Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213708 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
"Sari : Komisi Yudisial dibentuk berdasarkan Pasal 24B Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menyatakan bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dalam perkembangannya, meskipun keberadaan Komisi Yudisial diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun tidak serta-merta menjadi sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan super, khususnya setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV /2006, yang diucapkan pada 23 Agustus 2006. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi itu, keberadaan Komisi Yudisial pun menjadi tidak terlalu relevan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia jika wewenangnya hanya mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada Dewan Perwakilan Rakyat, sebuah wewenang sumir yang seyogyanya hanya boleh diperankan oleh panitia yang dibuat secara khusus dan bersifat sementara (ad hoc committee), bukan oleh lembaga negara permanen yang wewenangnya bersumber langsung dari konstitusi (constitutionally based power). Meskipun demikian, Komisi Yudisial masih terselamatkan oleh hadirnya dua undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur pengawasan Komisi Yudisial. Tulisan ini bermaksud mendiskusikan beberapa aspek penting Komisi Yudisial setelah gagasan-gagasan pada tingkat konstitusi diimplementasikan dan tentunya setelah Mahkamah Konstitusi mengamputasi kewenangan pengawasan Komisi Yudisial. Penguatan Komisi Yudisial, independensi hakim versus akuntabilitas publik, dan pemeriksaan putusan hakim adalah tiga hal yang menjadi perhatian utama tulisan ini."
JLI 7:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suparto
"Abstrak
Reformasi telah melahirkan amandemen UUD 1945, salah satu hasil
amandemen ke 3 UUD 1945 adalah lahirnya Komisi Yudisial (KY).
Kedudukan Komisi Yudisial ini sangat penting, sehingga secara struktural
kedudukannya diposisikan sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi. Namun, secara fungsional, perannya bersifat penunjang (auxiliary)
terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Komisi ini hanya berurusan dengan
persoalan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim, bukan dengan
lembaga peradilan atau lembaga kekuasaan kehakiman secara institusional.
Selain itu Komisi Yudisial juga tidak terlibat dalam hal organisasi, personalia,
administrasi dan keuangan para hakim. Hal ini berbeda dengan Komisi Yudisial
yang ada di negara Eropa. Kedepan Komisi Yudisial Indonesia perlu
mengadopsi atau meniru Komisi Yudisial yang ada di Eropa dan disesuaikan
dengan sistem peradilan Indonesia."
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2017
340 JHP 47:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Surachman
Jakarta: Sinar Grafika, 1996
347.014 SUR j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pan Mohamad Faiz Kusuma Wijaya
"Beberapa hal yang sering mendapat sorotan sehubungan dengan penyelenggaraan pengadilan adalah mengenai kelemahan kinerja, kualitas dan integritas sebagian Hakim. Hal tersebut telah mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan. Pada masa lalu, pelaksanaan pengawasan terhadap hakim yang dijalankan oleh Mahkamah Agung bisa dikatakan tidak berjalan sebagaimana diharapkan. Hal ini setidaknya dapat diindikasikan dari masih banyaknya dugaan penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh Hakim dan pegawai pengadilan lainnya. Alasan itulah yang menjadi salah satu dasar utama pembentukan lembaga Komisi Yudisial yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tertanggal 13 Agustus 2004 sebagai pelaksanaan dari hasil amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945. Komisi Yudisial ini mempunyai wewenang dan tugas dalam hal mengajukan usul pencalonan Hakim Agung kepada DPR, dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta perilaku Hakim. Keberadaan Komisi Yudisial di negara-negara lain sudah merupakan suatu hal yang jamak, dimana wewenang dan tugasnya pun cukup berbeda-beda pula. Hal itu semata-mata dikarenakan oleh konteks sosial dan ketatanegaraan serta perkembangan kultural yang telah dilalui oleh suatu negara. Penelitian yang menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan deskriptif analisis ini, lebih memfokuskan pembahasan pada mekanisme pengawasan terhadap perilaku hakim yang akan dilakukan oleh Komisi Yudisial. Hingga saat ini mekanisme yang mengatur tentang bagaimana Komisi Yudisial akan melakukan tugasnya dalam hal pengawasan terhadap perilaku hakim ternyata masih sangat rancu, bahkan Undang-Undang Komisi Yudisial pun tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai bagaimana tata cara yang harus dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam hal pengawasan dan penindaklanjutan bilama terjadi penyimpangan terhadap perilaku hakim. Oleh karena itu Komisi Yudisial harus sesegera mungkin melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan yang akan dilakukannya, termasuk dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin dan akan terjadi dikemudian hari."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmawati
