Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3283 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setiyono
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T36438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lamintang, P.A.F., 1926-
Bandung: Mandar Maju, 1990
345 LAM d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Estu Dyah Arifianti
"Skripsi ini membahas dua pokok permasalahan. Pertama, materi-materi seperti apakah dalam program siaran yang merupakan pelanggaran kesusilaan ditinjau peraturan regulator penyiaran sekaligus merupakan pelanggaran kesusilaan dalam hukum pidana? Kedua, mengenai dapatkah sanksi pidana berjalan apabila sanksi administratif telah dijatuhkan oleh KPI sebagai salah satu regulator penyiaran? Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan penelitian lapangan, skripsi ini bertujuan untuk memberikan penilaian kapan hukum pidana dapat berjalan dalam hal terdapat pelanggaran kesusilaan dalam program siaran. Analisis mengenai peraturan-peraturan yang ada yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat dijadikan penilaian mengenai hal tersebut. Skripsi ini berkesimpulan bahwa terdapat materi-materi yang dikategorikan sebagai pelanggaran kesusilaan menurut P3SPS juga dikategorikan sebagai materi pelanggaran kesusilaan dalam tindak pidana. Kesimpulan berikutnya adalah sanksi pidana dapat diterapkan walaupun KPI telah menjatuhkan sanksi administratif terhadap perbuatan pelanggaran kesusilaan.

This thesis mainly discuss about two problems. Firstly, what kind of materials in television broadcast program that is breach of broadcasting rules included as a criminal act of offensive against decency? Secondly, can penal punishment be punished if KPI as regulatory body imposed administrative punishment? By using the literature research method that is combined with the field research method, this thesis aims to answer when criminal law can be applied in cases of indecency on television broadcast program. This thesis analyzes rules related such as Broadcasting Code of Conduct and Standard of Broadcast Program (P3SPS) and Broadcasting Act Number 32/2002. This thesis concludes that criminal law can be applied to the cases of indecency in television broadcast program although KPI has imposed administrative punishment to acts against decency"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
"Perkembangan teknologi ITE membawa perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk peruatan hukum baru. Memberikan kontribusi bagi peningkat kesejahteraan dan peradaban manusia. terdapat pula dua puluh jenis tindakan pidana ITE. "
Malang: Bayumedia, 2011
364.168 ADA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adami Chazawi
"On electronic crimes according to the Indonesian law of the year 2008 concerning electronic informations and transactions."
Malang: Media Nusa Creative, 2015
345 ADA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ade Norvita Sari
"ABSTRAK
Anak sangat rentan menjadi korban kejahatan khususnya korban kesusilaan. Anak yang menjadi korban kejahatan kesusilaan tentu tidak hanya menderita secara fisik tetapi juga psikis. Namun, dalam proses peradilan pidana, kedudukannya sebagai korban cenderung terpinggirkan. Melihat perlindungan dan kedudukan anak sebagai korban kejahatan yang belum terlalu diperhatikan dalam proses peradilan pidana, pendekatan keadilan restoratif dipergunakan sebagai model alternatif penanganan perkara anak yang dinilai lebih mampu menjamin perlindungan dan kedudukan anak sebagai korban kejahatan. Penulis menggunakan tipe penelitian normatif yuridis. Pada penelitian normatif, penulis menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus Sedangkan secara yuridis, penulis melakukan wawancara terhadap Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, dan Hakim Anak terkait pengetahuannya mengenai sistem peradilan pidana anak.
Hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) penanganan perkara anak dengan model pendekatan restorative justice nyatanya belum mampu memberikan perlindungan terhadap anak korban kejahatan apabila dibandingkan dengan mekanisme peradilan konvensional (2) aparat penegak hukum dalam menjalankan perannya belum begitu menjamin perlindungan terhadap anak korban (3) sistem peradilan pidana anak seharusnya kedepan mampu memperhatikan kepentingan dan perlindungan tidak hanya untuk anak pelaku, tetapi juga untuk anak korban dan anak saksi.

