Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153471 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henny Ardiyani
"Pada lembaga keuangan perbankan, kredit macet merupakan persoalan serius. Salah satu upaya bank untuk menanggulangi kredit macet tersebut dengan melakukan penyelesaian secara damai berdasarkan kesepakatan antara bank dengan debitor yang masih mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan pinjamannya, Alternatif penyelesaian kredit macet secara paksa dapat dilakukan dengan jalan menyerahkan piutang¬piutang negara tersebut kepada Pengadilan negeri untuk dimintakan upaya eksekusi atas objek jaminan kredit atau menyerahkan permasalahan kredit melalui lelang oleh DJKN. Lelang eksekusi Hak Tanggungan yang dimintakan oleh pemegangnya sangat jarang terjadi, hal ini karena terkadang sulitnya proses pengosongan objek lelang serta keengganan dari pemohon lelang untuk membuat surat pernyataan bersedia bertanggung jawab apabila timbul gugatan,yang sering menjadi permasalahan adalah jika objek lelang ternyata adalah milik pihak ke tiga sehingga objek tidak dapat dilakukan lelang eksekusi.
Tesis ini membahas tentang alternatif penyelesaian kredit maces melalui eksekusi objek Hak Tanggungan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan studi kasus di Kantor Wilayah V DJKN Bandar Lampung. Penulis berkesimpulan bahwa penyelesaian kredit macet melalui eksekusi objek jaminan kredit di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah banyak membantu dalam menyelesaikan permasalahan kredit macet. Hal ini dikarenakan penyelesaian masalah kredit maces melalui lelang lebih cepat dan efektif.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan cara mempelajari berbagai literatur dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian dituangkan dalam simpulan berbentuk Deskriptif Analistis dengan harapan dapat menjadi rekomendasi untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan jasa lelang dalam menyelesaikan masalah kredit macet serta meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya di Kantor Wilayah V Bandar Lampung untuk lebih meningkatkan pelayanan pada masyarakat dibidang lelang.

In certain banking financial institutions, non-performing loans or bad debts are considered to be a serious banking problem. This is because the banks are facing fresh capital difficulties due to the continuing scarce of capital. That is the reason why the non-performing loans are to be dealt with effectively, so that banking operations would not be in jeopardy. One way for banks to deal with this problem is through negotiated settlement that is a credit settlement based on agreement between the Bank and the debtor who is still having good faith in settling its loans. On the other hand, a forced settlement to the bad debts still can be done through the submission of the State receivables to the local District Court in order to apply to the Court to execute the credit security object. It can also be done alternatively through the auction of the object by the Directorate General of State Wealth. The execution through the auction of fiduciary rights is in fact seldom happen. This is because wide spread perception in the society that bad debt settlement through fiduciary rights auction is so bureaucratic and a difficult process. In most cases, the object to be auctioned is difficult to be freed from a third party physical control, especially when it is jointly owned by the third party. In this case, the realization of the auction is very much problematic. In other cases, the applicant of the auction is generally not willing to make statutory declaration that he or she be responsible should there be a law suit on this matter in the Court.
This thesis will try to analyze alternative settlement of non-performing loans (bad debts) through the execution of credit security object (fiduciary rights) held by the Dir.Gen. of State Wealth (a case study at the Regional Office V of the DGSW in Bandar Lampung).
The Author concludes that the settlement of bad debts through the execution of credit security object is in reality a good way in settling the non-performing loans. This is due to the fact, that this kind of settlement is generally faster and effective. Auction document is legally an authentic act and in the same time can be used as a legal basis for the transfer of land rights or the change of owners name.
This thesis applies library research method, with juridical and normative approach to the literature and relevant legal documents. The research is reported in the form of evaluative findings and analytical conclusions. It is hoped that this study would serve as a practical recommendation for the public in settling bad debts through the auction of credit security object held by Dir. Gen. of State Wealth. At the same time, it is also hoped that this would enhance the working performance of Dir. Gen. of State Wealth in general.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Ardiyani
"Pada lembaga keuangan perbankan, kredit macet merupakan persoalan serius. Salah satu upaya bank untuk menanggulangi kredit macet tersebut dengan melakukan penyelesaian secara damai berdasarkan kesepakatan antara bank dengan debitor yang masih mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan pinjamannya, Alternatif penyelesaian kredit macet secara paksa dapat dilakukan dengan jalan menyerahkan piutang¬piutang negara tersebut kepada Pengadilan negeri untuk dimintakan upaya eksekusi atas objek jaminan kredit atau menyerahkan permasalahan kredit melalui lelang oleh DJKN. Lelang eksekusi Hak Tanggungan yang dimintakan oleh pemegangnya sangat jarang terjadi, hal ini karena terkadang sulitnya proses pengosongan objek lelang serta keengganan dari pemohon lelang untuk membuat surat pernyataan bersedia bertanggung jawab apabila timbul gugatan,yang sering menjadi permasalahan adalah jika objek lelang ternyata adalah milik pihak ke tiga sehingga objek tidak dapat dilakukan lelang eksekusi.
