Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139595 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinulingga, Kristy SP
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Kurniawan
"

Pendaftaran tanah di Indonesia jika dilihat dalam penerapan sistem publikasinya tidak memberikan suatu jaminan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah. Diberikannya sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah, berdasarkan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, adanya kesempatan untuk diajukan keberatan atau gugatan terhadap terbitnya sertipikat. Tidak adanya jaminan atas kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat, menyebabkan data yang disajikan dalam buku tanah bermakna ganda, bisa dipercaya sebagai data yang benar dan bisa sebaliknya. Persoalan tentang penjaminan kebenaran data yang disajikan adalah menjadi lingkup dari sistem publikasi dalam pendaftaran tanah. Dijaminnya kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat bisa dikatakan sebagai bentuk nyata dari adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara kepada pemilik hak atas tanah yang namanya tercatat dalam sertipikat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitiannya adalah eksplanatoris, dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwasanya sistem publikasi negatif bertendensi positif sebagaimana penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bisa dikatakan sebagai bentuk kontra produktif dari tujuan dilaksanakannya pendaftaran tanah yaitu untuk menjamin kepastian dan memberikan perlindungan hukum. Adanya kesempatan untuk mengajukan keberatan dan gugatan terhadap penerbitan sertipikat, menjadi kelemahan yang nyata dari sistem publikasi yang berlaku saat ini. Oleh karena itu berlakunya sistem publikasi negatif bertendensi positif saat ini, dirasakan perlunya melakukan suatu pergerakan untuk menuju kearah sistem publikasi positif, untuk mewujudkan kepastian hukum serta pemberian perlindungan hukum kepada pemilik hak atas tanah yang namanya tercantum dalam sertipikat. Saran yang dapat disampaikan adalah perlu dibangunnya political will dari pemerintah untuk merubah suatu sistem publikasi dalam pendaftaran tanah yang sudah berlangsung sejak lama. Sepatutnya, Negara sebagai otoritas yang diberikan mandat oleh Undang-Undang untuk melakukan kegiatan pendaftaran tanah, bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran dan keberlakuan dari sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah.

 


Registration of land in Indonesia if it is viewed in the implementation of the publication system does not provide a guarantee of certainty and legal protection to the owner of the land rights. The granting of certificate as a proof of land rights, pursuant to Article 32 paragraph (2) of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, provides an opportunity to submit an objection or lawsuit against the issuance of a certifiate. The lack of assurance of the correctness of the data that presented in the certificate, causing the data that presented on the land book are ambigous, untrustworthy as the correct data and vice versa. The main issue of ensuring the truth of the data that presented, is the scope of the publication system in land registration. Ensuring the correctness of the data presented in the certificate can be regarded as a real form of the legal certainty and legal protection granted by the State to the land owners whose names are listed in the certificate. The research method used in this research is normative juridical research, with research typology is explanatory, and the data used in this research is secondary data. This study concluded that, the negative publication system with positive tendency as explained in Article 32 paragraph (2) of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, can be regarded as a form of counter-productive from the purpose of the implementation of land registration that is to guarantee the certainty and provide the legal protection. There is still an opportunity to raise objections and a lawsuit against the issuance of a certificate, in fact that become a real weakness of the current publication system. Hence, the enactment of the negative publication system with positive tendency nowadays, it is necessary to make a move towards the positive publication system, to ensure the legal certainty and to provide the legal protection to the owner of land rights whose name is listed in the certificate. Suggestions that can be delivered is the need to build a political will from the government to change the publication system in land registration that has been going on since long. Appropriately, the State as an authority granted by the law to carry out land registration activities, is fully responsible for the truth and the validity of the certificate as a proof of land rights.

