi berpengaruh terhadap kejadian gangguan jiwa berat di Yogyakarta.

Schizophrenia is a severe mental disorder characterized by a decrease or an inability to communicate, impaired reality, and had difficulty doing everyday activities. This study aims to identify factors that affect the incidence of schizophrenia in Yogyakarta. This study using cross sectional method and the sample size of 1,157 respondents surveyed, this study used logistic regression. The result, there are 4 variables from psychologic factors, 2 variables from somatic factors, and 2 variables from socio economic factors that are affect the incidence of schizophrenia in Yogyakarta.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekowati Rahajeng
"Sebagian besar pasien dengan gangguan mental emosional pertama-tama belum berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Pasien gangguan mental emosional yang berobat ke Puskesmas wilayah Jakarta Timur hanya 1,88 % dari kasus yang ada di masyarakat dengan rata-rata kunjungan 1,31 kali pada tahun 1994. Agar gangguan tersebut tidak menjadi berat atau menjadi penyakit lain, maka diperlukan pengobatan sedini mungkin. Untuk mencapai maksud tersebut, yang menjadi masalah penelitian ini adalah bagaimana pola perilaku pencarian pengobatan dari pasien gangguan mental emosional dan faktor-faktor apa yang berhubungan dengan perilaku tersebut.
Jenis disain penelitian ini adalah crossectional, namun menggunakan analisis yang lazim digunakan pada studi case control pada penduduk dewasa (17 tahun ke atas) yang mengalami gangguan mental emosional. Gangguan mental emosional ditetapkan berdasarkan pengisian instrumen Self Reporting Questionnaire (SRQ) dengan cut-off points 6. Pengambilan sampel dilakukan secara systematic random sampling dengan sampling fraction 9. Unit sampel adalah rumah tangga dengan jumlah 650 KK yang meliputi 1950 penduduk dewasa sehat. Sampel pasien gangguan mental emosional yang diteliti berjumlah 446 kasus. Untuk mengetahui hubungan faktor dengan perilaku pengobatan dilakukan perhitungan Odds ratio melalui analisis regresi logistik multivariat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pola perilaku pengobatan pertama pasien gangguan mental emmosional di Kelurahan Pulogadung adalah melakukan pengobatan sandhi 27,8 %, ke dokter umum 18,4 %, tidak mencari pengobatan 17,4 %, ke Puskesmas 13,2 %, ke pengobat tradisional 8,7 %, ke rumah sakit umum 6,1 %, ke spesialis penyakit dalarn 5,8 % dan ke psikiater 2,5 %. Pasien yang melakukan kegiatan rujukan adalah 23,6 %. Sebagian besar pasien yang melakukan rujukan dan pasien yang melakukan pengobatan selanjutnya tidak berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.
Pasien gangguan mental emosional lebih mungkin tidak mencari pengobatan apabila pasien tidak merasa terganggu akibat gangguan mental emosional yang dialaminya (OR 0,01 ; 95% Cl 1,5E-03 - 0,02), kurang mendapatkan informasi pelayanan kesehatan jiwa (OR 0,49 ; 95% CI 0,25 - 0,95) dan apabila pasien malu berobat ke psikiater (OR 2,24 ; 95% 1,02 - 4,85).
Pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat diharapkan tidak hanya menunggu pasien datang berobat ke fasilitas kesehatan jiwa. Kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas perlu dikembangkan dalam kegiatan Puskesmas lainnya (Taruna Husada, Sala Shakti Husada dan sebagainya). Pelayanan prevensi sekunder (mendorong pasien berobat) melalui peningkatan pengetahuan gangguan mental emosional dan fasilitas pengobatannya perlu lebih diprioritaskan. Penyegaran pengetahuan gangguan mental emosional terhadap dokter umum perlu dilakukan secara periodik. Peningkatan mutu pelayanan jiwa di Puskesmas dan pembinaan pengobat tradisional perlu lebih diperhatikan. Disamping itu perlu juga dipertimbangkan tentang perubahan konsep figur psikiater di masyarakat.

