Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94485 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Kurniawan
"Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, pengikatan jaminan berupa hak atas tanah diatur melalui lembaga Hak Tanggungan. Permasalahan pokok yang dianalisis adalah disertakan Badan Pertanahan Nasional dalam Putusan Pengadilan Nomor 35/Pdt.G/2006/PN.BGR ikut dijadikan sebagai Turut Tergugat dan diperintahkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak serta keputusan Pengadilan yang menyatakan sah jaminan pelunasan hutang dengan jaminan sertipikat hak atas tanah yang dilakukan secara di bawah tangan dan tidak diproses sesuai dengan ketentuan UU No.4 Tahun 1996 dan peraturan pelaksanaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, dengan menghimpun dan menganalisis data sekunder, berupa literatur dan peraturan perundangundangan yang terkait dengan lembaga jaminan khususnya lembaga Hak Tanggungan.
Hasilnya, dituangkan dalam kesimpulan bahwa menyertakan Kantor Pertanahan sebagai salah satu Tergugat dalam kasus cidera janji hutang pihutang dengan jaminan hak atas tanah yang dilakukan di bawah tangan bukan merupakan tindakan hukum yang tepat karena Kantor Pertanahanan- sama sekali tidak ada kaitannya dengan prosedur pengikatan jaminan yang dilakukan oleh Penggugat dan Penggugat. Melakukan gugatan hak atas tanah dalam pengikatan jaminan tanpa prosedur hukum yang sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1996 hanya dapat dilakukan melalui proses gugatan perdata biasa. Gugatan melalui pengadilan tidak memiliki batas waktu kadaluwarsa sesuai dengan asas publikasi negatif yang dianut dalam konsep hukum tanah di Indonesia. Amar Putusan Pengadilan Negeri Bogor merupakan pertimbangan yang kontradiktif dalam kaitannya dengan penjualan tanah sebagai jaminan karena jika hak Penggugat untuk melakukan penjualan harus melalui prosedur pelelangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24705
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atira Azrani
"Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana konsep mekanisme pengalihan piutang secara subrogasi dalam perjanjian kredit dengan jaminan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah berdasarkan peraturannya di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pada dasarnya, subrogasi diatur dalam KUHPerdata yaitu penggantian hak terhadap pihak yang berpiutang kepada pihak ketiga yang membayarkan kepada pihak yang berpiutang yang disebabkan atas suatu perjanjian maupun undang-undang.  Lebih lanjut, subrogasi dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk penyelamatan kredit. Dalam Putusan Nomor 442/Pdt/2020/Pt.Sby, pengalihan piutang secara subrogasi dan jaminan yang dibebankan dalam perjanjian kredit adalah tanah dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah (PPJB Tanah). Maka dari itu, penulis mengkaji aspek hukum terhadap pengalihan hak atas tanah dengan PPJB sebagai jaminan dari perjanjian kredit yang telah dialihkan secara subrogasi kepada pihak ketiga.

This paper analyzes how the concept of the mechanism for transferring receivables by subrogation in a credit agreement with the collateral of a binding agreement for the sale and purchase of land rights based on its regulations in Indonesia. This paper is prepared by using doctrinal research method. Basically, subrogation is regulated in the Civil Code, which is the replacement of the rights of the indebted party to the third party who pays the indebted party caused by an agreement or law.  Furthermore, subrogation can be utilized as a way to rescue credit. In Decision Number 442/Pdt/2020/Pt.Sby, the transfer of receivables by subrogation and the collateral charged in the credit agreement is land with a Land Sale and Purchase Agreement (PPJB Tanah). Therefore, the author examines the legal aspects of the transfer of land rights with PPJB as collateral for credit agreements that have been transferred subrogated to third parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azmya Naufillia N
"Penelitian ini membahas tentang Pengikatan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Pelunasan Utang yang Dilakukan Atas Dasar Penipuan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 165PK/PDT/2022), terhadap putusan ini diperlukan kajian hukum mengenai analisis keabsahan akta pemberian hak tanggungan yang dibuat dengan cara penipuan dihubungkan dengan Undang-Undang Hak Tanggungan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta bagaimana tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah yang bersangkutan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian hukum dengan menekankan pada data sekunder. Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah akta pemberian hak tanggungan yang dibuat oleh BER yang mengandung penipuan yang mengakibatkan tidak terpenuinya ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUHT yang mengatur tentang Pemberi Hak Tanggungan, serta melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan. Adanya unsur-unsur subjektif dan objektif yang dilanggar dalam akta tersebut juga mengakibatkan tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Tidak terpenuhinya suatu syarat-syarat dalam Pasal 1320 memiliki akibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum. Penipuan yang terjadi dalam suatu hubungan perdata dapat dibedakan menjadi penipuan atau bedrog yang diatur dalam Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan penipuan yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mengenai tidak sah nya akta permberian hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT BER karena adanya penipuan, menimbulkan pertanyaan apakah Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut dapat dimintakan pertanggung jawaban atau tidak, namun berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 5 September 1973 Nomor 702 K/Sip/1973 diputuskan bahwa Notaris/PPAT tidak memiliki kewajiban untuk mencari kebenaran materiil terhadap informasi yang diberikan oleh penghadapnya, ia hanya memiliki kewajiban untuk mencari kebenaran formil sesuai dengan dokumen sah yang diperlihatkan kepadanya, maka PPAT BER dalam kasus ini tidak dapat dimintakan ganti rugi ataupun pertanggung jawaban lainnya.

