Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195192 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Windo Wahidin
"

Perkembangan bisnis dengan sistem franchise semakin marak. Franchise merupakan suatu sistem pemasaran, dimana pemilik franchise (Franchiser) memberikan hak kepada pemegang franchise (franchisée) untuk memasarkan barang dan jasa franchiser dengan menggunakan merek dagang dan/atau jasa, metode, cara dan format bisnis (standar operasional prosedur) yang ditentukan oleh franehisor untuk jangka waktu teitentu dan di suatu wilayah tertentu. Untuk itu franchisée harus membayar biaya franchise, biaya royalty dan biaya-biaya lainnya kepada franehisor.

Sistem bisnis franchise mulai tumbuh pada tahun 1850 di Amerika Serikat dan berkembang pesat pada tahun 1960-an. Seiiring dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia sistem bisnis franchise mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dalam bentuk restoran siap saji, binatu, fotocopy, cuci cetak foto, dll. Hubungan dalam sistem franchise dibangun atas dasar hubungan perjanjian, yang dikenal dengan peijanjian franchise. Hubungan - hubungan yang terjalin tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Apabila terjadi sengketa para pihak akan mengupayakan jalur musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah tidak tercapai, maka para pihak akan menempuh jalur pengadilan.

Munculnya franchise telah menimbulkan permasalahan di bidang hukum. Untuk itu pemerintah Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/Kep/l9V7 tentang Ketentuan Pendaftaran dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Kedua peraturan tersebut dibuat agar kedudukan franehisor dan franchisée diatur untuk meminimalisir perselisihan yang mungkin teijadi. Sampai kini di Indonesia belum terdapat perundang-undangan yang secara khusus mengatur masalah perdagangan dengan sistem franchise. Selama ini praktek yang dilakukan didasarkan pada kesepakatan tertulis dalam bentuk francliisee didasarkan pada asas kebebasan berkontrak seperti tertuang pada pasal 1338 KUHPerdata.

"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T37114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Windo Wahidin
"Perkembangan bisnis dengan sistem franchise semakin marak, Franchise
merupakan suatu sistem pemasaran, dimana pemilik franchise (Franchisor)
memberikan hak kepada pemegang franchise (franchisee) untuk memasarkan barang
dan jasa franchisor dengan menggunakan merek dagang dan/atau jasa, metode, cara
dan format bisnis (standar operasional prosedur) yang ditentukan oleh franchisor
untuk jangka waktu tertentu dan di suatu wilayah tertentu. Untuk itu franchisee harus
membayar biaya franchise, biaya royalty dan biaya-biaya lainnya kepada franchisor.
Sistem bisnis franchise mulai tumbuh pada tahun 1850 di Amerika Serikat
dan berkembang pesat pada tahun 1960-an. Seiring dengan berkembangnya
perekonomian di Indonesia sistem bisnis franchise mulai masuk ke Indonesia pada
tahun 1980-an dalam bentuk restoran siap saji, binatu, fotocopy, cuci cetak foto, dll.
Hubungan dalam sistem franchise dibangun atas dasar hubungan perjanjian,
yang dikenal dengan perjanjian franchise. Hubungan - hubungan yang terjalin
tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Apabila terjadi sengketa para
piliak akan mengupayakan jalur musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah tidak
tercapai, maka para pihak akan menempuh jalur pengadilan.
Munculnya franchise telah menimbulkan permasalahan di bidang hukum.
Untuk itu pemerintah Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor
16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/Kep/1997 tentang Ketentuan
Pendaftaran dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Kedua
peraturan tersebut dibuat agar kedudukan franchisor dan franchisee diatur untuk
meminimalisir perselisihan yang mungkin terjadi. Sampai kini di Indonesia belum
terdapat perundang-undangan yang secara khusus mengatur masalah perdagangan
dengan sistem franchise. Selama ini praktek yang dilakukan didasarkan pada
kesepakatan tertulis dalam bentuk franchisee didasarkan pada asas kebebasan
berkontrak seperti tertuang pada pasal 1338 KUHPerdata."
Depok: [Universitas Indonesia;Universitas Indonesia, Universitas Indonesia], 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Salwa Putri Santira
"Waralaba menjadi salah satu kegiatan usaha yang digemari oleh pebisnis pemula karena tidak membutuhkan modal yang terlalu banyak. Waralaba dilakukan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba yang diatur syarat formilnya dalam undang-undang mengenai waralaba salah satunya mengenai klausul minimal yang harus tercantum dalam Perjanjian Waralaba.Ketika perjanjian waralaba tidak memenuhi syarat formil perjanjian waralaba yang telah ditentukan dalam undang-undang maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum sebagai perjanjian waralaba. Dalam praktik ditemukan Perjanjian Waralaba yang tidak memuat klausul minimal dalam perjanjian waralaba tetapi Majelis Hakim tidak membatalkan Perjanjian Waralaba antara para pihak. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan jenis data sekunder. Hasil penelitian ditemukan perjanjian waralaba merupakan perjanjian formil sehingga keabsahannyaharus memenuhi syarat formil dari perjanjian waralaba. Majelis Hakim pada tingkat pertama dan tingkat banding dalam Putusan Nomor 321/PDT/2021/PT DKI kurang tepat dalam memberikan pertimbangan dan putusannya karena seharusnya perjanjian waralaba antara para pihak batal demi hukum. Karena Perjanjian waralaba antara para pihak tidak memenuhi syarat formil dari perjanjian waralaba sebagaimana ditentukan dalam PP 42/2007 dan Permendag 53/2012. Para pihak harus melakukan penelaahan sebelum membuat perjanjian waralaba dan pemerintah sebaiknya merubah peraturan mengenai perjanjian waralaba sehingga perjanjian waralaba dibuat menjadi suatu akta notaril dan pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan penyelenggaraan waralaba yang sesuai dengan undang-undang