Most patients with mental emotional disorder didn't visit health facility with mental health service at the first treatment. There is only 1,8 % of people with mental emotional disorder who visited Puskesmas at East Jakarta with average 1.31 visit in 1994. To prevent the disturbance become more severe or to become another illness, early treatment is needed. To reach the purpose, the problem of this study is to identify health seeking treatment pattern of patient with mental emotional disturbance and to find factors which was associated with the behavior treatment.
The study design is cross sectional study but method of analysis is case control. Sample of the study are adult (17 years or more) who experience mental emotional disorder. The criteria of mental emotional disorder is based on answers of Self Reporting Questionnaire (SRQ) with cut-off 6. Sampling method is systematic random sampling with sampling fraction of 9. Sampling unit is household with totally 650 household which include 1950 adult with good health. Sample of patient with mental emotional disorder are 446 cases. To identify relationship between factors with health seeking treatment, logistic regression with odds ratio is applied.
The result showed that for the first treatment there is 27,8% of the mental emotional disorder patients performing self medication, 18,4% visit medical doctor, 17,4 % didn't seek any treatment, 13,2 % visit Puskesmas, 8,7 % going to traditional healer, 6,1% to general hospital, 5,8% visit internist and 2,5% visit psychiatrist. There where 23,6 patient who were given referral. Most of the patients who were referred or patient who continue the treatment didn't visit health facility with mental health service.
Patients with mental emotional disorder probably not seek any treatment if they didn't feel uncomfortable with the disturbance they experienced (OR 0,01 ; 95% CI 1,5E-03 - 0,02), did not obtained enough information about mental health service (OR 0,49 ; 95% CI 0,25 - 0,95), or if the patient was ashamed to visit psichiatrist (OR 2,24 ; 95% CI 1,02 - 4,85).
Patients with mental emotional disorder probably would performed self medication if their social economic status is low (OR moderat 0,52 ; 95% CI 0,06-0,83; OR high 0,45 ; 95% CI 0,04-0,62), if they were not bothered by the disturbance they experienced (OR 0,47; 95% CI 0,03-0,91), didn't consider the disturbance as severe (OR 0,54 ; 95% CI 0,07-0,91), didn't obtained enough information on the mental health service (OR 0,52 ; 95% CI 0,06-0,79), were not suggested to have treatment (OR 0,45 ; 95 % CI 0,04-0,57), they have no work (OR 0,35 ; 95 %CI 0,17-0,67) and if they are Askes member (OR 2,48 ; 95% CI 2,40-17,54).
Patients with mental emotional disorder will probably visit traditional healer if they have expectation that the treatment not only give drug (OR 8,76 ; 95% CI 1,86 - 42,26), have supernatural believe (OR 7,53; 95% CI 3,15-40,22), and have enough knowledge on the traditional healer service (OR. 6,67; 95% CI 1.86-23,57), did not feel comfortable with the disturbance they experienced (OR 8,84; 95% CI 3,00 - 26,05), their knowledge on the mental emotional disorder was not good (OR 0,12;95% CI 0,03-0,56), and have no information on the mental emotional service (OR. 0,25; 95% CI 0,06-0,98).
Patients with mental emotional disorder will probably visit mental health service if they felt disturbed (OR 4,43 ; 95% CI 1,76 - 11,13), did not have senior high school or more education (OR 0,36 ; 95% CI 0,16 - 0,81), expected to be given more than just drug (OR 5,93 ; 95% CI 1,93 - 18,17), feeling that the high cost of the treatment influence the effort to seek treatment (OR 7,17 ; 95 % CI 2,83 - 17,81), obtained enough information on the mental health service (OR 5,22 ; 95% CI 2,34 - 11,59), and did not feel ashamed to visit psychiatrist (OR 0,43; 95% CI 0,18 - 0,99).