"The amendments through Indonesian Constitution of i945 (UUD I945) have impacted to various change including to government system. The change an the government system has came about UUD 1945 (at pre-amendments) is the semi-presidential then it's become hilly presidential system after amended. The -author here also scrutinizes on the government system which had appeared in not only the constitutional level but also on the practice in the national implementations. The author also presents her advices for the legislator members to deeper grasped toward basic concepts which had been exercised by UUD l 945 post-amendments, including the presidential system. its directed to the presidential power to make legislations will not disregard to UUD 1945."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
HUPE-35-3-(Jul-Sep)2005-288
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Voermans, Wim
Jakarta: The Asia Foundation, 2002
347.035 VOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Martini
"Keberadaan lembaga penasehat sepertinya hal Dewan Pertimbangan Agung di Indonesia pada dasarnya bergantung kepada kebutuhan negara yang bersangkutan, serta dipengaruhi oleh latar belakang historis dari negara tersebut. Di Indonesia lembaga penasehat ini sudah ada sejak jaman kerajaan dulu. Lembaga penasehat Dewan Pertimbangan Agung di Indonesia sedikitnya banyak diilhami oleh Raad van Nederlandsch Madre pada jaman Hindia Belanda yang berfungsi sebagai penasehat Gubernur Jenderal.
Dewan Pertimbangan Agung sebagai lembaga penasehat dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia kedudukannya adalah sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki kedudukan yang sejajar dengan lembaga tinggi lainnya dengan fungsi dan tugasnya memberikan nasehat, pertimbangan dan usul kepada Presiden. Pada waktu berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 lembaga ini dihapus dan baru muncul kembali setelah Dekrit 5 Juli 1959.
Sejak Orde Baru, Lembaga ini terus secara periodik didirikan. Walau dikatakan lembaga ini antara ada dan dada karena begitu kuat kekuasaan eksekutif sehingga tidak kelihatan peran yang telah dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung ini. Keberadaan Dewan Pertimbangan Agung ini sejak awal kemerdekaan memang sudah mulai dipersoalkan. Hal ini terus berlanjut, apalagi pada masa Orde Baru keberadaan lembaga penasehat ini tidak begitu kelihatan kiprahnya. Setelah reformasi dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan pula terhadap sistem ketatanegaran di Indonesia. Dalam hal ini Dewan Pertimbangan Agung juga tidak luput dari perubahan tersebut.
Terjadi perdebatan apakah Dewan Pertimbangan Agung ini terus dipertahankan dengan lebih meningkatkan peran dan fungsinya atau dihapus. Memang diakui banyak kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh Dewan Pertimbangan Agung ini sebagai lembaga penasehat, terutama pada rumusan peraturan perundangan yang mengatur tentang Dewan Pertimbangan Agung baik itu dalam Undang-Undang Dasar 1945 maupun peraturan perundangan yang lain tentang Dewan Pertimbangan Agung yang membatasi ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Dewan Pertimbangan Agung serta dibentuknya badan penasehat ekstra konstitusionil oleh Presiden sehingga menimbulkan kesan Dewan Pertimbangan Agung tidak diperlukan.
Akhirnya perdebatan seputar Dewan Pertimbangan Agung ini terjawab sudah pada Sidang Tahunan 2002 dimana disahkannya Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945 yang menghapus keberadaan Dewan Pertimbangan Agung dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dan menggantinya dengan suatu badan yang disebut Dewan Pertimbangan yang kedudukannya tidak lagi sebagai lembaga tinggi negara tetapi berada dibawah Presiden. Maka berakhirlah tugas konstitusional Dewan Pertimbangan Agung dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T10843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>