Tesis ini membahas tentang alternatif penyelesaian kredit maces melalui eksekusi objek Hak Tanggungan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan studi kasus di Kantor Wilayah V DJKN Bandar Lampung. Penulis berkesimpulan bahwa penyelesaian kredit macet melalui eksekusi objek jaminan kredit di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah banyak membantu dalam menyelesaikan permasalahan kredit macet. Hal ini dikarenakan penyelesaian masalah kredit maces melalui lelang lebih cepat dan efektif.
Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan bersifat yuridis normatif dengan cara mempelajari berbagai literatur dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penelitian ini, hasil penelitian dituangkan dalam simpulan berbentuk Deskriptif Analistis dengan harapan dapat menjadi rekomendasi untuk meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan jasa lelang dalam menyelesaikan masalah kredit macet serta meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara khususnya di Kantor Wilayah V Bandar Lampung untuk lebih meningkatkan pelayanan pada masyarakat dibidang lelang.

In certain banking financial institutions, non-performing loans or bad debts are considered to be a serious banking problem. This is because the banks are facing fresh capital difficulties due to the continuing scarce of capital. That is the reason why the non-performing loans are to be dealt with effectively, so that banking operations would not be in jeopardy. One way for banks to deal with this problem is through negotiated settlement that is a credit settlement based on agreement between the Bank and the debtor who is still having good faith in settling its loans. On the other hand, a forced settlement to the bad debts still can be done through the submission of the State receivables to the local District Court in order to apply to the Court to execute the credit security object. It can also be done alternatively through the auction of the object by the Directorate General of State Wealth. The execution through the auction of fiduciary rights is in fact seldom happen. This is because wide spread perception in the society that bad debt settlement through fiduciary rights auction is so bureaucratic and a difficult process. In most cases, the object to be auctioned is difficult to be freed from a third party physical control, especially when it is jointly owned by the third party. In this case, the realization of the auction is very much problematic. In other cases, the applicant of the auction is generally not willing to make statutory declaration that he or she be responsible should there be a law suit on this matter in the Court.
This thesis will try to analyze alternative settlement of non-performing loans (bad debts) through the execution of credit security object (fiduciary rights) held by the Dir.Gen. of State Wealth (a case study at the Regional Office V of the DGSW in Bandar Lampung).
The Author concludes that the settlement of bad debts through the execution of credit security object is in reality a good way in settling the non-performing loans. This is due to the fact, that this kind of settlement is generally faster and effective. Auction document is legally an authentic act and in the same time can be used as a legal basis for the transfer of land rights or the change of owners name.
This thesis applies library research method, with juridical and normative approach to the literature and relevant legal documents. The research is reported in the form of evaluative findings and analytical conclusions. It is hoped that this study would serve as a practical recommendation for the public in settling bad debts through the auction of credit security object held by Dir. Gen. of State Wealth. At the same time, it is also hoped that this would enhance the working performance of Dir. Gen. of State Wealth in general.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyaningsih
"Jaminan Perorangan yang diberikan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung/penjamin debitur dalam pelunasan utang debitur merupakan salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada Bank Badan Usaha Milik Negara, manakala debitur ingkar janji (wanprestasi). Perjanjian perorangan/penanggungan tersebut bersifat asesor, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa tak akan ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah. Pada Bank Badan Usaha Milik Negara sebelum dikeluarkannya PP Nomor 14 tahun 2005 tentang Cara Pengapusan Piutang Negara / Daerah, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 tahun 2005, yang berwenang untuk menyelesaikan kredit macet adalah Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Undang-undang PUPN). Tindakan eksekusi terhadap jaminan perorangan oleh PUPN merupakan upaya terakhir untuk dilakukan, setelah dilakukan terlebih dahulu upaya penyitaan terhadap barang jaminan dan harta kekayaan debitur yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan pelelangan. Apabila dalam pelaksanaan eksekusi jaminan perorangan, ternyata penanggung utang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya secara sukarela atau menyerahkan harta kekayaannya, maka PUPN akan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pencarian dan pemeriksaan (investigasi) terhadap kekayaan penanggung utang yang dapat digunakan untuk membayar utang, baik berupa barang tetap seperti tanah dan bangunan dan atau barang bergerak seperti kendaraan bermotor, tagihan/tabungan dan lain-lai; b. Pencarian data/dokumen (bukti kepemilikan) atas harta kekayaan penanggung utang melalui instansi/lembaga yang terkait, untuk digunakan sebagai pendukung dalam pelaksanaan eksekusi.