Patients with mental emotional disorder will probably visit Puskesmas if they feel bothered (OR 14,41 ; 95% CI 4,14 - 50,40), feeling the cost of the treatment influence the effort of seeking treatment (OR. 4,28 ; 95% CI 1,39 - 13,06), their social economic status is low (OR high 0,11 ; 95 % CI 0,03 - 0,37), lived near to Puskesmas (OR 0,21 ; 95% CI 0,06 - 0,77), realize that there is mental health service in the Puskesmas (OR 14,31 ; 95 % CI 4,09 - 49,89), did not know about traditional service (OR 0,05 ; 95 % CI 0,01 - 0,25), did not have knowledge about the general health service (OR 0,23; 95% CI 0,07 - 077), and the healer attitude did not influence the choice of treatment (OR 0,35 ; 95 % CI 0,14 - 0,88).
Mental health service in the public is expected not only waited patients to visit the mental health service. Mental health service at the Puskesmas needs to be integrated and to be developed with the other Puskesmas activity (Taruna Husada, Bhakti Husada, Karang Werdha). Secondary prevention thru knowledge development on the mental emotional disorder, treatment facility and early detection should be give more priority. Knowledge refreshment on the mental emotional disorder to medical doctor needed to be in force periodically. Quality improvement of health service in Puskesmas' and education of traditional healer need to be given more attention. The figure of psychiatrist in the society need to changed as well.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyoko
"Di Provinsi DKI Jakarta gangguan mental emosional khususnya pada lansia menjadi masalah seiring dengan bertambahnya jumlah lansia. Tujuan penelitian adalah mengetahui prevalensi, distribusi dan perbedaan proporsi faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan mental emosional pada lansia .Metode penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data Riskesdas tahun 2007. Hasil Penelitian prevalensi sebesar 21,1%, Berdasarkan umur proporsi gangguan mental emosional pada lansia lebih besar pada umur ≥ 70 tahun (21,0%), lebih besar pada jenis kelamin perempuan (26,0%), lebih besar pada tingkat pendidikan rendah (26,8%), lebih besar pada yang tidak bekerja (24,2%), lebih besar pada status ekonomi tinggi (24,1%), lebih besar pada anggota keluarga (25,3%), lebih besar pada yang cerai (30,6%), lebih besar pada yang menderita DM (31,6%), lebih besar pada yang menderita hipertensi (29,9%), lebih besar pada menderita gangguan sendi (26,2%) lebih besar pada yang kurus (27,4%) lebih besar pada yang tidak mandiri (46,5%).

In Jakarta Provincial mental disorders in the elderly in particular emotional an issue as the number of elderly. The research objective was to determine the prevalence, distribution and differences in the proportion of risk factors related with emotional mental disorder in the elderly. This method is a cross sectional study using data Riskesdas 2007. Research a prevalence of 21.1%, Based on the emotional life of the proportion of mental disorders in the elderly greater at age ≥ 70 years (21.0%), greater in the female sex (26.0%), greater in the low education level (26.8%), greater in that it does not work (24.2%), greater in the high economic status (24.1%), greater in family members (25.3%), greater in the divorce (30.6%), which suffer greater in DM (31.6%), greater in hypertensive (29.9%), greater in suffering from joint disorders (26.2%) greater in the lean (27.4%) was greater in the dependent (46.5%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfan Pramoda Widyadaksa
"Sikap negatif terhadap gangguan jiwa masih menjadi fenomena yang kerap kali terjadi. Bahkan stigmatisasi ini dilakukan oleh mereka yang berpendidikan, seperti mahasiswa. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai sikap mahasiswa psikologi terhadap gangguan jiwa. Peneliti memutuskan untuk meneliti sikap mahasiswa dengan dasar bahwa sebagian besar penduduk di Asia memiliki stereotipe yang negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa atau menstigma. Mahasiswa tidak lepas dari sikap ini. Padahal, mahasiswa adalah kaum terdidik. Survei dilakukan di empat universitas di Jabodetabek dengan partisipan berjumlah 104 orang, dengan perempuan berjumlah 83 dan laki-laki berjumlah 18 orang. Penelitian ini menggunakan alat ukur Belief in Mental Illness Scale BMI. Hasil menunjukkan bahwa sikap partisipan terhadap gangguan jiwa cenderung ke arah netral. Rata-rata tertinggi ditemukan pada item rang dengan gangguan jiwa sulit diprediksi, sementara rata-rata terendah ditemukan pada item orang dengan gangguan jiwa berbahaya. Peneliti kemudian mendiskusikan lebih lanjut mengapa temuan-temuan tersebut bisa terjadi. Untuk penelitian berikutnya, sebaiknya partisipan berasal dari kalangan nonpsikologi untuk memperkaya wawasan.