This research discusses the Binding of Mortgage Rights to Land as Guarantees for Repayment of Debt Made on the Basis of Fraud (Study of Supreme Court Decision Number 165PK/PDT/2022), for this decision a legal study is needed regarding the validity analysis of the deed of granting mortgage rights made by way of accusations that reported with the Mortgage Law and the Civil Code as well as the responsibilities of the official making the land deed concerned. The method used in this research is normative juridical, namely legal research with an emphasis on secondary data. The data analysis method used is qualitative and the data collection tool used is document study. The results of this study are the deed of granting mortgage rights made by BER which contains fraud which results in non-fulfillment of the provisions of Article 8 paragraph (1) UUHT which regulates Mortgage Givers, and violates the provisions of Article 11 paragraph (1) of the Mortgage Law . The existence of elements of subjectivity and objectives that were violated in these actions also resulted in non-fulfillment of the legal terms of the agreement in Article 1320 of the Indonesian Civil Code. Non- fulfillment of a condition in Article 1320 can result in the agreement being canceled or null and void by law. Fraud that occurs in a civil relationship can be divided into fraud or bedrog which is regulated in Article 1328 of the Civil Code, and fraud which is regulated in Article 378 of the Criminal Code. Regarding the invalidity of the mortgage deed made by PPAT BER due to fraud, it raises the question whether the Land Deed Making Officer can be held accountable or not, but based on the Supreme Court Jurisprudence dated September 5, 1973 Number 702 K/Sip/1973 decided that the Notary/PPAT has no obligation to seek the material truth of the information provided by his appearer, he only has the obligation to seek formal truth in accordance with the legal documents shown to him, then the PPAT BER in this case cannot be asked for compensation or liability other.

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putri Sari Febiolla
"Tesis ini membahas mengenai keabsahan akta pengakuan hutang sekaligus perjanjian pengikatan jual beli atas tanah sebagai jaminan berdasarkan kasus Putusan Nomor 368/PDT/2018/PT.DKI. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat penerapan hukum yang keliru. Sehingga keabsahan akta pengakuan hutang dan perjanjian pengikatan jual beli tidak sah dan notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap akta-akta yang dibatalkan. Hal ini dikarenakan pelaksanaan penjualan jaminan yang berupa tanah dengan sertipikat hak milik seharusnya menggunakan Lembaga jaminan Hak Tanggungan. Selain itu jika tidak menggunakan Hak Tanggungan, akta pengakuan hutang itu sendiri dapat dipergunakan untuk mengeksekusi jaminan apabila debitur cidera janji yakni dengan mengeluarkan grosse akta pengakuan hutang yang dikeluarkan atas permintaan dari kreditur. Sehingga, notaris sebenarnya tidak perlu membuat perjanjian pengikatan jual beli yang mana bukan merupakan salah satu lembaga jaminan karena dengan mengeluarkan grosse akta pengakuan hutang itu sendiri, eksekusi sudah dapat dilakukan. Notaris hendaknya memperhatikan asas-asas dan ketentuan yang tercantum dalam undang-undang, kode etik notaris serta selalu menambah ilmu pengetahuan dibidangnya. Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat, praktisi hukum khususnya kepada notaris agar berhati-hati dalam memberikan penyuluhan hukum yang pada akhirnya akan mempengaruhi konstruksi hukum yang akan dibuat.