An individual guarantee provided by a third party acting as a debt guarantor/avalist in settling debtor?s debt constitute an alternative settlement for bad debts with State Owned Corporations, in case of defalt by debtor. Said individual guarantee is of the assessor type, meaning it is continually linked to a principal agreement, with the consequence that it can be defined as having no guarantee without an existing legal principal debt. The previously issued Government Regulation Number 14 years 2005 at the State Owned Corporation regarding the Writing Off Process of State/Regional Claims, which was further amended by Government Regulation Number 33 year 2006 regarding the Amendment of Government Regulation Number 14 year 2005, appointing the State Claims Affairs Committee (PUPN) as the authorized party to settle bad credits based on Law Number 49 Prp year 1960 regarding State Claims Affairs Committee (PUPN Law). Execution measure against individual guarantee by the PUPN will be effected as the last resort by the PUPN, after prior confiscation of the debtor?s collateral and assets which is further followed by its auctioning off. If during the execution of the individual guarantee, there is an indication that guarantor has no intention of a voluntary settlement of the liability or to surrender his/her assets, the PUPN shall resort to the following actions : a. investigation and examination of the guarantor?s assets that can be employed as debt payment, either consisting of fixed goods such as land and buildings or movable goods such as motorized vehicles, collections/savings and others; b. Finding data/documents (proof of ownership of guarantor/s assets through related instances/institutions to support the execution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Hari Argado
"Perbankan secara umum mempunyai peran vital bagi urat nadi perekonomian, perannya dalam pembangunan sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Secara khusus, perbankan juga berperan sangat vital dalam penyelenggaraan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional. Sehingga citra perbankan dalam masyarakat menjadi sangat penting dijaga untuk menumbuhkan kepercayaan pada dunia perbankan di Indonesia. Pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan tujuan filosofis dari Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33, khususnya ayat (2) dan (3). Dengan pengertian bahwa badan usaha milik negara tersebut menguasai cabang-cabang produksi yang sangat vital bagi hajat hidup orang banyak dan untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat yang belum dapat dikelola oleh pihak swasta, dan menjadikan BUMN, baik yang berbentuk non-bank maupun bank, sebagai agen pembangunan (agent of development). Penyertaan modal, yang bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara, yang dilakukan oleh Negara melalui Pemerintah pada BUMN membawa implikasi terhadap pengelolaan kekayaan BUMN sebagai entitas badan hukum yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan pemahaman bahwa asset BUMN adalah asset Negara, secara otomatis piutang BUMN pun adalah piutang Negara dan pengelolaannya pun oleh Negara, bukan berdasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Tingginya tingkat kredit bermasalah (non performing loan) pada bank BUMN menimbulkan reaksi Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, yang sebelumnya telah mendapat dasar hukum melalui Fatwa Mahkamah Agung (Fatwa MA) Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006, yang menekankan bahwa penyertaan modal BUMN merupakan ?pemisahaan kekayaan negara? dari APBN, sehingga pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada sistem perusahaan yang sehat menurut UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah tersebut diatas, maka piutang BUMN bukan lagi dianggap sebagai piutang Negara. Penanganan kredit bermasalah (NPL) bank BUMN diselesaikan menurut kebijakan bank BUMN itu sendiri dan tidak diserahkan lagi kepada Negara.