Negative attitude toward mental disorders is still an oft recurring. This stigmatization is even done by those who are educated, like college students. The purpose of the study is to get a picture of the attitude of psychology students to mental disorders. Researcher decided to examine student attitudes on the grounds that the majority of the populations in Asia perceive negative stereotype or stigma on people with mental disorders. College students, educated people, are not exempt from this attitude. The survey was conducted at four universities in Jabodetabek on 104 participants, with 83 women and 18 men. This study used the Belief in Mental Illness Scale BMI measurement tool. The results show that participants 39 attitudes toward mental disorders tend to be neutral. The highest average is found in item ldquo people with mental disorders are difficult to predict, rdquo while the lowest average is found on item people with mental disorders are dangerous. rdquo The researcher then discusses further why these findings could occur. For the next study, participants should come from non psychology backgrounds to enrich the insight.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelin Saulinggi
"Latar belakang: Provinsi Maluku dilanda konflik berkekerasan sejak awal tahun 1999. Hal ini mendorong ribuan orang untuk mengungsi mencari tempat yang Iebih aman. Tinggal di tempat pengungsian sering menimbulkan ketidaknyamanan dan dapat menimbulkan trauma berkepanjangan. Menurut kepustakaan timbulnya gangguan mental pada pengungsi berhubungan dengan faktor risiko dan pengalaman traumatik yang pemah dialami, serta masalah psikososial yang dihadapi selama di pengungsian. Penelitian dilakukan untuk melihat prevalensi gangguan mental pada pengungsi yang tinggal di lokasi pengungsian di Kota Ambon.
Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan potong lintang dengan sampel sebanyak 214 pengungsi berusia 18 - 65 tahun yang tinggal di lokasi pengungsian di Kota Ambon selama bulan Februari - Maret 2006. Data sosiodemografik dan data pengalaman traumatik dan pengungsian diperoleh melalui kuesioner. Data mengenai gangguan mental diperoleh dengan menggunakan instrumen MINI-ICD-10. Hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS-13.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 30,4% responden mengalami gangguan mental, dengan prevalensi terbanyak ialah gangguan yang berhubungan dengan penggunaan alkohol, diikuti gangguan depresi, gangguan cemas menyeluruh, gangguan distimia, episode manik, episode manik yang berkomorbid dengan ketergantungan alkohol, gangguan stres pascatrauma, dan gangguan depresi yang berkomorbid dengan gangguan lainnya. Saat dilakukan analisis bivariat dan multivariat, ditemukan hubungan yang bermakna antara usia dan jenis kelamin dengan terjadinya gangguan mental. Untuk analisis multivariat diperoleh p: 0,07 dan OR: 2,4 untuk variabel usia dan untuk variabel jenis kelamin p: 0,08 dan OR: 0,4.
Kesimpulan: Prevalensi gangguan mental pada pengungsi yang tinggal di lokasi pengungsian di Kota Ambon sedikit lebih tinggi dari populasi normal, namun lebih rendah dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan pada pengungsi di tempat lain. Hal ini disebabkan keterbatasan instrumen yang digunakan, serta pelaksanaan penelitian jauh setelah kerusuhan terjadi.

Background: Maluku province had riot and conflict since early of 1999 which encouraged thousand of people to move and find a safer place. Living in refugee wards often cause uncomfortable feeling and extended trauma. According to literature source, mental disorders in refugees are related to risk factors, suffered traumatic experiences, and psychosocial problems during their daily live in refugee ward. This study was conducted to recognize the prevalence of mental disorder in adult refugees who lived in refugee wards of Ambon city.