"
2018
T52650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawati Nikmah
"ABSTRAK
Secara global terdapat dua macam sistim publikasi dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah pertamakali, yaitu pertama sistim publikasi negatif dan
yang kedua adalah sistim publikasi positif. Indonesia adalah negara yang
memilih sistim publikasi negatif dalam pelaksanaan pendaftaran tanahnya,
sebagaimana hal tersebut dapat dilihat dari pasal 19 Undang-Undang Nomer
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau dikenal
juga dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA). Walupun Indonesia
tidak menganut sistim publikasi negatif secara murni, namun demikian
prinsip perlindungan terhadap pemegang hak yang sebenarnya adalah
konsep utama dari sistim publikasi negatif. Sebagaiman sistim publikasi
negatif ini dipengaruhi oleh asas nemo plus juris yaitu dimana seseorang
tidak dapat mengalihkan sesuatu lebih dari apa yang dimilikinya. Dalam
UUPA pengaturan lebih detail mengenai pendaftaran tanah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu
penyempurna dari Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan yang bersifat normatif. Tujuan penelitian ini
dilakukan adalah untuk melakukan study banding antara PP no 10 tahun
1961 tersebut dengan PP no 24 tahun 1997 tersebut. Yang hasilnya
menghubungkan pengujian atas kekonsitensian sistim publikasi negatif
dalam pelaksanaan pendaftaran tanah pertamakali. Dimana ditemukan
bahwa ternyata tidak terdapat konsistensi dalam PP no 24 tahun 1997
tersebut terhadap sisitim publikasi negatif tersebut yang diberlakukan di
Indonesia. Sebagaimana hal ini dapat dilihak dari adanya putusan atas kasus
sengketa tumpang tindih hak atas tanah Komplek Ex Mabes TNI yang
diangkat dalam penelitian. Dimana hakim dalam pengadilan tidak dapat
menjalankan rumusan Ps.32 ayat (2) PP no 24 tahun 1997 tersebut, namun
membatalkan Sertifikat Hak Pakai yang walaupun sudah dikeluarkan kurang
lebih 10 tahun sebelum diajukan gugatan untuk pertama kalinya.
PP tersebut selain tidak sejalan dengan UUPA tidak juga sejalan dengan
Ps.1320 ? Ps.1337 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dimana
merumuskan ketentuan yang melindungi pemegang hak yang sebenarnya,
karena perjanjian atau ikatan adalah batal jika tidak terjalin kesepakatan
antara kedua belah pihak atau karena adanya suatu kesalahan atau paksaan
didalamnya. Dengen demikian PP ini tidak dapat dilaksanakan secara
effektif sebagaimana peraturan ini tidak diindahkan oleh hakim dalam
praktek peradilan sebagaimana dapat dilihat dalam putusan kasus tersebut