ABSTRACT
Children are surely vulnerable to be the victims of crimes, especially victims of criminal acts of decency. The children who are being the victims of criminal acts of decency are not only suffer physically but also psychologically. However, in the criminal justice system, their positions as victims tend to be marginalized. Seeing the child?s protection and status as a victim of crime has not been paid too much attention in the criminal justice system, restorative justice approach is used as an alternative model of handling the case of children, which is considered as more capable of guaranteeing the protection and status of children as victims of crime. The author uses normative juridical research. In the normative research, the authors uses the statute approach and use the case approach. In the juridical research, the author conducted the interview with police, prosecutor, and judge related to their knowledge of the criminal justice system of children.
Results of the study can be concluded as follows: (1) Handling the case of the children with restorative justice approach in fact has not been able to provide protection to child as victims of crime when compared to the conventional criminal justice system mechanism. (2) The law enforcers in carrying out their role have not been fully guaranteed the protection of the child as victims. (3) the criminal justice system of children should be able to observe the concerns and the protection.
"
2016
T45538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hasanah
"Perlindungan identitas anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) sejatinya telah diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), ABH pada proses peradilan pidana memiliki hak atas identitasnya tidak boleh dipublikasikan di media cetak maupun elektronik, bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran kewajiban atas kerahasiaan identitas ABH diacam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Namun, kemudian berbagai permasaahan muncul, berkaitan dengan pemberitaan di media massa yang mencatumkan identitas ABH secara jelas baik berupa nama lengkap, nama orang tua, alamat bahkan foto wajah ditunjukkan dengan 10 (sepuluh) kasus pada pemberitaan di media online yang telah melanggar kerahasiaan identitas ABH. Wartawan dalam melakukan fungsinya sebagai media untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat harus taat pada Kode Etik Jurnalistik dan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Perlindungan Anak, perlindungan terhadap kerahasiaan identitas ABH harus dilakukan karena ABH rentan mengalami diskriminasi sebagai akibat dari adanya cap/pelabelan buruk dari masyarakat terhadap diri pribadi ABH. Berdasarkan hasil penelitian, hak ABH untuk tidak dipublikasikan identitasnya di media masih sering terjadi. Hal tersebut dikarenakan wartawan kurang memahami peraturan yang berkaitan dengan perlindungan anak maupun Peraturan Dewan Pers Nomor:1/Peraturan-DP/II/29 Tentang Pedoman, Pemberitaan Ramah Anak (PPRA), sanksi yang dikenakan bagi pengingkaran kewajiban perlindungan atas identitas ABH memang sudah secara jelas diatur dalam Pasal 97 UU SPPA, namun pada implementasinya masih sering terjadi pelanggaran, jika berkaitan dengan pers maka sepanjang pemberitaan yang dilakukan oleh wartawan masih dalam ruang lingkup kegiatan jurnalistik atau karena pekerjaannya jika terjadi pelanggaran yang bertanggung jawab adalah penanggung jawab perusahaan pers meliputi bidang usaha maupun redaksi, sanksi etik yang diberikan kepada wartawan diserahkan kepada organisasi wartawan terkait, sehingga sanksi yang diberitan kepada wartawan tidak sama. Pertanggungjawaban Perusahaan pers hanya terbatas pada Pasal 18 Ayat (2) dan (3) UU Pers dengan ancaman pidana denda sedangkan redaktur/pemimpin redaksi dapat dikenakan pertanggungjawaban diluar Pasal 18Ayat (2) dan (3) UU Pers dengan diancam pidana penjara maupun denda.