Methods: This study was a descriptive study with cross-sectional design. The sample were 214 refugees aged 18 - 65 years old who lived in refugees wards of Ambon city during February - March 2006 period. Sosiodemographic data and data of traumatic experiences and refugee were obtained from questioners. Data of mental disorder was obtained by using MINI-KO-10 instrument. Results were analyzed by using program of SP55-13.
Results: The study results indicated there were 30.4% subjects with mental disorder. The most common prevalence was mental disorder related to alcohol abuse and followed by depression disorder, generalized anxiety disorder, dystimia disorder, manic episodes, manic episodes with co morbidity of alcohol dependence, post-traumatic stress disorder, and depression disorder with co morbidity of other disorders. By using bivariate and multivariate analysis, there was significant association between age and gender with mental disorder. For multivariate analysis, there were p: 0.07 and OR: 2.4 for the age variable and p: 0.08 and OR: 0.4 for gender variable.
Conclusions: The prevalence of mental disorder in refugees who lived in refugee wards of Ambon city is slightly higher than normal population, but it is lower than previous studies in other refugee wards. This is caused by limitation of instrument utilized and timing of study, i.e. the study was conducted long after the riot and conflict occurred.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulima, Novy Helena Catharina
"Disertasi ini bertujuan untuk merumuskan model proses pengambilan keputusan pasung oleh keluarga, kuesioner keputusan pasung Daulima serta mengetahui pengaruh terapi keputusan perawatan tanpa pasung dan algoritma keputusan perawatan Daulima terhadap tingkat keputusan pasung. Desain penelitian menggunakan mixed methods dengan desain exploratory dengan jumlah sampel 22 orang partisipan dan 82 orang responden.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya tahapan pada proses pengambilan keputusan pasung oleh keluarga, kuesioner keputusan pasung Daulima yang valid dan reliabel serta pengaruh terapi keputusan perawatan tanpa pasung dan algoritma keputusan perawatan Daulima terhadap penurunan tingkat keputusan pasung secara bermakna. Model proses pengambilan keputusan pasung oleh keluarga direkomendasikan sebagai landasan asuhan keperawatan keluarga klien gangguan jiwa yang dipasung. Kuesioner keputusan pasung Daulima direkomendasikan sebagai alat untuk mengukur keputusan pasung pada keluarga klien. Terapi keputusan perawatan tanpa pasung dan algoritma keputusan perawatan Daulima direkomendasikan sebagai intervensi bagi keluarga yang memiliki tingkat keputusan pasung yang tinggi.

This dissertation aimed to formulate a model of family decision making proces for pasung, Daulima pasung decision questionnaire and to identity an impact of therapy of nursing care decision without pasung and Daulima nursing care decision algorithm toward pasung decision level. This study used a mixed method with exploratory design using 22 participants and 82 respondents.
This study invented stages of family decision making proces for pasung, a valid and reliable Daulima pasung decision questionnaire and impact of therapy on nursing care decision without pasung and Daulima nursing care decision algorithm toward a significant declining of pasung decision level. Model of family decision making proces for pasung was recommended as a nursing care platform for a family who is performing or going to perform pasung for mentally ill patient. Daulima pasung decision questionnaire was advised as a measuring instrument for pasung decision level on family of mentally ill patient. Moreover, therapy of nursing care decision without pasung and Daulima nursing care decision algorithm was suggested as an intervention for a family with a high level decision for pasung."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D1950
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jap Mustopo Baktiar
"Obyektif: Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia yang bekerja di luar negeri yang menderita gangguan mental mempunyai kecenderungan semakin meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Kepolisian Pusat RS Sukanto, Jakarta, jumlah TKW yang dirawat inap di Bangsal Jiwa tahun 2000 sebesar 129 orang meningkat menjadi 294 orang pada tahun 2002. TKW mengalami berbagai macam keadaan dan peristiwa selama bekerja di luar negeri, yang dapat menimbulkan masalah fisik maupun kejiwaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor yang berperan terhadap terjadinya gangguan mental pada TKW yang dirawat inap.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian kasus kontrol yang dilakukan terhadap 60 subyek penelitian (30 kasus dan 30 kontrol) yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek penelitian berasal dari TKW yang baru pulang bekerja di luar negeri dan dirawat inap di Rumah Sakit Kepolisian Pusat RS Sukanto, Jakarta Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dibuat khusus pada penelitian ini untuk mendapatkan faktor risiko, MINI ICD-10 untuk menentukan diagnosis klinis gangguan mental.
