Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211362 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Luciana
"Dalam pranata masyarakat yang berifat patrilinial pada umumnya seorang perempuan yang menyandang predikat sebagai seorang istri dibebani oleh berbagai kewajiban yang dilandasi suatu konsep pengabdian terhadap suami (laki-laki). Dimana budaya dan penafsiran agama mendukukung hal itu. Dalam suatu perkawinan ada suatu sikap menerima dan memberi yang berlangsung secara terus menerus dimana struktur kekuasaan memainkan peranan penting dalam hal ini. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang disebut juga sebagai penelitian normatif atau kepustakaan Serta data empiris berupa kasus-kasus dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan (LBH APIK). Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai bagaimana perlindungan terhadap perempuan (istri) yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Perlindungan yang diberikan oleh Undang Undang nomor 1 tahun 1974 mencakup Pasal 5. 6, 9. 10, 13. 14. 15, 16. 20. 21. 23 . 24. 27. 29. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 41. 43 . 45 dan PP nomor 9/1975. Dalam Komp ilasi Hukum Islam. Pasal 16 . 55, 56, !5 8. 59. 1 65. 30, 39. 41. 42. 43 . 45 . 60 . 70 . 71 . 73 . 75 . 77 . 80 . 81 . 85 . 105 . 116 . Dari tiga kasus yang dianalisi telah terjadi pelanggaran -pelanggaran yang fatal dalam penerapan undang-undang. Yaitu Pasal 57.79.80.83.116 Kompilasi Hukum Islam. Pasal 31. 34. 41. 45 . Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 serta Pasal 19 Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975. Disamping itu tingkat pendidikan dan budaya suku tertentu juga menentukan akan kesadaran perempuan atas hak-haknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20983
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Widyastuti
"ABSTRAK
Dalam suatu perkawinan kehadiran seorang wali bagi calon pengantin perempuan
keberadaannya adalah mutlak. Apabila dalam suatu perkawinan tidak dihadiri oleh
wali bagi anak perempuan, maka perkawinan tersebut tidak dapat dilaksanakan dan
nerkawinannya menjadi tidak sah baik berdasarkan Hukum Islam maupun menurut
Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Posisi ayah biologis bagi seorang Anak Luar Kawin yang merupakan calon pengantin
perempuan akan digantikan oleh Wali Hakim yang ditunjuk oleh menteri yaitu
Kenala Kantor Urusan Agama. Perkawinan tersebut kemudian akan dilangsungkan
S t a r k ^ Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tertang.Wali Hakim
Ayah biologis dari seorang Anak Luar Kawin tidak mempunyai hubungan nasab
dengan anaknya dan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya. Hal
tersebut berdasarkan Hukum Islam yang bersumber kepada al-Qur an dan al-Hadits
Kompilasi Hukum Islam dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentans Perkawinan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian
kenustakaan yang bersifat yuridis-normatif yaitu dengan cara menganalisa bahanbahan
hukum primer berupa Peraturan Perandang-vmdangan serta ketentuanketentuan
lain yang mengatur atau berkaitan dengan Wali Hakim dan penelitian
dengan menggunakan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan penulisan tesis
ini Penelitian hukum normatif ini disebut juga penelitian hukum kepustakaan (library
research) dan untuk melengkapi penelitian kepustakaan dilakukan wawancara.
Setelah dilakukan penelitian mengenai status anak di luar kawin menurut Hukum
Islam dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dapat disimpulkan bahwa
Anak Luar Kawin tidak ada hubungan nasab anak dengan ayah biologisnya, sehingga
tidak ada hak dan kewajiban antara anak dan ayah biologisnya, untuk itu yang
menjadi wali dalam Perkawinan Anak Luar Kawin adalah Wali Hakim karena anak
luar kawin tidak mempunyai Wali Nasab.

ABSTRACT
Based on Islamic law, that is an obligation for the presence of a proxy in the marriage
of women. Based on the Islamic Law, The Compilation of Islamic Law, and also Act
No. I Year 1974 about Marriage, if the women’s proxy is absence in the marriage
process that makes the marriage become illegal. The authority of the biological father
of illegal children as a bride will be replace by the Proxy, whose pointed by Ministry
of religion is the Head of the local regional religion affair office. Thus the marriage
will be held based in the Regulation of Ministry of religion No. 30 year 2005 about
Proxy. The biological father of illegal children does not have “nasab” relation with
her daughter, the daughter only has civil case relation with her mother, and this is
based on the Koran, hadist, the Compilation of Islamic Law, and also Act No 1 Year
1974 about marriage. This research conduct by literacy research which is analyze
primary law sources such as regulation and any other decree that related with the
authority of the proxy in the marriage of illegal children, and this research also
conduct by analyze the second law sources that related with the topics cf this thesis.