ABSTRACT
Globally, there are two kinds of publication systems in the implementation of the first land registration, which are, negative publication system and positive
publication system. Indonesia is the country that selects negative publication
system in the implementation of its land registration, as it can be seen from
Article 19 of Act Number 5 of 1960 on the Basic Regulation of Agrarian or also
known as the Agrarian Basic Law (Undang Undang Pokok Agraria /UUPA).
Even though Indonesia does not purely practice negative publication system, the protection principle of the actual rights holder is the main concept of the
negative publication system. This negative publication system is influenced by
nemo plus juris basis in which a person cannot transfer anything more than what he has. In UUPA, more detail setting concerning land registration is stipulated in Government Regulation No. 24 of 1997 on Land Registration that is a complement of the Government Regulation No. 10 of 1961 on Land
Registration. Method used in this research is normative literature research. The
aim of this research is to conduct a comparative study between the Government Regulation No. 10 of 1961 and Government Regulation no 24 of 1997, which result connects the testing on consistency of negative publication system in the implementation of first land registration. It is found that there is no consistency in Government Regulation no 24 of 1997 with negative publication system that is applicable Indonesia. As it can be seen from the decision in disputes case of overlapping land rights in ex Mabes TNI Complex raised in the research. Judge
in court cannot run formulation of Article 32 clause (2) of the Government
Regulation no 24 of 1997, surprisingly, he cancels Use Rights Certificate which
is although it had already issued approximately more than for 10 years before it
is filed a lawsuit for the first time. in addition to The Government Regulation
that does not in line with UUPA, it also does not in line with Article1321 ?
Article 1337 of Indonesian Civil Code to formulate the provisions protecting the
actual right holders, it is because agreement or bonding shall be canceled if there is no agreement exists between the parties or because the existence of a fault or force therein. Therefore, this Government Regulation cannot be implemented effectively as this rule was ignored by the judge in the judicial practice, it can be seen in the decision of the case"
2016
T45981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieke L. Tukgali
"Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia yang diselenggarakan mulai, tanggal 24 September 1961 adalah sistem Pendaftaran dengan sistem Publikasi Negatif, yang dikenal sebagai sistem pendaftaran akta ("registration of deeds"), lain halnya dengan sistem Publikasi Positif menggunakan system Pendaftaran Hak ("registration of titles"). Dalam system Positif negara menjamin kebenaran data yang disajikan dengan pendaftaran positif ini, maka hak yang diciptakan oleh pendaftaran ini tidak dapat diganggu gugat. Kelemahan utama sistem Publikasi Negatif adalah tidak menciptakan hak yang tidak dapat diganggu gugat. Maka biarpun sudah didaftar masih selalu dihadapi kemungkinan pihak yang didaftar
kehilangan tanah yang dikuasainya karena digugat oleh pihak pemegang hak yang sebenarnya. Kelemahan tersebut pada Zaman Hindia Belanda dalam hal pendaftaran tanah-tanah hak Barat diatasi dengan lembaga "verjaring" (KUHPerdata Pasal 584 jo 1963), yaitu apabila sebidang tanah yang diperoleh dengan itikad baik dan sudah dikuasai sekian lama secara terbuka tanpa ada pihak yang menggugat, maka oleh hukum siapa yang menguasainya ditetapkan sebagai pemiliknya. Namun pasal-pasal mengenai verjaring" sudah dicabut oleh UUPA. Tetapi dalam hokum adat ada lembaga yang digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem Negatif tersebut yaitu lembaga "rechtsverwerking", kalau dengan lembaga "verjaring" pihak yang menguasai tanah karena lampaunya waktu menjadi pemiliknya, maka lembaga "rechtsverwerking" terjadi sebaliknya, yaitu pihak yang mempunyai tanah karena lampaunya waktu kehilangan hak untuk memperoleh kembali. Lembaga "rechtsverwerking" tersebut terdapat dalam Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997. Lembaga ini yang digunakan sebagai sarana pelengkap untuk mengatasi sistem Publikasi Negatif, yang menyatakan bahwa pihak lain yang merasa mempunyai hak itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan haknya apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkan sertipikat tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau mengajukan gugatan ke Pengadilan. Untuk dapat meningkatkan menjadi sistem Positif maka kita harus menyediakan data fisik dan data yuridis yang benar, tidak kurang pentingnya tingkat penguasaan ketentuan peraturannya oleh pejabat pelaksana kegiatan pendaftaran. Selain itu agar ditingkatkan PP nomor 24/1997 dalam bentuk undang-undang.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Adi Putera
Bandung: [publisher not identified], 1994
346.04 PAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Kaulika
"Pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang sertipikat hak atas tanah. Namun, walaupun pendaftaran tanah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dalam peraturan, sertipikat sebagai produk pendaftaran tanah yang diperoleh pemegang hak atas tanah masih dapat dibatalkan. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah, perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat yang pencatatan peralihan haknya dibatalkan, dan tanggung jawab kantor pertanahan dan PPAT atas dibatalkannya sertipikat hak atas tanah. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian problem identification. Hasil analisis adalah kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia adalah sebagai alat bukti yang kuat selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, apabila terdapat bukti sebaliknya maka sertipikat dapat dibatalkan. Perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat yang pencatatan peralihan haknya dibatalkan belum didapatkan oleh pemegang sertipikat hak atas tanah, karena berdasarkan sistem publikasi negatif bertendensi positif yang dianut Indonesia sertipikat dapat dibatalkan tanpa tanggung jawab dari pemerintah. Selanjutnya kantor pertanahan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pemegang sertipikat hak atas tanah apabila pencatatan peralihan hak atas tanahnya dibatalkan. Pejabat dalam kantor pertanahan hanya dapat diberikan sanksi administratif apabila saat menjalankan jabatannya terbukti melakukan tindakan maladministrasi dan apabila ada gugatan dari pihak ketiga, maka tanggung gugatnya dibebankan kepada pribadi pejabat sebagai individu. Sedangkan PPAT apabila dalam pelaksanaan jabatanya telah memenuhi syarat materiil dan syarat formil maka tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, namun apabila syarat ini tidak dipenuhi PPAT dapat dikenakan sanksi administratif.