Banking in general give an important role for the economic matters, the role is as the device of the monetary policy transmission. Specifically, banking also give a vital role for the payment transaction, in national or international. Therefore, the image of the banking in society become very important to preserve the trust of the banking system in Indonesia. The philosophy of the history of the state-owned company as mentioned in Constitution years 1945, in Article 33, especially in point (2) dan (3), can be explained that the state-owned company shall dominate all the vital production for the people and to fulfill the needs of the people that can not be dominate by the privat sector, and also made the state-owned company, as well as the bank and non-bank, as the agent of development. The participation of the Capital from the Earnings and Expenditures of the National Budget (APBN) by the State through the government in the state-owned company brought an implication to the management of the asset of the state-owned company as the independent entity of the corporation, and caused a comprehension that the asset of the state-owned company belong to the asset of the state too, in automatically the account receivables of the state-owned company belong to the account receivables of the state too, and will manage by the state, not by the principal of the good corporate governance management. the increase of the non-performance loan in the state-owned bank, reacted by the government by issued the Government Regulation number 33 year 2006 regarding the Alteration of the Government Regulation number 14 year 2005 regarding the Manners of the Remission of the Account Receivables of the state/provincial, based on the instruction of the Supreme Court number WKMA/Yud/20/VIII/2006 dated 16 Agustus 2006, mentioned that the participation of the capital in the state-owned company is ?the separation of the state asset? from the APBN, therefore its management not based on the APBN system but based on the corporation system due to the Laws of Limited Liability Company and the Laws of the State-Owned Company. Thus, the account receivables of he state-owned company not belong to the State and the management of the non-performing loan of the State-Owned Company based on the policy of the State-Owned Company itself, not manage by the State anymore."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T 02215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Febriyanti
"[Terpisahnya kelembagaan pengelolaan riset, teknologi dan inovasi dengan institusi pendidikan tinggi dianggap sebagai salah satu penyebab lemahnya hilirisasi produk dari hasil litbang; dan peningkatan daya saing bangsa. Tesis ini
menganalisis perubahan strategis penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) menjadi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) dan
sekaligus menganalisis tipe perubahan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan post-positivis. Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan strategis nampak pada proses bisnis Kemenristekdikti. Tantangan yang dihadapi dalam perubahan tersebut yaitu : kekurangan SDM tenaga penunjang, revitalisasi koordinasi LPNK dan perguruan tinggi, penyelarasan program dan konsolidasi anggaran serta perubahan kultur dan tupoksi organisasi dari kementerian non teknis (klaster III) menjadi kementerian teknis (Klaster II). Dikaji dari The Drivers Of Change dan strategi
perubahan yang dilaksanakan, perubahan ini baru bersifat transisional. Untuk mensukseskan perubahan, disarankan dengan membentuk tim analisis perubahan untuk mengevaluasi pra dan pasca perubahan serta kesesuaian kinerja yang diharapkan. Saran lain untuk mengatasi tantangan yang dihadapi meliputi: 1) optimalisasi SDM meliputi penyusunan regulasi tupoksi individu, standar penilaian kinerja, dan pengaturan hak dan kewajiban pegawai, 2) penyusunan kebijakan pengaturan pendidikan tinggi dengan model skenario ‘kepentingan publik’ dalam perguruan tinggi, 3) sinergi regulasi universitas-LPNK-industri, 4) sinkronisasi anggaran dan program melaui trilateral meeting stakeholders, 4)
perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan yang terintegrasi teknologi sistem informasi dan 5) manajemen pengetahuan yang didesain dengan memobilisasi kapitalisasi pengetahuan untuk menjamin kesuksesan proses bisnis
Kemenristekdikti.