Hasil: Umur rata-rata pada kelompok kasus 25,23±5,029 dan kelompok kontrol 29,03±6,206. Untuk tingkat pendidikan pada kelompok kasus yang terbanyak berpendidikan SMP yaitu 12 (40,0%) dan kelompok kontrol yang terbanyak berpendidikan SD yaitu 22 (73,3%). Untuk negara tujuan penempatan balk kelompok kasus maupun kelompok kontrol yang terbanyak Arab Saudi yaitu 14 (46,7%) dan 23 (76,7%). Dalam analisis bivariat faktor risiko yang bermakna yaitu pemahaman budaya negara tujuar. (p= 0.047), kemarnpuan keterampilan (p= 0,029), derajat kekerasan emosional (p= 0,047). Dalam analisis multivariat dengan regresi logistik yang bermakna yaitu pemahaman budaya negara tujuan (p = 0,047; OR = 0,615).
Simpulan: Pemahaman budaya negara tujuan merupakan faktor yang berperan terhadap terjadinya gangguan mental pada TKW yang dirawat inap di Rumkit Polpus RS Sukanto Jakarta, dengan demikian maka talon TKW yang akan bekerja di luar negeri perlu dipersiapkan untuk lebih memahami latar belakang budaya negara tujuan.

Objective: Indonesian women helpers (house maids) who worked overseas suffering from mental disorders have tendency to increase. According to RS Sukanto Central Police Hospital, Jakarta the number of women helpers hospitalized in psychiatric wards has increased from 129 patients in year 2000 to 249 patients in year 2002. Women helpers experience various situation events during there service overseas, which cost both physical and psychiatric problems. This research is intended to retrieve the description of factors causing mental disorders to hospitalized women helpers.
Method: This is a case control research on 60 samples (30 cases and 30 controls) to have fulfilled the inclusive and exclusive criteria. Samples are women helpers reason arriving from their service overseas and hospitalized RS Sukanto Central Police Hospital, Jakarta. This research is applying instrument of questioner specifically designed for this research in order to get the risk factors and MINI ICD - 10 to identify the clinical diagnosis of the mental disorders.
Results: Average age of the case group 25,23 + 5,029 and for the control group 29,03 + 6,206. The majority for the level of education in the case group is junior high school: 12 (40,0%) and elementary school for the control group: 22 (73,3%). Destination country for both case and control group is mostly Saudi Arabia: 14 (46,7%) and 23 (76,7%). In bivariat analysis the significant risk factor is the need to comprehend the culture of the destination country (p = 0, 047), skill competence (p = 0,029%). the degree of emotional abuse (p = 0,047). In multivariat analysis with significant logistic regression in the need to comprehend the culture of the destination country (p = 0,047, OR = 0,615).
Conclusion: The cultural comprehension of the destination country is the rule factor for the occurrence of mental disorders in women helpers hospitalized in RS Sukanto Central Police Hospital, Jakarta, and hence for the upcoming women helpers about to work overseas is very necessary to understand the cultural background to destination country.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Widyarti Utami
"ABSTRAK
Gangguan jiwa dialami oleh 81 jiwa dari 13764 jiwa penduduk dikelurahan
Sindangbarang Bogor, pelayanan kesehatan jiwa masyarakat melalui puskesmas
belum berjalan dan belum adanya kelompok swabantu (self help group ) klien dan
keluarga. Penelitian ini berjudul pengaruh self help group terhadap kemampuan
keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa di kelurahan Sindangbarang
Bogor.Tujuan penelitian ini adalah memperoleh pengaruh self help group terhadap
kemampuan keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa. Desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ”Quasi experimental pre-post test without control group”
dengan intervensi self help group. Cara pengambilan sampel adalah purposive
sampling dengan sampel sebanyak 18 keluarga . Self help group dilakukan pada tiga
kelompok; kelompok I diberikan self help group dengan enam kali pertemuan
(empat kali bimbingan dan dua kali mandiri), kelompok II diberikan self help group
dengan enam kali pertemuan ( dua kali bimbingan dan empat kali mandiri) dan
kelompok III diberikan self help group dengan tiga kali pertemuan tanpa dibimbing.