Land registration aims to provide legal certainty and legal protection to land rights certificate owners. However, even though land registration has been carried out in accordance with the provisions in the regulations, the certificate as a product of land registration obtained by the owner of land rights can still be cancelled. The issues raised in this study are about the legal force of land rights certificates, legal protection for certificate owners whose registration of transfer of rights is cancelled, and the responsibility of the land office and PPAT for the cancellation of land rights certificates. To answer these problems, a normative juridical research method with research type of problem identification is used. The result of the analysis is that the legal force of a certificate of land rights in the land registration system in Indonesia is strong evidence as long as it cannot be proven otherwise, if there is evidence to the contrary, the certificate can be cancelled. Legal protection for certificate owners whose registration of transfer of rights has been cancelled has not yet been obtained by land rights certificate owners, because based on the negative publication system with positive tendencies adopted by Indonesia, certificates can be cancelled without any responsibility from the government. Furthermore, the land office is not responsible for the losses suffered by the land rights certificate owner if the registration of the transfer of land rights is cancelled. Officials in the land office can only be given administrative sanctions if while carrying out their positions it is proven that they have committed acts of maladministration and if there is a lawsuit from a third party, then the responsibility is borne by the official as an individual. Meanwhile, if the PPAT fulfills the material and formal requirements, it cannot be held accountable, but if these conditions are not met, the PPAT may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranti Tresananing Timur
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathya Sari Hastuty
Depok: Universitas Indonesia, 1999
S25401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Setia Alam
"Penulis dalam pembuatan tesis ini telah melakukan penelitian terhadap 2 (dua) masalah pokok mengenai apakah pelaksanaan pendaftaran tanah terhadap pembeli lelang sudah menjamin kepastian hukum dan apakah Sertipikat merupakan Surat Tanda Bukti Hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang "Kuat" perlu diubah menjadi sebagai alat pembuktian yang "Mutlak" demi kepastian hukum. Metode Penelitian ini adalah kepustakaan atau yuridis normatif, yang ditinjau dari sudut sifatnya adalah eksplanatoris dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu dimana pengetahuan tentang masalah utama telah cukup diketahui. Sementara itu, sudut berlakunya berbentuk evaluatif, yaitu dimana penelitian ini akan menilai program-program yang dijalankan, dalam hal ini adalah pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997.
Tujuan dari penelitian untuk mengatasi masalah dimana sebelumnya tahapan proses ditempuh melalui pencarian fakta lapangan atas permasalahan utama, menemukan masalah dan identifikasi masalah. Kepastian hukum dalam pelaksanaan lelang belum terlaksana dengan baik karena walaupun terdapat peraturan-peraturan akan tetapi nergantung kepada para pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Peserta Lelang, Pemenang Lelang, Pemohon Lelang maupun Pelaksana Lelang dalam hal ini adalah Negara. Dalam pelaksanaan lelang khususnya lelang atas tanah diperlukan surat keterangan mengenai tanah yang akan dijadikan objek lelang, yaitu adanya Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atas pemintaan Kantor Lelang, selain itu pula pembeli lelang harus memperhatikan dan mengetahui data fisik objek lelang. Perlunya perubahan sistem publikasi untuk jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan seperti yang telah dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) UUPA jo. pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 bahwa sertipikat yang merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat adalah kurang kuat, akan tetapi seharusnya merupakan alat bukti hak "Mutlak"."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triani Putri Utami
"Penerapan sistem publikasi negatif bertendensi positif di Indonesia sering kali menimbulkan masalah hukum, seperti sengketa pertanahan, tumpang tindihnya tanah bekas milik adat, konflik pertanahan antara pemerintah dengan swasta, ataupun konflik pertanahan antara pemerintah dengan masyarakat. Beda halnya dengan negara lain, di negara Australia misalnya, sertipikat hak atas tanah di sana merupakan alat bukti yang tidak dapat diganggu gugat atau bersifat mutlak. Hal ini disebabkan Australia menganut sistem Torrens dalam pendaftaran tanahnya. Dengan sistem ini, tidak dimungkinkan dilakukan pengubahan, kecuali apabila sertipikat yang dihasilkan tersebut diperoleh dengan cara pemalsuan atau dengan penipuan. Penelitian menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan perbandingan (comparative approach). Hasil penelitian bahwa penerapan sistem publikasi positif di Indonesia perlu untuk segera dilakukan guna dapat menjamin kepastian hukum pemegang hak atas tanah, namun tetap harus melalui berbagai macam penyesuaian dan persiapan, seperti halnya sumber daya manusia dan teknologi yang akan diterapkan dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia ke depannya.

The implementation of a negative-positive publication system in Indonesia often leads to legal issues, such as land disputes, overlapping of customary land, land conflicts between the government and private entities, or land conflicts between the government and the community. In contrast, in other countries, such as Australia, land certificates serve as indisputable and absolute proof. This is because Australia follows the Torrens system in its land registration. With this system, changes are not possible unless the resulting certificate is obtained through forgery or fraud. The research used a doctrinal research method with a comparative approach. The findings suggest that the implementation of a positive publication system in Indonesia is necessary to ensure legal certainty for landholders but requires various adjustments and preparations, including human resources and technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>