Institutional separation of the management of research, technology and innovation with the higher education institution is considered as one of the causes of the weakness in downstream product resulted from research and development and improving the competitiveness of the nation. This thesis analyzes the strategic change merging the Ministry of Research and Technology (Kemenristek) and the Directorate General of Higher Education (Ditjen Dikti) to the Ministry of Research, Technology and Higher Education (Kemenristekdikti) and simultaneously analyze the types of changes. The method used is descriptive qualitative post-positivist approach. The analysis showed that the apparent
strategic change in business processes within Kemenristekdikti. Challenges faced in these changes are: a shortage of human resources supporting staff, revitalization of LPNK coordination with colleges and universities, harmonization of program and consolidation of budget as well as culture change and organizational duties of the ministry of non-technical (cluster III) into the technical ministries (Cluster II). Consulted by The Drivers Of Change and strategy changes are implemented, the new transitional changes. To achieve change, it is advisable to form a team to evaluate the analysis of changes in preand post-change as well as the suitability of the expected performance. Another
suggestion to address the challenges include: 1) the optimization of human resources includes preparation of regulatory duties of individuals, assessment standards of performance, and setting the rights and obligations of employees, 2) development of policies setting higher education with modeling scenarios 'public interest' in college, 3) synergy regulation of university-LPNK-industry, 4) synchronization of budgets and programs through the trilateral meeting of stakeholders, 4) planning, monitoring, evaluation and reporting of the integrated technologies of information systems and 5) knowledge management which is
designed to mobilize the knowledge capitalization to ensure upon the success of business processes Kemenristekdikti., Institutional separation of the management of research, technology and
innovation with the higher education institution is considered as one of the causes
of the weakness in downstream product resulted from research and development;
and improving the competitiveness of the nation. This thesis analyzes the strategic
change merging the Ministry of Research and Technology (Kemenristek) and the
Directorate General of Higher Education (Ditjen Dikti) to the Ministry of
Research, Technology and Higher Education (Kemenristekdikti) and
simultaneously analyze the types of changes. The method used is descriptive
qualitative post-positivist approach. The analysis showed that the apparent
strategic change in business processes within Kemenristekdikti. Challenges faced
in these changes are: a shortage of human resources supporting staff,
revitalization of LPNK coordination with colleges and universities, harmonization
of program and consolidation of budget as well as culture change and
organizational duties of the ministry of non-technical (cluster III) into the
technical ministries (Cluster II). Consulted by The Drivers Of Change and
strategy changes are implemented, the new transitional changes. To achieve
change, it is advisable to form a team to evaluate the analysis of changes in preand
post-change as well as the suitability of the expected performance. Another
suggestion to address the challenges include: 1) the optimization of human
resources includes preparation of regulatory duties of individuals, assessment
standards of performance, and setting the rights and obligations of employees, 2)
development of policies setting higher education with modeling scenarios 'public
interest' in college, 3) synergy regulation of university-LPNK-industry, 4)
synchronization of budgets and programs through the trilateral meeting of
stakeholders, 4) planning, monitoring, evaluation and reporting of the integrated
technologies of information systems and 5) knowledge management which is
designed to mobilize the knowledge capitalization to ensure upon the success of
business processes Kemenristekdikti.]
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widiyaningsih
"Jaminan Perorangan yang diberikan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung/penjamin debitur dalam pelunasan utang debitur merupakan salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada Bank Badan Usaha Milik Negara, manakala debitur ingkar janji (wanprestasi). Perjanjian perorangan/penanggungan tersebut bersifat asesor, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa tak akan ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah. Pada Bank Badan Usaha Milik Negara sebelum dikeluarkannya PP Nomor 14 tahun 2005 tentang Cara Pengapusan Piutang Negara / Daerah, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 tahun 2005, yang berwenang untuk menyelesaikan kredit macet adalah Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Undang-undang PUPN). Tindakan eksekusi terhadap jaminan perorangan oleh PUPN merupakan upaya terakhir untuk dilakukan, setelah dilakukan terlebih dahulu upaya penyitaan terhadap barang jaminan dan harta kekayaan debitur yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan pelelangan. Apabila dalam pelaksanaan eksekusi jaminan perorangan, ternyata penanggung utang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya secara sukarela atau menyerahkan harta kekayaannya, maka PUPN akan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pencarian dan pemeriksaan (investigasi) terhadap kekayaan penanggung utang yang dapat digunakan untuk membayar utang, baik berupa barang tetap seperti tanah dan bangunan dan atau barang bergerak seperti kendaraan bermotor, tagihan/tabungan dan lain-lai; b. Pencarian data/dokumen (bukti kepemilikan) atas harta kekayaan penanggung utang melalui instansi/lembaga yang terkait, untuk digunakan sebagai pendukung dalam pelaksanaan eksekusi.