Kemampuan kognitif dan psikomotor keluarga diukur dengan menggunakan
kuesioner dan dianalisis menggunakan statistik.Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan kemampuan kognitif dan psikomotor keluarga dalam merawat klien
gangguan jiwa secara bermakna. Kemampuan kelompok yang mendapatkan self help
group dan dibimbing dua kali meningkat lebih tinggi secara bermakna dibandingkan
dengan yang dibimbing empat kali dan tanpa bimbingan.Direkomendasikan
membentuk dan melaksanakan self help group bagi keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa.

ABSTRACT
Mental illness experienced by 81 people among 13.764 inhabitants in District of
Sindangbarang, Bogor At the same time, a serving for psychology health program by
Centre of Community Health is not run well, and self help group for client and his/her
family was not exist. The title of this research is The Influence of Self Help Group to
Family Ability in Taking Care Client with Mental illness in District of Sindangbarang,
Bogor.
The research was aimed to get a comprehensive picture about the influence of self help
group to family ability in taking care client with Mental illness. Design of the research
was using “quasi experimental pre-post test without control group” by using self help
group intervention. A sample consist of 18 families was chosen by using purposive
sampling. Self Help Group treatment was divided into 3 groups as follows: Group I (6
times meeting consists of 4 times assisting and 2 times self helping); Group II (6 times
meeting consists of 2 times assisting and 4 times self helping) and Group III (3 times self
helping meeting and none assisting ).
The family’s cognitive ability and psychomotor ability are valued by using cognitive
ability and psychomotor ability questioner, and then the results of questioners are
analyzed by using statistic method. The research showed a significant increase in
family’s cognitive ability and psychomotor ability in taking care client with mental
illness. The abilities of the group that treated by self help group with 2 times assisting
were increase highly and significantly compare to the group with 4 times assisting and
the group without assisting. It is recommended to form and to conduct self help group to
families who have client with mental illness."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Billy Teviano
"Penelitian ini mengkaji tentang illness narrative berupa pengalaman mahasiswa penderita gangguan kejiwaan yang mengalami stigma di lingkungan sosial kampus Universitas Indonesia, menggunakan metode kualitatif etnografi yang meliputi pengamatan, wawancara mendalam, serta studi literatur. Penelitian ini menemukan bahwa para narasumber yang notabene adalah mahasiswa pengidap gangguan kejiwaan mengalami stigma berupa label, stereotyping, serta diskriminasi terjadi pada saat mereka beraktifitas di lingkungan sosial masing-masing; di tingkatan program studi, lingkup satu angkatan, serta lingkup Unit Kegiatan Mahasiswa. konstruksi illness narrative yang dipaparkan oleh masing-masing informan memberikan petunjuk akan kejadian dalam hidup yang menurut mereka penting, yaitu beban emosional yang disebabkan karena stigma yang terjadi pada lingkup sosial terdekat di kampus yang menyebabkan kondisi psikis mereka secara signifikan menurun dan berpengaruh terhadap aspek sosial dan akademis para informan.

This study examines the illness narrative in the form of experiences of students with mental disorders who experience stigma in the social environment of the University of Indonesia campus, using qualitative ethnographic methods which include observations, in-depth interviews, and literature studies. This study found that the informants who incidentally were students with mental disorders experienced stigma in the form of labels, stereotyping, and discrimination occurred when they were active in their respective social environments; at the study program, with fellow students of same year, and the scope of Extracurricular Student Units. The construction of illness narrative presented by each informant provides clues to events in life that they think are important, namely the emotional burden caused by the stigma that occurs in the closest social sphere on campus which causes their psychological condition to significantly decrease and affect social and psychological aspects of the academic informants."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>