The normative law research which is also named literacy research which is to make a
comprehensive research this research also conduct interview with resources persons.
This research conclude that the status of illegal children based on the Islamic Law and
the regulation is that illegal children have no “nasab” relation with her biological
father, this make no right and obligation relation between daughter and her biological
father, therefore the one who has authority in the marriage of illegal children is the
Proxy because illegal children have no “nasab” relation."
2009
T37408
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Putri Tanjung Sari
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S21510
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indrasetiawati
"I. MASALAH PEMILIHAN JUDIJL: Perkawinan atau nik£ih dan percercaian dengan bentuk talak (selanjutnya disebut talak saja) yang dilangsungkan tanpa dilakukan pancatatan atau pendaftaran dikenal dengan istilah perkawinan atau nikah dan talak yang dilangsungkan di bawah tangan. Bentuk perkawinan atau nikah dan talak di bawah tangan ini disatu pihak memenuhi syarat-syarat maupun rukun-rukun Hukum Perkawinan Islam tetapi dipihak lain terjadi penyimpangan, yaitu tidak memenuhi pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Jo Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954. Disiniliih timbul permasalahan apakah perkawinan atau nikah dan talak yang dilangsungkan di bawah tangan sah atau tidak dan bagaimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkannya terutama bagi keturunan atau ahli waris. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Penulis berhasrat menuangkannya dalam karya tulis dengan judul "Akibat Hukum dari Nikah dan Talak di bawah tangan ditinjau dari sudut Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974".
II. PENBATASAN PEMBAHASAN MASALAH: Pembahasan periiawinan atau nikah dan talak hanya dititikberatkan pada pasal 2 ayat 2) Undang-undang Mo. 1 Tahun 1974 jo Undang-Llndang Mo. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954, Disamping itu talak dianggap sah apabila memenuhi pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Jelas disini bahwa masalah pencatatan atau pendaftar an perkawinan atau nikah dan talak sangat penting untuk kepastian hukum yang akan berakibat hukum disamping bagi pihak-pihak yang bersangkutan juga terutama bagi keturunan atau ahli waris.
III. METOPE PENULISAN SKRIPSI I. PENDAHULUAN II. A. PENQERTIAN NIKAH DAN SYAF5AT-SYARAT SAHNYA PERNIKAHAN B. PENGERTIAN TALAK III. PEN8ERTIAN NIKAH DAN TALAK DI BAWAH TANGAN IV. SAH TIDAKNYA NIKAH DAM TALAK DI BAWAH TANGAN V. AKIBAT HUKUM NIKAH DAN TALAK DI BAWAH TANGAN VI. MASALAH YANG DIHADAPI DAN CARA PENGANGGLILANGANNYA VII. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
IV. KESIMPULAN Perkawinan atau Nikah dan Talak yang dilangsungkan di taawah tangan adalah tidak sah menurut pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 Jo UU No. 22 Tahun 1946 jo UU No. 32 Tahun 1954. Demikian pula talak yang tidak di1angsungkan dimuka pengadilan adalah tidak sah besrdasarkan pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanthy Prio Utomo
"Seperti diketahui pokok tujuan dari perkawinan adalah bersama-sama hidup pada satu masyarakat dalam suatu ikatan perkawinan. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bahwa ikatan perkawinan akan membawa akibat pada suami-isteri, yaitu timbulnya hak dan kewajiban suamiisteri, harta benda perkawinan, kedudukkan anak, hak dan kewajiban orang tua terhadap anak.Pada prinsipnya dalam hukum Islam tidak mengenal adanya istilah harta bersama. Harta benda dalam perkawinan bagi suami-isteri merupakan suatu masalah yang pokok. Hal itu karena harta benda mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan keluarga. Harta benda suami-isteri dalam perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal 35, 36, dan 37. Sedangkan menurut hukum Islam, suami dan isteri mempunyai kekayaan masing-masing, misalnya barangbarang yang mereka dapat dari hibah dan warisan. Dalam hal ini kekuasan terhadap barang-barang tersebut tetap berada di pihak yang mempunyai barang-barang tersebut. Mengenai harta kekayaan suami-isteri tidak saling beban membebani, yang artinya dalam hukum Islam harta bawaan masing-masing, tetap menjadi milik dan dibawah kekuasaan masing-masing. Dalam hal kedua belah pihak akan mengadakan penggabungan harta bawaan tersebut, maka penggabungan harta itu diperbolehkan dan sangat dianjurkan. Bentuk penggabungan dan penyatuan harta itu dilakukan dengan syirkah (perkongsian)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rony Hidroson Trisnanto