Franchising is one of the business activities that is favored by novice business people because it does not require too much capital. Franchising is carried out based on a Franchise Agreement which is regulated by formal conditions in the law regarding franchising, one of which is regarding the minimum clause that must be included in the Franchise Agreement. When the franchise agreement does not meet the formal requirements of the franchise agreement that have been specified in the law, the agreement becomes null and void as a franchise agreement. In practice, it was found that the Franchise Agreement did not contain a minimum clause in the franchise agreement but the Panel of Judges did not cancel the Franchise Agreement between the parties. This writing uses normative juridical research methods and secondary data types. The results of the study found that the franchise agreement is a formal agreement so that its validity must meet the formal requirements of the franchise agreement. The Panel of Judges at the first level and appellate level in Decision Number 321/PDT/2021/PT DKI was not quite right in giving their considerations and decisions because the franchise agreement between the parties should have been null and void. Because the franchise agreement between the parties does not fulfill the formal requirements of the franchise agreement as specified in PP 42/2007 and Permendag 53/2012. The parties must conduct a review before making a franchise agreement and the government should change the regulations regarding franchise agreements so that the franchise agreement is made into a notary deed and the government must provide socialization to the public regarding the implementation of franchising in accordance with the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Windo Wahidin
"

Perkembangan bisnis dengan sistem franchise semakin marak. Franchise merupakan suatu sistem pemasaran, dimana pemilik franchise (Franchiser) memberikan hak kepada pemegang franchise (franchisée) untuk memasarkan barang dan jasa franchiser dengan menggunakan merek dagang dan/atau jasa, metode, cara dan format bisnis (standar operasional prosedur) yang ditentukan oleh franehisor untuk jangka waktu teitentu dan di suatu wilayah tertentu. Untuk itu franchisée harus membayar biaya franchise, biaya royalty dan biaya-biaya lainnya kepada franehisor.

Sistem bisnis franchise mulai tumbuh pada tahun 1850 di Amerika Serikat dan berkembang pesat pada tahun 1960-an. Seiiring dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia sistem bisnis franchise mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dalam bentuk restoran siap saji, binatu, fotocopy, cuci cetak foto, dll. Hubungan dalam sistem franchise dibangun atas dasar hubungan perjanjian, yang dikenal dengan peijanjian franchise. Hubungan - hubungan yang terjalin tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Apabila terjadi sengketa para pihak akan mengupayakan jalur musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah tidak tercapai, maka para pihak akan menempuh jalur pengadilan.