This thesis discusses the validity of the deed of acknowledgement of debt once Binding Agreement Of Sale and Purchase upon the land as collateral based on the decision of the high court no. 368/PDT/2018/PT.DKI. The method of this research is descriptive normative juridical analytically with a qualitative approach. Based on the research and the analysis that has been indulged, the notary has made a mistake in the application of the law. So, the validity both of the deed is not valid and the notary can be held responsible against the deed-the deed which is cancelled. This is due to the implementation of the sales collateral in form of land with freehold title should be subject with the law of Hak Tanggungan. In addition, even if not using that regulations, deed of acknowledgement of debt itself can be used to execute a guarantee if the debtor injury promises, namely by issuing grosse deed of acknowledgement of debt and must be requested by creditors. So, the notary actually do not need to make Binding Agreement Of Sale and Purchase which is not among the institutions guaranteed. By spending grosse deed of acknowledgement of debt itself, execution has to be done. The Notary should pay attention to the principles and provisions contained in legislation and notary code of ethics as well as always increase knowledge in their major. With the presence of this paper are expected to provide knowledge to the public, legal practitioners in particular to the notary to be careful in providing legal counseling that will ultimately affect the construction of the law will be made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisha Oktari
"Skripsi ini membahas mengenai penjaminan atas obyek berupa perjanjian lisensi hak cipta. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai tinjauan perjanjian lisensi hak cipta sebagai obyek jaminan dari perspektif hukum jaminan yang berlaku di Indonesia. Kedua, pembahasan mengenai jenis jaminan yang paling tepat dalam penjaminan perjanjian lisensi hak cipta berdasarkan pengaturan tentang lembaga-lembaga jaminan di Indonesia. Ketiga, membahas mengenai praktek pemberian jaminan atas perjanjian lisensi hak cipta di negara Jerman, kemudian membandingkannya dengan ketentuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar berasal dari studi kepustakaan uang diperoleh serta beberapa wawancara dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perjanjian lisensi hak cipta merupakan suatu hak kebendaan dimana di dalam perjanjian tersebut terdapat hak tagih yang dapat digolongkan sebagai piutang atas nama, yang termasuk dalam klasifikasi benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijadikan obyek jaminan. Maka dengan adanya klasifikasi benda bergerak tidak berwujud atas piutang dalam perjanjian lisensi hak cipta, maka lembaga penjaminan yang paling tepat ialah gadai dan fidusia Masing-masing lembaga jaminan memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda yang dapat disesuaikan baik untuk kebutuhan debitur maupun kreditur. Perbandingan dengan negara Jerman, dengan penjaminan gadai dan fidusia adalah pledge dan assignment.

This research is concerning the securities over copyright license agreement. This thesis mainly focusing about three problems. Firstly, the object of the securities also with the characteristic relating to the Law of Property. Secondly, explaining about which form of securities that suites the best for copyright license agreement regarding the securities law in Indonesia. Thirdly, comparing securities over license agreement in Indonesia with Germany. This research is a doctrinal research, which some of the data are based on the related literatures.
The result regarding the research stipulate that claim in the copyright license agreement is qualified as the form of intangible movable goods according to Law of Property in Indonesia. According to the practical of this transaction, securities over claim in license agreement applied in form of pledge and fiduciary. Each security has its own character that applicable according to debtor and creditor’s need. Comparing to Germany, pledge and assignment is basically nearly the same as in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 1998
346.02 TEA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ambarwati
"Perjanjian merupakan perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih dan dapat menciptakan hubungan dalam hukum yang terdiri dari satu atau lebih kewajiban. Salah satu dari banyaknya perjanjian adalah perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). PPJB biasanya dibuat sebelum para pihak melakukan perjanjian jual beli. PPJB merupakan perjanjian obligatoiryaitu perjanjian yang timbul hanya dengan kata sepakat tapi belum menimbulkan peralihan hak. Peralihan hak baru akan terjadi ketika telah dibuatnya perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian kebendaan. PPJB terhadap objek hak atas tanah yang masih terikat jaminan bank masih sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah perjanjian tersebut sah atau tidak dan bagaimana akibat hukumnya apabila perjanjian tersebut dibuat? Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk penelitian yuridis-normatif, sedangkan metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Hasil dari penulisan tesis ini adalah PPJB yang dibuat terkait dengan objek yang masih terikat jaminan bank adalah sah saja, tetapi di dalam perjanjian tersebut harus ditulis secara jelas terkait keadaan sebenarnya objek jual beli tersebut dan pengaturannya apabila ternyata objek jual beli yang masih terikat jaminan bank tersebut di eksekusi oleh pihak bank.