An individual guarantee provided by a third party acting as a debt guarantor/avalist in settling debtor?s debt constitute an alternative settlement for bad debts with State Owned Corporations, in case of defalt by debtor. Said individual guarantee is of the assessor type, meaning it is continually linked to a principal agreement, with the consequence that it can be defined as having no guarantee without an existing legal principal debt. The previously issued Government Regulation Number 14 years 2005 at the State Owned Corporation regarding the Writing Off Process of State/Regional Claims, which was further amended by Government Regulation Number 33 year 2006 regarding the Amendment of Government Regulation Number 14 year 2005, appointing the State Claims Affairs Committee (PUPN) as the authorized party to settle bad credits based on Law Number 49 Prp year 1960 regarding State Claims Affairs Committee (PUPN Law). Execution measure against individual guarantee by the PUPN will be effected as the last resort by the PUPN, after prior confiscation of the debtor?s collateral and assets which is further followed by its auctioning off. If during the execution of the individual guarantee, there is an indication that guarantor has no intention of a voluntary settlement of the liability or to surrender his/her assets, the PUPN shall resort to the following actions : a. investigation and examination of the guarantor?s assets that can be employed as debt payment, either consisting of fixed goods such as land and buildings or movable goods such as motorized vehicles, collections/savings and others; b. Finding data/documents (proof of ownership of guarantor/s assets through related instances/institutions to support the execution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Tessy Ladina Khairifani
"Kredit macet seringkali menjadi permasalahan berkepanjangan yang dialami tiap-tiap Bank. Namun demikian Bank senantiasa memberikan dukungan kepada para pengusaha yang membutuhkan modal untuk kelangsungan usaha mereka melalui pemberian kredit. Salah satu upaya penanggulangan kredit macet adalah dengan Restrukturisasi Kredit. Restrukturisasi Kredit adalah upaya penyelamatan kredit yang dilakukan oleh Bank terhadap debitur yang menunjukan itikad baik untuk bekerjasama dan usahanya masih berjalan serta mempunyai prospek yang baik sehingga debitur dapat memenuhi kewajibannya. Berlakunya Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang PUPN merupakan dasar bagi Pengurusan Piutang Negara yang berasal dari kredit macet Bank Pemerintah. Lembaga PUPN ini diadakan untuk melakukan penarikan kembali dana-dana pemerintah yang macet dalam pengembaliannya secara efektif dan efisien dan waktu yang singkat tanpa melalui proses Pengadilan. Meningkatnya jumlah kredit bermasalah mengakibatkan pemerintah merasa perlu diadakan revisi dalam tata cara penghapusan piutang negara/daerah yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Tesis ini bertujuan untuk meneliti upaya penyelesaian kredit macet pada Bank Mandiri melalui sebelum dan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006.

Non- performed loans often become long standing issues for any commercial Bank. Nevertheless, Banks continue to help business people who needs capital funds to keep their business going through provision of loans/credits. One way to resolve non-performed loans is through Loan Restructuring. Loan Restructuring is a tool to save non-performed loan which is done by the Bank to the debitors who actually have good intention to cooperate and whose business are still running and potential, so that the creditors are able to make the loan repayment. Law Number 49 of 1960 regarding Committee of State Claims Management (PUPN) is the basis for processing the non-performed loans in the State Bank. This Committee on State Claims Management (PUPN) institution was established to collect the government fund which becomes non-performed loans in an effective and efficient way and in a short period of time without going through a Court process Due to the fact that non-performed loans increased, the government sees that it is necessary to revisit the mechanism of offsetting non-performed loan as stated in Government Regulation Number 33 of 2006, which is inconsistent to Law Number 49 of 1960. This thesis examine the settlement of non-performed loan at State Bank (Bank Mandiri) before and after the enactment of Government Regulation Number 33 of 2006."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27498
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Ninchy Octa Viarni
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi whistleblowing system di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Konsep yang digunakan dalam penelitian adalah terkait dengan good governance yang berfokus pada akuntabilitas dan partisipasi, serta konsep whistleblowing system. Penelitian kualitatif ini melakukan pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian ini menemukan bahwa implementasi whistleblowing system di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilakukan melalui Sistem Pengaduan Masyarakat. Akuntabilitas dan partisipasi mempengaruhi penerapan whistleblowing system. Whistleblowing system di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai masih mengalami beberapa hambatan yang dihadapi dalam penerapan. Hambatan tersebut diakibatkan oleh tidak adanya panduan yang jelas dalam menindaklanjuti pengaduan, kurangnya sosialisasi, serta belum adanya evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