Munculnya franchise telah menimbulkan permasalahan di bidang hukum. Untuk itu pemerintah Indonesia segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/Kep/l9V7 tentang Ketentuan Pendaftaran dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Kedua peraturan tersebut dibuat agar kedudukan franehisor dan franchisée diatur untuk meminimalisir perselisihan yang mungkin teijadi. Sampai kini di Indonesia belum terdapat perundang-undangan yang secara khusus mengatur masalah perdagangan dengan sistem franchise. Selama ini praktek yang dilakukan didasarkan pada kesepakatan tertulis dalam bentuk francliisee didasarkan pada asas kebebasan berkontrak seperti tertuang pada pasal 1338 KUHPerdata.

"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T23033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tedy Mujoko
"Prosedur keterbukaan/pengungkapan/penyingkapan keterangan-keter angan (Disclosure Documents) merupakan suatu kewajiban bagi setiap pemberi waralaba (franchisor) dalam penawaran dan atau penjualan produk waralabanya sebagaimana yang disyaratkan oleh Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Nomor 259/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Penjelasan pasal 3 PP No. 16 tahun 1997 menyatakan bahwa pelaksanaan pengungkapan keterangan agar "pemberi waralaba dan penerima waralaba memiliki dasar awal yang kuat da1am melakukan kegiatan waralaba secara sehat dan terbuka." Terkesan seolah-olah terdapat satu hubungan yang kuat antara fase "pra-kontrak", dalam hal ini direpresentasikan oleh kewajiban disclosure dengan fase "kontrak/perjanjian" itu sendiri. Berdasarkan penelitian penulis, hubungan antara fase pra-kontrak dan kontrak di Indonesia dapat dipelopori oleh hukum waralaba, dalam bidang hukum perjanjiannya, melalui kewajiban disclosure document. Meskipun demikian, masih banyak hal-hal yang harus dibenahi untuk keperluan tersebut, termasuk kebutuhan dilahirkannya undang-undang khusus yang mengatur tentang disclosure secara tersendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This article aimed to study the legal implication toward globalization of franchise bussiness. This study is important considered that there is no substantive law to regulate franchise business, particularly in Indonesia. By using quantitative analysis and legal approach, this study demonstrated: first, globalization of franchise business causing globalization of law relating to the franchise agreement. It happens because when franchisor open a new franchise in one country, they not only bring their business system buat also legal system to regulate their franchise agreement. Second, needs subtantive law to regulate franchise in Indonesia in order to give legal protection for franchisee."
JHUII 14:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Nurhayati
"Kajian tentang perubahan sosial perkotaan merupakan salah satu, topik penting. Kota Sukabumi seperti halnya kota-kota menegah Iainnya mengalami 'proses perubahan secara drmatis sejak tahun 1970-an. Sejalan dengan adanya proses liberalisasi ekonomi, sistem perekonomian global ditandai oleh perdagangan lintas negara yang semakin masif.
Bisnis Waralaba " franchise " sebagai Salah satu perdagangan tingkat global saat ini telah berkernbang di kota Sukabumi. keberadaan California Fried Chickens, McDonald?s dan Dunkin? Donuts di kota Sukabumi mendapat respon dari berbagai kalangan masyarakat. Keberadaan waralaba bukan hanya berfungsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, tetapi menjadi trend di kalangan masyarakat kota Sukabumi.
Penelitian ini berangkat dari suatu ?tesis? bahwa integrasi masyarakat kota Sukabumi pada sistem ekonomi global seperti ditandai oleh maraknya franchise, telah membawa perubahan pada sosio-ekonomi dan kultural masyarakat setempat. Oleh karena itu, maka rumusan perniasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan sosio-ekonomi dan kultural masyarakat kota Sukabumi dengan adanya waralaba di kota Sukabumi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengambilan data dilakukan rnelalui wawancara mendalam dengan informan kunci seperli aparat pemerintah daerah, tokoh masyarakat, manager waralaba dan konsumen waralaba. Pennlis melakukan pengamatan mengenai perkembangan waralaba di kota Sukabumi serta beberapa dampak yang ditimbulkammya terhadap kehidupan masyarakat kota Sukabumi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan waralaba di kota Sukubumi berpengaruli pada perubahan sosio-ekonomi dan kultural masyarakat kota Sukabumi. Perubahan ini lejadi pada perekonomian, prilaku konsumsi, life style serta prilaku keagamaan masyarakat kota Sukabumi.
Temuan lain menunjukan bahw ekonomi kapilalis di kata Sukabumi berdampak luas pada kehidupan masyarakat lokal. Situasi dan kondisi ini didukung oleh peran pemerintah daerah yang bersikap welcome terhadap para investor yang datang ke kota Sukabumi.
Integrasi masyarakat kota Sukabumi dalam proses globalisasi telah membawa perubahan dalam kehidupan sosio-ekonomi dan kultural. Proteksionis pada kondisi dan situasi perlu dilakukan untuk mempertahankan ekonomi dan identitas lokal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Islamy
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai adanya perjanjian franchise antara Muhaerul dengan PT. Wadha Artha Abadi. yang akan ditinjau berdasarkan Peraturan Perundang-undangan khususnya Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba Terdapat berbagai persoalan terkait dengan unsur-unsur perjanjian franchise dalam Peraturan Pemerinth Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba yang tidak terpenuhi oleh perjanjian franchise oleh Muhaerul dengan PT. Wadha Artha abadi sehingga apakah perjanjian franchise ini dapat dikatakan sebagai perjanjijan franchise atau tidak, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah perjanjian franchise antara Muhaerul dengan PT. Wadha Artha Abadi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dengan ketentuan peraturan lainnya yang mengatur mengenai franchise atau waralaba. 2. Bagimanakah akibat hukum dari perjanjian franchise antara Muhaerul dengan PT. Wadha Artha Abadi apabila tidak memenuhi aspek-aspek perjanjian franchise menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. 3. Bagaimanakah upaya hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak dari perjanjian franchise