An agreement is an act where one person or more ties himself to one or more other people and can make a legal relationship consisting of one or more that is needed. One of the many agreements is the sale and purchase agreement. Sale and purchase agreement is usually made before the parties enter into a real of sale and purchase agreement. Sale and purchase agreement is an obligatory agreement, which arises only with an agreement word but has not caused a transfer of rights. A transfer of rights will take place after a real sale and purchase agreement which is a material agreement has been made. Sale and purchase agreement for objects of land rights that are bound by the bank guarantees is still common in the community. This raise the question whether the agreement is valid or not? This study uses a research method consisting of juridical-normative research, while the data analysis method used by the author is a qualitative method and the data collection tool used is the study of documents or library materials. The result of this thesis is that the sale and purchase agreement of rights to land that still bound by bank is valid, but in the agreement must be written related to the actual object of sale and purchase and the arrangement if it turns out that the object that is still bound by the bank's guarantee is executed by the bank."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Candrika
"Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan kebendaan yang memiliki kemudahan berupa tidak beralihnya penguasaan objek jaminan fidusia dari pemberi fidusia ke penerima fidusia walaupun hak milik atas objek jaminan fidusia diserahkan kepada penerima fidusia. Salah satu benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia adalah piutang. Permasalahannya apakah di dalam pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama selalu harus didahului dengan cessie/peralihan piutang mengingat adanya perubahan hak kepemilikan objek jaminan fidusia, bagaimana kewenangan penerima fidusia dalam menjaga objek jaminan fidusia berupa piutang atas nama mengingat piutang tersebut masih berada dalam penguasaan pemberi fidusia dan dapat susut/habis nilainya, dan mengenai eksekusi piutang atas nama sebagai objek jaminan fidusia dari sudut UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah pembebanan fidusia dengan objek jaminan berupa piutang atas nama tidak harus didahului dengan cessie, kewenangan yang dimiliki penerima fidusia adalah penerima fidusia atau wakilnya berwenang untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan atas objek jaminan fidusia dan pemberi fidusia lalai melakukan hal itu, prosedur eksekusi fidusia piutang atas nama yang terdapat pada Akta Jaminan Fidusia terlampir tidak sesuai dengan yang ditentukan UU Nomor 42 Tahun 1999. Oleh karena itu, saran yang diberikan adalah dalam pembebanan fidusia piutang atas nama dibutuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi antara pemberi fidusia dengan penerima fidusia, dibentuknya peraturan pelaksana dari UU Nomor 42 Tahun 1999 yang menjelaskan harus tidaknya pembebanan fidusia piutang atas nama didahului dengan cessie dan mengenai prosedur pelaksanaan eksekusi fidusia piutang atas nama agar tidak merugikan bagi para pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Shanti
"Sudah bukan menjadi rahasia lagi, bahwa eksekusi agunan memang bukan perkara mudah. Tapi banyak bank memasang kuasa hipotik dan itu pun masih banyak sisi rumitnya. Surat kuasa untuk memasang hipotik (SKMH) yang nilai pembebanan Hak Tanggungannya tidak didaftarkan ke Kantor Pertanahan, menjadikan bank/kreditur menanggung resiko dikemudian hari, Begitu pula terhadap Surat Kuasa Untuk Memasang Hak Tanggungan atau jaminan Kredit yang lazim disebut Surat Kuasa Credietverband (SKCV). Namun, pada kenyataannya , lembaga surat kuasa sering digunakan untuk menunda pembebanan hak tanggungan. Banyak kreditur yang memegang Surat kuasa Membebankan Hak Tanggungan (dulu: hipotik) dan baru dilaksanakan apabila ada gejala debitur. akan cidera janji. Hal inilah yang seringkali menjadi penyebab terjadinya sengketa agunan antara bank-bank kreditur. Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan dalam proses pembangunan. Sudah semestinya jika pemberi dana dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat pula memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Dengan berlakunya UU No. 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka ketentuan-ketentuan mengenai hipotik sebagaimana tersebut dalam Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, tidak berlaku lagi. Oleh karena itu, sesudah berlakunya uu Hak Tanggungan tersebut, maka "Surat Kuasa Memasang Hipotik" (SKMH) dan "Akta Hipotik" harus dibaca sebagai "Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan" ( SKMHT) dan "Akta Pemberian Hak Tanggungan". Dengan adanya perubahan nama tersebut, maka secara otomatis terdapat pula beberapa perubahan konsekuensi hukum di dalam aturan-aturan dan praktek pembuatan SKMHT dibandingkan dengan SKMH. Pada akhirnya dapat dikatakan, Undang-Undang Hak Tanggungan bertujuan untuk memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat, yang di dalamnya antara lain menegaskan atau meluruskan persepsi yang kurang tepat di waktu lalu."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>