"Kawin mut'ah adalah seorang wanita mengawinkan dirinya dengan seorang laki-laki dalam keadaan tidak ada hambatan apapun (pada diri wanita tersebut untuk dinikahi), sesuai dengan aturan agama, baik berupa hambatan nasab, periparan, persusuan, ikatan perkawinan dengan orang lain, iddaH atau lain-lain sebab yang merupakan hambatan yang ditetapkan dalam agama, adanya mahar, lalu adanya waktu tetentu sebagai batas suatu perkawinan dan adanya ijab kabul. Sedangkan perkawinan permanen menurut pasal 1 Undang - Undang Nomor 1 tahun 1974 ialah ikatan lahir bathin antara seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Isi skripsi ini mengenai kawin mut'ah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, Hukum Perkawinan Sunni, dan Hukum Perkawinan syi'ah, serta akibat akibatnya jika tetap dilaksanakan berdasarkan peraturan-peraturan tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S20918
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Widyastuti
"Dalam suatu perkawinan kehadiran seorang wali bagi calon pengantin perempuan keberadaannya adalah mutlak. Apabila dalam suatu perkawinan tidak dihadiri oleh wali bagi anak perempuan, maka perkawinan tersebut tidak dapat dilaksanakan dan perkawinannya menjadi tidak sah baik berdasarkan Hukum Islam maupun menurut Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 tentang Perkawinan. Posisi ayah biologis bagi seorang Anak Luar Kawin yang merupakan calon pengantin perempuan akan digantikan oleh Wali Hakim yang ditunjuk oleh menteri yaitu Kepala Kantor Urusan Agama. Perkawinan tersebut kemudian akan dilangsungkan berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Wali Hakim. Ayah biologis dari seorang Anak Luar Kawin tidak mempunyai hubungan nasab dengan anaknya dan hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya. Hal tersebut berdasarkan Hukum Islam yang bersumber kepada al-Qur’an dan al-Hadits, Kompilasi Hukum Islam dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif yaitu dengan cara menganalisa bahan- bahan hukum primer berupa Peraturan Perundang-und angan serta ketentuan- ketentuan lain yang mengatur atau berkaitan dengan Wali Hakim dan penelitian dengan menggunakan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan penulisan tesis ini. Penelitian hukum normatif ini disebut juga penelitian hukum kepustakaan (llbrary researcH) dan untuk melengkapi penelitian kepustakaan dilakukan wawancara. Setelah dilakukan penelitian mengenai status anak di luar kawin menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dapat disimpulkan bahwa Anak Luar Kawin tidak ada hubungan nasab anak dengan ayah biologisnya, sehingga tidak ada hak dan kewajiban antara anak dan ayah biologisnya, untuk itu yang menjadi wali dalam Perkawinan Anak Luar Kawin adalah Wali Hakim karena anak luar kawin tidak mempunyai Wali Nasab.

Based on Islamic law, that is an obligation for the presence of a proxy in the marriage of women. Based on the Islamic Law, The Compilation of Islamic Law, and also Act No. I Year 1974 about Marriage, if the women’s proxy is absence in the marriage process that makes the marriage become illegal. The authority of the biologicai father of illegal children as a bride will be replace by the Proxy, whose pointed by Ministry of religion is the Head of the local regional religion affair office. Thns the marriage will be held based in the Regulation of Ministry of religion No. 30 year 2005 about Proxy. The biologicai father of illegal children does not have “nasab” relation with her daughter, the daughter only has civil case relation with her mother, and this is based on the Koran, hadist, the Compilation of Islamic Law, and also ActNo 1 Year 1974 about marriage. This research conduct by literacy research which is analyze primary law sources such as regulation and any other decree that related with the authority of the proxy in the marriage of illegal children, and this research also conduct by analyze the second law sources that related with the topies of this thesis. The normative law research which is also named literacy research which is to make a comprehensive research this research also conduct interview with resources persons. This research conclude that the status of illegal children based on the Islamic Law and the regulation is that illegal children have no “nasab” relation with her biologicai father, this make no right and obligation relation between daughter and her biologicai father, therefore the one who has authority in the marriage of illegal children is the Proxy because illegal children have no “nasab” relation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26062
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diarani Octaria Tamrin
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S21350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Diah Ratu Sari
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>