ABSTRAK
This thesis discusses the existence of the franchise agreement between Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi. which will be reviewed based on the legislation in particular Government Regulation No. 42 of 2007 on Franchise There are many problems associated with the elements of his government's franchise agreement in Regulation No. 42 of 2007 on Franchise are not met by the franchise agreement by Muhaerul with PT. Wadha Artha framchise immortal so that if agreement can be said as perjanjijan franchise or not, researchers propose the subject matter, namely: 1. How does the franchise agreement between Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi according to Government Regulation No. 42 Year 2007 on Franchise with other relevant regulations governing the franchise or the franchise? 2. How does legal consequences of franchise agreements between Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi if it does not meet aspects of the franchise agreement under the provisions of Government Regulation No. 42 Year 2007 on Franchise? 3. How are laws and legal protection for the parties to the franchise agreement is Muhaerul with PT. Wadha Artha Abadi."
2016
S63642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Queen, Douglas J.
Jakarta: Alex Media Komputindo, 1993
346.048 QUE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Sintya Rahmadany
"Waralaba merupakan hak untuk melakukan kegiatan usaha menjual suatu produk atau jasa. Di Indonesia waralaba dilaksanakan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. Pengaturan mengenai waralaba di Indonesia belum terlalu lengkap dan memadai jika dibandingkan dengan Amerika Serikat. Amerika Serikat mengatur mengenai waralaba dari peraturan tingkat federal sampai dengan peraturan tingkat negara bagian, sedangkan di Indonesia hanya diatur mulai dari tingkat Peraturan Pemerintah. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perbandingan peraturan perjanjian waralaba di Indonesia dan Amerika Serikat, serta kewajiban pendaftaran di Indonesia dan Amerika Serikat. Skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan metode pendekatan perbandingan dan peraturan perundang-undangan.

Franchising is the rights to conduct a business in selling product or service. In Indonesia, franchising was held by a Franchise Agreement between Franchisor and Franchisee. Franchise regulations in Indonesia is not complete and adequate when compared to the United States. The United States rules the franchising from federal level to the state level regulations, while in Indonesia is only from the level of government regulation. In this research will discuss the comparison about of franchise agreements regulations between Indonesia and the United States of America, also comparison about the registration of franchise agreements between Indonesia and the United States of America. This research use the normative juridical research by using comparative approach based on methods of comparative law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>