Protection of the identity of children (minors) regarding criminal action is regulated in Article 19 Paragraph (1) of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. Children who are in the criminal justice process have the right to protect their identity. Those who violate the regulation to protect the identity of children's personal information are threatened with imprisonment for a maximum of 5 (five) years and a maximum fine of IDR 500,000,000.00 (five hundred million rupiah). However, then various problems arose related to reports in the mass media which stated children's identity clearly in the form of full name, parents' names, addresses, and even facial photos shown in 10 (ten) cases in online media reports which had violated the confidentiality of children identity. Journalists, carrying out their function as media to disseminate information to the public, must comply with the Journalistic Code of Ethics and Legislation relating to Children's Protection; protection of the confidentiality of the identity of children must be carried out because children are vulnerable to experiencing discrimination as a result of being labeled/badly labeled by society towards the child personal self. Based on research results, the children's right not to have their identities published in the media still occurs frequently. It’s because journalists do not understand the regulations relating to child protection and the Press Council Regulation Number 1/Peraturan-DP/II/29 concerning Guidelines for Child-Friendly Reporting (PPRA), the sanctions imposed for denying the obligation to protect the child's identity are already in place. It is clearly regulated in Article 97 of the “SPPA” Law. However, in it’s implementation, violations still often occur if it is related to the press, as long as the reporting carried out by journalists is still within the scope of journalistic activities or because of their work; if a violation occurs, the person in charge of the company is responsible. The press covers both the business and editorial sectors. The ethical sanctions given to journalists are handed over to the relevant journalist organizations so that the sanctions given to journalists are not the same. The responsibility of press companies is only limited to Article 18, Paragraphs (2) and (3) of the Press Law, which carries the threat of a fine. At the same time, the editor/editor-in-chief can be held accountable outside of Article 18 Paragraphs (2) and (3) of the Press Law with the threat of imprisonment or a fine."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audita Cindanufaza
"ABSTRAK
Dating violence merupakan kekerasan yang dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan ekonomi, dan kekerasan seksual. Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada bentuk dating violence yang termasuk dalam tindak pidana kesusilaan. Dalam prakteknya, dating violence banyak dilakukan oleh anak dengan anak yang memiliki keterikatan secara emosional sehingga anak cenderung mau melakukan perbuatan apa saja untuk membuat pasangannya tidak meninggalkannya meskipun perbuatan-perbuatan tersebut merupakan pelanggaran norma yang merujuk pada beberapa ketentuan yang memiliki sanksi pidana. Ketentuan mengenai dating violence ini tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kemudian, tulisan ini menganalisis putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan dating violence yang dilakukan oleh anak. Dari analisis ini didapatkan fakta bahwa terdapat beberapa ketidaksesuaian antara pengaturan dan penerapannya oleh hakim, salah satunya penjatuhan pidana bagi anak. Hal ini merupakan kesalahan penerpan hukum sehingga seharusnya hakim diberikan pendidikan maupun penyuluhan yang sedemikian rupa agar hakim lebih tepat dalam menjatuhkan putusan atas suatu perkara.

ABSTRACT
Dating violence is violence that can include physical violence, emotional violence, economic violence, and sexual violence. In this study, the discussion focused on the form of dating violence that is included in decency crimes. Dating violence is mostly done by children with children who have emotional attachment so they tend to do any deeds to make their spouses do not leave even though the actions are a violation of the norm that refers to some regulations that have criminal sanctions.The regulation of dating violence are spread in several laws and regulations in Indonesia. Then, this paper analyzes verdicts related to dating violence which conducted by the child. Therefore, we can conclude that the rules are not implemented correctly by the judge, especially in the verdict of crime by children. This is an implementation error of the law. Therefore judges should be given appropriate education so they will be more precise in giving verdict on cases. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naning Marini Sarwo Endah
"ABSTRAK
Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Sebagai generasi penerus, anak harus mendapatkan bimbingan agar dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan mendapatkan perlindungan untuk mendapatkan kebutuhan dan hak-haknya. Bimbingan dan perlindungan terhadap anak menjadi tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat dan negara. Namun apabila anak tersebut melakukan penyimpangan perilaku dalam hal melakukan tindak pidana kesusilaan berupa persetubuhan terhadap anak, maka perlindungan terhadap anak haruslah diberikan kepada baik pelaku dan korban. Perlindungan dan penanganan terhadap anak yang menjadi pelaku ataupun korban dalam tindak pidana kesusilaan ini mempunyai payung hukum yaitu Undang-undang Pengadilan Anak dan Undang-undang Perlindungan Anak serta Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penanganan anak pelaku dan korban ini haruslah mendapatkan perlakuan khusus dari aparat penegak hukum dari awal proses peradilan pidana sampai penjatuhan putusan hakim baik itu berupa pidana maupun tindakan dan pelaksanaan putusan tersebut.

ABSTRACT
Children are the future generation and development asset. As the next generation, children should receive guidance in order to perform its obligations and to obtain protection needs and rights. Guidance and protection of children is the responsibility of parents, families, communities and countries. However, if the child is doing in terms of deviant behavior with a criminal offense against a child morality in the form of intercourse , the protection of children should be given to both the perpetrator and the victim. Protection and treatment of children who become perpetrators or victims in the criminal acts of decency which has legal protection which are the Juvenile Justice Act and the Child Protection Act also Child Criminal Justice System Act. Handling of child offenders and victims should get special treatment from law enforcement officers from the beginning until the imposition of the criminal justice process decision whether it be criminal or actions and implementation of the decision."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38985
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>