This qualitative study describes the implementation of whistleblowing system in Directorate General of Customs and Excise. Concepts used in the study is related to concept of good governance that focuses on accountability and participation, as well as the concept of whistleblowing system. Data have been collected from in-depth interviews and studying related published document. This research finds that the implementation of whistleblowing system in Directorate General of Customs and Excise is conducted by Society Complain System. Accountability and participation affect the application of the whistleblowing system. Whistleblowing system at the Directorate General of Customs and Excise are still experiencing some barrier encountered in the implementation. Although the implementation of whistleblowing system is considered to have been effective when viewed from the achievement of the goal, but there are still some barriers faced. The barriers caused by the absence of clear guidance to follow up complaints, lack of socialization, as well as the lack of a thorough evaluation conducted by the Directorate General of Customs and Excise."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Victor
"Eksekusi objek jaminan fidusia merupakan masalah yang penting seiring dengan semakin berkembangnya pemberian kredit dengan jaminan fidusia dalam perjanjian kredit. Eksekusi objek jaminan fidusia diatur dalam pasal 29 sampai dengan pasal 34 Undang-undang No. 42 tentang Jaminan Fidusia, dimana dalam ketentuan tersebut diatur apabila seorang debitur melakukan wanprestasi, eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui parate eksekusi dan penjualan di bawah tangan, akan tetapi dalam prakteknya, khususnya pada Bank X di kota Jogjakarta, ketentuan tersebut sulit untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Berdasarkan hal-hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut pada saat bagaimana seorang kreditur dapat dikatakan melakukan cidera janji atau wanprestasi, bagaimana proses eksekusi objek jaminan fidusia pada Bank X tersebut, dan kendala-kendala apa saja yang menghambat untuk melakukan proses eksekusi jaminan fidusia tersebut.
Metode penelitian dalam penulisan tesis ini menggunakan metode normatif yuridis dengan tipe penelitian eksplanatoris yaitu dengan mengkaji dan menganalisis hubungan antara praktek eksekusi objek jaminan fidusia pada Bank X di Kota Jakarta dengan didasarkan kepada peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini, digunakan data sekunder, dimana untuk memperoleh data sekunder tersebut maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen yang dilakukan dengan data tertulis baik berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier dan wawancara dengan wawancara bebas kepada beberapa informan, untuk kemudian data tersebut dianalisis secara kwalitatif.
Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa suatu debitur dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi adalah jika melanggar klausula cidera janji dalam perjanjian kredit dan kredit tersebut telah masuk dalam kategori kredit bermasalah, dan dalam proses eksekusi jaminan fidusia ternyata tidak dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang No. 34 tahun 1999 tentang jaminan fidusia, serta dalam proses eksekusi tersebut banyak terjadi hambatan--hambatan baik dari debitur itu sendiri ataupun karena kelemahan-kelemahan dalam Undang-Undang yang mengatur proses eksekusi jaminan \ fidusia tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Meliora Hutapea
"Kredit macet yang terjadi pada Bank BUMN sering sekali termasuk ke dalam kasus korupsi karena dianggap menyebabkan kerugian negara. Namun apakah kredit macet pada Bank BUMN masih termasuk ke dalam kerugian Negara setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normative ini mengungkapkan bahwa telah terjadi inkonsistensi dalam penentuan kerugian negara pada BUMN khususnya dalam kasus kredit macet pada Bank BUMN di mana seharusnya setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 penyelesaian utang piutang BUMN diserahkan kepada Bank BUMN tersebut sehingga kredit macet pada Bank BUMN bukanlah termasuk kerugian Negara. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 tidak menggunakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-IX/2011 sebagai yurisprudensi sehingga mengakibatkan inkonsistensi dalam penentuan kerugian negara karena adanya dualisme hukum dalam pengertian keuangan negara.

Non performing loan on the state-owned enterprise banks often included in corruption case because it is considered a state loss. However, the non performing loans (NPLs) in the state-owned enterprise (BUMN) banks is still counted as losses of the state after the Decision of the Constitutional Court Number 77/PUU-IX/2011 and Decision of the Constitutional Court Number 62/PUU-XI/2013. The research using normative juridical method reveals that there has been inconsistency in determining state losses in BUMN, especially in the case of NPLs. It argues that after the Constitutional Court Decision Number 77/PUU-IX/2011, debt settlement of state-owned receivables is handed over to the BUMN. Thus, NPLs of the BUMN Banks are not counted as loss of the state. However, the Decision of the Constitutional Court Number 62/PUU-XI/2013 does not use the Decision of the Constitutional Court Number 77/PUU-IX/2011 as jurisprudence. This leads to inconsistency in the determination of state losses due to the existence of legal dualism in the definition of state finances.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>